Anda di halaman 1dari 4

Tujuan Percobaan

1. Mendapatkan gambaran tentang efek yang terjadi bila zat antibiotika


dikombinasikan secara in vitro.
2. Menentukan efek kombinasi yang terjadi dengan mengunakan metode pita.

Teori Dasar

a. Pengertian Antibiotika

Antibiotika adalah suatu zat biokimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme


yang mana dalam jumlah kecil zat biokimia ini dapat menghambat suatu pertumbuhan
atau bahkan dapat membunuh pertumbuhan suatu mikroorganisme lainnya (Harmita,
2008).

b. Pengertian Kombinasi Obat

Kombinasi obat dapat berupa satu sediaan obat yang mengandung sekurang-
kurangnya dua senyawa aktif dalam perbandingan yang tetap danmasing-masing
senyawa aktif mempunyai peranan pada keseluruhan efektivitas terapi. Penggunaan
sekurang-kurangnya dua sediaan obat dengan senyawa aktif yang berbeda untuk
digunakan bersama-sama dan masing-masing sediaan diharapkan memberikan
efektivitas terapi tertentu menuju perbaikan status klinis, tidak dikategorikan sebagai
kombinasi obat dalam arti sesungguhnya. (Joke, 1991)

Meskipun penggunaan antibiotik tunggal sebagai terapi secara umum lebih


dianjurkan, kombinasi dua atau lebih antimikroba sebagai agen antibiotik lebih
direkomendasikan pada beberapa keadaan, yaitu :

1. Ketika kombinasi antibiotik menunjukkan aktivitas sinergisme (saling mendukung)


dalam melawan mikroorganisme (bakteri).

2. .Ketika pasien penyakit kritis memerlukan antibiotik empiris segera, namun


etiologi dan jenis dari bakteri tersebut belum diketahui.
3..Jika kombinasi antibiotik menunjukkan peningkatan spektrum dari antibakteri yang
tidak didapat dari pemakaian antibiotik tunggal.

4. Untuk mencegah terjadinya resistensi (Leekha et al., 2011).

Kombinasi obat dapat memberikan efek sebagai berikut (Sally, 2010) :

1. Obat Aditif
Reaksi obat aditif terjadi ketika efek kombinasi dari dua obat yang sama
dengan jumlah masing-masing obat yang diberikan tunggal. Misalnya,
mengkonsumsi obat heparin dengan alkohol akan meningkatkan perdarahan.
Persamaan 1 + 1 = 2 kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan efek
aditif obat.
2. Reaksi Obat Sinergis
Sinergisme obat terjadi ketika obat berinteraksi satu sama lain dan
menghasilkan efek yang lebih besar daripada jumlah aksi masing-masingnya.
Persamaan 1 + 1 = 3 dapat digunakan untuk menggambarkan sinergisme.
Reaksi Obat Antagonis
Reaksi obat antagonis terjadi ketika satu obat mengganggu dengan aksi lain,
menyebabkan netralisasi atau penurunan efek satu obat.

c. Penggolongan Obat
a. Ampisilin Na
Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap
asam/amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim β-laktamase. Ampisilin
mempunyai keaktifan melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif,
juga merupakan antibiotika spektrum luas dan merupakan golonga bakterisid.
Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrum
luas, tetapi aktivitasnya terhadap gram positif kurang daripada penisilin G.
Semua penisilin golongan ini dirusak oleh β-laktamase yang diproduksi oleh
kuman Gram positif maupun Gram negatif. Kuman menigokokus,
pneumokokus, gonokokus, dan L. Monocytogenes sensitif terhadap obat ini.
Selain itu H.influenzae, E.coli dan Proteus mirabilis merupakan kuman Gram
negatif yang juga sensitif tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya kuman yang
resisten diantara kuman yang semula sangat sensitif tersebut (Ganiswara,
2008).
b. Tetrasiklin
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang
tetrasiklin yang dipetenkan pertama kali taun 1955. Antibiotika golongan
tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh
Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies streptomyces lain
(Ganiswara, 2008).
Mekanisme kerja antibiotika ini yang bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan tetrasiklin
menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2
proses dalam masuknya antibiotika tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram
negatif. Pertama, yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua yaitu
sistem transportasi akif. Setelah antimikroba tetrasiklin masuk ke dalam
ribosom bakteri, maka antibiotika tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan
menghalangi masuknya komplek tRNA- asam amino pada lokasi asam amino,
sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesa protein
pada bakteri. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan
sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein bakteri (Ganiswara, 2008).
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman
tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.Pneumoniae, S.Pyogenes,
S.Vieidans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus Spp, Listeria, Bartonella,
Brucella, P.Multocida, C.Diptheria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia,
Treponeme, dan kebanyakan kuman anaerob.

Daftar Pustaka
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V,
Balai Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Joke R Wattimena, dkk. 1991. Farmako Dinamika dan Terapi Antibiotik.


Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Leekha, S., Terrell, C. L. & Edson, R. S., 2011. General Principles of
Antimicrobial Therapy. Mayo Clin Proc.

Roach, Sally S. 2010. Introductory Clinical Pharmacology.7 th Edition.


UnitedStates of America: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai