Anda di halaman 1dari 21

SEMINAR

ILMU KEDOKTERAN JIWA

PSIKIATRI FORENSIK

Pembimbing :

dr. Ketut Tirka Nandaka, Sp.KJ (K), MM.Kes

disusun oleh :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena dengan rahmat dan karunia-Nya akhirnya tugas seminar
yang berjudul ”PSIKIATRI FORENSIK” ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penyusunan seminar ini merupakan salah satu tugas yang harus


dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Jiwa di RSAL dr. Ramelan Surabaya. Tak lupa ucapan terima kasih
kami ucapkan pada semua pihak yang telah membantu
penyusunan referat ini, terutama kepada dr. Ketut Tirka Nandaka
Sp.KJ (K), MM.Kes yang telah membimbing penyusunan tugas ini.

Dalam penulisan tugas ini kami menyadari adanya keterbatasan


kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga tugas ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik maupun saran yang
membangun selalu diharapkan agar dapat menyempurnakan karya
tulis ini dimasa yang akan datang.

Semoga tugas ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya


dan penulis pada khususnya.

Surabaya, 2 November 2017


DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kriminologi mengandung arti yaitu suatu ilmu yang
mempelajari tentang kejahatan. Perkembangan dan peningkatan ini
disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus
mengalami perubahan – perubahan dan berbeda antara tempat
yang satu dengan tempat yang lainnya serta berbedapula dari
suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang
lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan
juga mengalami perkembangan dan peningkatan dalam melihat,
memahami, dan mengkaji permasalahan-permasalahan sosial
yang ada di masyarakat dan substansi di dalamnya.
Berkembangnya studi yang dilakukan secara ilmiah
mengenai tingkah laku manusia memberikan dampak kepada
berkurangnya perhatian para pakar kriminologi terhadap hubungan
antara hukum dan organisasi kemasyarakatan. Kemunculan aliran
positif mengarahkan para pakar kriminologi untuk lebih menaruh
perhatian kepada pemahaman tentang perilaku kejahatan daripada
sifat dan karakteristik kejahatan, asal mula hukum serta dampak-
dampaknya. Perhatian terhadap hubungan hukum dengan
organisasi kemasyarakatan muncul kembali pada pertengahan
abad 20, karena hukum mulai dianggap memiliki peranan penting
dalam menentukan sifat dan karakteristik suatu kejahatan. Para
pakar kriminologi berkeyakinan bahwa pandangan atau perspektif
seseorang terhadap hubungan antara hukum dan masyarakat
memberikan pengaruh yang penting dalam penyelidikan–
penyelidikan yang bersifat kriminologis.
Objek kajian kriminologi memiliki ruang lingkup kejahatan,
perilaku, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut.
Kriminologi secara spesifik mempelajari kejahatan dari segala
sudut pandang, namun lebih khusus kejahatan yang diatur dalam
undang-undang.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindak
pidana yaitu berbuat sewenang-wenang terhadap orang-orang
yang dianggap bersalah karena melakukan suatu kejahatan. Orang
yang melakukan suatu tindak pidana dinamakan penjahat (criminal)
merupakan objek kriminologi terutama dalam pembicaraan ini
tentang etiologi kriminal yang menganalisis sebab-sebab berbuat
jahat. Dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup sering terjadi adanya kejahatan
dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang tertentu sekaligus
orang yang mengancam sebagian dari anggota masyarakat, yang
dalam ilmu hukum di kenal dengan sebutan tindak pidana. Dari
berbagai macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat
salah satunya masalah kejahatan kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi disebabkan oleh
keretakan hubungan keluarga yang kurang harmonis antara suami
dan istri yang tidak segera dipecahkan atau apabila telah
dipecahkan dengan hasil yang dirasakan tidak adil bagi korban
sehingga tidak dapat mengembalikan hubungan baik antara
pembuat korban dan korban. Kejahatan macam ini sama dengan
kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam
masyarakat yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal
sampai dengan penyiksaan terhadap tubuh seseorang adalah
sebagai suatu kejahatan penyerangan yang tidak
berprikemanusian.
Wanita sudah seharusnya untuk memilih kekasih atau
pasangan hidup yang memiliki hati lemah lembut dan tidak kasar,
begitu pula para lelaki juga memilih pasangan hidup yang harmonis
dengan wanita pujaannya. Maka dari itu sudah seharusnya pula
saat memiliki masalah dengan pasangan hendaknya dibicarakan
serta diselesaikan dengan jalan damai serta baik-baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psikodinamika
Psikodinamika menceritakan tentang pendekatan konseptual yang
memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi
kuantitas-kuantitas energi psikik yang berlangsung intra-individual (antar
bagian struktur-struktur psikik) dan inter-individual (antar orang).

