Anda di halaman 1dari 65

 

 
 
 
KEPALA PEMBAGI DAN PEKERJAAN
  PEMBAGIAN
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  PETRUS LONDA
 
 
Politeknik Negeri Bandung - Indonesia.
 
 

POLBAN
 
  KATA PENGANTAR
 
  Buku ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian buku
 
 
  Pengetahuan Kejuruan untuk pekerjaan Freis. Dalam buku ini secara
 
  terperinci dibahas mengenai Kepala Pembagi dan Pekerjaan Pembagian
 
 
 
khususnya pada pembuatan roda gigi.
 
  Pengetahuan kejuruan yang seutuhnya mencakup juga penyajian
 
  dasar-dasar dan landasan yang memadai bagi pendidikan yang mantap di
 
 
  sekolah-sekolah Kejuruan, Perusahaan atau Industri, Politeknik dan juga
 
  Perguruan Tinggi. Buku ini merupakan buku pelajaran dan buku pegangan
 
  sebagai pedoman dalam pekerjaan pembagian.
 
 
  Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
 
  tingginya atas saran-saran yang berharga dari sekolah-sekolah, industri dan
 
 
 
dunia usaha.

Penulis mengharapkan, agar buku “KEPALA PEMBAGI DAN

POLBAN
PEKERJAAN PEMBAGIAN” ini dapat membantu

menyelesaikan pekerjaan pembagian di mesin freis.


Anda dalam

Bandung, Juli 2008

Penulis.

ii
 
  DAFTAR ISI
 
  KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
 
  DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
 
 
  BAB 1 KEPALA PEMBAGI.......................................................................... 1
  A. Kepala Pembagi Langsung. ................................................................... 1
 
  B. Kepala Pembagi Universal. ................................................................... 3
 
  C. Jenis-jenis Pembagian. .......................................................................... 4
  1. Pembagian Langsung......................................................................... 4
 
  2. Pembagian tidak langsung. ................................................................ 4
 
 
3. Pembagian Differensial. .................................................................... 8
 
  BAB 2 TEKNOLOGI PEMBUATAN RODA GIGI.................................... 14
 
  A. Bentuk Profil Roda Gigi. ..................................................................... 14
 
 
B. Bentuk Profil Involute. ........................................................................ 14
  C. Defenisi dan Notasi Elemen Roda Gigi............................................... 15
 
  D. Penentuan besaran sebuah roda gigi. ................................................... 17
 
  BAB 3 PEMBUATAN RODA GIGI ............................................................ 19
 
A. Pembuatan Roda Gigi Lurus. .............................................................. 20
B. Pembuatan Roda Gigi Miring (Roda gigi heliks). ............................... 23

POLBAN
B.1. Perhitungan Roda Gigi Miring. ................................................... 23
B.2. Perhitungan Heliks. ...................................................................... 25
C. Pembuatan Roda Gigi Payung (gigi lurus). ......................................... 29
C.1. Pembuatan roda gigi payung yang tingkat kepresisiannya tidak
begitu tinggi. ................................................................................. 29
C.2. Pembuatan roda gigi payung yang tingkat kepresisiannya tinggi. 34
D. Roda Gigi Cacing dan Ulir Cacing. ..................................................... 39
E. Rack dan Pinion Gear. ......................................................................... 47
E.1. Pembuatan Batang Bergigi Berbasis “Kisar”. .............................. 48

iii
 
  iv
 
  E.2. Pembuatan Roda Gigi Pinion. ...................................................... 50
 
  E.3. Pembuatan Batang Bergigi Berbasis “Modul”. ............................ 50
  F. Roda Gigi Internal. .............................................................................. 53
 
 
  BAB 4 RINCIAN PEKERJAAN PEMBAGIAN ......................................... 55
 
  A. Pembagian Langsung........................................................................... 55
 
B. Pembagian Tidak Langsung. ............................................................... 56
 
  C. Pembagian Differensial. ...................................................................... 57
 
  D. Pemotongan Bentuk Heliks atau Spiral. .............................................. 58
 
 
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 561
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

POLBAN
 
  BAB 1
  KEPALA PEMBAGI
 
 
 
Kepala pembagi adalah alat bantu pada mesin freis yang sangat
  penting, ia dibutuhkan jika pada permukaan benda kerja harus dibuat alur
 
 
atau bentuk profil lainnya pada jarak tertentu, juga pada pembuatan profil
  roda gigi, segi empat atau segi enam dan sebagainya.
 
 
Pada dasarnya kepala pembagi dapat dibedakan menjadi dua macam
  yaitu kepala pembagi langsung dan kepala pembagi universal.
 
 
 
A. Kepala Pembagi Langsung.
  Kepala pembagi langsung ini biasanya digunakan pada mesin gerinda
  alat, baik sebagai alat bantu yang kemudian dipasangkan pada mesin maupun
 
  sebagai bagian dari mesin (sudah menjadi satu dengan mesinnya). Akan
  tetapi tidak menutup kemungkinan kepala pembagi ini digunakan pada mesin
 
  freis sebagai alat bantu pada pekerjaan-pekerjaan ringan dan sederhanan.
  Kepala pembagi ini mempunyai pelat pembagi yang dapat diganti dan
 
  dipasang langsung pada spindelnya. Dengan memutar spindel nose maka
  pelat pembagi akan ikut berputar, pengunci indeks atau pena indeks masuk
 
 
kedalam alur” V “atau lubang pada pelat indeks pada posisi pengefreisan
  yang baru.
 

POLBAN
Gambar 1.1. Kepala Pembagi Langsung.

a. Pelat Pembagi dengan Alur “V”.


Pelat pembagi ini biasanya mempunyai 24 atau 60 pembagian, tetapi
tidak menutup kemungkinan ada juga pembagian yang lain. Untuk
1
 
  2
 
  pembagian 24 atau 60 adalah sangat baik karena tidak ada pecahannya.
 
  Untuk 24 pembagian: 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 dan untuk 60 pembagian: 2,
  3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30, 60.
 
  Untuk mempermudah penempatan posisi yang baru, maka pelat
  pembagi mempunyai angka jumlah pembagian yang dibuat pada salah
 
  satu sisinya.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 1.2. Pelat Pembagi dengan Alur “V”.
 
 
  b. Pelat Pembagi dengan Lubang-lubang.
  Pelat pembagi dengan lubang indeks mempunyai angka jumlah lubang
 
  yang digrafir pada bagian melingkarnya. Untuk menghitung jumlah
  lubang yang dikehendaki, pelat pembagi harus diputar untuk mencapai
 
  posisi yang baru.

POLBAN
Gambar 1.3. Pelat Pembagi dengan Lubang-lubang.

c. Penentuan Jarak Lubang atau Alur pada Pelat Indeks.


Untuk menentukan jarak lubang atau alur “V “(keduanya
dinotasikankan dengan nc atau number of kern) yang dikehendaki,
PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  3
 
  maka jumlah lubang atau alur “V” pada pelat indeks (n) dibagi dengan
  pembagian yang kita kehendaki (Z).
  n
  Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka: nc  dan
  Z
 
jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besaran sudut (α),
 
  maka:
n
  nc 
  360o
  Contoh: 1). Pembagian yang dikehendaki (Z) = 6, jumlah lubang
 
 
pelat indeks (n) = 24. Tentukan jarak lubang yang
  dikehendaki (nc).
n 24
  Penyelesaian: nc   nc  4 , berarti 4 jarak
  Z 6
  lubang harus diputar pada pelat indeks yang jumlah
 
lubang atau alur “V” nya ada 24.
 
  Contoh 2). Pembagian yang dikehendaki (α) = 30o, jumlah lubang
  pelat indeks (n) = 60. Tentukan jarak lubang yang
  dikehendaki (nc).
  Penyelesaian:
 
n 30o  60
  nc   nc   5,
  360o 360o
berarti 5 jarak lubang harus
  diputar pada pelat indeks yang jumlah lubang atau alur
 
“V” nya ada 60.

B. Kepala Pembagi Universal.

POLBAN
Kepala pembagi universal merupakan alat bantu yang penting pada
mesin freis sebab tidaklah sempurnah jika bekerja pada mesin freis tidak
sampai pada pekerjaan pembagian. Dengan bantuan peralatan ini, kita dapat
mengerjakan macam-macam pembagian seperti pembagian langsung yang
sudah dikerjakan pada kepala pembagi langsung, pembagian tidak langsung
yang tidak dapat dikerjakan pada kepala pembagi langsung, dengan bantuan
kotak roda gigi beserta roda gigi-roda giginya kepala pembagi ini dapat
mengerjakan jenis pembagian differensial (pembagian kompensasi) yang
tidak dapat dikerjakan pada kedua jenis pembagian diatas.
Pemotongan bentuk spiral (helikal) dan bentuk cam juga dapat
dikerjakan dengan pertolongan alat ini, kepala pembagi ini juga dapat diputar
dari posisi horizontal (sejajar meja mesin) ke posisi tegak (90 o terhadap meja
PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  4
 
  mesin). Jadi pada prinsipnya tidak ada jenis pekerjaan pembagian yang tidak
  dapat dikerjakan pada mesin freis. Begitu sempurnahnya sehingga alat ini
 
 
dinamakan “kepala pembagi universal”.
 
  C. Jenis-jenis Pembagian.
  Ada tiga cara dasar dalam pekerjaan pembagian dengan menggunakan
  kepala pembagi universal pada mesin freis, yaitu:
 
 
  1. Pembagian Langsung.
  Pekerjaan pembagian langsung pada kepala pembagi universal sedikit
  agak berbeda dengan kepala pembagi langsung. Pada kepala pembagi
  universal kita harus melepas hubungan antara ulir cacing dengan roda gigi
 
cacing agar pergerakan spindel lebih leluasa.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 1.4. Skema Pembagian Langsung

POLBAN
Sedangkan rumus-rumus perhitungan pembagiannya sama seperti pada
n n
kepala pembagi langsung, yaitu: nc  dan nc  o
Z 360
2. Pembagian tidak langsung.
Jika angka pembagian Z tidak memungkinkan lagi untuk dikerjakan
pada pembagian langsung, maka kita menggunakan cara pembagian tak
langsung, sebab pada cara ini tersedia tiga variasi pelat indeks dengan jumlah
lubang seperti ditunjukan pada tabel 1.1 dan table 1.2. Pada pekerjaan ini
roda gigi cacing dan ulir cacing dalam keadaan terpasang, sehingga pada saat
kita memutar tuas indeks nc, putaran ini akan diteruskan oleh poros berulir
cacing ke roda gigi cacing yang dipasang menjadi satu dengan spindel benda
PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  5
 
  kerja. Perbandingan putaran antara poros berulir cacing dengan roda gigi
  cacing biasanya empat puluh berbanding satu (40 : 1), artinya 40 kali putaran
 
 
tuas indeks nc akan sama dengan satu kali putaran spindel benda kerja.
  Perbandingan ini biasanya disebut ratio kepala pembagi (i), atau i = 40 : 1.
  Perbandingan ini tidak selamanya 40 : 1, tergantung dari pembawaan
  kepala pembagi.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 1.5. Skema Pembagian Tidak Langsung.
 
 
  Tabel 1.1: Pelat Indeks dalam satu set
 
  Nomor Jumlah Jumlah Lubang
Pelat Lingkaran setiap Lingkaran
1 5 27, 31, 34, 41, 43

3
2 5
4
POLBAN
33, 38, 39, 42, 46
29, 36, 37, 40
Tabel 1.2: Pelat Indeks dalam satu set
Nomor Jumlah Jumlah Lubang
Pelat Lingkaran setiap Lingkaran
1 6 15, 18, 21, 29, 37, 43
2 6 16, 19, 23, 31, 39, 47
3 6 17, 20, 27, 23, 41, 49

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  6
 
  Jumlah lubang pada pelat indeks sangat bervariasi, tergantung dari
  pembawaan kepala pembagi. Setiap kepala pembagi universal biasanya
 
 
sudah disertakan satu set pelat indeks (3 buah) dengan variasi lubang yang
  berbeda.
  Bagaimana cara menempatkan pena indeks yang terpasang pada tuas
  indeks (nc) terhadap lubang-lubang pada pelat indeks ?. Karena 40 putaran
  tuas indeks (nc) menghasilkan satu kali putaran benda kerja (i = 40 : 1),
 
maka untuk Z pembagian yang sama dari benda kerja adalah:
 
 
40
  𝑛𝑐 = putaran.
𝑍
 
i
  Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka: nc  .
  Z
  Jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besaran sudut (α), maka:
  i
  nc 
o
dimana:
360
 
  nc = jumlah putaran tuas indeks.
  i = ratio kepala pembagi (40 : 1).
  Z = jumlah pembagian.
  α = besar sudut pembagian.
 
