Anda di halaman 1dari 6

Tepung merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung komposit

dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung biasanya
berupa bahan kering yang berbentuk powder, dimana termasuk didalamnya yaitu
pati, agar, karagenan, gum dan lainnya. Tepung juga merupakan partikel padat yang
berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya
tepung digunakan untuk keperluan sehari-hari dalam rumah tangga seperti
pembuatan kue atau roti, selain itu juga biasa digunakan sebagai keperluan
penelitian, dan juga bahan baku suatu industri. Jadi, tepung merupakan suatu bahan
yang dikeringkan, selanjutnya dikecilkan ukurannya hingga berbentuk powder,
untuk keseragaman ukuran powder tersebut diayak dengan ayakan sesuai dengan
keinginan atau kebutuhan. Proses pembuatan tepung sendiri dapat dilakukan
dengan berbagai cara bergantung dari jenis bahan yang digunakan yaitu umbi-
umbian (Marbun et.al 2018).
Pati merupakan cadangan bahan bakar pada tanaman yang disimpan atau
ditimbun pada berbagai jaringan penimbun, baik umbi bakar, umbi rambat, umbi
rimpang, empelur batang, daging buah maupun endsperm biji. Pati disimpan dalam
bentuk granula yang kenampakan dan ukurannya seragam serta khas untuk tiap
spesies tanaman. Pati juga disebut amilum yang merupakan homopolimer D-
glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang terdiri dari fraksi amilosa yang
mempunyai struktur lurus dengan α-(1.4)-D-glukosa yang larut dalam air panas dan
fraksi amilopektin yang tidak larut dengan air panas. Sifat pati sangat ditentukan
oleh panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabangnya rantai molekul. Amilosa
dan amilopektin dalam pati selalu terdapat bersama-sama dalam granula. Granula
pati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi nukleosa atau hilum. Granula pati
bersifat higroskopis, dan diikuti peningkatan diameter granula. Pati bersifat tidak
larut air, karena antar molekul terikat satu dengan yang lainnya lewat ikatan H.
Granula pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda dan letak hilum yang unik (Muchtadi dan Sugiyono 1992).
Proses pembuatan tepun dapat dilakukan dengan berbagai macam bahan dan
proses yang berbeda seperti umbi-umbian, pisang, kentang, serealian dan juga
jagung. Umbi-umbian sendiri merupakan bahan berkabohidrat tinggi sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai tepung umbi akan tetapi pemanfaatannya masih
terbatas akibat kurangnya informasi sifat fisikokimia, dan teknologi prosesnya
(Richana dan Sunarti 2004). Tepung pisang merupakan hasil dari penggilingan
buah pisang yang telah dikeringkan, tepung pisang sendiri memiliki beberapa
keunggulan yaitu daya simpan lebih lama, mudah diolah menjadi makanan, dapat
diformulasikan menjadi beberapa bentuk olahan kue, dan sifatnya mudah dicerna
sehingga aman untuk konsumsi lansia dan anak-anak (bayi) (Palupi 2012).
Penggunaan kentang dalam pembuatan tepung disebabkan kentang mengandung
karbohidrat tinggi yaitu berkisar 13.5 gram serta memiliki keunggulan daya simpan
yang cukup lama. Teknologi tepung jagung merupakan salah satu proses alternatif
produk setengah jadi karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat
komposit), diperkaya zat gizi (fortifikasi), mudah dibentuk dan lebih cepat dimasak.
Penggunaan tepung jagung kini masih terbatas untuk campuran pembuatan kue-kue
(nagasari), roti dan biskuit. Sedangkan pada pembuatan tepung serealia dan kacang-
kacangan diperlakukan untuk meningkatkan kualitas tepung.