Reaksi Terhadap Kecemasan

Secara sadar Secara Tak Sadar

Mekanisme pembelaan- Mekanisme


pembelaan yang lain Konversi

Akut Menahun

Kecemasan Tanpa Dengan


dihilangkan dengan Perubahan Perubahan
penyesuaian diri yang (Organik) (Organik)
berorientasi pada
Mekanisme Tugas
(Task Oriented)
Gangguan
Psikosomatik

Nerosa Fobik
Obsesif kompulsif
Cemas, dll
Mekanisme timbulnya gangguan jiwa pada penderita berdasarkan
intervensi tiga variabel penting, yaitu:
1. Stres yang diterima diinterpretasikan berat oleh penderita.
2. Daya tahan atau kemampuan penyesuaian diri terhadap stres
yang diterima penderita kurang
3. Diathesis-stress menyebabkan kerentanan yang menjadi bakat
penderita
Ketiga hal tersebut dapat menimbulkan berbagai klinis gangguan jiwa.
Berdasarkan teori Dr. Hans Selye, apabila dilihat dari fase
terjadinya stress pada penderita, maka akan didapatkan perkembangan
yang signifikan dan sesuai yang dimulai dari:
1. Alarm Reaction, yaitu terjadinya pembangkitan emosi dan
ketegangan pada diri penderita.
2. Pertahanan, yaitu penderita menjadi terjaga (siaga) karena sulit
tidur.
3. Hasil adaptasi penderita, yaitu Maladaptasi.
Penyesuaian diri penderita yang gagal dan tidak sesuai. Apabila
terus menerus dapat mengakibatkan kepayahan dan
disintegrasi kepribadian.
4. Kepayahan (distress), yaitu terjadi gangguan jiwa psikosa dan
terjadi disintegrasi kepribadian.

2.2 Neurobiologi
2.2.1 Sirkuit Otak
 Cortex
Area prefrontal mengontrol tindakan agresi dan disosial ditunjang
oleh area frontal cortex yang memodulasi tindakan subcortical. Lesi
pada area prefrontal cortex menghasilkan disinhibisi tindakan
agresif. Onset kerusakan ventromedial prefrontal cortex pada masa
anak-anak maupun dewasa menghasilkan gangguan emosi berat
yang mengarah pada berkurangnya kemampuan pada dunia nyata.
Pasien dengan injuri pada lobus frontal cenderung menggunakan
intimidasi fisik dan ancaman dalam menghadapi konflik.
 Sistem Limbik / Struktur Subcortical
Keabnormalitasan penting lainnya yang berperan dalam
dorongan agresi dan kekerasan adalah hiperaktivitas sistem limbik,
salah satu strukturnya seperti amygdala yang merespon stimuli
negatif maupun provokatif terutama stimuli yang menyebabkan
rasa marah. Aktivitas hipotalamus juga diasosiasikan dengan
agresi pada kekerasan dalam rumah tangga. Kelainan fungsi
hippocampus juga berperan dalam perilaku kekerasan dan
antisosial.

