Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu, 6 Mei 2019

Teknologi Pati, Gula Dan Golongan : P2


Sukrokimia Dosen : Dr. Ir. Sapta Rahardja
Asisten :
1. Laminar Purba (F34150080)
2. Rahmat Faisal (F34150068)

PEMBUATAN PRODUK DENGAN TEPUNG KOMPOSIT

Disusun oleh

Aulya Syafli Nosa F34160038


Izza Adhima Tama F34160048
Anisa Septi Anandini F34160051

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekurangan bahan pangan dapat terjadi di negara-negara berkembang


terutama di Indonesia. Pentingnya bahan pangan non beras seperti umbi-umbian
dan jagung untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok. Salah satu cara untuk
memnuhi kebutuhan pangan adalah pengembangan aneka olahan dari aneka
tepung diharapkan akan memberikan nilai tambah secara ekonomi. Tepung yang
paling banyak dikonsumsi saat ini ilalah tepung terigu. .Untuk mengatasi
ketergantungan terhadap tepung terigu, saat ini banyak dilakukan penelitian
terhadap bahan baku pati dan tepung yang berasal dari dalam negeri. Bahan-bahan
yang banyak digunakan sebagai pengganti terigu antara lain adalah singkong,
jagung, talas, umbi, dan lain-lain. Namun, berdasarkan penelitian yang sudah
dilakukan, tepung-tepung tersebut di atas masih belum bisa menggantikan tepung
terigu karena sifatnya yang tidak sebaik tepung terigu dalam pengolahannya.
Produk pangan saat ini bermacam-macam bentuk dan jenisnya.
Diversifikasi pangan perlu dilakukan agar produk pangan itu sendiri mempunyai
nilai tambah yang semakin meningkat. Bahan baku produk pangan tersebut
diantaranya adalah tepung, baik tepung dari gandum maupun tepung dari
singkong, selain dari tepung ada pula produk olahan dari biji-bijian. Tepung
merupakan hasil penggilingan biji-bijian atau umbi yang mengandung pati dan
mempunyai komposisi kimia yang relatif sama dengan bahan pembuatnya (Etiasih
2009). Oleh karena itu, digunakan tepung komposit yang merupakan campuran
dari berbagai macam tepung agar diperoleh sifat tepung yang sesuai kebutuhan.
Pada praktikum ini, tepung komposit yang digunakan adalah tepung terigu yang
dicampur dengan tepung umbi atau tepung serealia lainnya.
Mie merupakan salah satu bentuk pangan yang sudah populer dan disukai
oleh berbagai kalangan masyarakat. Mie disajikan dalam berbagai bentuk yaitu
mie basah, mie kering, dan mie instan. Beberapa mie tersebut mempunyai sifat
yang berbeda tergantung dari proses pembuatan dan bahan tambahan yang
digunakan. Mie biasanya dibuat dari bahan baku terigu yang sampai saat ini
semuanya masih diimpor Indonesia, baik dalam bentuk tepung maupun dalam
bentuk biji gandum.
Proses pengolahan pangan menggunakan metode ekstrusi banyak memiliki
keuntungan diantaranya produktifitas tinggi, biaya produksi rendah, bentuk
produk khas, produk lebih bervariasi walaupun dari bahan baku yang sama dan
kerusakan nutrisi dapat dihindari karena proses menggunakan suhu tinggi dan
waktu yang singkat. Proses ekstrusi dapat menghasilkan produk pangan yang
bersifat stabil dan bebas dari kontaminasi mikroba sehingga dapat disimpan lama.
Kandungan nutrisi dari suatu produk merupakan hal utama yang harus
diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Proses ekstrusi juga
ditujukan untuk melengkapi nilai gizi bahan pangan. Kemampuan ekstruder untuk
mencampur berbagai bahan baku dapat juga dieksploitasi untuk pengembangan
pangan fungsional. Bahan baku seperti kedelai dan pangan nabati yang relatif
tidak enak dapat dicampur untuk menghasilkan produk baru. Oleh karena itu,
perlu diadaknnya praktikum ini, guna mempelajari pengolahan tepung komposit,
pembuatan mie dan produk hasil ektrusi.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui aplikasi dan cara pembuatan


produk pangan seperti cake komposit, cookies dan juga waffle dari tepung
komposit serta mengetahui bagaimana pembuatan noodle dan produk hasil
ekstrusi (ekstrudat).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
[Terlampir]

