Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu, 13 Februari 2019

Teknologi Bioindustri Golongan/Kel. : P1/4


Dosen : Dr. Purwoko STP. Msi
Asisten :
1. Wiwit Indriyani (F34150030)
2. Christoper Pranata (F34150084)

PRODUKSI BIOETANOL

Disusun Oleh :

Ikbal Fataya (F34160018)


Riyadi (F34160026)
Zelin Zarolis (F34160029)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Saat ini kebutuhan akan energi cukup besar. Sumber energi alternatif yang terbarukan
salah satunya yaitu bioetanol. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena
dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok
energi nasional. Etanol dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar
fosil karena sumber energi hasil bumi ini mulai menipis dan juga tingkat polusinya yang
tinggi bila dibandingkan dengan bahan bakar etanol yang mudah diproduksi, biaya produksi
rendah, tingkat polusi rendah dan tidak terbatas (Hapsari dan Pramashinta 2013). Selain bisa
untuk bahan bakar atau campuran bahan bakar,bioetanol juga bisa digunakan dalam bidang
kesehatan sebagai zat antiseptik, solvent, parfum, kosmetik serta dapat digunakan sebagai
bahan baku industri.
Bioetanol dapat diperoleh dari fermentasi bahan-bahan yang mengandung amilum,
sukrosa, glukosa, maupun fruktosa. Sejauh ini bahan baku unggulan untuk produksi bioetanol
adalah gula tebu, jagung, dan singkong. Akan tetapi bahan-bahan tersebut merupakan
komoditas pertanian yang ekonomis dan tergolong dalam komoditas pangan, maka perlu
diupayakan penggunaan bahan baku non pangan untuk mendukung terwujudnya industri
biofuel di dalam negeri. Salah satu contoh bahan baku bioetanol yang sangat prospek adalah
tetes tebu. Tetes tebu (molase) adalah hasil samping dari industri pengolahan gula tebu atau
gula bit yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Molase yang hasil dari
industri gula tebu di Indonesia dikenal dengan nama tetes tebu. Tetes tebu tidak dapat
dibentuk lagi menjadi sukrosa, tetapi masih mengandung gula dengan kadar tinggi (50-60%),
asam amino dan mineral, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
bioetanol (Demirbas dan Demirbas 2007). Molase digunakan sebagai substrat untuk
memproduksi etanol, karena limbah ini murah dan mudah diperoleh. Limbah molase sudah
dimanfaatkan oleh industri gula untuk produksi etanol dengan menggunakan jasa mikrobia
khamir strain Saccharomyces cerevisiae. Pada praktikum ini akan diproduksi bioetanol dengn
bahan baku molase dan mikroorganisme saccharomyces cerevisiae dan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi serta hasil yang diperoleh.

Tujuan
Praktikum bertujuan memperlajari proses produksi bioetanol serta melakukan
pengamatan terhadap bioetanol.

METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah erlemeyer, wadah, otoklaf, spektrofotometer, labu
erlenmeyer dengan leher angsa, timbangan, inkubator,pH meter. Bahan yang digunakan
adalah sacharomyces cerevissiae, molases, air, larutan urea, asam sulfat,asam sulfat 10%.
Metode

Molases

Diencerkan dengn air


perbandingan 1 :4 sebanyak
450 ml

Larutan urea dibuat dengan


konsentrasi 1 g/l 50 ml

pH larutan diatur menjadi 4.5


dengan asam sulfat encer

Dibagi menjadi 4 bagian

Disterilisasi dalam otoklaf


121oC , 15 menit

Didinginkan

Dicampurkan dan diinokulasi


dengna khamil 1 lup.

Ditutup dengan leher angsa


dan diisi laurtan asalam sulfat
10%

Diberi label untuk


pengamatan jam ke 0 24, 48,
72, dan 96.