2.2.2 Neuromodulator
 Neurotransmitter
 Serotonin
Serotonin memfasilitasi regio prefrontal cortex seperti orbital
frontal cortex dan anterior cingulate cortex yang berperan
memodulasi dan supresi tindakan agresif dengan bekerja pada
reseptor serotonin 5- 𝐻𝑇2 pada regio ini. Oleh karena itu,
defisiensi pada inervasi serotonin pada regio ini menghasilkan
disinhibisi tindakan agresif saat terjadi provokasi.
 Katekolamin
Katekolamin, dopamin, dan norepinefrin dapat meningkatkan
kemungkinan agresi. Dopamin terlibat dalan inisiasi dan tindakan
agresi, dan penurunan pada reseptor 𝐷1 terlibat dalam pasien
depresi yang mengalami anger attack.
 Asetilkolin
Abnormalitas pada aktivitas cholinergic berkontribusi pada
hiperreaktivitas regio subcortical limbik dan disforia atau
iritabilitas yang memicu agresi.
 Sistem Glutamatergic / Gabaminergic
Ketidakseimbangan aktivitas glutamatergic/gabaminergic
berkontribusi pada hiperreaktivitas regio subcortical limbik. Oleh
karena itu, penurunan aktivitas pada reseptor GABA dapat
berkontribusi pada agresivitas.
 Neuropeptida
 Vasopressin
Vasopressin terlibat pada tingkah laku dan agresi. Studi
melaporkan terdapat korelasi positif antara konsentrasi
vasopressin CSF (Cerebrospinal Fluid) dan agresi pada pasien
personality disorder.
 Oxytocin
Oxytocin terlibat dalam tingkah laku serta kepercayaan. Ia
juga menurunkan aktivitas amygdala sehingga defisit oxytocin
berkontribusi pada rasa permusuhan, rasa takut, dan
ketidapercayaan yang menunjang kondisi agresi.
 Aksis Hipotalamopituitari Adrenal
Konsentrasi kortisol secara umum rendah pada individu
dengan tingkat agresi tinggi (orang dewasa dengan gangguan
perilaku, kriminal antisosial, perilaku kekerasan rumah tangga)
dan perilaku agresi dihubungkan dengan adanya autoantibodi
reaktif Corticotropin Releasing Factor.
Agresi muncul ketika drive pada area yang merespon stimulus
provokatif atau rasa marah pada bagian prefrontal yang dimediasi sistem
limbik diinhibisi secara insufisien dan menghasilkan tindakan kekerasan.
Reaktivitas berlebih pada amygdala ditambah dengan regulasi area
prefrontal yang inadekuat meningkatkan kejadian tindakan agresif.
Perubahan pada sirkuit prefrontal-subcortical beserta ketidaknormalan
neuromodulator juga mempunyai peranan penting. Serotonin menginhibisi
area prefrontal sehingga aktivitas serotonon yang insufisien dapat
meningkatkan agresi. Aktivitas Gabaminergic pada reseptor GABA A,
dapat menurunkan reaktivitas subcortical dan karenanya, penurunan
aktivitas gabaminergic dapat meningkatkan agresi. Reduksi pada aktivitas
oxytocin dan peningkatan aktivitas vasopressin juga berpengaruh dalam
menginduksi agresi.

2.3 Aspek Hukum


2.3.1 Pengertian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Secara hukum, kekerasan dalam rumah tangga diatur oleh UU No.
23 tahun 2004. Pada pasal 1(1) dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah
tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Yang dimaksud korban sesuai pada pasal 1(3) adalah orang yang
mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa:
1. Lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi:
a. Suami, istri, dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dakam
rumah tangga;
c. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada
huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam
jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan;

2.3.2 Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)


Dalam pasal 5 UU RI No 23 Tahun 2004 bentuk KDRT meliputi :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat. Dalam hal ini tidak menutup
kemungkinan korban meninggal, sehingga pelaku dapat
dituntuk dengan KUHP.
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikis berat pada sesorang. Misalnya makian, ancaman cerai,
tidak memberi nafkah, penghinaan, menakut-nakuti, melarang
bergaul/beraktifitas diluar rumah.
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga

2.3.3 Faktor pemicu terjadinya KDRT


Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi akibat beberapa hal
yang menjadi pemicunya , antara lain :
1) Ketergantungan ekonomi
Ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri
untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa tertekan
bahkan perlakuan keras yang dilakukan kepadanya oleh suami enggan
untuk melaporkan demi kelangsungan hidup dan rumah tangganya.
2) Kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa telah tertanam sedemikian rupa
dalam keluaga dan masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami
sehingga harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang
memilikinya. Hal ini menyebabkan suami merasa berkuasa dan
bertindak sewenang-wenang terhadap istrinya.
3) Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
Kekerasan dilakukan biasanya sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan dankekecewaan karena tidak terpenuhinya keinginan
dan dengan kekerasan tersbut diharapkan istrinya mau memenuhi
keinginannya.
4) Persaingan
Perimbangan anatara suami-istri sangat diperlukan baik dalam hal
pendidikan, pergaulan, pekerjaan, dan penghasilan. Kalau suami
merasa kalah dalam hal-hal tersebut akan memcu konflik dalam rumah
tangga sementara si istri tidak mau terbelakang dan di kekang.
5) Frustasi
Biasanya terjadi pada pasangan-pasangan yang :
a. Masih muda, belum siap kawin
b. Belum mempunyai penghasilan tetap
c. Masih hidup menumpang pada orang tua
Yang sering terjadi pelampiasannya dengan cara mabuk-mabukan,
memakai narkoba atau perbuatan negative lainnya.

2.3.4 Larangan kekerasan dalam rumah tangga


Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara (pasal 5):
a. Kekerasan Fisik (Pasal 6)
Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat.
b. Kekerasan Psikis (Pasal 7)
Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
c. Kekerasan Seksual (Pasal 8), terdiri dari:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dulakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelantaran Rumah Tangga (Pasal 9)
Pada ayat pertama dijelaskan bahwa setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian, ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2.3.5 Tugas dan wewenang dokter dalam menangani kasus KDRT


Dalam pasal 21 UU RI No 23 tahun 2004 disebutkan :
1. Dalam memberikan pelayan kesehatan kepada korban, tenaga
kesehatan harus :
a. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standart profesinya.
b. Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korab den
visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat
keterangan medis yang memilki kekuatan hokum yang sama
sebagai alat bukti.
2. Pelayanan kesehatan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) dilakuakn
di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat. Pasal 40 UU RI No 23 Tahun 2004 :
(1) Tenaga kesehatan wajib memeriksan korban sesuai dengan
standar profesinya.
(2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan
wajib memulihkan dan merhabilitasi kesehatan korban.
Maka jelas disini bahwa kasus KDRT seorang dokter harus :
a. Memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban termasuk
memeriksa dan mengobati serta merawat korabn baik di rumah
sakit ataupun di klinik milik swasta atau pribadi.
b. Membuat visum et repertum atas dasar SPVR dari pihak
kepolisian.
c. Berusaha memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.
2.3.6 Hukuman bagi pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga
menyangkut psikis (Pasal 45)
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksut dalam pasal 5 huruf
b dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp. 9.000.000 (Sembilan Juta Rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda
paling banyak Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah).