 
Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan pembagian, terlebih
  dahulu harus diketahui ratio kepala pembagi (i) dengan jalan putar tuas
  indeks (nc) dengan tangan sambil dihitung dan perhatikan putaran spindel
  benda kerja sampai satu putaran penuh dan pastikan berapa jumlah putaran
tuas indeks (nc).
Bila pembagian yang dikehendaki (Z) lebih besar dari 40, maka ulir

POLBAN
cacing (tuas indeks nc) harus diputar kurang dari satu putaran. Jika
pembagian yang dikehendaki (Z) kurang dari 40, maka pecahan hasil
pembagian harus diubah menjadi sejumlah angka. Dan pecahan yang terakhir
ini harus diubah sampai penyebutnya sama dengan salah satu dari jumlah
lubang pada pelat indeks yang tersedia. Pembilangnya akan menunjukan
sejumlah lubang yang harus kita putar pada pelat indeks untuk menambah
beberapa putaran penuh yang diperoleh dari pembagian tersebut.
Contoh: 1.) Pembagian yang dikehendaki (Z) = 12. Hitung putaran tuas
indeks (nc) untuk pembagian tersebut.

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  7
 
  i 40 4 2 14
Penyelesaian: nc   nc  3 3 3 . Ini berarti
  Z 12 12 6 42
 
bahwa tiga kali putaran penuh tuas indeks (nc), ditambah 14
 
  jarak lubang, pada pelat indeks dengan jumlah lubang 42.
  Dari tabel pelat indeks diatas, diketahui bahwa pelat indeks
  dengan jumlah lubang 42 adalah pelat indeks nomor 2 (dua)
  pada tabel 3.1.
  Contoh 2) Pembagian yang dikehendaki (α) = 37,2o . Hitung putaran tuas
 
 
indeks (nc) untuk pembagian tersebut.
  i 37, 2 o  40 37, 2 186 6 2
Penyelesaian: nc 
o
   4 4 .
  360 360o 9 45 45 15
 
  Ini berarti bahwa 4 kali putaran penuh tuas indeks (nc),
  ditambah 2 jarak lubang, pada pelat indeks dengan jumlah
  lubang 15. Dari tabel pelat indeks diatas, diketahui bahwa
  pelat indeks dengan jumlah lubang 15 adalah pelat indeks
  nomor 1 (satu) pada tabel 3.2.
 
  Penempatan posisi pena indeks terhadap pelat indeks.
  Agar tidak terjadi kekeliruan dalam penetapan pena indeks terhadap
  pelat indeks, maka kepala pembagi universal dilengkapi dengan alat penanda
  lubang yang dapat digeser pada arah melingkar sesuai dengan perhitungan.
 
 
 
 

POLBAN
Gambar 1.6. Penempatan Pena Indeks pada Pelat Indeks.

Gambar 1.6 di atas menunjukan penempatan pena indeks terhadap


pelat indeks sesuai dengan perhitungan pada contoh nomor 2 (dua), yaitu:
Pelat indeks yang digunakan adalah pelat indeks dengan jumlah
lubang 15, pena indeks ditempatkan pada lubang ke nol yang kita tentukan,

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  8
 
  kemudian atur lengan penanda lubang menempal pada pena indeks seperti
  pada gambar 1.6 dan lengan yang lainnya diatur pada posisi jarak lubang
 
 
yang ke dua. Posisi ini adalah posisi pada pemotongan pertama. Untuk
  pemotongan ke dua dan seterusnya, tempatkan pena indeks pada posisi 2
  (dua) dengan jalan; cabut pena indeks dari posisi nol, putar tuas indeks nc
  sesuai dengan arah putaran yang ditunjukan (empat putaran di tambah dua
  jarak lubang) dan tempatkan pena indeks pada posisi 2 (dua). Putar kedua
 
lengan indeks berlawanan arah dengan arah putaran yang ditunjukan
 
  sehingga lengan indeks menempel pada pena indeks di posisi 2 (dua).
 
  3. Pembagian Differensial.
  Dengan metode pembagian differensial, kita dapat mengerjakan setiap
  pekerjaan pembagian pada mesin freis. Metode ini memungkinkan
 
pembagian dengan angka pecahan yang penyebutnya tidak cocok dengan
 
  jumlah lubang yang tersedia pada pelat indeks. Pelat indeks tidak dimatikan
  (tidak dikunci), akan tetapi harus ikut bergerak ketika tuas indeks (nc)
  diputar. Ketika tuas indeks nc diputar, putaran dari tuas indeks ini akan
  diteruskan ke poros berulir cacing, poros ini akan menggerakkan roda gigi
  cacing yang dipasang menjadi satu dengan spindel benda kerja. Dengan
 
 
perantaraan roda-roda gigi pengubah yang dipasang pada poros spindel
  benda kerja, putaran ini akan diteruskan ke pelat indeks sehingga pelat
  indeks ikut berputar.
 
 

POLBAN
Gambar 1.7. Skema Pembagian Differensial.

Teknik pembagian differensial ini tidak dapat dilaksanakan pada posisi


vertikal dan pada pengefreisan spiral. Metode ini memungkinkan untuk

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  9
 
  mengerjakan setiap pembagian yang dikehendaki (Z) dengan mengikuti
  langkah-langkah sebagai berikut:
 
 
a. Menentukan angka pembagian yang ideal (Z’), dibaca Zet aksen.
  Zet aksen (Z’) diambil maksimal 117% dari Z dan
  minimal 87 % dari Z.
  b. Menghitung jumlah putaran tuas indeks (nc).
  c. Menghitung rangkaian roda gigi pengubah (R).
 
d. Menentukan arah putaran pelat indeks.
 
  • Jika Z’ lebih besar dari Z, pelat indeks berputar searah dengan
  putaran tuas indeks (nc).
  • Jika Z’ lebih kecil dari Z, pelat indeks berputar berlawanan
  arah dengan putaran tuas indeks (nc).
 
 
  Sebagaimana biasanya pada pekerjaan pambagian dengan
  menggunakan kepala pembagi universal, kita harus mengetahui ratio kepala
  pembagi (i), sedangkan pada pembagian differensial, selain (i) yang harus
  diketahui, kita juga harus mengetahui ratio roda gigi payung (ik) yang
 
 
menggerakkan pelat indeks.
  Untuk pembahasan kita kali ini, ratio kepala pembagi (i = 40 : 1) dan
  ratio roda gigi payung (ik = 1 : 1). Untuk ratio roda gigi payung (ik) tidak
  selamanya satu berbanding satu, tergantung dari kepala pembagi yang
  digunakan. Oleh sebab itu ratio roda gigi payung harus diperiksa dengan
 
jalan; pasang poros penggerak roda gigi payung, putar dengan tangan dan
 
perhatikan putaran pelat indeks sampai satu kali putaran penuh, pastikan
berapa jumlah putaran poros penggerak roda gigi payung.

POLBAN
Dengan berorientasi pada i = 40 : 1 dan ik = 1 : 1, maka rumus-rumus
yang digunakan pada pembagian ini adalah:
nc 
i
Z ' dan R 
i
   
 ik  Z '  Z atau R  nc  ik  Z '  Z
Z'
dimana: nc = Jumlah putaran tuas indeks.
i = Ratio kepala pembagi (40 : 1).
Z’ = Angka pembagian yang ideal.
Z = Pembagian yang dikehendaki.
ik = Ratio roda gigi payung.
R = Rangkaian roda gigi pengubah.
Roda gigi pengubah biasanya disertakan bersama kepala pembagi dan
disimpan secara terpisah di dalam sebuah kotak kayu. Rangkaian roda gigi
PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  10
 
  pengubah (R) yang telah dihitung akan dipasangkan di samping meja mesin
  (biasanya disebelah kiri meja mesin) dengan pertolongan sebuah kotak roda
 
 
gigi (gear box).
  Roda gigi pengubah yang disertakan bersama kepala pembagi adalah:
  24, 24, 28, 32, 40, 44, 48, 56, 64, 72, 86, 100. Angka ini menunjukan jumlah
  gigi dari roda gigi pengubah.
 
 
Contoh: 1). Pembagian yang dikehendaki (Z) = 51, ratio kepala pembagi
 
  (i) = 40 :1, ratio roda gigi payung (ik) = 1 : 1. Hitung putaran
  tuas indeks (nc) dan roda gigi pengubah untuk pembagian
  tersebut.
  Penyelesaian:
 
 
  a. Menentukan angka pembagian yang ideal (Z’).
 
  Z’ maksimal = 117 % x 51 = 59,67
  Z’ minimal = 87 % x 51 = 44,37
  Jadi Z’ dapat dipilih diantara angka 44,37 sampai dengan 59,67.
 
 
Pemilihan angka pembagian Z’ disesuaikan sedemikian rupa
  sehingga cocok dengan jumlah lubang yang tersedia pada pelat
  indeks. Dalam hal ini Z’ dipilih 45, (Z’ = 45).
 
  b. Menghitung jumlah putaran tuas indeks (nc).
 
i 40 8 16
nc   nc   nc   nc 
Z' 45 9 18. Ini berarti 16 jarak lubang

POLBAN
pada pelat indeks dengan jumlah lubang dalam satu lingkaran
ada 18. Jadi tidak sampai satu putaran penuh.
Pada tabel 1.2 diatas pelat indeks dengan jumlah lubang 18
adalah pelat indeks nomor 1(satu).

c. Menghitung rangkaian roda gigi pengubah (R).

i 16
R  ik  Z'Z  R   1  45  51
Z' 18
16  6 96 12  8 48  64
R R R R
18 18 6 3 24  24 ,

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  11
 
  angka-angka pada perhitungan tersebut adalah jumlah gigi dari
  roda gigi yang disertakan bersama kepala pembagi.
 
 
  Z1  Z 3
R
  Z 2  Z4
 
 
 
  dimana: Z1 = 48 gigi Z3 = 64 gigi
  Z2 = 24 gigi Z4 = 24 gigi
 
  Ini berarti Z1 menggerakkan Z2, Z2 dipasang satu poros dengan
 
 
Z3, Z3 menggerakkan Z4. Sumber gerakkan adalah Z1, oleh sebab
  itu Z1 harus dipasang pada poros spindel benda kerja. Z4 adalah
  roda gigi yang digerakkan, oleh sebab itu Z4 harus dipasang pada
  poros roda gigi payung yang menggerakkan pelat indeks. Z 2 dan
  Z3 dipasang satu poros pada poros bantu. Untuk lebih jalasnya
 
lihat bab tentang pembagian differensial (gambar 1.7) pembagian
 
  differensial.
 
  d. Menentukan arah putaran pelat indeks.
 
  Jika Z’ lebih besar dari Z, pelat indeks berputar searah dengan
 
 
putaran tuas indeks nc. Jika Z’ lebih kecil dari Z, pelat indeks
berputar berlawanan arah dengan putaran tuas indeks nc. Pada
kasus ini Z’ lebih kecil dari Z (45 < 51), sehingga putaran pelat

POLBAN
indeks berlawanan aran dengan putaran tuas indeks nc.
Jika dalam melaksanakan pekerjaan ternyata rangkaian roda gigi
pengubah yang telah dihitung tidak dapat dipasangkan akibat
diameter roda gigi terlalu kecil, atau arah putaran pelat indeks
tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka dibutuhkan roda gigi
tambahan atau roda gigi perantara. Roda gigi ini tidak
mempengaruhi perhitungan, tetapi hanya berfungsi sebagai
pembalik arah putaran pelat indeks. Roda gigi perantara dipasang
pada poros tambahan diantara Z1 dan Z2 atau diantara Z3 dan Z4.
Jumlah roda gigi perantara tergantung kepada:
 Z1 
 Rangkaian tunggal:  R  
 Z2 
.

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  12
 
  Bila Z’ > Z, pelat indeks berputar searah dengan putaran tuas
  indeks nc, menggunakan roda gigi perantara satu atau
 
 
berjumlah ganjil.
  Bila Z’ < Z, pelat indeks berputar berlawanan arah dengan
  putaran tuas indeks nc. memakai roda gigi perantara
  berjumlah genap atau tidak memakai perantara.
 
 
 Z1  Z 3 
  • Rangkaian ganda:  R  
   Z2 Z4 
  .
  Bila Z’ > Z, pelat indeks berputar searah dengan putaran tuas
  indeks nc, menggunakan roda gigi perantara berjumlah genap
  atau tidak memakai perantara.
  Bila Z’ < Z, pelat indeks berputar berlawanan arah dengan
 
 
putaran tuas indeks nc, menggunakan roda gigi perantara
  berjumlah ganjil atau satu roda gigi perantara.
 
  Pada contoh diatas kita menggunakan pelat indeks yang jumlah
  lubangnya 18 dalam satu lingkaran. Pada satu putaran penuh spindel kepala
 
 
pembagi, tuas indeks nc harus berputar 40 putaran, tidak peduli apakah pada
  satu putaran penuh diadakan pembagian 51 kali atau 45 kali.
  Dalam contoh kali ini pada pelat indeks dengan 18 lubang dalam satu
  lingkaran akan dikerjakan 51 kali pembagian setiap 16 lubang, maka tuas
  indeks nc akan bergerak dari P mencapai titik Q; (gambar 1.8) artinya, benda
kerja akan berputar melebihi angka pembagian yang dikehendaki yaitu 51
pembagian. Hal ini disebabkan Z’ diambil lebih kecil dari Z atau (Z’ < Z).

