Anda di halaman 1dari 8

Patogenesis

Penularan demam tifoid adalah secara feko-oral dan banyak terdapat di


masyarakat dengan higien dan sanitasi yang kurang baik. Bakteri Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke tubuh manusia melalui makanan
atau minuman yang tercemar dan dapat juga melalui kontak langsung dengan
jari penderita yang terkontaminasi feses, urin, sekret saluran napas, atau pus.
Selain itu, transmisi juga dapat terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke
janin. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus dan berkembang biak. 4, 7
Di usus diproduksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral lokal yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan
untuk imunitas humoral sistemik diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan
fagositosis kuman oleh makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk
membunuh kuman intraseluler. 10
Jika respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik, kuman
akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan lamina propia. Di lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plaque
peyeri ileum distal dan ke kelenjar limfe mesenterika. Melalui duktus
torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag masuk ke sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia ke-1 yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hepar, lien, dan sumsum tulang. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid kemudian masuk ke sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakterimia ke-2 dengan disertai tanda dan gejala klinis. 4, 7
Namun, sebagian lagi masuk ke kandung empedu dan berkembang
biak kemudian disekresikan secara intermiten bersama cairan empedu ke
lumen usus, sebagian keluar bersama feses, dan sebagian lagi menembus usus
kembali dan difagosit oleh makrofag yang sudah teraktivasi dan hiperaktif
sehingga melepaskan sitokin reaksi inflamasi sistemik. Oleh karena itu timbul
demam, sakit kepala, sakit perut, mialgia, malaise, instabilitas vaskuler,
gangguan koagulasi, dan gangguan kesadaran. Setelah sampai di plaque

1
peyeri, makrofag hiperaktif sehingga timbul reaksi hiperplasia jaringan dan
perdarahan saluran cerna (erosi vaskuler di sekitar plaque peyeri). Jika kuman
terus menembus lapisan usus hingga lapisan otot dan serosa usus, dapat
mengakibatkan perforasi. 4
Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler sehingga dapat timbul komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan lain-lain. Kuman
dapat menetap atau bersembunyi pada 1 tempat dalam tubuh penderita. Hal ini
mengakibatkan terjadinya relaps atau karier. 4

2
PATHWAY
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi masuk ke saluran cerna

sebagian dimusnahkan asam lambung sebagian masuk usus halus

peningkatan asam lambung di ileum terminalis membentuk


limfoid plaque peyeri

mual, muntah

sebagian hidup sebagian menembus


intake kurang dan menetap lamina propria

gangguan nutrisi perdarahan masuk aliran limfe

perforasi masuk ke kelenjar


limfe mesenterikus

PERITONITIS menembus aliran darah

nyeri tekan masuk hepar dan lien


Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu.
hepatomegali, splenomegali
Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti
infeksipanas
panas disertai diare sampai dengan klinis yang berat seperti Salmonella typhi,
tinggi, gejala
paratypi, dan endotoksin
septik, ensefalopati, atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan
dan perforasi usus. Hal ini mempersulit penegakkandilepasnya
diagnosis jika hanya
zat pirogen
oleh leukosit
berdasarkan gambaran klinisnya. 1
Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
DEMAM TIFOID
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada malaria. Namun, demam tifoid dan malaria dapat timbul
bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi
dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan

3
dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 4
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC),
nyeri kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam,
lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor,
koma, atau psikosis). 4, 10
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama
minggu ke-1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu
ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun
secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak
berkeringat, dan kadang disertai epistaksis. Gangguan gastrointestinal meliputi
bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor, berselaput putih, dan tepi
hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien membesar,
lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi. 4, 10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan
hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekuler. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis,
menentukan prognosis, serta memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan,
dan timbulnya komplikasi.
1. Hematologi
a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.
b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
d. Laju endap darah (LED) meningkat.
e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Urinalisis
a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).

4
b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
3. Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang
sampai hepatitis akut. 7
4. Imunoserologi
a. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah
terhadap antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen).
Pada uji ini hasil positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis
ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan sudah mendapatkan terapi antibiotik,
waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum
buruk, dan adanya penyakit imun lain.
Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Makin tinggi titer, makin besar kemungkinan menderita demam
tifoid. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1
demam kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-4 serta tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti aglutinin H. Orang yang
sembuh, aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkan
aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan.
Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4
kali, diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau sedangkan Vi untuk
deteksi pembawa kuman (karier).
b. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut

5
sedangkan lgG positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi,
atau di daerah endemik. 7
5. Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk
demam tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika
hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif
palsu dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah
tidak segera dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah
masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan
sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-
7 hari, jika belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier
digunakan urin dan feses. 1, 10
6. Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara
ini dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lain, dan jaringan biopsi. 6
Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 7
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella.

6
Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke-
10 dari demam, arah demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis
PMN, berarti terdapat infeksi sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan
cepat dari leukositosis PMN waspada akan terjadinya perforasi usus. Tidak
mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul tidak khas. Ada penderita
yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam kemudian sembuh
tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita yang
secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari
banyaknya kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang
masuk saluran cerna, dapat langsung dimatikan oleh sistem imun. 7

Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat
menjadi diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan
gastroenteritis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.
2, 7,

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal


Medicine: Harrison 16th Ed. 897-900.

2. Brusch, J.L. 2010. Typhoid Fever. www.emedicine.medscape.com.

3.

4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

5.

6. Lentnek, A.L. 2007. Typhoid Fever: Division of Infection Disease.


www.medline.com.

7. Chin, J. 2006. Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta:


Infomedika.

8.

9.

10. Chambers, H.F. 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial.


Current Medical Diagnosis and Treatment 45th Ed. 1425-6.

Anda mungkin juga menyukai