Dalam proses pembuatan tepung digunakan beberapa macam bahan
diantaranya yaitu umbi-umbian seperti ubi ungu dan ubi jalar, kentang, pisang,
talas, kimpul, dan singkong. Dalam pembuatan tepung, dilakukan beberapa uji
salah satunya yaitu karakteristik tepung dan pati dari berbagai macam bahan
komoditas pati yaitu talas, kimpul, ubi, singkong, kentang, dan pisang. Parameter
yang diamati meliputi bobot, volume, densitas kamba, reaksi enzimatis, tekstur,
pengaruh pemasakan, rasa dan warna dari masing-masing komoditi. Sebelum
dilakukan pembuatan tepung dan pati, bahan komoditi ditimbang untuk diketahui
bobot dari masing-masing bahan yang digunakan, komoditi pisang memiliki bobot
yang paling rendah dibandingkan dengan komoditi lainnya yaitu sebesar 60 g,
sedangkan singkong memiliki bobot yang paling besar dibandingkan dengan bobot
komoditi lainnya yaitu sebesar 410 g besarnya bobot yang digunakan akan
mempengaruhi hasil rendemen dari masing-masing komoditi. Pada volume,
komoditi kentang memiliki volume yang paling rendah yaitu sebesar 71.475 ml
dibandingkan dengan komoditi lainnya dan singkong lagi-lagi memiliki volume
terbesar dibandingkan dengan komiditi lainnya yaitu sebesar 236.99 ml. Densitas
kamba merupakan massa partikel yang menempati satu unit volume tertentu tanpa
dipadatkan dengan satuan g/ml (Khalil 1999). Densitas kamba pada masing-masing
komoditi memiliki nilai atau angka yang berbeda-beda, dari hasil pengujian
densitas kamba pada singkong merupakan yang paling terbesar atau tertinggi
dibandingkan dengan komoditi lainnya yaitu sebesar 1.73 sedangkan pisang
memiliki nilai densitas kamba yang kecil dibandingkan lainnya yaitu sebesar 0.765,
densitas kamba dihitung dengan cara mambagi berat sampel dengan volume ruang
yang ditempati dalam satuan gram/ml. Nilai densitas dari berbagai makanan
berbentuk bubuk atau tepung-tepungan umumnya berkisar antara 0.3-0.8 g/ml atau
sekitar 0.449 g/ml (Julita 2012). Berdasrkan literatur dapat disimpulkan bahwa
densitas kamba yang sesuai yaitu pada komoditi pisang. Hampir semua komoditi
memiliki reaksi enzimatis terkecuali pada komoditi talas. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan enzim yang ada di masing-masing komoditi yang menyebabkan ada atau
tidak adanya reaksi enzimatis.
Pada proses pemasakan, masing-masing komoditi diamati karakteristiknya
dengan parameter tekstur, warna dan rasa. Sebelum dilakukannya proses
pemasakan, masing-masing dari komoditi memiliki tekstur yang sama-sama keras.
Setelah dilakukan pemasakan pada masing-masing komoditi, tekstur yang awalnya
keras menjadi berubah pada masing-masing komoditi. Pada komoditi talas, kimpul,
ubi, dan singkong memiliki tekstur yang lembut sedangkan pada komoditi kentang
dan pisang memiliki tekstur yang lunak dibandingkan dengan komoditi lainnya
yang memiliki tekstur lebih lembut. Pada parameter warna, masing-masing
komoditi memiliki warna awal sebelum proses pemasakan hampir sama yaitu
berwarna putih kecuali pada komoditi kentang yang memiliki warna kuning.
Setelah dilakukan proses pemasakan, pada komoditi talas, kimpul, dan singkong
memiliki warna yang sama yaitu berwarna putih pucat, sedangkan pada komoditi
ubi dan pisang memiliki warna kuning, dan pada komoditi kentang memiliki warna
kuning cerah. Perbedaan warna ini bergantung pada enzim di setiap komoditi nya
serta penggunaan suhu dalam proses pemasakan dimana masing-masing komoditi
memiliki suhu optimum yang berbeda-beda. Pada parameter rasa, sebelum
dilakukannya pemasakan pada komoditi talas dan kimpul memiliki rasa yang tidak
manis, komoditi ubi memiliki rasa yang manis, singkong dan kentang memiliki rasa
yang sepat dan pisang memiliki rasa tawar, rasa ini sangat bergantung pada tingkat
kematangan dari masing-masing komoditi. Setelah dilakukan pemasakan, pada
komoditi talas, singkong, kentang dan pisang memiliki rasa yang sedikit mannis,
sedangkan rasa pada kimpul tidak berubah yaitu tidak manis, dan ubi memiliki rasa
yang lebih manis dibandingkan dengan rasa yang sebelum dilakukan pemasakan.