POLBAN
Pembagian yang dikehendaki adalah 51 bagian yaitu hanya sampai di titik R.
Selisih dari Q ke R harus dikompensasi oleh gerakkan pelat indeks.
Dari sini muncul istilah pembagian differensial atau pembagian kompensasi.
Gerakkan kompensasi pelat indeks diawali oleh putaran tuas indeks nc.
Selisih lintasan dari Q ke R diperoleh dengan mengalikan nc dengan selisih
Z’ - Z, yaitu:
16 16  6 16
Selisih lintasan = nc  Z 'Z    45  51   putaran tuas indeks nc.
18 18 3
Ini berarti bahwa spindel kepala pembagi atau benda kerja berputar satu
16
putaran penuh, tuas indeks nc berputar putaran.
3

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  13
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 1.8.
  Terjadinya Gerakkan Differensial.
 
 
  Tanda minus pada hasil selisih diatas (45 - 51 = - 6) menunjukkan
  bahwa pelat indeks berputar berlawanan arah dengan putaran tuas indeks nc.
  Tanda minus tidak mempengaruhi perhitungan.
 
  Daftar roda gigi yang disertakan dengan kepala pembagi universal
 
 
  24 24 28 32 40 44
  48 56 64 72 86 100
 
 
 

POLBAN

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
 
 
  BAB 2
  TEKNOLOGI PEMBUATAN RODA GIGI
 
 
 
A. Bentuk Profil Roda Gigi.
  Bentuk profil roda gigi merupakan susunan dari sejumlah permukaan
  cam dengan profil tertentu yang berkontak dengan permukaan yang sama
  dari roda gigi pasangannya. Agar dapat berputar dengan arah tertentu dan
  dapat meneruskan daya atau putaran secara halus dengan kerugian transmisi
 
daya serendah mungkin, maka bentuk profil gigi harus memiliki sifat sebagai
 
  berikut:
  S Aksi kontinuitas, artinya tinggi dan panjang profil aktif gigi
  harus sedemikian rupa sehingga sebelum pasangan gigi yang
  sedang berkontak melepaskan kontakannya, pasangan kedua
 
(berikutnya) mulai melakukan kontak.
 
  S Aksi konjugasi, artinya bentuk profil aktif gigi harus sedemikian
  rupa sehingga putaran dari roda gigi penggerak dapat diteruskan
  secara halus ke roda gigi yang digerakkan dengan perbandingan
  tertentu dan konstan
  Dari berbagai macam bentuk profil gigi, bentuk profil gigi involute
 
 
yang paling banyak digunakan. Profil gigi dengan garis involute ini
  mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
  - Arah dan besarnya tekanan pada gigi-gigi dapat selamanya sama.
  - Profil giginya lebih mudah dibuat dan lebih ekonomis.
 
B. Bentuk Profil Involute.
Bentuk profil involute dapat diperoleh dengan menggulingkan suatu

POLBAN
batang lurus pada lingkaran dengan diameter tertentu (lingkaran ini
dinamakan lingkaran dasar). Pada posisi awal, batang lurus G berada di
posisi G0 menyinggung lingkaran dasar di P0. Apa bila batang lurus tersebut
digulingkan terus tanpa tergelincir sampai posisi G1, G2, G3, G4, G5, G6 dan
seterusnya, maka titik P0 akan bergerak menjauhi lingkaran dasar
membentuk garis lengkung yang berupa profil involute berpindah ke titik P1,
P2, P3, P4, P5, P6 dan seterusnya, bersamaan dengan itu titik singgung mula
(titik nol yang ada di P0) antara batang lurus G dengan lingkaran dasar akan
berpindah ke titik 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan seterusnya. Perhatikan gambar 2.1.

14
 
  15
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 2.1.
  Involute Geometry.
 
  C. Defenisi dan Notasi Elemen Roda Gigi.
 
Untuk memahami geometri roda gigi dan menghindari salah
 
  pengertian, perlu dibahas terlebih dahulu defenisi dan notasi beberapa
  elemen geometri roda gigi. Menurut standar ISO (ISO 53, Cylindrical gears
  for general and heavy engineering-Basic rack dan ISO R 1122, Glossary of
  gears-geometrical defenitions), maka bentuk standar profil gigi dari batang
  gigi dan roda gigi lurus adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

POLBAN
Gamabar 2.2.
Profil Standar Roda gigi Lurus.

Keterangan:
a. No: 1 = Pitch circle (Pc): Merupakan garis lingkaran bayangan jarak
antara gigi yang harus bertemu/berimpit untuk sepasang roda gigi.
PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  16
 
  b. No: 2 = Pitch diameter (Dp): Diameter jarak antara atau diameter
  tusuk.
 
 
c. No: 3 = Circular pitch (Cp): Panjang busur lingkaran jarak antara
  pada dua gigi yang berdekatan.
  d. No: 4 = Addendum (ha): Tinggi gigi diluar lingkaran jarak antara
  (tinggi kepala gigi).
  e. No: 5 = Dedendum (hf): Tinggi gigi di dalam lingkaran jarak antara
 
(tinggi kaki gigi).
 
  f. No: 6 = Tinggi gigi (hz): Merupakan tinggi gigi secara keseluruhan.
  g. No: 7 = Sudut tekan (α): Sudut yang terbentuk antara garis singgung
  jarak antara dengan garis tekan. Menurut standar ISO, sudut tekan (α)
  berharga 20o.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 2.3.
  Profil Batang bergigi (Rack Gear).
 
  h. No: 8 = Garis tekan: Garis yang dihasilkan dari hubungan titik-titik
tekan dan memotong titik singgung lingkaran jarak antara dari dua
buah roda gigi.

POLBAN
i. No: 9 = Clearance (c): Kelonggaran antara tinggi kaki gigi dengan
tinggi kepala gigi yang saling menangkap.
j. No: 10 = Backlash: Perbedaan antara lebar gigi yang saling
menangkap pada lingkaran jarak antara.
k. No: 11 = Tip circle diameter (Da): Adalah diameter luar dari sebuah
roda gigi.
l. No: 12 = Root circle diameter (Df): Adalah diameter dalam atau
diameter kaki dari sebuah roda gigi.
m. No: 13 = Garis singgung: Adalah garis yang ditarik tepat pada titik
singgung dari diameter jarak antara dan berimpitan dengan diameter
jarak antara.

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  17
 
  n.Modul/Module (m): Merupakan parameter yang menentukan jumlah
  gigi sebuah roda gigi. Dua buah roda gigi hanya dapat berpasangan
 
 
jika modul-nya sama. Satuan modul adalah mili meter (mm).
  Beberapa besaran modul yang sering ditemukan adalah:
  m = 1 sampai m = 4, senantiasa meningkat sebanyak 0,25. (m1 -
  m1,25 - m1,5 - ........ m4).
  m = 4 sampai m = 7, meningkat sebanyak 0,5. (m4 - m4,5 - m5 -
 
m5,5 - m6 - m6,5 - m7).
 
  m = 7 sampai m=16, meningkat sebanyak 1. (m7 - m8...m16).
  o. Lebar gigi (b): Jarak antara kedua tepi roda gigi yang diukur pada
  permukaan referensi.
  p. Tebal gigi (s): Panjang busur pada lingkaran jarak antara diantara dua
 
sisi (profil gigi).
 
  Jarak gigi (l): Panjang busur pada lingkaran jarak anatara diantara dua sisi
  gigi yang berseberangan. (s + l) = p.
 
  D. Penentuan besaran sebuah roda gigi.
  Untuk menentukan besaran sebuah roda gigi ada dua macam yaitu:
  1. Sistem modul (m). Sistem ini digunakan untuk roda gigi dengan satuan
 
 
metris, dan modul satuannya adalah milimeter (mm), biasanya tidak pernah
  dicantumkan. Modul adalah perbandingan antara diameter pitch (Dp) dengan
  jumlah gigi (z).
 
Dp
  m ........[mm]
z

POLBAN
Gambar 2.4. Besaran roda gigi.

2. Sistem diameteral pitch (DP) dan circular pitch (Cp). Sistem ini
digunakan pada semua roda gigi yang bersatuan inchi. DP adalah

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  18
 
  perbandingan antara jumlah gigi (z) dengan diameter pitch (Dp”)
  z
  dalam inchi. DP  ..... [inchi].
  Dp"
 
Circular pitch (Cp) adalah panjang busur lingkaran jarak antara pada dua
 
  buah gigi yang berdekatan dalam satuan inchi.
   .Dp"
  Cp  .......[inchi ]
 
z dan Cp = π.m ... [mm].
 
 
  Untuk memahami Dp. Cp dan DP perhatikan gambar 2.4 dan 2.5.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 2.5.
Profil roda gigi lurus.

POLBAN

PETRUS LINDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
 
 
  BAB 3
  PEMBUATAN RODA GIGI
 
  Keaneka ragaman bentuk dan kegunaan roda gigi menjadikan salah
 
 
satu sebab mengapa cara pembuatan roda gigi juga beraneka ragam, dimulai
  dari cara yang sederhana sampai dengan cara yang paling sulit yang pernah
  dikenal. Pada prinsipnya pembuatan roda gigi dapat dilakukan dengan cara
  sebagai berikut:
 
  a. Pembuatan Roda Gigi dengan cara Pemotongan.
 
 
Pembuatan roda gigi dengan cara pemotongan ini dapat dilakukan
  dengan dua metoda, yaitu proses pemotongan bentuk (form cutting) dan
  proses pemotongan generasi (generating process). Proses pemotongan
  bentuk akan menghasilkan profil gigi yang berbentuk kebalikan dari bentuk
  pahat (pisau freis modul). Proses pemotongan generasi dilakukan dengan
 
mengatur gerakan relatif antara benda kerja dan pahat, sehingga bentuk
 
  permukaan yang dihasilkan tidak merupakan kebalikan dari bentuk pahat
  tetapi merupakan bentuk profil gigi dari roda gigi yang menjadi pasangan
  pahat yang berfungsi sebagai salah satu roda gigi pasangannya. Proses
  generasi ini menggunakan proses hobbing.
 
 
a. Pembuatan Roda Gigi dengan cara Pembentukan.
 
  Pembuatan roda gigi dengan cara ini tidak menghasilkan geram seperti
  pada cara pemotongan. Cara ini dapat pula dibagi atas cara ekstrusi, tempa
(forging).

b.
POLBAN
Pembuatan Roda Gigi dengan cara Pengecoran.
Pengecoran dengan cetakan permanen (cetakan logam) akan
menghasilkan roda gigi dengan mutu permukaan dan ukuran yang baik.

c. Pembuatan Roda Gigi dengan cara Serbuk Logam.


Serbuk logam dengan beberapa campuran lain (tergantung kualitas
roda gigi yang dihasilkan) ditekan pada cetakan panas merupakan pilihan
lain dalam pembuatan roda gigi. Cara serbuk logam ini terutama dilakukan
dalam pembuatan roda gigi yang berukuran kecil.
Dari ke empat cara diatas, yang akan dibahas dalam buku ini hanya
cara pemotongan yaitu yang menggunakan proses pemotongan bentuk
dengan mesin freis.

19
 
  20
 
  Proses pemotongan pada pembuatan roda gigi merupakan proses
  pembuatan roda gigi yang paling banyak digunakan dewasa ini. Hal tersebut
 
 
disebabkan karena cara ini relatif sederhana dibandingkan dengan cara yang
  lain. Proses freis dapat digunakan sebagai cara pemotongan bentuk, dengan
  proses pemotongan bentuk biasanya roda gigi dibuat dengan memotong tiap
  gigi satu per satu.
  Bentuk roda gigi yang dapat dibuat dengan mesin freis diantaranya
 
adalah sebagai berikut:
 
 
  A. Pembuatan Roda Gigi Lurus.
  Sebelum memulai pembuatan sebuah roda gigi, kita harus menentukan
  dimensi roda gigi tersebut sesuai dengan pesanan. Untuk menentukan
  dimensi sebuah roda gigi, maka kita harus memahami hal-hal sebagai
 
berikut:
 
  a. Rumus untuk perhitungan roda gigi:
    Dp
 Circular pitch (Cp): Cp  m   
  z
 
Cp Dp
   Module (m): m 
   z
  Dp Da  2  m
   Jumlah gigi (z): z 
m m
 
  z  Cp
 Pitch diameter (Dp): Dp  m  z 
  
 Tip diameter (Da): Da  dp  2  m  mz  2

POLBAN
 Root circle diameter (Df): Df  Dp  2m  c 
 Clearance (c): c  0,1............0, 3 m  0,167  m
 Addendum (ha): ha  m
 Dedendum (hf): hf  m  c
 Tinggi gigi (hz): hz  2  m  c
 Tebal gigi (b): automotive (6....8)m dan penggerak umum (8.... 12)m.
Dp1  Dp2 m z1  z2
 Jarak sumbu poros (a): a 
2 2
b. Pemilihan alat potong/pahat (pisau freis modul) yang ekuivalen:

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  21
 
  Pisau freis modul dipilih sesuai dengan jumlah gigi dari roda gigi yang
  dibuat. Misalnya jumlah gigi yang dibuat = 20 gigi dengan modul = 2, maka
 
 
pisau freis modul yang dipilih adalah: pisau freis dengan modul 2 dan jumlah
  gigi 20. Untuk hal tersebut perhatikan data yang tertulis pada pisau freis
  modul.
 
  c. Batas minimum jumlah gigi roda gigi yang dibuat (Zlim) adalah:
  Batas minimum jumlah gigi roda gigi yang dibuat sangat tergantung
 
 
kepada sudut tekan (α) dari sepasang roda gigi yang tengah bekerja. Menurut
  standar ISO sudut tekan (α) = 200, maka secara teoritis batas minimum roda
  2
gigi yang dapat dibuat adalah: Z lim   17 gigi, namun didalam
  sin 2
 
  praktek batas minimum jumlah gigi yang masih dapat dibuat adalah 14 gigi
  (Zlim = 14 gigi).
  Untuk jumlah gigi lebih kecil dari ketentuan diatas, maka digunakan
  perumusan yang berbeda.
 