Ditimbang

Diinkubasi pada suhu kamar

Diamati, jumlah gas terbentuk,


pH, Biomassa kering, kadar
gula sisa, kadar etanol

hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
[Terlampir]
Pembahasan
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan bakar
cair yang dapat diproduksi dari gula, karbohidrat, dan biomasa yang mengandung
lignoselulosa (Demirbas dan Demirbas, 2007). Bioetanol memiliki karakteristik mudah
menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan tidak berdampak
negatif pada lingkungan. Bioetanol mempunyai manfaat untuk dikonsumsi manusia sebagai
minuman beralkohol. Selain itu, bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
dengan kandunganminimal 10% etanol (Seftian dkk 2012). Keuntungan lain dari bioetanol
adalah bersifat terbarukan, artinya dapat dihasilkan dari bahan baku atau sumber yang dapat
dibudidayakan, misalnya ubi kayu, jagung), gandum dan sorgum. Biaya produksi bioetanol
tergolong murah karena sumber bahan baku berasal dari limbah pertanian yang
memiliki nilai ekonomis yang rendah .Secara umum bio-ethanol dapat digunakan
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar
industri farmasi, campuran bahan bakar untuk kendaraan.
Menurut Balat dan Balat (2009), bioetanol dapat digunakan untuk bahan bakar
campuran di mesin bensin karena memiliki angka oktan tinggi, mudah diuapkan, kecepatan
nyala lebih tinggi dibanding bensin. Bioetanol termasuk bahan bakar ramah lingkungan
karena gas CO2yang dihasilkan dari pembakarannya jauh lebih kecil dibandingkanCO2yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Dalam perkembangannya, produksi alkohol
yang paling banyak digunakan adalah metodefermentasi dan distilasi. Bahan baku yang dapat
digunakan pada pembuatan etanol adalah nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira
sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari buah mete; bahan berpati: tepung-
tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia; bahan berselulosa
(lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas dan lain-lain(Hapsari dan Pramashinta
2013).
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat
dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi. Proses fermentasi
dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan
menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol
dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan
bahan baku gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol
dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi
yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan
kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan. Pada umumnya
hasil fermentasi adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 –
40% dan belum dpat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat mencapai
kemurnian diatas 95% , maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi. proses
destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik
didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Untuk memperoleh bio-
ethanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel based
ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam
struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel
grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi (Widodo
2006).
Pembuatan bioetanol terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemurnian
bioetanol dalam meningkatkan kemurnian bioetanol itu sendiri seperti suhu, waktu
fermentasi, konsentrasi gula, media dan juga keasaman (pH) dan beberapa faktor lainnya.
Suhu optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme yaitu Saccharomyces cereviseae dan
aktivitasnya yaitu kisaran antara 25-35oC, dimana suhu memiliki peran penting karena dapat
secara langsung mempengaruhi aktivitas dari Saccharomyces cereviseae dan secara tidak
langsung akan mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan (Prescott 1959). Waktu
fermentasi optimumnya yaitu 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat Saccharomyces
cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga jumlah alkohol yang dihasilkan sedikit
sedangkan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae dihasilkan tidak maksimal (Prescott
1959). Konsentrasi gula berpengaruh terhadap aktivitas Saccharomyces cereviseae.
Konsentrasi gula yang sesuai sekitar 10-18%. Konsentrasi gula yang teralu tinggi akan
menghambat aktivitas Saccharomyces cereviseae sedangkan sebaliknya akan menyebabkan
fermentasi tidak optimal. Pada umumnya bahan dasar untuk media yang mengandung
senyawa organik terutama glukosa dan pati yang digunakan sebagai substrat. Sedangkan pH
merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan atau pertumbuhan Saccharomyces
cereviseae. Karena salah satu sifat Saccharomyces cereviseae adalah bahwa pertumbuhan
dapat berlangung baik pada pH 4-6 (Prescott 1959). Selain itu masih terdapat beberapa faktor
yaitu seperti nutrisi, volume starter, dan juga alkohol (Rhonny dan Danang 2003).
Pada pembuatan produksi bioetanol memiliki prinsip uji yang dapat dilihat dari
berbagai parameter maupun pengamatan yang dilakukan dalam pembuatan bioetanol seperti
pembentukan jumlah gas, pengukuran pH, kadar gula serta biomassa kering. Prinsip uji dari
pembentukan jumlah gas yaitu untuk mengetahui banyaknya gas etanol yang terbentuk,
dimana pengukuran produksi gas ini dilakukan dengan cara menghitung penurunan air yang
ada di dalam gelas ukur yang ditandai dengan timbulnya gelembung, dengan besarnya atau
banyaknya produksi gas yang terbentuk dapat diukur dengan menghitung selisih bobot
sebelum diinkubasi dengan selisih bobot yang sudah diinkubasi (Datar et.al 2004). Prinsip uji
dari pengukuran pH yaitu untuk mengetahui tingkat keasaman yang dihasilkan setelah
dilakukannya inkubasi, yang dimana pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat
elektroda yang sebelumnya dicelupkan ke dalam aquades dan dikeringkan, kemudian
dicelupkan ke dalam sampel sampai pembacaan skalanya stabil (Richana 2011). Tingkat pH
yang dimiliki bioetanol dalam kondisi optimum yaitu sekita 4-6. Prinsip dari pengukuran
kadar gula yaitu menghitung serta menentukan jumlah gula pereduksi yang terbentuk dengan
menggunakan alat refraktometer dengan menggunakan metode DNS. Dimana besarnya gula
pereduksi sangat mempengaruhi pada kadar bioetanol yang dihasilkan dimana semakin tinggi
gula pereduksi yang terbentuk makan semakin besar kadar bioetanol yang terbentuk.
Biomasaa kering atau biomassa merupakan bahan yang diperoleh dari berbagai tanaman baik
secara langsung atau tidak langsung dan dapat dimanfaatkan sebagai energi dalam jumlah
yang sangat besar yang berupa total kandungan material yang terdapat didalamnya.
Pengujian jumlah gas dilakukan pada semua sampel dengan perlakuan waktu
fermentasi yang berbeda-beda. berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa
51.1% gula diubah menjadi etanol dan 49.9% diubah menjadi karbondioksida. Konversi
menjadi karbondioksida tersebut menyebabkan jumlah gas meningkat (Ar Rahim. 2010).
Gambar 1. Konversi gula menjadi etanol dan CO2