2.4 Aspek psikiatri forensik


Psikologi forensik adalah aplikasi metode, teori, dan konsep
psikologi dalam sistem hukum. Setting dan kliennya bervariasi, mencakup
anak-anak maupun dewasa. Semua jenis institusi, mencakup korperasi,
lembaga permasyarakatan, dapat terlibat sebagai klien atau obyek
kesakitan dalam berbagai macam kasus hukum. Psikiatri forensik di dalam
hukum pidana, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, berhubungan
dengan unsur pembuktian dalam pertanggungjawaban pidana atau untuk
menentukan ada atau tidak kesalahan terdakwa. Psikiatri forensik
menentukan besar kecilnya tanggung jawab seseorang dalam melanggar
hukum pidana. Sering kali seseorang dalam kehidupan sehari-hari terlihat
masih cukup daya pikirannya, tetapi dalam pemeriksaan psikiatri jelas
menderita gangguan jiwa yang dapat mengurangi tanggung jawabnya.
Beberapa factor penting yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa
yaitu:
1. Faktor keturunan
Beberapa jenis gangguan jiwa cenderung berhubungan dengan faktor
keturunan.
2. Faktor lingkungan dan situasi kehidupan sosial
Pengalaman dengan anggota keluarga, tetangga, sekolah, tempat
kerja, dan lain-lain, dapat menciptakan situasi yang menegangkan atau
menyenangkan. Seseorang melalui pergaulan akan belajar begaimana
cara berbagi dan mengerti perasaan serta sikap orang lain. Kritik yang
negatif dari orang sekitar dapat menurunkan harga diri. Harga diri yang
positif merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan jiwa,
sebaliknya orang yang mempunyai harga diri yang negatif, akan
menganggap orang lain memandangnya secara negatif pula.
3. Faktor fisik
a. Gangguan fisik yang langsung mengenai otak:
 Trauma (cedera) otak
 Tumor otak
 Penyakit infeksi pada otak
 Gangguan perdarahan otak “stroke”
 Pengaruh zat psikoaktif seperti narkotika, ganja, dan alcohol
b. Gangguan fisik yang tidak langsung mengenai otak
Yaitu penyakit yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme
otak, misalnya sakit tifus, malaria, penyakit hati, keracunan, dan
lain-lain. Gangguan tersebut dapat menimbulkan perubahan cara
berpikir, berperasaan, dan bertingkah laku. Dalam menentukan
keadaan jiwa sesorang yang tidak sehat, diperlukan keterangan dari
seorang dokter ahli jiwa. Di dalam suatu perkara pidana dimana
tertuduhnya seseorang yang disangka menderita gangguan jiwa,
maka disini psikiatri forensik terlibat pada segi hukum dalam
penyelesaian kasus perkara tersebut dalam forum peradilan.
Kegiatan utama dari psikiatri forensik adalah Visum et Repertum
Psychiatrum. Pada dasarnya, pengadaan Visum et Repertum
Psychiatrum diperuntukkan sebagai rangkaian hukum pembuktian
tentang kualitas tersangka pada waktu melakukan perbuatan pidana
dan penentuan kemampuan bertanggung jawab bagi tersangka.
Kebutuhan bantuan kedokteran jiwa pada kenyataannya
berkembang bukan sebagai rangkaian hukum pembuktian, namun
untuk kepentingan kesehatan tersangka dalam rangka penyelesaian
proses pemeriksaan perkara pidan. Bantuan kesehatan jiwa bagi si
tersangka ini sangat diperlukan, selain menyangkut perlindungan
hak asasi manusia juga untuk menghindarkan hal-hal yang tidak
diinginkan bagi jiwa dan raga manusia.

2.5 Ilustrasi Kasus


Seorang ayah bernama St, tega melakukan KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap anak dan istrinya di
Serang, Banten, Senin, 18 September 2017, sekitar pukul
16.00WIB. Pria berusia 42 tahun itu menghantam anak
kandungnya, Ma (5) dan Ap (7), serta sang istri, Di (40), dengan
palu.
Penganiayaan ini dilakukan hanya karena hal sepele, yaitu
dia dibangunkan oleh anaknya saat tidur siang. “Sempat dilerai
malah marah-marah. Penyebabnya gara-gara lagi tidur dibangunin
sama anaknya, Marcel itu,” kata Ha, mantan Ketua RT/RW salah
satu perumahan di Banten. Di rumah tersebut, tetangga mengenal
keluarga tersebut sebagai keluarga yang harmonis dan jarang
bertengkar.
“Kalau setahu saya enggak (pernah berantem), yang saya
tahu dia keluarga yang baik-baik aja,” Ha menerangkan.
Mendengar teriakan dari anak dan istri pelaku, para tetangga
berhamburan menghampiri rumah bercat merah muda dan
berpagar hijau. Mereka berusaha menghentikan tindak kekerasan
yang dilakukan St.
“Ada yang melerai, anaknya langsung dibawa ke dokter Sr.
Pelakunya tetap di dalam,” dia menjelaskan.
Pihak kepolisian menyebutkan pelaku bersama sang istri
merupakan pasangan yang menikah siri. Pelaku mengaku telah
memukul tangan anak lelakinya sebanyak tiga kali dengan palu.
Sementara, kepala istri dan anak perempuannya juga dipukul
sebanyak tiga kali.
“Dua tangan (anak) laki-laki remuk, ada dua, tiga pukulan di
kepala. Istrinya juga sama dua atau tiga kali pukulan,” kata Kasat
Reskrim Polres Serang Kota, AKP Richardo Hutasoit, Selasa
(19/9/2017).
Saat ini, ketiga korban dalam keadaan selamat dan sudah
mendapatkan perawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Serang.
Karena perbuatannya, St dikenakan pasal 44 ayat 2
Undang-Undang RI tahun 2003 tentang KDRT. “Adapun
dugaannya adalah merupakan kekerasan dalam rumah tangga,
melakukan kekerasdan fisik terhadap anak di bawah umur dan juga
istri” R menandaskan.