 
Contoh Perhitungan:
  1. Akan dibuat sebuah roda gigi dengan jumlah gigi (Z) = 20 gigi dan
  modul roda gigi tersebut (m) = 2 mm. Tentukan dimensi-dimensi roda
  gigi yang diperlukan dalam proses pembuatan dan bagaimana tahapan
  pembuatan.
 
Penyelesaian:
 
   Menentukan dimensi-dimensi roda gigi:
Pitch diameter (Dp): Dp  m  z  2  20  40mm
Tip diameter (Da): Da  Dp  2  m  40  2  2  44mm

POLBAN
Rootcircle diameter (Df):
Df Dp  2m  c  40  22  0, 2  35,6mm
Tinggi gigi (hz): hz  2  m  c  2  2  0,2  4,2mm
Da  Df 44  35,6
atau hz    4 , 2mm
2 2
Untuk mendapatkan bentuk profil gigi yang sesuai maka pemilihan alat
potong (cutter modul) yang sesuai, yaitu: modul 2 mm dan jumlah gigi 20.
 Menentukan jumlah putaran tuas indeks (nc):
i 40
nc   2
z 20 .

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  22
 
  Ini berarti dua kali putaran tuas indeks (nc). Gunakan salah satu pelat
  indeks seperti yang terdaftar pada tabel 1.1 dan tabel 1.2. Dari hasil
 
 
perhitungan nc diatas, maka dapat dipastikan bahwa pembagian yang
  digunakan adalah pembagian tak langsung. Perhatikan gambar 3.1 berikut.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.1.
 
 
Skema Pembuatan Roda Gigi dengan Pembagian tak Langsung.
 
  q. Tahapan pembuatan:
   Pasang kepala pembagi universal pada meja mesin.
   Pasang arbor pada mesin dengan posisi horizontal dan pahat (pisau
  freis modul) pada arbor.
 Pasang penyangga arbor dan kencangkan baut-bautnya serta mur
pada ujung arbor.

POLBAN
 Pasang benda kerja (bahan roda gigi) pada kepala pembagi,
pemotongan akan dilaksanakan diantara dua senter.
 Lakukan pemotongan tahap demi tahap pada setiap gigi. Alangkah
baiknya potonglah setiap gigi untuk satu lingkaran, setelah itu
ditambah kedalamannya untuk pemotongan berikutnya.
3. Akan dibuat sebuah roda gigi dengan jumlah gigi (z) = 127 gigi dan
modul roda gigi tersebut (m) = 2 mm. Tentukan dimensi-dimensi roda
gigi yang diperlukan dalam proses pembuatan dan bagaimana tahapan
pembuatan.
Penyelesaian:
a. Menentukan dimensi-dimensi roda gigi:

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  23
 
  Pitch diameter (Dp): Dp  m  z  2  127  254mm
 
  Tip diameter (Da): Da  Dp 2  m  254 2  2  258mm
  Rootcircle diameter (Df
 
  Df Dp 2m  c  254 22  0,2  2496mm
,
  Tinggi gigi (hz): hz  2  m  c  2  2  0,2  4,2mm atau
 
  Da  Df 258  249,6
  hz    4 , 2mm
  2 2
𝐢 𝟒𝟎
  b. Menentukan jumlah putaran tuas indeks (nc): 𝐧𝐜 = 𝐙 = 𝟏𝟐𝟕.
 
  Pembagian tersebut hasilnya tidak akan pernah cocok dengan jumlah
  lubang pelat indeks yang tersedia seperti pada tabel 1.1 dan 1.2. Oleh sebab
  itu untuk mengatasi kasus ini kita gunakan pembagian differensial.
 
 
B. Pembuatan Roda Gigi Miring (Roda gigi heliks).
 
  Pada pembuatan roda gigi miring, proses perhitungannya terdiri dari
  perhitungan roda gigi miring dan perhitungan heliks sebab ketika dilakukan
  proses pemotongan, benda kerja harus ikut berputar mengikuti kemiringan
  gigi sehingga terbentuk profil gigi yang merata. Gerakkan putar ini
  dibangkitkan dari poros transportir meja mesin melalui roda gigi-roda gigi
 
 
pengubah dan diteruskan ke spindel benda kerja melalui kepala pembagi.
 
  B.1. Perhitungan Roda Gigi Miring.

POLBAN

Gambar 3.2.
Geometri Roda Gigi Miring.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  24
 
  a. Rumus-rumus Perhitungan Roda Gigi Miring:
  mn pt
   Modul lingkaran (mt): mt 
  cos 
  pn   mn
   Pitch lingkaran (pt): pt  
 
cos cos
  pn Dp  cos
 Modul normal (mn): mn  
   z
 
z  mn
   Pitch diameter Dp): Dp  mt z 
  cos
 
Dp   Dp
   Jumlah gigi (z): z 
  mt pt
 
   Tip diameter (Da): Da  Dp  2  mn
   Root circle diameter (Df): Df Dp  2  hf
 
   Addendum (ha): ha  mn m m = modul roda gigi yang
  dibuat.
 
 Dedendum (hf): hf  m  c
 
Da Df
 
 Tinggi gigi (hz): hz   2  m  c  ha  hf
  2
c  0,1........0, 3m  0,167  m
 
 
 Clearance (c):
  Dp1  Dp2
 Jarak sumbu poros (a): a
2

b. POLBAN
 Tebal roda gigi (b): b  10  m untuk penggerak umum.

Pemilihan alat potong (pisau freis modul) yang ekuivalen:


z
Pisau freis modul yang ekuivalen (Ze) dihitung dengan rumus: Ze 
cos3 
Misalnya jumlah gigi yang dibuat (Z) = 20 gigi dengan modul (m) = 2 mm
dan sudut kemiringan (β) = 300, maka pisau freis modul yang dipilih (Ze)
20
adalah: Ze  30,79 gigi. Jadi pisau freis modul yang dipilih adalah
cos3 30
pisau freis dengan modul (m) = 2 mm dan jumlah gigi 30,79 gigi.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  25
  c. Batas minimum jumlah gigi:
  Batas minimum jumlah roda gigi yang dibuat (Zlim) dengan sudut tekan
 
  (α) = 200 adalah: 14  cos3 . Sudut kemiringan β yang biasa ditemukan
berkisar antara 70 sampai dengan 250.
 
 
 
  B.2. Perhitungan Heliks.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.3.
 
 
Skema Pemotongan Bentuk Heliks.
 
  Untuk dapat mengefreis bentuk heliks atau bentuk spiral, kita
  menggunakan mesin freis universal dan kepala pembagi universal pula.
Kemiringan meja maupun kepala mesin diatur, sehingga pisau freis menjadi
segaris dengan kemiringan atau besar sudut heliks yang dikehendaki.

Prinsip kerjanya;POLBAN
Poros ulir kepala pembagi digerakan oleh poros pembawa meja
mesin melalui beberapa rangkaian roda gigi pengubah (R) dan sepasang roda
gigi payung yang berhubungan dengan pelat indeks. Dari pelat indeks,
gerakkan putar diteruskan oleh tuas indeks nc (pelat indeks tidak di kunci)
sehingga menggerakkan poros berulir cacing dan kemudian ke roda gigi
cacing yang terpasang menjadi satu dengan spindel benda kerja, sehingga
benda kerja ikut berputar. Pembagian banyaknya gigi yang dikehendaki
dihasilkan dari pembagian tidak langsung yang umum dipakai pada kepala
pembagi.
 
  26
 
  Keterangan:
  PW = Panjang benda kerja (kisar heliks
 
 
PT = Kisar ulir poros transportir (kisar ulir meja mesin).
  ik = Ratio roda gigi payung kepala pembagi.
  i = Ratio kepala pembagi.
  d = Diameter benda kerja. Pada pembuatan roda gigi
  heliks, diameter benda kerja yang digunakan adalah
 
pitch diameter (Dp).
 
  R = Rangkaian roda gigi pengubah (Z1, Z2, Z3, Z4).
  Langkah-langkah Perhitungan:
  1. Menentukan jumlah putaran tuas indeks (nc):
  i
  nc 
z
 
  2. Menentukan kisar heliks (PW): PW    Dp  tg 
  PW
   α = 900 - β atau tg  
    Dp
   Dp digunakan pada pembuatan roda gigi.
 
 
  3. Menentukan rangkaian roda gigi pengubah (R):
  Untuk mendapatkan perbandingan putaran benda kerja dengan panjang
  gerakkan meja mesin freis yang sama dengan panjang kisar heliks benda
  kerja, maka diperlukan rangkaian roda gigi pengubah.
  i  ik  PT
R 
PW
Rangkaian ini terdiridari:

dimana:
POLBAN
• Rangkaian tunggal R 
Z1
Z2

Untuk heliks miring ke kanan, tanpa roda gigi perantara atau


dengan perantara genap.
Untuk heliks miring ke kiri, sebuah roda gigi perantara atau
dengan perantara ganjil.
Z1  Z3
• Rangkaian ganda R 
Z2  Z4
dimana: Bila menggunakan roda gigi perantara hasilnya adalah kebalikan
dari rangkaian tunggal.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  27
 
  Bila perbandingan rangkaian roda gigi pengubah lebih besar dari 4:1
  terhadap roda gigi yang digerakkan, maka pergerakkan meja mesin pada arah
 
 
memanjang tidak boleh dilakukan secara otomatis. Sebab gaya yang terjadi
  pada masing-masing roda gigi pengubah terlalu besar. Untuk mengatasi hal
  tersebut, maka ikutilah solusi berikut ini:
   Sumber gerakkan dilakukan dengan tangan melalui tuas indeks nc.
 
 Menggunakan rangkaian reduksi khusus (biasanya 1:10) dipasang
 
  diantara kepala pembagi dengan rangkaian roda gigi pengubah,
  sehingga dapat menggunakan gerakkan otomatis dari meja mesin.
   Penggeraknya adalah langsung dari poros pembawa meja mesin ke
  poros kepala pembagi atau spindel benda kerja. Untuk cara yang ke
 
tiga ini, hubungan antara poros berulir cacing dengan roda gigi
 
  cacing pada kepala pembagi harus dilepas. Sehingga rumus rangkaian
𝐏𝐓
  roda gigi pengubah (R) berubah menjadi: 𝐑 = 𝐏𝐖.
 
  Rangkaian roda gigi pengubah ini dapat dibuat dalam bentuk
  rangkaian tunggal dan rangkaian ganda.
  Hal yang perlu diperhatikan pada rangkaian ini adalah jumlah
  pembagian yang dikehendaki (Z). Jika jumlah pembagian yang dikehendaki
  lebih dari satu, yaitu banyak; maka roda gigi yang digerakkan (Z 2 pada
 
 
rangkaian tunggal dan Z4 pada rangkaian ganda) yang dipasang pada poros
  spindel benda kerja harus dapat dibagi dengan jumlah pembagian yang
  dikehendaki. Misalkan jumlah pembagian yang dikehendaki adalah 3 dan
  setelah melalui proses perhitungan rangkaian roda gigi pengubah diperoleh
Z1 28 Z2 72
untuk rangkaian tunggal R   , maka   24 . Ini berarti
Z2 72 3 3

POLBAN
setiap pergantian pemotongan gigi, benda kerja harus diputar sejauh 24 gigi
pada roda gigi yang jumlah giginya 72. Begitu juga dengan rangkaian ganda
pada rangkaian roda gigi pengubah.

Contoh Perhitungan:
Akan dibuat sebuah roda gigi miring dengan ketentuan sebagai berikut:
Modul roda gigi (m) = 2 mm
Jumlah gigi (Z) = 20 gigi
Sudut heliks (β) = 200
Roda gigi pengubah yang tersedia adalah: 24, 24, 28, 32, 40, 44, 48,
56, 64, 72, 86, 100, dan jumlah lubang pelat indeks seperti pada tabel 1.1 dan
tabel 1.2 terdahulu, serta kisar ulir poros pembawa meja mesin (PT) = 4 mm.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  28
 
  Tentukan besaran-besaran yang diperlukan dalam pembuatan roda gigi
  tersebut.
 