Data hasil pengujian jumlah gas menggunakan metode selisih bobot awal dan akhir
sampel, data menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan dari jam ke-0 hingga ke jam
ke-72, lalu terjadi penurunan pada jam ke-96 dan meningkat kembali pada jam ke-120. Hasil
tersebut sesuai dengan literatur, semakin lama waktu fermentasi terdapat kecenderungan
pertambahan volume hasil fermentasi (Hikmiyati, Novica. 2008). Kecenderungan
peningkatan volume tersebut berdampak pada peningkatan bobot sampel. Meskipun kadar
bioetanol akan turun pada jam ke-96 dan ke-120, namun penurunan tersebut terjadi karena
konversi menjadi senyawa lain sehingga konversi tersebut tidak menurunkan bobot bioetanol.
Hasil pengukuran pH menunjukkan untuk setiap perlakuan waktu, pH substrat tidak
berubah signifikan yaitu berada pada pH 3,9-4. Pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan pH asam sulfat untuk menurunkan pH substrat. Tujuan pengaturan pH adalah
menyediakan kondisi optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Hal ini sesuai
dengan pendapat Roukas (1994) bahwa kisaran pertumbuhan mikroba saccharomyces
cerevisiae yaitu pH 3,5-6,5 dan pada pH 4,5 adalah kondisi pH yang maksimal dapat dicapai.
Jika pada kondisi basa mikroba tersebut tidak dapat tumbuh.
Data pengujian kadar gula menunjukkan terjadi penurunan dari jam ke-0 hingga jam
ke-76, lalu terjadi peningkatan pada jam ke-96 dan ke-120. Hal tersebut terjadi karena,
Saccharomyces cerevisiae memanfaatkan gula yang terdapat pada medium fermentasi untuk
pertumbuhan sel dan produksi etanol. Sel akan merombak gula menjadi etanol melalui proses
glikolisis dengan bantuan enzim, sehingga kadar gula dalam substrat akan turun (Putri, et al.
2016). Terjadinya peningkatan pada jam ke-96 dan 120 terjadi karena sampel yang digunakan
berbeda-beda sehingga kadar gula awal dan akhir sampel akan berbeda-beda. Namun,
mekanisme umumnya adalah terjadinya penurunan kadar gula karena telah dikonversi
menjadi etanol.
Data hasil pengujian kadar alkohol menunjukkan terjadi peningkatan dari jam ke-0
hingga jam ke-76, lalu terjadi penurunan pada jam ke-96 dan jam ke 120. Kadar alkohol
tertinggi diperoleh dengan sampel pada pengujian selama 76 jam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa waktu optimum produksi etanol dengan komposisi 40 ml molases dan 160 ml air
dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae 10 ml adalah fermentasi selama 76 jam. Hasil
pengujian tersebut sesuai dengan Setiawati, et al (2016), bahwa dalam produksi etanol sistem
batch akan terjadi peningkatan etanol hingga waktu tertentu bergantung pada karakteristik
substrat, lalu akan terjadi penurunan kadar etanol karena terjadi konversi etanol menjadi
senyawa lain.
Pada tahap awal mikroba akan beradaptasi dengan lingkungan barunya (substrat
molases) selanjutnya akan terjadi peningkatan konversi gula menjadi etanol dalam kondisi
anaerob. Penyebab terjadinya penurunan etanol pada jam ke-96 dan ke-120 disebabkan
terjadinya konversi etanol menjadi senyawa lain, misalnya asam karboksilat dan ester (Sari,
et al. 2008). Penyebab lain berkurangnya kadar bioetanol disebabkan karena etanol telah
dikonversi menjadi senyawa lain, misalnya H2O dan ester (Azizah, et al. 2012).
Gambar 2. Reaksi konversi etanol menjadi ester dan air