Pembahasan
Mie merupakan produk pangan non beras yang terbuat dari tepung
terigu dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain. Pada umumnya mie
berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0.07 – 0.125 inchi yang dibuat
dengan bahan baku terigu atau tanpa tambahan kuning telur. Selain tepung terigu,
bahan baku lainnya dalam pembuatan mie adalah air dan garam-garam seperti
NaCl, natrium karbonat, kalium karbonat atau kalium tripoliphospat. Berdasarkan
ukuran diameter, produk mie dibedakan menjadi tiga. Yaitu Spaghetti (0.11-0.27
inchi), Mie (0.07-0.125 inchi), dan Vermiseli (kurang dari 0.04 inchi). Sedangkan
berdasarkan bahan baku, produk mie dibagi menjadi dua, yaitu mie (noodle) dari
bahan tepung, terutama tepung terigu dan mie transparant (transparance noodle)
berasal dari bahan pati, misalnya Soon (dari pati beras) dan mie Cina (Wiersema
1992). Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang
tidak lembek dan tidak lengket. Oleh karena itu diperlukan praktikum ini guna
mempelajari dalam pembuatan mie, penggunaan jenis tepung merupakan salah
satu faktor yang sangat penting karena erat kaitannya dengan tekstur mie yang
dihasilkan.
Pada praktikum pembuatan mie dilakukan enam jenis mie, yaitu mie
berbahan tepung terigu, campuran tepung terigu dan tepung tapioka, kimpul,
jagung, campuran tepung terigu dan tepung beras, dan levinda. Pada dasarnya
proses pembuatan mie dari keenambahanini sama, hanya saja bahan non terigu
kandungan glutennya rendah sehingga perlu ditambahkan suatu larutan yang
memiliki kemampuan untuk merekatkan antara adonan sehingga terbentuk adonan
yang kalis.Pada pembuatan mie dengan bahan dasar terigu, adonan ditambahkan
CMC yang berguna sebagai pengembang. Setelah adonan kalis dan dilakukan
pemotonganmaka mie direbus didalam air yang telah dipanaskan. Pada saat
pemanasan ini teksturmie akan menjadi lebih halus dan mengembang jika
dibandingkan pada saat sebelumdirebus hal ini dikarenakan pengaruh swelling
power pati yang bereaksi dengan panassehingga mie mengembang dan pati
mengeluarkan lapisan lilin pada
permukaansehinggateksturmiemenjadilebihhalus.Setelahperebusanmieditambahka
nminyak goring, hal ini dilakukan untuk mencegah lengketnya lembaran mie.