 
Penyelesaian:
z  mn 20  2
  • Menentukan pitch diameter (Dp): Dp    42,57mm
  cos cos20 0
 
  • Menentukan tip diameter (Da):
 
  Da  Dp  2  mn 42,57  2  2  56,57mm
  • Menentukan tinggi gigi (hz): hz  2  m  c  2  2  0,2  4,2mm
 
  i 40
• Menentukan jumlah putaran tuas indeks (nc): nc   2
  z 20
 
 
putaran. Ini berarti tuas indeks nc diputar dua kali putaran dengan
  jumlah lubang pelat indeks yang tidak terbatas, artinya bebas
  menentukan jumlah lubang pelat indeks.
  • Menentukan kisar heliks (PW):
 
  PW    Dp  tg     42,57  tg70 0  367,42mm
  i  ik  PT
  • Menentukan rangkaian roda gigi pengubah (R): R 
 
PW
  40 1 4 160 24  28
R  
  367,42 367,42 32 48 .
 
 
Hasil ini menunjukan rangkaian ganda. Kita dapat mengubahnya
dalam bentuk rangkaian tunggal, yaitu:
160 28
R 

POLBAN
367,42 64 .
Teknik pemasangan rangkaian roda gigi pengubah tersebut sama
seperti pada pekerjaan pembagian differensial. Perbedaan yang
dimiliki pada kedua teknik pemasangan tersebut hanya terletak pada
sumber gerakan roda gigi tersebut. Pada pembagian differensial,
sumber gerakkan berawal dari gerakkan putar tuas indeks nc,
sedangkan pada pemotongan bentuk heliks, sumber gerakkan
berawal dari gerakkan putar poros pembawa meja mesin.
• Pemilihan alat potong (pisau freis modul) yang ekuivalen:
z 20
Rumus: Ze 
3 Ze  24,10 gigi.
cos  cos3 200

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  29
 
  Jadi pisau freis modul yang dipilih adalah pisau freis dengan modul
  (m) = 2 dan jumlah gigi 24,10 gigi.
 
 
 C. Pembuatan Roda Gigi Payung (gigi lurus).
  Mesin perkakas yang digunakan untuk membuat roda gigi payung
  adalah mesin perkakas khusus, sangat rumit dan mahal harganya. Karena
  mahal harganya maka jika memilikinya, mesin tersebut harus selalu
  berproduksi agar tidak mengalami kerugian. Ukuran dan semua perhitungan
 
 
berdasarkan tabel khusus.
  C.1. Pembuatan roda gigi payung yang tingkat kepresisiannya tidak
  begitu tinggi.
  Untuk membuat roda gigi payung yang tingkat kepresisiannya tidak
  begitu tinggi, dapat dikerjakan dengan mesin freis universal dan kepala
 
pembagi universal. Pada pembuatan roda gigi yang kurang presisi, garis-
 
  garis addendum dan dedendum tidak bertemu pada titik pusat melainkan
  masing-masing saling sejajar. Garis-garis ini membentuk sudut yang
  besarnya sama dengan sudut kisar (δ). Perhatikan gambar 3.4 berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 

POLBAN Gambar 3.4.


Roda Gigi Payung dengan Tinggi Gigi Sama.

Roda gigi payung dengan tinggi gigi yang sama dari garis lingkaran
luar sampai pada garis lingkaran dalam akan mengakibatkan profil gigi pada
garis lingkaran luar lebih besar dari garis lingkaran dalam, sedangkan celah
gigi sama lebarnya mulai dari garis lingkaran luar sampai ke garis lingkaran
dalam, (sesuai dengan cutter modul yang digunakan). Hal ini akan
menyebabkan kontak antara dua roda gigi tidak merata pada seluruh
permukaan roda gigi. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  30
 
  gerakkan tambahan agar profil gigi yang membesar pada garis lingkaran luar
  dapat terpotong kembali sehingga membentuk profil gigi yang sama
 
 
besarnya. Cara seperti ini akan menyebabkan celah gigi menjadi lebih lebar
  dan tidak seragam sedangkan profil gigi menjadi lebih kecil dan hampir
  sama besarnya. Ini akan berpengaruh terhadap kualitas roda gigi, sehingga
  roda gigi seperti ini dikatakan roda gigi yang kurang presisi.
 
  Urutan Operasi:
 
 
PERSIAPAN BENDA KERJA
  Benda kerja perlu dipersiapkan sesuai dengan bentuk dan ukuran yang
  dikehendaki. Bentuk dan ukuran ini dapat dicapai melalui proses
  pembubutan.
  Contoh: Akan dibuat sebuah roda gigi payung dengan ketentuan sebagai
 
berikut: Jumlah gigi (Z1) = 20 gigi, modul roda gigi (m) = 2 mm,
 
  sudut kisar konis (δ1) = 45o , sudut antara kedua sumbu (Σ) = 90o.
  Tentukan besaran-besaran lainnya.
  Sebelum menjawab persoalan tersebut, mari kita perhatikan gambar
  berikut (gambar 3.5) agar kita dapat menentukan besaran-besaran yang
  diperlukan dalam pengerjaan.
 
 
 
 
 
 

POLBAN
Gambar 3.5.
Bakalan Roda Gigi.

Keterangan:
di1 = Diameter jarak antara bagian dalam
PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  31
 
  d1 = Diameter jarak antara bagian luar
  da1 = Diameter addendum (diameter untuk pembubutan)
 
 
b = Lebar gigi (minimal 10 x mi)
  R = Jarak pusat konis
  ha = Tinggi kepala gigi (addendum)
  hf = Tinggi kaki gigi (dedendum)
  hz = Tinggi gigi
 
δ = Sudut kisar konis
 
  Σ = Jumlah sudut kedua sumbu roda gigi payung
  Penyelesaian:
  Menentukan diameter jarak antara bagian dalam (di1):
  m = mi
  di1  m i  z  2  20  40mm
 
  Menentukan lebar gigi: b = 10 x m = 10 x 2 = 20 mm
  Menentukan diameter jarak antara bagian luar (d1):
d1  di1  2  bsin   40  2  20sin45 o  68, 28mm
 
 
  Menentukan diameter addendum (da1):
da1  d1  2  m  cos  68, 28  2  2  cos45 o  71,11mm
 
 
  Menentukan tinggi gigi (hz): hz = 2,2 x m = 2,2 x 2 = 4,4 mm.
  Setelah selesai menghitung, maka bubutlah benda kerja sesuai
  dengan ukran dan bentuk seperti pada gambar 16 diatas.
 
 
PEMASANGAN BENDA KERJA
Benda kerja yang telah dibubut, dipasang dengan bantuan mandrel

POLBAN
pada kepala pembagi universal. Ikatan mandrel harus kuat dan
dibantu dengan baut dan mur. Untuk bentuk roda gigi payung yang
khusus, dapat langsung dicekam dengan pencekam tiga rahang.
Kepala pembagi universal harus disetel miring (mendongak) sebesar
sudut kisar (δ1), sehingga kepala gigi sejajar terhadap meja mesin
freis seperti yang di perlihatkan dalam gambar 3.6 berikut.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  32
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.6.
  Posisi Kepala Pembagi Universal
 
 
pada Pembuatan Roda Gigi Payung
 
  LANGKAH PENGEFREISAN PERTAMA
  Setelah penyetelan kedudukan pisau freis terhadap senter dan
  permukaan kepala gigi, pengefeisan pertama dilakukan hingga
 
sedalam profil gigi (hz) yang diinginkan pada sebanyak jumlah gigi
i 40
dengan menggerakkan tuas nc sebagai berikut: nc   2

POLBAN
z 20
putaran. Ini berarti kita harus memasang pelat indeks dengan jumlah
lubang 20 dan tuas nc harus diputar dua putaran (Tabel 2, pelat
indeks nomor 3) Pengefreisan penyelesaian bentuk profil gigi
dilanjutkan pada operasi-operasi berikut:
LANGKAH PENGEFREISAN KEDUA
Karena profil gigi roda gigi panyung itu melebar pada bagian
garis lingkaran luar, maka kepala pembagi universal masih harus
i
digerakan sebagai berikut: nc1 = 4 .Z
40 10
. nc1   .
4  20 20

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  33
 
  Ini berarti kita harus memutar lagi tuas nc sejauh 10 jarak lubang
  pada pelat indeks 20, setelah selesai pemotongan gigi terakhir. Pada
 
 
posisi setelah digerakkan, seandainya kemudian dilakukan
  pemotongan, maka hasilnya profil gigi bagian dalam akan ikut
  terpotong.
  Untuk menghindari hal itu, maka dibutuhkan gerakkan koreksi
  tambahan HT yang arahnya melintang meja mesin freis, (menggeser
 
kedudukan pisau freis sejauh HT).
 
Cpi
  HT    dimana: mi = m = modul pisau freis.
Cpi mi
  4
  Cpi mi  2  
  HT     1,57mm
  4 4 4
  Untuk mendapatkan gerak koreksi HT yang teliti (HT = 1,57 mm),
  sebaiknya menggunakan bantuan “dial gauge”.
  Pada operasi pengefreisan kedua ini hanya sebuah bidang dari profil
 
 
gigi saja yang terpotong. Putar tuas indeks nc seperti pada langkah
  pengefreisan pertama untuk memotong bidang dari profil gigi yang
  berikutnya.
  Arah gerakkan koreksi
  melintang meja mesin freis
𝐶𝑝 𝑖
  𝐻𝑇 =
Arah gerak putar kepala pembagi

4
 
  Langkah pengefreisan kedua
 

Pengefreisan

POLBAN pertama

Langkah pengefreisan ke tiga

𝐶𝑝 𝑖
𝐻𝑇 = 4
Gambar 3.7. Bentuk celah gigi. Arah gerakkan koreksi
melintang meja mesin freis.
LANGKAH PENGEFREISAN KETIGA
Setelah operasi pengefreisan kedua selesai untuk semua gigi, maka
posisi putaran kepala pembagi harus dikembalikan pada posisi awal (sejauh
gerakan nc1 pada arah yang berlawanan), begitupula dengan gerakkan

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  34
 
  koreksi HT. Yakinkan dengan memeriksa bahwa gerakkan pemakanan pisau
  freis bebas setelah semuanya kembali pada posisi awal.
 
 
Untuk pengefreisan ke tiga, yaitu bidang profil sebelahnya dilakukan
  dengan cara yang sama akan tetapi arah gerakkannya kebalikan dari operasi
  ke dua. Gerakkan kepala pembagi (nc 2) dan gerakkan koreksi melintang
  pada meja mesin freis HT sama seperti pada langkah ke dua namun pada
  arah yang berlwanan.
  𝐢 𝐂𝐩
  𝐧𝐜𝟐 = 𝟒 .𝐙 dan 𝐇𝐓 = 𝟒 𝐢
  Setelah operasi pengefreisan ke tiga selesai, perhatikan celah gigi
 
yang terbentuk. Celah gigi pada garis lingkaran dalam bentuknya sama
 
  dengan pisau freis modul yang digunakan (m = mi = modul dalam),
  sedangkan celah gigi pada garis lingkaran luar agak sedikit lebih lebar dan
  tidak sesuai dengan bentuk pisau freis modul yang digunakan, maka
  dikatakan modul bagian luar (modul luar = me).
 
 
C.2. Pembuatan roda gigi payung yang tingkat kepresisiannya tinggi.
 
  Pada roda gigi panyung yang presisi, semakin dekat dengan titik
  pusat semakin dangkal kedalaman profil giginya (hz semakin dangkal).
  Gambar 3.8 berikut menunjukan bentuk profil roda gigi panyung yang
  presisi.
 
 
 
 

POLBAN
Gambar 3.8.
Bentuk Profil Roda Gigi Payung yang Presisi.

Keterangan:
α = Sudut ha (sudut addendum).

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  35
 
  φ = Sudut hf (sudut dedendum).
  γ1,2 = Merupakan penjumlahan dari sudut α + δ.
 
 
δ1,2 = Sudut kisar konis.
  R = Jarak pusat konis.
  Bagaimana cara saudara menentukan besaran-besaran suatu variabel
  untuk membuat sebuah roda gigi payung?. Untuk itu perhatikan contoh
  berikut ini.
 