Pengujian kadar biomassa tidak dilakukan pada praktikum ini. Menurut Ar Rahim
(2010), Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat dalam cairan
fermentasi. Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan
semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke waktu. Khamir tumbuh dalam media
sederhana yang mengandung karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan
biosintesis, nitrogen yang cukup untuk sintesis protein, dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan. Semakin lama waktu fermantasi maka jumlah biomassa kering akan semakin
banyak.
Hasil pengujian kadar biomassa dapat dimanfaatkan untuk menentukan apakah
kondisi substrat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Faktor yang diamati
dalam kondisi substrat yang mempengaruhi petumbuhan mikroba yaitu pH, suhu, konsentrasi
substrat, dan pengadukan.

PENUTUP
Simpulan
Bioetanol sendiri merupakan cairan biokimia yang diproses dari proses fermentasi
gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Pada uji ini
menggunakan bahan baku yaitu molasses dengan bantuan mikroorganisme yaitu
Saccharomyces cereviseae, dimana parameter yang diuji yaitu terbentuknya gas, pH,
absorban, biomassa kering dan juga kadar gula dengan waktu fermentasi 0 sampai 120 jam.
Pengujian pada parameter jumlah gas didapatkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu
adanya kecenderungan naik serta turun pada waktu ke 0 samai 12 jam, begituoun dengan uji
kadar alkohol, sedangkan pH yang didapat sudah cukup optimum dalam pertumbuhan
mikroba