2.5.1 Analisis masalah


Dari kasus diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa sang pelaku
memiliki sifat yang mudah marah/tempramen. Karena hanya
dengan masalah yang sepele saja dapat memicu pelaku untuk
melakukan tindakan KDRT kepada istri dan kedua anaknya.
Emosi marah merupakan salah satu jenis emosi yang
dianggap sebagai emosi dasar. Marah dianggap sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari agresi, kekejaman dan kekerasan.
Orang yang marah bisa menjadi kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Orang tidak jarang hilang akal saat marah.
Dalam kasus ini yang memicu pelaku karena pelaku merasa
tidurnya (kenikmatan) terganggu kemarin saat dibangunkan oleh
anaknya. Ekspresi marah berguna untuk menyampaikan sesuatu,
kita bisa menyampaikan apa yang sedang kita rasakan. Dalam hal
ini pelaku melampiaskan perasaan marah dan terganggunya
kepada anak dan istrinya.
Ada orang yang sangat mudah marah. Hampir di semua
situasi ia marah-marah. Tidak peduli di rumah, tidak sesuai dengan
keinginannya ia akan marah. Orang demikian itu biasa disebut
pemarah. Jika marah-marahnya dalam kondisi ekstrim, maka akan
disebut mengalami gangguan kepribadian, biasanya dengan istilah
kepribadian antisosial. Dalam kasus ini marah dalam kondisi
ekstrim yang dilakukan pasien adalah pasien memukul tangan
anaknya sampai remuk karena masalah sepele yaitu waktu
tidurnya terganggu.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk
kekerasan dalam lingkungan keluarga yang terjadi dalam ranah
domestik yang kemudian menjadi persoalan publik. Tindak kekerasan
tidak hanya terbatas pada tindak kekerasan fisik namun juga seksual.

3.2 Saran
Setelah mengkaji beberapa aspek tentang kekerasan dalam rumah
tangga, maka kami menyarankan :

1. Bagi korban kekerasan dalam rumah tangga


 Pada umumnya dapat berbagi dengan anggota keluarga,
teman, atau pelapor ke LSM bahkan langsung ke pihak
berwajib mengenai apa yang sudah dialaminya.
 Korban dapat bercerita dengan pihak yang dianggapnya
mampu untuk menjaga dan membantu memecahkan
masalah yang dihadapi.
 Bagi masyarakat yang mengetahui adanya tindak kekerasan
diharapkan dapat membantu.
 Masyarakat mengadakan kesepakatan antar warga untuk
mengatasi masalah-masalah kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi di lingkungan sekitar, melalui
penyuluhan warga.
 Masyarakat dapat membantu korban untuk melaporkan
kepada ketua RT dan polisi.
2. Bagi instansi terkait seperti LSM, LBH dan Kepolisian.
 Agar dapat cepat tanggap mengatasi masalah korban
kekerasan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu
korban-korban kekerasan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA

Deslatama, Yudhi. 2017. Tidurnya Terganggu, Ayah Tega Hantam Anak


dan Istri dengan Palu. Liputan6. Diakses pada 22 Oktober 23.30.

Hoediyanto, Hariadi. 2012. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolega,


Edisi ke 8. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya; 447-448.

Ibid. Buku Pedoman Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan. 38.

Ilmu Kedokteran Kehakiman (Online). 2010 Jul 201.


(http://underlaw98.tripod.com/ilmu_kedokterankehakiman.htm).

R, Soesilo 1976. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-


komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia Bogor.50

Anda mungkin juga menyukai