Akan dibuat roda gigi payung dengan ketentuan sebagai berikut:
 
  Modul (m) = 2 mm, z1 = 30 gigi, z2 = 120 gigi
  Jumlah sudut kedua roda gigi (Σ) = 900. Tentukan besaran-besaran
  lainnya yang diperlukan dalam pengerjaan.
  Penyelesaian:
  z 30
  tan 1  1   0 , 25  1  14 ,04 o
  z 2 120
  d1  m  z1  2  30  60mm
 
  da1  d1  2  m  cos1  60  2  2  cos14 ,04o  63,88mm
 
z  2  cos1 30  2  cos14 ,04o
  tan 1  1   0 , 267  1  14,95o
  z 2  2  sin 1 120  2  sin14 ,04o
 
 
z 120
  tan 2  2   4  2  75 ,96 o
  z1 30
  d 2  m  z 2  2  120  240mm

da2  d 2  2  m  cos2  240  2  2  cos75,96o  240,97mm

POLBAN
z  2  cos2 120  2  cos75 ,96o
tan  2  2
z1  2  sin 2

30  2  sin75 ,96 o
 4 , 294   2  76,89o

da1 dan da2 adalah diameter pembubutan, sedangkan γ 1 dan γ2 adalah


sudut kerucut terluar dari roda gigi payung dan ketika membubut, pahat
bubut harus dimiringkan agar sudut ini dapat dicapai. Dari rumus
sebelumnya, kita dapat menentukan tinggi gigi (hz, hf, ha) yaitu:
ha = m = mi = 2 mm.
hf = m + c c = (0,1 mm ÷ 0,3 mm).m
maka hf = 2 + (0,167 x 2) = 2,334 mm.
Sehingga hz = hf + ha = 2,334 + 2 = 4,334 mm.
Untuk menentukan jarak pusat konis (R) adalah:

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  36
 
  d1 60
R1    123,693mm
 
2  sin 1 2  sin14 ,04o
  atau
  d2 240
  R2    123,693mm
2  sin 2 2  sin75 ,960
 
  Jarak pusat konis untuk dua buah roda gigi payung yang saling
  berpasangan dan jumlah sudut kedua sumbu sama dengan 90 o (Σ = 90o)
  harus sama panjang.
 
 
Menentukan kemiringan kepala pembagi pada saat pemotongan roda
  gigi di mesin freis adalah sebagai berikut:
  Sudut ha (sudut addendum):
  ha 2
  tan     0 ,016    0 o 55 ' 34,81"
R 123,693
 
  Sudut hf (sudut dedendum):
hf 2 , 334
 0 ,018    1o 4 ' 51,6 "
 
tan   
  R 123,693
 
 
Dari hasil tersebut, maka kepala pembagi dapat diatur kemiringannya
  sebesar: 1    14,04 o  1o 4 ' 51,6"  12,95 o atau sebesar 1    
 
  dan 2    75,96 o  1o 4 ' 51,6"  74,88 o atau sebesar
 2    
 
 
  Sedangkan kedalaman pemotongannya (tinggi gigi)dari setiap gigi adalah:
hz  cos  4 , 334  cos1o 4 '51,6 "  4 , 333mm
 

Perhatikan rumus di1 pada pembuatan roda gigi payung yang kurang

POLBAN
presisi dan rumus d1 pada pembuatan roda gigi payung yang presisi. Kedua
 dan d1  m  z1 . Kedua rumus tersebut
rumus tersebut adalah: di1  miz
adalah sama yaitu Dp  m  z , namun posisi di1 dan d1 yang ditunjukan
pada gambar terletak pada target ukuran yang berbeda, di1 adalah diameter
lingkaran dalam sedangkan d1 adalah diameter lingkaran luar. Hal ini terjadi
karena pada pembuatan roda gigi payung yang kurang presisi modul
sesungguhnya atau modul yang sesuai dengan pisau freis modul yang
digunakan terletak pada diameter lingkaran dalam, sedangkan pada roda gigi
payung yang presisi modul sesungguhnya terletak pada diameter lingkaran
luar.
Selanjutnya setelah penyetelan sudut kepala pembagi sesuai dengan
perhitungan Gambar 3.9), maka tahap selanjutnya adalah tahap pemotongan.
PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  37
 
  Pada tahap ini kita harus memotong setiap gigi dengan kedalaman hz cos
 
i
  dan untuk pergantian gigi, putar tuas indeks nc sesuai dengan rumus nc  .
  z
  Pada pemotongan roda gigi yang presisi tidak ada gerakan koreksi tambahan
 
 
(HT).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 3.9. Posisi Kepala Pembagi Universal
 
 
  Tabel: 3.1 Notasi dan Rumus untuk Roda Gigi Payung.
Ketentuan Notasi Rumus Keterangan
d

POLBAN mi i1
Modul dalam mi
z1
mi = m = modul pisau freis yang digunakan
d
Modul luar me me  1
z1
z
Sudut kisar konis δ1 tan1  1
z2
z
δ2 tan 2  2
z1

Diameter jarak antara dalam di1 d i1  m i  z1  d1  2  b  si n 1

Diameter jarak antara luar d1 d1  m e  z1  d i1  2  b  si n 1

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  38
 
  Ketentuan Notasi Rumus Keterangan
 
  Diameter addendum (untuk da1 d a1  d i1  2b  si n 1  m i  cos1 
  pembubutan)
  d
 
Banyak gigi z1
z1  i1
  mi
 
Banyak gigi Imajinair zv z1
  (untuk pemilihan pisau freis
zv 
  cos1
modul)
 
  Batas jumlah gigi Zlim Lihat Tabel: 4.
 
d  di1 d  di2
  Lebar gigi
(minimal 10 x m)
b
b 1  2
  2sin1 2sin2
 
  Tinggi kepala gigi ha ha = m
  (addendum)
  Tinggi kaki gigi hf hf = m + c
  (dedendum)
 
  Clearance c c = (0,1 s/d 0,3)m
 
Tinggi gigi hz hz = hf + ha
  hz. Cos  utk roda gigi payung yang
  presisi.
 
Radius kisar konis R d1 d2
  R 
  2  sin 1 2  sin 2
Putaran tuas kepala pembagi nc1 i i = ratio
nc1 

POLBAN
pada pengefreisan pertama z1 kepala
pembagi

Putaran tuas kepala pembagi nc2 i


nc2  nc3 
pada pengefreisan kedua 4  z1
dan ketiga
nc3

Koreksi melintang meja ±HT Cpi m i  


HT   Cpi =
mesin freis 4 4 Circular
pitch
Catatan: 1. Lebar gigi (b), minimal 10 x modul
2. Lebar gigi (b) sebaiknya ditentukan menurut lebar gigi roda
gigi penggeraknya atau roda gigi pinion.
3. Labar gigi (b) maksimal adalah:

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  39
 
  𝑚. 𝑧𝑝
  𝑏=
6. sin 𝛿
 
 
R
  atau b  dimana: zp = jumlah gigi pinion.
  3
  Tabel: 3.2. Batas Jumlah Gigi Roda Gigi Payung.
 
 
Untuk sudut tekan (α) = 20o
 
 
  δ hingga 15o 24o 32o 39o 45o 51o 56o 61o 65o
 
 
Z limit 14 13 12 11 10 9 8 7 6
 
 
  D. Roda Gigi Cacing dan Ulir Cacing.
  Roda gigi cacing dan cacing mempunyai keistimewaan, yaitu
 
 
perbandingan putaran yang amat besar. Poros berulir cacing yang disebut
  cacing itu menggerakan roda gigi cacing pasangannya dengan arah sumbu
  berpotongan (kebanyakan tegak lurus). Sudut kisar poros berulir cacing
  antara 25o sampai 45o untuk menghasilkan tenaga yang efisien, serta
  memiliki ulir cacing tunggal dan majemuk (maksimal 8 ulir). Untuk poros
 
berulir cacing dengan ulir tunggal, sudut kisarnya ada yang kurang dari 5 o
 
  dengan derajad pemanfaatannya setinggi-tingginya 50% sedangkan poros
  berulir cacing degan ulir majemuk, sudut kisarnya paling kecil 17 o dengan
derajad pemanfaatanya hingga 90%.
Roda gigi cacing dan ulir cacing terdiri dari dua jenis, yaitu:
a.
POLBAN
Roda Gigi Cacing Sepasang.
Roda gigi cacing jenis ini mempunyai “Radius Tusuk” (Gorge
Radius) sesuai dengan radius pada diameter poros berulir cacing.
Kemiringan profil roda gigi cacing ditentukan oleh sudut heliks ulir cacing.
Sudut heliks dapat dimiringkan ke kiri atau ke kanan dan jumlah ulirnya
tunggal atau majemuk, sesuai dengan permintaan. Pasangan roda gigi ini
selalu mengalami beban aksial.
b. Roda Gigi Cacing Cone Drive.
Cone drive terdapat pada poros berulir cacing. Poros berulir cacing
dibuat radius yang disebut “Enveloping Worm Gear”, dengan maksud
memperbanyak jumlah ulir cacing yang menyentuh atau menggerakkan roda
gigi cacing untuk memperoleh kapasitas daya yang besar.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  40
 
  Pada kesempatan ini kita hanya membahas bagaimana membuat roda
  gigi cacing dan ulir cacing pada jenis “Roda Gigi Cacing Sepasang”. Gambar
 
 
3.10 berikut menunjukan pasangan roda gigi cacing dan ulir cacing.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 3.10.
  Roda Gigi Cacing Sepasang
 
 
 
 

POLBAN

Gambar 3.11.
Roda Gigi Cacing dan variabel besarannya.
PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  41
 
  Keterangan:
  dA = Diameter terluar atau diameter pembubutan.
 
 
da2 = Diameter radius luar (diameter yang dicapai setelah terbentuk
  radius rk).
  d2 = Diameter pitch dari roda gigi cacing.
  df2 = Diameter kaki.
  cp = Circular pitch.
 
b = Lebar roda gigi cacing
 
  be = Lebar roda gigi cacing efektif atau lebar efektif yang
  berhubungan langsung dengan poros berulir cacing pada
  diameter pitch (d1).
  d1 = Diameter pitch poros berulir cacing.
 
rk = Radius alur ujung atau radis tusuk.
 
 
  Rumus-rumus untuk Menentukan Dimensi Roda Gigi Cacing.
cp d
   Modul (m): m  2
   z2
 
   Pitch circle diameter (d2): d 2  m  z2
 
 
 Diameter radius luar (da2): da 2  d 2  2  m atau
 
da 2  m  z 2  2 
 
   Diameter kaki (df2): df2  d 2  hf2
 
 Dedendum (hf2): hf2  m  c 2

 Addendum (ha): ha = m

 POLBAN
Clearance (c): c1 = c2 = (0,1 s/d 0,3)
Diameter luar (dA): dA  da 2  m
d da
 Radius alur ujung (rk): r k  1  m atau r k  a  2
2 2
d1  d 2
 Jarak sumbu poros (a): a 
2
 Lebar roda gigi cacing (b): b  0 ,577  da 1

 Lebar roda gigi efektif (be): be  d1  si n atau
2

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  42
 
be  2  r  2  rk  r 
 
 
   Tinggi gigi (hz): Jika pemotongan diawali dari diameter da2, maka:
  dA  df2
  hz  atau hz  2,157  m dan jika pemotongan diawali dari
  2
  dA  df 2
  diameter dA, maka: hz 
 
2 dimana df 2  mz2  2,2
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 3.12.

Keterangan:
da1
POLBAN Poros berulir Cacing.

= Diameter luar ulir cacing.


d1 = Diameter pitch ulir cacing.
df1 = Diameter kaki dari ulir cacing.
ha = addendum (tinggi kepala gigi).
hf = dedendum (tinggi kaki gigi).
hz = Tinggi gigi atau tinggi ulir cacing.
Px = Kisar ulir cacing (ulir tunggal).
Pz = Kisar ulir cacing (ulir majemuk).
b1 = Panjang bagian poros yang berulir.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  43
 
  γ = Sudut kemiringan ulir cacing.
  Pn = Kisar ulir cacing dalam arah normal.
 