Pada pengamatan rendemen, dihasilkan rendemen dari tepung dan ektraksi
pati dari berbagai macam komoditi seperti ubi ungu, ubi merah, kimpul, kentang,
pisang dan singkong. Hasil rendemen yang didapatkan bergantung pada bobot
bahan yang digunakan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung
atau pati yang telah dikeringkan terhadap bobot bahan yang sudah dikupas kulitnya.
Rendemen pada tepung dan pati biasanya di nyatakan dalam bentuk persen
berdasarkan berat tepung atau pati terhadap sampel bahan (Suriani 2008).
Rendemen tepung dari bahan komoditi kentang merupakan rendemen terkecil
dibandingkan dengan komoditi lainnya yaitu sebesar 10.8% sedangkan pada tepung
ubi ungu memiliki rendemen terbesar atau tertinggi yaitu sebesar 32.19%.
Sedangkan pada ubi merah memiliki rendemen 16.69%, kimpul 18.72%, pisang
14.66%, dan singkong 16%. Perbedaan rendemen ini bergantung pada bobot bahan
yang digunakan dimana pada tepung komoditi kentang memiliki bobot yang lebih
rendah dibandingkan dengan bobot bahan komiditi lainnya. Sedangkan pada
rendemen pati memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan rendemen tepung.
Sama halnya dengan tepung, rendemen pati pada kentang memiliki nilai yang
paling kecil yaitu sebesar 3.97% sedangkan rendemen pati pada tepung ketan putih
memeliki nilai yang tertinggi yaitu sebesar 40.22%, selain itu rendemen pati ubi
ungu sebesar 4.06%, ubi merah 4.12%, kimpul 5.39%, dan tepung iles-iles sebesar
8.86%. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan bobot paa setiap komoditi
menghasilkan rendemen, tidak hanya bobot akan tetapi bergantung pada setiap
metode yang dilakukan pada setiap komoditi.
Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula
mengembang dan akhirnya pecah disebut gelatinisasi, sedangkan suhu dimana
terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati
bervariasi antara 60-80oC (Copeland et al. 2009) atau 50-80oC (Swinkels 1985).
Menurut Winarno (1992), pati dengan butir yang lebih besar akan mengembang
pada suhu yang lebih rendah karena granula patinya memiliki ikatan intermolekuler
yang lebih lemah. Pati dapat larut sempurna pada pemanasan dengan tekanan pada
suhu 120-150oC Kelarutan pati akan semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan
menunjukkan pola yang khas pada setiap jenis pati. Gelatinisasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain pH, keberadaan komponen-komponen lain seperti asam.
Pemasakan di bawah pH 5 dan diatas pH 7 akan menurunkan suhu gelatinisasi dan
mempercepat proses pemasakan (Wurzburg 1968). Berdasarkan hasil dari
praktikum didapatkan suhu gelatinisasi yang berbeda pada setiap sampel yang
digunakan. Pada pati ubi ungu dan pati ubi merah masing-masing memiliki suhu
gelatinisasi yaitu 55oC dan 52oC, menurut literatur (Swinkels 1985), suhu
gelatinisasi umbi-umbian pada umumnya berkisar antara 65-70oC. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa hasil praktikum belum sesuai dengan literatur, hal ini dapat
disebabkan beberapa faktor yang memperngaruhi turunnya suhu gelatinisasi yaitu
pada pH di bawah 5 dan diatas 7 serta keberadaan komponen-komponen lain seperti
asam. Sedangkan suhu gelatinisasi pada kentang sebesar 56oC, menurut Swinkels
(1985) suhu gelatinisasi kentang berkisar antara 60-65oC. Hal ini sama dengan ubi
jalar dan ubi ungu dimana data yang didapat belum sesuai dengan literatur karena
diperngaruhi oleh faktor-faktor lain, salah satunya saitu pH dan ketelitian praktikan
dalam bekerja. Sedangkan pati kimpul, pati ketan putih dan pati iles-iles masing-
masing memiliki suhu gelatinisasi sebesar 40oC, 55oC, dan 50oC.

