PSIKIATRI FORENSIK
Pembimbing :
disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
Kata Pengantar
2.1 Psikodinamika
Psikodinamika menceritakan tentang pendekatan konseptual yang
memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi
kuantitas-kuantitas energi psikik yang berlangsung intra-individual (antar
bagian struktur-struktur psikik) dan inter-individual (antar orang).
Akut Menahun
Nerosa Fobik
Obsesif kompulsif
Cemas, dll
Mekanisme timbulnya gangguan jiwa pada penderita berdasarkan
intervensi tiga variabel penting, yaitu:
1. Stres yang diterima diinterpretasikan berat oleh penderita.
2. Daya tahan atau kemampuan penyesuaian diri terhadap stres
yang diterima penderita kurang
3. Diathesis-stress menyebabkan kerentanan yang menjadi bakat
penderita
Ketiga hal tersebut dapat menimbulkan berbagai klinis gangguan jiwa.
Berdasarkan teori Dr. Hans Selye, apabila dilihat dari fase
terjadinya stress pada penderita, maka akan didapatkan perkembangan
yang signifikan dan sesuai yang dimulai dari:
1. Alarm Reaction, yaitu terjadinya pembangkitan emosi dan
ketegangan pada diri penderita.
2. Pertahanan, yaitu penderita menjadi terjaga (siaga) karena sulit
tidur.
3. Hasil adaptasi penderita, yaitu Maladaptasi.
Penyesuaian diri penderita yang gagal dan tidak sesuai. Apabila
terus menerus dapat mengakibatkan kepayahan dan
disintegrasi kepribadian.
4. Kepayahan (distress), yaitu terjadi gangguan jiwa psikosa dan
terjadi disintegrasi kepribadian.
2.2 Neurobiologi
2.2.1 Sirkuit Otak
Cortex
Area prefrontal mengontrol tindakan agresi dan disosial ditunjang
oleh area frontal cortex yang memodulasi tindakan subcortical. Lesi
pada area prefrontal cortex menghasilkan disinhibisi tindakan
agresif. Onset kerusakan ventromedial prefrontal cortex pada masa
anak-anak maupun dewasa menghasilkan gangguan emosi berat
yang mengarah pada berkurangnya kemampuan pada dunia nyata.
Pasien dengan injuri pada lobus frontal cenderung menggunakan
intimidasi fisik dan ancaman dalam menghadapi konflik.
Sistem Limbik / Struktur Subcortical
Keabnormalitasan penting lainnya yang berperan dalam
dorongan agresi dan kekerasan adalah hiperaktivitas sistem limbik,
salah satu strukturnya seperti amygdala yang merespon stimuli
negatif maupun provokatif terutama stimuli yang menyebabkan
rasa marah. Aktivitas hipotalamus juga diasosiasikan dengan
agresi pada kekerasan dalam rumah tangga. Kelainan fungsi
hippocampus juga berperan dalam perilaku kekerasan dan
antisosial.
2.2.2 Neuromodulator
Neurotransmitter
Serotonin
Serotonin memfasilitasi regio prefrontal cortex seperti orbital
frontal cortex dan anterior cingulate cortex yang berperan
memodulasi dan supresi tindakan agresif dengan bekerja pada
reseptor serotonin 5- 𝐻𝑇2 pada regio ini. Oleh karena itu,
defisiensi pada inervasi serotonin pada regio ini menghasilkan
disinhibisi tindakan agresif saat terjadi provokasi.
Katekolamin
Katekolamin, dopamin, dan norepinefrin dapat meningkatkan
kemungkinan agresi. Dopamin terlibat dalan inisiasi dan tindakan
agresi, dan penurunan pada reseptor 𝐷1 terlibat dalam pasien
depresi yang mengalami anger attack.
Asetilkolin
Abnormalitas pada aktivitas cholinergic berkontribusi pada
hiperreaktivitas regio subcortical limbik dan disforia atau
iritabilitas yang memicu agresi.
Sistem Glutamatergic / Gabaminergic
Ketidakseimbangan aktivitas glutamatergic/gabaminergic
berkontribusi pada hiperreaktivitas regio subcortical limbik. Oleh
karena itu, penurunan aktivitas pada reseptor GABA dapat
berkontribusi pada agresivitas.
Neuropeptida
Vasopressin
Vasopressin terlibat pada tingkah laku dan agresi. Studi
melaporkan terdapat korelasi positif antara konsentrasi
vasopressin CSF (Cerebrospinal Fluid) dan agresi pada pasien
personality disorder.
Oxytocin
Oxytocin terlibat dalam tingkah laku serta kepercayaan. Ia
juga menurunkan aktivitas amygdala sehingga defisit oxytocin
berkontribusi pada rasa permusuhan, rasa takut, dan
ketidapercayaan yang menunjang kondisi agresi.
Aksis Hipotalamopituitari Adrenal
Konsentrasi kortisol secara umum rendah pada individu
dengan tingkat agresi tinggi (orang dewasa dengan gangguan
perilaku, kriminal antisosial, perilaku kekerasan rumah tangga)
dan perilaku agresi dihubungkan dengan adanya autoantibodi
reaktif Corticotropin Releasing Factor.
Agresi muncul ketika drive pada area yang merespon stimulus
provokatif atau rasa marah pada bagian prefrontal yang dimediasi sistem
limbik diinhibisi secara insufisien dan menghasilkan tindakan kekerasan.
Reaktivitas berlebih pada amygdala ditambah dengan regulasi area
prefrontal yang inadekuat meningkatkan kejadian tindakan agresif.
Perubahan pada sirkuit prefrontal-subcortical beserta ketidaknormalan
neuromodulator juga mempunyai peranan penting. Serotonin menginhibisi
area prefrontal sehingga aktivitas serotonon yang insufisien dapat
meningkatkan agresi. Aktivitas Gabaminergic pada reseptor GABA A,
dapat menurunkan reaktivitas subcortical dan karenanya, penurunan
aktivitas gabaminergic dapat meningkatkan agresi. Reduksi pada aktivitas
oxytocin dan peningkatan aktivitas vasopressin juga berpengaruh dalam
menginduksi agresi.
3.1 Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk
kekerasan dalam lingkungan keluarga yang terjadi dalam ranah
domestik yang kemudian menjadi persoalan publik. Tindak kekerasan
tidak hanya terbatas pada tindak kekerasan fisik namun juga seksual.
3.2 Saran
Setelah mengkaji beberapa aspek tentang kekerasan dalam rumah
tangga, maka kami menyarankan :