 
 
Rumus-rumus untuk Menentukan Dimensi Poros berulir Cacing.
mn
   Modul lingkaran (mt): mt
  cos
 
Pz
   Sudut kemiringan ulir cacing (γ): tan  
    d1
   Kisar ulir cacing majemuk (Pz): Pz  Px  z1
 
   Kisar ulir cacing tunggal (Px): Px    m t
 
   Addendum (ha): ha = m = mn
   Dedendum (hf1): hf 1  m1  c
 
   Tinggi ulir cacing (hz): hz  ha  hf 1 atau hz  da 1  df 1 .
  2
 
m  z1
   Diameter pitch ulir cacing (d1): d1 
  tan
 
 
 Diameter luar ulir cacing (da1): da 1  d 1  2  m
   Diameter kaki ulir cacing (df1): df 1  d1  2  hf 1
 
b 1  da 2 2  d 2 2
 
 
 Panjang bagian poros yang berulir (b1)
 Kisar ulir cacing dalam arah normal (Pn): Pn    m n
Contoh Perhitungan:

POLBAN
Akan dibuat sepasang roda gigi cacing dan ulir cacing dengan data-
data sebagai berikut:
Modul (m) = 2,5 mm
Jumlah lilitan ulir cacing (z1) = 2 lilitan
Diameter pitch (d1) = 40 mm
Jumlah gigi roda gigi cacing (z2) = 40 gigi
Sudut kisar (γ) = 17O
Tentukan besaran-besaran yang diperlukan agar pasangan roda gigi
tersebut dapat dikerjakan.
Penyelesaian:
Diameter pitch roda gigi cacing (d2):
d 2  m  z 2  2 ,5  40  100mm

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  44
 
  Diameter radius luar roda gigi cacing (da2):
  da 2  d 2  2  m  100  2  2,5  105mm
 
  Clearance (c2): c2 = 0,2 mm.
  Dedendum (hf2):
  hf2  m 1  c 2   2 ,5 1  0 ,2  3mm
 
 
Addendum (ha): ha  m  mn 2,5mm
  Diameter kaki roda gigi cacing (df2):
  df2  d 2  hf2  100  3  97mm
 
  Diameter terluar atau diameter pembubutan (dA):
  dA  da 2  m  105  2,5  107,5mm
  Radius alur ujung (rk):
 
d 40
  rk  1  m   2,5  17,5mm
  2 2
  Jarak sumbu poros kedua roda gigi (a):
  d d 2 40 100
  a 1   70mm
 
2 2
  Tinggi gigi roda gigi cacing (hz):
  Jika pemotongan diawali dari diameter “da2", maka hz:
  dA  df2 1075
,  97
hz    5 , 2 5 mmatau
  2 2
 
hz  2,157 m  2,157 2,5  5, 39mm
 
  Jika pemotongan diawali dari diameter “dA”, maka hz:
dA  df2 107,5  94,5
hz    6 ,5mm
2 2 dimana

POLBAN
df 2  mz2  2,2  2,540  2,2  94,5mm
Diameter luar ulir cacing (da1):
da 1  d1  2  m  40  2  2,5  45mm
Lebar roda gigi cacing (b):
b  0 ,577  da 1  0 ,577  45  25,965  26mm
Lebar roda gigi cacing efektif (be): be  2  r  ( 2  rk  r )
be  2  1, 25 ( 2 17 ,5 1, 25  12 ,99  13mm
Addendum (ha): ha  m  mn 2,5mm . Clearance (c1): c1 = 0,2 mm.
Dedendum (hf1):

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  45
 
  hf 1  m1  c  2,51  0,2  3mm
 
  Diameter kaki ulir cacing (df1):
  df1 d1 2 hf1 40 2 3 34mm
  Tinggi ulir cacing (hz):
  hz  ha hf1  2,5 3 5,5mm
  atau
da df1 45  34
  hz  1   5,5mm
  2 2
  Panjang bagian yang diulir (b1):
 
  b 1  da 2 2  d 2 2  105 2  100 2  32,.02mm
  mn 2,5
  Modul lingkaran (mt): mt   2,61
  cos cos17 o
 
Kisar ulir tunggal (Px):
 
 
Px   mt  2,61  8,21mm
  Kisar ulir majemuk (Pz):
  PzPxz1 8,212 16,43mm
 
 
 
 
 
 
 
 

POLBAN

Gambar 3.13.
Ukuran-ukuran Roda Gigi Cacing dan Ulir Cacing.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  46
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.14.
  Pasangan Roda Gigi Cacing dan Ulir Cacing.
 

POLBAN

Gambar 3.15.
Bentangan dari poros berulir cacing.
PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  47
 
  Pada pembuatan roda gigi cacing dan poros berulir cacing, proses
  perhitungan roda gigi pengubah (R) untuk pemotongan bentuk heliksnya
 
 
(cacing) sama seperti pada proses pembuatan roda gigi heliks. Hanya pada
  pembuatan poros berulir cacing, kisar benda kerja (PW) diganti dengan kisar
  ulir cacing (Pz), untuk ulir ganda dan (Px) untuk ulir tunggal sehingga
  i  ik  PT
  rumusnya menjadi: R  i  ik  PT
Pz atau R 
  Px
 
  Perbandingan putaran antara roda gigi cacing dengan poros berulir
  cacing dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
z n
i 2  1
 
  z1 n 2 dimana: i = Perbandingan putaran.
 
  z1 = Jumlah lilitan ulir cacing.
  z2 = Jumlah gigi roda gigi cacing.
  n1 = Jumlah putaran poros berulir cacing.
 
n2 = Jumlah putaran roda gigi cacing.
 
 
  E. Rack dan Pinion Gear.
  Rack dan pinion gear adalah pasangan antara batang bergigi (rack)
  dengan roda gigi pinion. Roda gigi pinion ini diameter jarak antaranya tidak
  terbatas, karena nantinya merupakan garis lurus ketika berhubungan dengan
 
batang bergigi. Batang bergigi mempunyai sudut profil yang sesuai dengan
 
  sudut tekan roda gigi pinion (α = 20o ), perhatikan gambar 3.17. Pasangan
roda gigi ini digunakan untuk mengubah gerak putar menjadi gerak lurus.
Pembuatan pasangan ini sama seperti pada pembuatan pasangan roda gigi

POLBAN
lainnya, yaitu memiliki modul dan kisar yang sama. Namun pada batang
bergigi (rack) sisi-sisi profilnya nampak lurus dan mempunyai sudut 20 o
sesuai dengan sudut tekan roda gigi pinion. Bentuk ini sesuai dengan alat
potong yang digunakan.
Rumus-rumus untuk menentukan besaran batang bergigi adalah
sebagai berikut:
 Panjang batang gigi (L): L  z p
 Kisar atau Pitch (p): p  m
 Tinggi gigi (hz): hz  ha  hf
 Addendum (ha): ha  1  m
 Dedendum (hf): hf  m  c

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  48
 
   Clearance (c): c  ( 0,1......0, 3) m  0,167  m
 
  Gambar 3.16 berikut ini menunjukan pasangan rack dan pinion gear.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.16.
  Pasangan Rack dan Pinion Gear.
 
  Ada dua hal dasar yang perlu diperhatikan sebagai basis pada
 
 
pembuatan batang bergigi (rack gear), yaitu:

E.1. Pembuatan Batang Bergigi Berbasis “Kisar”.

POLBAN
Pembuatan batang bergigi berbasis kisar atau pitch (P) adalah untuk
mengatasi keterbatasan skala nonius yang tersedia pada spindle mesin.
Mengingat perumusan kisar adalah P    m dimana” m” adalah modul dari
alat potong, dan hal ini akan menghasilkan angka pecahan yang susah diatasi
oleh spindel mesin. Oleh sebab itu kisar atau pitch harus ditentukan.
Contoh:
Akan dibuat sebuah batang bergigi dengan data-data sebagai berikut:
Kisar (P) = 5 mm
Jumlah Gigi (Z) = 200
Tentukan besaran-besaran lain agar batang bergigi tersebut dapat
dibuat.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  49
 
 
  Penyelesaian:
 
 
Perhatikan gambar 3.17 berikut ini, gambar tersebut akan
  mempermudah kita dalam menentukan besaran-besaran dari sebuah batang
  bergigi (rach gear). p 20°
  b s l
 

hf ha
hz
 
 
h

 
h"

 
 
  L
 
 
 
  Gambar 3.17.
  Variabel-variabel pada Batang bergigi atau rack gear
 
  Panjang batang gigi (L): L  z  p  200  5  1000mm
 
p 5
  Modul batang gigi (m): m   1,591mm
   
 
Addendum (ha): ha  1  m  1,591mm
 
  Clearance (c): c  0,167  m  0,167  1,591  0, 265mm
 
Dedendum (hf): hf  m  c  1,591  0, 265  1,857

Tinggi gigi (hz): hz  ha  hf  1,591  1,857  3,448

POLBAN
Pisau freis modul atau alat potong dengan modul (m = 1,591)
biasanya tidak disediakan, dengan demikian “m” dapat dipilih 1,5 mm. Dari
rumus p    m , maka: p = π . 1,5 = 4,712 mm, angka ini dapat dibulatkan
menjadi P = 5 mm dan ini sesuai dengan kisar yang diinginkan. Dengan
demikian kita dapat memilih alat potong dengan modul 1,5 mm dan jumlah
gigi 200 serta bentuk mata potong yang sesuai dengan bentuk profil batang
bergigi.
Ada beberapa buku standard yang telah menstandardkan dimensi dari
batang bergigi, dari perumusan ini kita dapat menyesuaikan dengan mudah
sesuai dengan keperluan kita.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  50
 
  E.2. Pembuatan Roda Gigi Pinion.
  Pada pembuatan roda gigi pinion, perhitungannya sama seperti pada
 
 
pembuatan roda gigi lurus, hanya modul yang digunakan dalam perhitungan
  adalah modul yang sesuai dengan perhitungan pada gigi rack yaitu
 
  m  p  5  1,591mm
    .
 
Contoh:
 
  Akan dibuat sebuah roda gigi pinion (roda gigi penggerak) dengan
  data sebagai berikut:
  Jumlah gigi roda gigi pinion (Z) = 20 gigi, modul disesuaikan dengan
  perhitungan pada rack gear pasangannya.
  Tentukan besaran-besaran lain agar roda gigi pinion dapat dibuat.
 
 
  Penyelesaian:
  Diameter pitch (d):
  d  m  z  1,591  20  31,83mm
 
  Diameter pembubutan (da):
  da  d  2  m  31,83  2  1,591  35,01mm
  Addendum (ha):
  ha  1  m  1,591mm
 
  Clearance (c):
  c  0,167  m  0,167  1,591  0, 265mm
Dedendum (hf):
hf  m  c  1,591  0, 265  1,857
Tinggi gigi (hz):
POLBAN
hz  ha  hf  1,591  1,857  3,448
Pisau freis modul yang digunakan untuk pemotongan roda gigi pinion
adalah pisau freis dengan modul (m = 1,5 mm) dan jumlah gigi (z = 20 gigi).

E.3. Pembuatan Batang Bergigi Berbasis “Modul”.


Pembuatan batang bergigi berbasis modul akan menghasilkan kisar
dengan angka pecahan desimal. Hal ini akan menyulitkan karena
keterbatasan skala nonius spindel meja mesin dan ada beberapa angka
desimal yang tidak dapat dibulatkan. Untuk mengatasi kesulitan ini maka
digunakan “metode pembagian Longitudinal”. Dengan menggunakan
kepala pembagi universal, kita dapat membuat pembagian longitudinal
PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
  51
 
  hingga teliti. Pembagian ini dapat digunakan pada pekerjaan pembuatan
  batang bergigi, pada pembuatan skala nonius dan sebagainya. Karena
 
 
kedudukan pisau freis harus tegak lurus dan melintang terhadap meja, maka
  harus menggunakan mesin freis universal. Jarak-jarak pembagian atau kisar
  batang bergigi (p) dihasilkan oleh putaran pena indeks (nc) pada pelat
  pembagi yang diteruskan melalui cacing dan roda gigi cacing kemudian ke
  rangkaian roda gigi yang dihubungkan dengan poros pembawa meja mesin.
 
Gerakan pemotongan dilakukan oleh pisau freis, sedangkan meja
 
  mesin diam atau dikunci. Untuk memotong gigi yang berikutnya, buka
  pengunci meja kemudian putar tuas indeks nc sesuai dengan jumlah putaran
  yang ditentukan.
 
  Poros Transportir (Poros Pembawa Meja Mesin)
  PT
 
 
Z4 Ratio Kepala Pembagi (i)
  Z1
 
 
 
(ik)
 
  p
Z3
  Z2
 
  Meja Mesin
Benda Kerja
 
Plat indeks

POLBAN Gambar 3.18.


Skema Pemotongan Batang Bergigi.

Perhitungan pada Pembagian Longitudinal.


Contoh:
Akan dibuat batang bergigi dengan modul (m = 1)
Kisar ulir poros transportir (PT = 4)
Ratio kepala pembagi (i = 40 : 1)
Tentukan kisar batang bergigi (p) dan perbandingan roda gigi (R)
agar batang bergigi tersebut dapat dibuat.
Penyelasaian:
Kisar batang bergigi (p): p    m    1  3,14mm

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  52
 
  𝟑𝟐 .𝟐𝟕
Agar hasil perhitungan lebih teliti, maka pi (π) ditentukan: 𝛑 = 𝟐𝟓 .𝟏𝟏
 
  Perbandingan roda gigi (R): Kita tentukan misalnya nc = 12 putaran dan
  karena kisar (p) = π = 3,14 mm, maka perbandingan roda gigi (R):
 
  32  27
  40
i p 25  11  40  32  27  40  32  27
  R 
nc  PT 12  4 25  11  12  4 25  11  48
 
 
  64  72 z1  z 3
R 
  40  44 z 2  z4
 
 
dimana: R = Perbandingan roda gigi atau perbandingan longitudinal.
  i = Ratio kepala pembagi (40 : 1).
  p = Kisar batang bergigi (pitch).
  nc = Putaran engkol kepala pembagi.
  PT = Kisar ulir poros pembawa meja mesin.
 
Untuk memeriksa kembali kebenaran kisar batang bergigi, maka
 
  gunakan rumus:
z  z  nc  PT
p 1 3
 
  z 2  z4  i
 
 
Tentukan perbandingan roda gigi berdasarkan roda gigi yang
  disediakan atau yang disertakan bersama mesin, pada perhitungan ini roda
  gigi yang digunakan seperti pada halaman 13. Roda gigi yang disertakan
  bersama mesin yang satu dengan yang lainnya belum tentu sama.