PENUTUP
Simpulan
Tepung merupakan bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara
penggilingan atau penepungan yang biasa digunakan sebagai kebutuhan rumah
tanggan dan bahan baku setengah jadi pada suatu industri. Pati merupakan salah
satu jenis polisakarida dimana berfungsi sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-
tumbuhan dan juga pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-
glikosidik. Bahan yang dijadikan tepung pada praktikum ini yaitu talas, ubi, pisang,
singkong, kentang dan juga kimpul, sedangkan bahan pada ekstraksi pati yaitu ubi
ungu, ubi merah, kimpul , kentang tepung ketan putih, dan tepung ile-iles. Proses
pengamatan yang dilakukan antara lain karakterisasi komoditi pati, rendemen
tepung dan pati, uji iod tepung dan ekstraksi pati, pengamatan bentuk granula pati,
suhu gelatinisasi, kadar pati, kejernihan pasta, kelarutan, dan swelling power.
Rendemen tepung tertinggi terdapat pada komoditi ubi ungu yaitu 32.19%,
sedangkan rendemen pati tertinggi terdapat pada tepung ketan putih sebesar 40.22%
dimana rendemen ini berpengaruh terhadap bobot sampel atau bahan. Suhu
gelatinisasi pati tertinggi terdapat pada pati kentang sebesar 56oC, dimana turun
naiknya suhu gelatinisasi bergantung pada faktor pH dan kompnen-komponen
lainnya. Kadar pati tertinggi terdapat pada bahan kimpul sebesar 74.25%. Nilai
transmitan tertinggi terdapat pada pati ketan putih sebesar 89.1%, dimana nilai
transmittan menunjukkan kejernihan pada sampel. Nilai tertinggi pada pengamatan
kelarutan serta swelling power terdapat pada kelompok tiga praktikum yaitu sebesar
93.33% dan 39.47%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah kandungan amilosa
dan ukuran granula pati. Kejernihan terkait dengan sifat dispersi dan retrogradasi.
Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama
mengalami pengembangan didalam air. Tiap jenis pati memiliki bentuk dan ukuran
granula yang berbeda-beda serta beragam, namu walaupun pada umumnya granula
berbentuk bulat pada setiap jenis pati jika dilihat dengan pembesaran 10x dengan
mikroskop.

Saran
Penjelasan dan pembagian pekerjaan pada setiap kelompok lebih merata
agar tidak ada anggota kelompok yang merasa nganggur selama praktikum serta
penjelasan materi praktikum sebaiknya lebih dijelaskan secara detail.

Daftar Pustaka
Copeland LJ, Blazek, H Salman, MC Tang. 2009. Form and Functionality of Starch.
Food Hydrocolloid. 23: 1527-1534.
Julita A O. 2012. Karakterisasi Tepung dan Pati Dari Ubi Jalar Cilembu dan Ubi
Jalar Ungu Ayamurasaki. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan
Perilaku Fisik Bahan Pangan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan dan Bobot Jenis. Media Peternakan. Vol. 22 (1): 1-11.
Marbun E D, Sinaga L A, Simanjuntak E R, Siregar D, Afriany J. 2018. Penerapan
Metode Weighted Aggregated Sum Product Assesment Dalam Menentukan
Tepung Terbaik Untuk Memproduksi Bihun. Jurnal Riset Komputer. Vol (5) 1
: 24-28
Muchtadi D, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Palupi H T. 2012. Pengaruh Jenis Pisang dan Bahan Perendam Terhadap
Karakteristik Tepung Pisang (Musa spp) (Effect for Varieties of Matured
Banana and Soaking Agent to Characterization of Banana Flour). Jurnal
Teknologi Pangan. Vol 4 (1) : 102-120
Richana N, Sunarti T C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pat Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili. Jurnal
Pascapanen. Vol 1 (1) : 29-37.
Suriani A I. 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan Pendinginan Berulang
Terhadap Karakteristik Sifat Fisik dan Fungsional Pati Garut (Marantha
arundinacea) Termodifikasi. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Swinkles JJ M. 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physic. Di dalam Beynum
GMAV dan JA Roels (eds) 1985. Starch Conversion Technology. New York:
Marcel Dekker Inc.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Wuzburg OB. 1968. Starch In the Food Industry. Di dalam Furia TE (ed). 1968.
Handbook of Food Additives. Ohio: The Chemical Rubber Co.

Anda mungkin juga menyukai