1
peyeri, makrofag hiperaktif sehingga timbul reaksi hiperplasia jaringan dan
perdarahan saluran cerna (erosi vaskuler di sekitar plaque peyeri). Jika kuman
terus menembus lapisan usus hingga lapisan otot dan serosa usus, dapat
mengakibatkan perforasi. 4
Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler sehingga dapat timbul komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan lain-lain. Kuman
dapat menetap atau bersembunyi pada 1 tempat dalam tubuh penderita. Hal ini
mengakibatkan terjadinya relaps atau karier. 4
2
PATHWAY
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi masuk ke saluran cerna
mual, muntah
3
dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 4
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC),
nyeri kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam,
lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor,
koma, atau psikosis). 4, 10
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama
minggu ke-1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu
ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun
secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak
berkeringat, dan kadang disertai epistaksis. Gangguan gastrointestinal meliputi
bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor, berselaput putih, dan tepi
hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien membesar,
lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi. 4, 10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan
hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekuler. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis,
menentukan prognosis, serta memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan,
dan timbulnya komplikasi.
1. Hematologi
a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.
b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
d. Laju endap darah (LED) meningkat.
e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Urinalisis
a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).
4
b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
3. Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang
sampai hepatitis akut. 7
4. Imunoserologi
a. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah
terhadap antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen).
Pada uji ini hasil positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis
ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan sudah mendapatkan terapi antibiotik,
waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum
buruk, dan adanya penyakit imun lain.
Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Makin tinggi titer, makin besar kemungkinan menderita demam
tifoid. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1
demam kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-4 serta tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti aglutinin H. Orang yang
sembuh, aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkan
aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan.
Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4
kali, diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau sedangkan Vi untuk
deteksi pembawa kuman (karier).
b. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut
5
sedangkan lgG positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi,
atau di daerah endemik. 7
5. Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk
demam tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika
hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif
palsu dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah
tidak segera dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah
masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan
sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-
7 hari, jika belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier
digunakan urin dan feses. 1, 10
6. Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara
ini dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lain, dan jaringan biopsi. 6
Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 7
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella.
6
Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke-
10 dari demam, arah demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis
PMN, berarti terdapat infeksi sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan
cepat dari leukositosis PMN waspada akan terjadinya perforasi usus. Tidak
mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul tidak khas. Ada penderita
yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam kemudian sembuh
tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita yang
secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari
banyaknya kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang
masuk saluran cerna, dapat langsung dimatikan oleh sistem imun. 7
Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat
menjadi diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan
gastroenteritis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.
2, 7,
7
DAFTAR PUSTAKA
3.
4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
5.
8.
9.