Tabel 3.3: Pisau Freis Modul.


m

m
0,2

0,628

0,8
POLBAN
0,25

0,785

0,9
0,3

0,943

1,0
0,4

1,257

1,25
0,5

1,571

1,5
0,6

1,885

2,0
0,7

2,199

2,5

p 2,513 2,827 3,142 3,927 4,712 6,283 7,854

m 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 10,0 12,0 16,0

p 9,425 12,566 15,708 18,850 25,132 31,416 37,699 50,265

Contoh satu set pisau freis modul (m) untuk m = 9 mm


Nr. 1 2 3 4 5 6 7 8

Z 12....13 14....16 17....20 21....25 26...34 35....54 55....134 135....keatas

Keterangan: m = modul, p = kisar, Nr. = Nomor pisau freis, Z = Jumlah gigi.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  53
 
  F. Roda Gigi Internal.
  Roda gigi Internal biasanya bergigi lurus dan pasangan roda gigi
 
 
internal disebut roda gigi planet. Perhitungan dimensi roda gigi internal sama
  seperti pada roda gigi lurus atau roda gigi external, hanya pada diameter
  internal ada sedikit perbedaan yaitu: da  d  2  m . Perhatikan gambar 3.19
  berikut.
  a
 

da
 

d
d
  f
 
 
 
 
 
df

da

D
d

 
 
 
 
 
 
 
 
 
  Gambar 3.19.
 
Roda Gigi Internal.
 

Contoh:
Akan dikerjakan sebuah roda gigi internal dengan data sebagai
berikut:
POLBAN
Modul (m) = 0,8 mm, jumlah gigi (Z) = 60 gigi, clearance (c) = 0,167
kali modul.
Tentukan besaran-besaran lainnya.

Penyelesaian:
Diameter pitch (d): d  m  z  0,8  60  48mm
Diameter external (da): da  d  2  m  48  2  0,8  46,4mm
Clearance (c): c  0,167  m  0,167  0,8  0,1336mm

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  54
 
  Tinggi gigi (hz)
 
  hz  2  m  c  2  0,8  0,1336  1,7336mm  2mm
 
  Diameter kaki (df) df  d  hz  48  2  50mm
 
  Jarak sumbu poros antara roda gigi internal dengan roda gigi planet
  adalah:
 
 
d  d1 m  z 2  z1 
  a 2 
  2 2
 
  dimana: d2 = diameter pitch roda gigi internal
  d1 = diameter pitch roda gigi planet.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

POLBAN

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
 
  BAB 4
  RINCIAN PEKERJAAN PEMBAGIAN
 
  A. Pembagian Langsung.
 
 
  Tuas Indeks
  Roda gigi cacing Pelat Indeks
 
 
 
 
 
  Spindel
  Benda Kerja
 
  Ulir cacing
 
  PEMBAGIAN LANGSUNG
 
  Gambar 4.1.
  Pembagian Langsung pada Kepala pembagi Universal.
 
 
Ingat bila anda mengerjakan pembagian langsung dengan
 
  menggunakan kepala pembagi universal, maka hubungan antara roda gigi
  cacing dan poros berulir cacing harus dilepas agar pergerakan spindel lebih
  leluasa.
 
Rumus-rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
𝐧
 Pembagian dengan jumlah pembagian di ketahui (Z).

POLBAN
𝐧𝐜 = 𝐙
n
 Pembagian sudut (α di ketahui). nc 
360o
Dimana: nc = Jumlah putaran spindel.
n = Jumlah lubang atau alur “V” pelat indeks
Z = Banyaknya pembagian
α = Pembagian dalam besaran sudut
Contoh:
Diketahui: n = 24, Z = 8, tentukan nc !.
n 24
nc   3
Z 8
Ini berarti 3 jarak lubang harus diputar pada pelat indeks yang jumlah lubang
atau alur ”V” nya ada 24.

55
 
  56
 
  Diketahui: n = 24, α = 30o, nc = ?
 
  n 30o  24
nc   2
  360o 360o
 
Ini berarti 2 jarak lubang harus diputar pada pelat indeks yang jumlah lubang
 
  atau alur ”V” nya ada 24.
  Jarak-jarak pembagian ditentukan langsung oleh lubang atau alur yang
  terdapat pada piring pembagi atau pelat indeks, seperti pada contoh diatas.
 
  B. Pembagian Tidak Langsung.
 
 
Ratio Kepala Pembagi (i)
 
 
 
 
 
  Spindel
  Benda Kerja
 
  Pengunci
  Pelat Indeks
 
  Pelat Indeks
  Tuas Indeks (nc)

  PEMBAGIAN TAK LANGSUNG

 
Gambar 4.2.
Pembagian tidak langsung.

POLBAN
Pembagian tidak langsung adalah pembagian yang melalui
perbandingan putaran antara poros berulir cacing dengan roda gigi cacing
pada kepala pembagi universal. Untuk mendapatkan pembagian yang sama,
maka hasil pembagiannya ditandai oleh piring pembagi atau pelat indeks.
i i
nc  nc 
Z 360o
dimana: nc = Jumlah putaran tuas indeks nc
i = Perbandingan putaran antra poros berulir cacing dengan
roda gigi cacing (ratio kepala pembagi).
Z = Banyaknya pembagian
α = Pembagian dalam besaran sudut

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  57
 
  Contoh:
  Diketahui: Z = 68, i = 40, nc = ?
 
i 40 10
  nc   
  Z 68 17
  Ini berarti 10 putaran tuas indeks nc pada pelat indeks dengan jumlah
  lubang 17.
  Untuk pembagian yang hasilnya bulat (10), kita dapat menggunakan
 
 
salah satu dari pelat indeks yang tersedia (tidak harus yang jumlah
  lubangnya 17).
 
  Diketahui: α = 37,2o, i = 40, nc = ?
 
i 37, 2o  40 37, 2 186 2
  nc     4
o o 9 9 5 15
  360 360
 
Ini berarti 4 putaran tuas indeks nc, ditambah 2 jarak lubang pada
 
  pelat indeks dengan jumlah lubang 15.
 
  C. Pembagian Differensial.
 
  Ratio Kepala Pembagi (i)

 
 
Z1
 
 
Z3
  R

ik Benda Kerja
Z4 Z2

POLBAN
Tuas Indeks (nc)
Pengunci Plat Indeks

Plat Indeks

Gambar 4.3.
Pembagian Differensial.

Dengan pembagian differensial kita dapat mengerjakan semua


pekerjaan pembangian karena ketika poros berulir cacing diputar, pelat
pembagi ikut berputar untuk mengkompensasi hasil pembagian yang tidak
sesuai dengan jumlah lubang pada pelat indeks yang tersedia.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  58
 
i
 
  i
  nc  R  ik  Z '  Z
  Z' Z'
  dimana: Z’ = Jumlah pembagian yang ditentukan
  R = Perbandingan roda gigi pengubah
  ik = Ratio roda gigi payung pada kepala pembagi
  Contoh:
 
 
Diketahui: i = 40; Z = 97; nc = ?; R = ?; Z’ ditentukan = 100
  i 40 2 8
nc    
  Z ' 100 5 20
  i 40 2 6 48
  R  Z ' Z   100  97   3  
  Z' 100 5 5 40
  Langkah-langkah penentuan:
  1. Menentukan angka pembagian Z’
  Z’ diambil maksimal 117 persen dari Z
 
minimal 87 persen dari Z
 
  2. Menghitung jumlah putaran tuas indeks nc.
  3. Menghitung rangkaian roda gigi pengubah R.
  4. Menentukan arah putaran pelat pembagi
  Jika Z’ lebih besar dari Z, maka pelat pembagi berputar searah
  dengan putaran tuas indeks nc.
 
 
Jika Z’ lebih kecil dari Z, maka pelat pembagi berputar berlawanan
  arah dengan putaran tuas indeks nc.
 
D. Pemotongan Bentuk Heliks atau Spiral.
Untuk mendapatkan bentuk heliks maka alat potong dapat diatur sesuai

POLBAN
dengan sudut heliks (β). Alat potong dapat dipasang pada spindel mesin
dengan posisi vertikal atau dengan menggunakan kepala khusus yang
dipasangkan pada spindel mesin sehingga posisi sumbu alat potong menjadi
horizontal terhadap meja mesin.
Dengan menggunakan rumus-rumus dibawah ini, kita dapat
mengerjakan bentuk heliks atau spiral sesuai dengan yang diinginkan.

Panjang benda kerja (kisar heliks): P w    d  tan 


PW
Besar sudut α: tan  
d
o
Besar sudut β (sudut heliks):   90  

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  59
 
  PT  i  ik
  Rangkaian roda gigi pengubah: R 
PW
 
  Ketika memotong bentu heliks atau spiral, meja mesin akan ikut
  bergerak sesuai dengan kisar benda kerja. Poros transportir pada meja akan
  memutar pelat indeks melalui roda gigi pengubah, oleh sebab itu pelat indeks
  tidak boleh dikunci.
 
 
 
 
 
 
  Ratio Kepala Pembagi (i)

 
 
  Z1
 
 
Z3
  R
  Benda Kerja
  ik
Z4 Z2
 
Pengunci Plat Indeks
 
  Tuas Indeks (nc)

 
Gambar Plat
4.4.
Indeks
 
  Skema Pemotongan bentuk Heliks dengan Sumbu alat potong Horizontal.

Pengaturan Posisi Alat Potong.

POLBAN
Agar kedalaman pemotongan sesuai dengan yang diinginkan, maka
pengaturan posisi alat potong harus persis ditengah-tengah sumbu benda
kerja.
Pemotongan bentuk heliks dengan sumbu alat potong Horizontal.
Pada pemasangan alat potong (cutter modul) dengan posisi sumbu
horizontal terhadap meja mesin (Gambar 4.4), maka pengaturan posisi alat
potong agar persis ditengah sumbu benda kerja adalah sebagai berikut:
1. Pasang cutter modul pada spindel mesin dengan posisi sumbu
horizontal, (gunakan kepala khusus).
2. Atur posisi cutter modul persis ditengah-tengah sumbu benda kerja dengan
bantuan siku dan nol-kan atau dengan menggunakan senter penyangga.
3. Miringkan cutter modul sebesar sudut β, (perhatikan gambar 4.4).

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
  60
 
  4. Geser spindel melintang (sumbu Y) sejauh t = sinus β. ½.d.
  5. Setting kedalaman pemotongan.
 
 
Pemotongan bentuk heliks dengan sumbu alat potong vertical.
  Pada pemasangan alat potong (cutter modul) dengan posisi sumbu
  vertikal terhadap meja mesin, maka pengaturan posisi alat potong agar persis
  ditengah sumbu benda kerja adalah sebagai berikut:
  1. Pasang cutter modul pada spindel mesin dengan posisi sumbu vertikal.
 
2. Atur posisi cutter modul persis ditengah-tengah sumbu benda kerja.
 
  3. Miringkan cutter modul sebesar sudut β, (perhatikan gambar 4.5).
  4. Setting ketinggian ujung cutter paling bawah dengan bantuan kepala
  lepas, gunakan spindel vertikal (sumbu Z) dan nol-kan. (perhatikan
  gambar 4.5).
 
5. Naikan meja mesin sejauh t = sinus β. ½.d. Perhatikan gambar 4.5
 
  berikut.
  6. Setting kedalaman pemotongan.
 
Kepala mesin
 
 
  Kotak roda gigi
b
 
Kepala pembagi d
  Cutter modul
  1/2
.d
  Kepala Lepas
 
t

POLBAN
Pembawa Benda Kerja

Meja Mesin

Gambar 4.5.
Skema Pemotongan bentuk Heliks dengan Sumbu alat potong Vertikal.

Keterangan:
d = diameter cutter modul.
β = sudut heliks.
t = jarak pusat cutter modul terhadap sumbu benda kerja
setelah dimiringkan.

PETRUS LONDA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


 
 
  DAFTAR PUSTAKA
 
  Alois SCHONMETZ, dkk, (1977), “Pengerjaan Logam dengan Mesin”,
 
  Edisi Bahasa Indonesia, Angkasa, Bandung.
 
  Alois SCHONMETZ, dkk, (1977), “Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan
 
  Logam”, Edisi Bahasa Indonesia, Angkasa, Bandung.
 
Fretz, Buergier, Urwyler, (1978), “Teknik bengkel 6 dan 7”, Swiss project on
 
  Politechnic for Mechanics, Politeknik Mekanik Swiss-ITB,
 
  Bandung.
 
 
Gerling H., (1965), “All about machine tools”, Wiley easternlimited, New Delhi.
  Gustav Niemann, (1960), “Machine Elements”, volume II, Springer, Berlin
 
  Heidelberg New York.
 
  Heinzler max, dkk, (1992), “Tabellenbuch Metell”,Europa Lehrmttel.
 
  Kurt Gieck, (1979), “A COLLECTION OF TECHNICAL FORMULAE”,
 
D-7100 Heilbronn/N, West Germany.
 
  Kyouiku Gear MFG, CO., LTD: Stock Gears.
 
 
 

POLBAN

61

Anda mungkin juga menyukai