Saran
Saran dalam uji ini yaitu perlunya ketelitian yang lebih bagi praktikan dalam
melakukan pengujian sehingga dapat meningkatkan hasil atau data yang cukup optimum dan
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ar Rahman, Dicka. 2010. Produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
dari sirup dekstrin pati sagu (Metroxylon sp.) menggunakan metode aerasi penuh dan
aerasi dihentikan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Teknologi Industri Pertanian
IPB.
Azizah, N., Baarri, A. N. A., Mulyani, S. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar
alkohol, pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey dengan
subtitusi kulit nanas. Semarang (ID) : Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1(2) : 72-77.
Ballat, M. and Balat, H.2009. Recent trends in global production and utilization of bioe-
ethanol fuel, Applied Energy.86 pp : 2273-2282.
Datar, R. P., R.M. Shenkman, B. G. Cateni, R.L. Huhnke, R.S. Lewis. 2004. Fermentation Of
biomass-generated producer gas to ethanol. Biotechnology And Bioengineering. Vol 86
(5):587–594.
Demirbas, A.H. and Demirbas, I.2007. Importance of Rural Bioenergy for Developing
Countries Energy Conversion and Management, Energy Conversion and
Management. 2386–2398.
Hapsari M A, dan Pramashinta A.2013. Pembuatan bioetanol dari singkong karet (manihot
glaziovii) untuk bahan bakar kompor rumah tangga sebagai upaya mempercepat
konversi minyak tanah ke bahan bakar nabati.Jurnal Teknologi Kimia. 2(2):240-245.
Hikmiyati, N., Novica, Y. S. 2008. Pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui
proses hidrolisa asam dan enzimatis. Semarang (ID) : Jurnal Teknik Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Putri, S. N., Restuhadi, F., Rahmayuni. 2016. Hubungan antara kadar gula reduksi, jumlah
selmikroba dan etanol dalam produksi bioetanol dari fermentasi air kelapa dengan
penambahan urea. Riau (ID) : Jom Faperta. 3 (2) : 1-8.
Prescott S G. 1959. Industrial Microbiology, ed 3. New York (USA) : McGraw-Hill Book
Company.
Rhonny dan Danang. 2003. Laporan Penelitian Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang.
Yogyakarta (ID) : UGM
Richana N. 2011. Bioetanol : Bahan Baku, Teknologi, Produksi dan Pengendalian Mutu.
Bandung (ID) : Penerbit Nuansa.
Roukas, T. (1994). Continuous ethanol productions from carob pod extract by immobilized
saccharomycess cerevisiae in a packed bed reactor. Journal Chemistry Technology
Biotechnol. 59 : 387-393.
Sari, M. I., Noverita, & Yulneriwarni. (2008). Pemanfaatan jerami padi dan alang-alang
dalam fermentasi etanol menggunakan kapang Trichoderma viride dan khamir
Saccharomycess cerevisiae. Jurnal Vis Vitalis. 5(2) : 55-62.
Seftian, D., Antonius, F.,&Faizal, M. 2012.Pembuatan Etanoldari Kulit PisangMenggunakan
Metode Hidrolosis EnzimatikdanFermentasi. Jurnal Teknik Kimia.1(18): 171-180
Setiawati, E. L., Gonggo, S. T., Abram, P. H. 2016. Penentuan waktu optimum dalam
pembuatan bioetanol dari bonggol pisang tanduk (Musa paradisiaca formatypisa)
melalui fermentasi. Palu (ID) : Jurnal Akademika Kimia. 5(3) : 115-120.
Widodo. 2006. Perspektif Pengembangan Biofuel di Indonesia.Jakarta (ID):Ideni
LAMPIRAN
Tabel 1 Hasil pengamatan sampel molasses
Parameter
Kelompok Perlakuan Jumlah Kadar Alkohol
Ph
gas (g) gula (%) (%)
1 0 3 3,9 15 1
2 24 3,9 4 12 5
3 48 7,59 4 12 8
4 76 9,6 4 10 10
5 96 9 3,9 12 9
6 120 11,4 4 11 9

Perbandingan Waktu Dengan Persentase


Alkohol
Presentase Alkohol (%)

12
10
8
6
4 Data Alkohol
2
0
0 24 48 76 96 120
Waktu (Jam)

Anda mungkin juga menyukai