Pada praktikum dilakukan beberapa uji terhadap produk mie,yaitu uji


organoleptik. Pada uji organoleptik dilakukan empat penilaian, yaitu warna, rasa,
tekstur dan penerimaan umum dengan panelis 27 orang.Dari hasil uji organoleptik
pada produkk mie didapatkan hasil bahwa panelis menyukai warna mie dengan
bahandasartepungterigu. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata terbesar yaitu
sebesar 4.11. Tingginya nilai warna yang didapat diakibatkan karena persepsi
orang yang menganggap warna mie yang menarik adalah warna mie yang kuning.
Diperkuat juga dengan banyaknya warna mie di pasaran yaitu warna kuning sama
dengan warna mie dari bahan terigu. Sedangkan untuk uji rasa, panelis cenderung
menyukai rasa dari mie dengan bahan dasar kimpul. Hal inidapat dilihat dari nilai
rata-rata paling besar yaitu sebesar 4.148. Untuk uji warna dan rasa dari keenam
jenis mie yang dibuat didapatkan hasil uji statistika F hitung lebih kecil
dibandingkan F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa keenam jenis mie
tersebut tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap satu sama lain.
Tekstur mempunyai peranan penting pada daya terima suatu produk
makanan. Uji tekstur adalah pengindraan yang dihubungkan dengan indra rabaan
atau sentuhan. Tekstur yang dimaksud adalah tingkat kekenyalan dari mie.
Tingkat kekenyalan adalah gaya tekan yang mula-mula menyebabkan
deformasiproduk baru kemudian memecahkan produk setelah produk tersebut
mengalami deformasi bentuk (Soekarto 1990). Berdasarkan uji organoleptik
terhadap mie dengan bahan yang berbeda tidak memberikan taraf kesukaan yang
berbeda nyata. Tekstur yang paling disukai diperoleh pada penggunaan bahan
baku kimpul. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tekstur adalah air.
Tanpa adanya air, pembentukan glutein tidak akan terjadi (Fu 2008). Apabila
glutein tidak terbentuk, maka tekstur mie tidak akan kaku dan tidak elastis.
Namun selain air, garam juga berpengaruh pada tesktur mie.
Berdasarkan hasil orlep penerimaan umum pada noddle didapatkan rata-
rata orang menyukai produk noddle yang ada. Pada produk noodle tepung tapioka
hanya satu orang yang menyukai produk tersebut, hal ini dikarenakan produknya
terlalu lembek dan terlalu banyak air yang ada pada tapioka, tepung tapioka
sendiri berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya,
mengikat air, memperkecil penyusutan, mengikat air, memperkecil penyusutan,
menambah berat produk dan karena harganya relatif murah maka dapat menekan
biaya produksi (aristawati 2013). Menurut para ahli tepung tapioka mengikat air
yang terlalu berlebih dan kurang ccok untuk dijadikan produk noodle dalam skala
lab, karena banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi jika pengeringan tidak
sempurna. Produk yang lain sudah sesuai dengan standar yang ada dan hasil
organoleptik sudah menunjukan kesukaan yang ada. Penerimaan umumterhadap
parameter uji yang ada berupa (warna, aroma, rasa, dan tekstur) pada produk mie
(terigu, terigu& tapioca, terigu & mocaf, jagung, beras ketan, dan sagu & tapioca)
menghasilkan nilai F hitung -2083,333 dan F tabel 2,49892. Dari nilai F hitung
dan F tabel dapat disimpulkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel yang artinya
di antara penerimaan umum dari produk mie terdapat perbedaan yang
berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap penerimaan konsumen (panelis).
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan cake atau kue basah. Kue basah
atau cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/
lemak dan telur, yang membutuhkan pengembangan gluten. Pada pengembangan
gluten biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan
pembentukan emulsi komplek air dalam minyak. Lapisan air terdiri dari gula
terlarut dan partikel tepung terlarut. Kue basah dapat dibuat dengan cara dikukus
atau dipanggang. Umumnya cake terbuat dari terigu karena mengandung protein
pembentuk gluten yang bersifat elastis dan dapat menahan gas karbondioksida
hasil proses peragian atau fermentasi. Oleh karena itu semua bentuk olah cake
maupun roti perlu ditambahkan terigu sebagai sumber gluten. Menurut Matz
(1962), penggunaan tepung terigu yang memiliki kandungan protein rendah akan
menghasilkan produk dengan tekstur yang lunak. Jenis tepung lunak memiliki
persentase gluten yang rendah, adonan kurang elastis dan tidak baik menahan gas.
Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi yang lebih kecil dalam pencampuran
dan pengocokan adonan dibandingkan dengan jenis tepung keras. Oleh sebab itu
pada pembuatan cake ini digunakan jenis tepung terigu dengan kandungan protein
yang rendah (Suarni 2005).
Selain cake dilakukan juga pembuatan cookies. Cookies merupakan salah
satu pangan yang termasuk kue kering dan sangat menjual di pasaran saat ini
karena penikmatnya yang banyak dan cara pembuatannya yang relatif mudah.
Cookies yang dibuat biasanya hanya berbahan dasar tepung terigu tanpa ada
campuran tepung lain. Namun dalam praktikum ini, pembuatan cookies dilakukan
dengan menggunakan bahan baku berupa tepung non terigu sebagai campuran
bahan pembuatannya. Tepung non terigu yang digunakan yaitu tepung pati sitrat,
tepung ubi jalar, tepung kimpul, tepung kentang, epung pisang dan tepung
singkong.
Pada praktikum dilakukan beberapa uji terhadap produk cookies dan
cake,yaituuji organoleptik. Pada uji organoleptikdilakukan empat penilaian, yaitu
warna, rasa, tekstur dan penerimaan umum dengan panelis 27
orang.Darihasilujiorganoleptikpada produk cookies didapatkan hasil bahwa
panelis menyukai warna cookies dengan bahandasartepungsingkong. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata terbesar yaitu sebesar 4.083. Hasil uji parameter rasa
menunjukkan bahwa cookies yang paling enak adalah cookies kelompok 6 (
tepung singkong) sebesar 3,708. Nilai untuk parameter tekstur paling tinggi ada
pada cookies kelompok 6 ( tepung singkong) sebesar 4,0 danuntuk parameter
penerimaan umum paling tinggi ada pada cookies kelompok 6 ( tepung singkong)
sebesar 1,0.
Sedangkan uji organoleptik pada cakewarna yang paling disukai antara
bahan ubi ungu dan pati ubi adalah warna dari cake berbahan pati ubi dengan nilai
rata-rata sebesar 4.25.Hasil uji parameter rasa menunjukkan bahwa cake yang
paling enak adalah cake ubi ungu sebesar 3,37.Pada hasil tekstur, cake dan
cookies mempunyai hasil ini cukup jauh berbeda tiap kelompoknyadikarenakan
memang bahan yang digunakan dalam pembuatan dengan komposisi yang tidak
sama.
Faktor penyebab tekstur yang berbeda yaitu disebabkan atau meningkatnya
pertambahan tinggi suatu adonan cake yang tergantung dari bahan baku dan cara
pembuatan yang dilakukan. Pada pembuatan cake yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan pengembangan dari adonan. Keseirnbangan kadar amilosa dalam
pencampuran tepung mempengaruhi pengembangan volume adonan pada saat
pengembangan. Selain itu pengembangan kue basah ditentukan oleh adanya
kandungan gluten pada tepung terigu yang digunakan untuk memberikan
kelekatan pada adonan.
Berdasarkan uji organoleptik tekstur cake ubi ungu diperoleh tingkat
kesukaan panelis terhadap teksturnya sebesar 3,48. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa tekstur dari cake ubi ungu dapat diterima oleh panelis. Protein
glutenin dan gliadin dalam tepung terigu bila dicampur dengan air akan
membentuk matriks gluten. Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan
dan penahan gas pengembang. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu
yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti. Selain
glutenin dan gliadin, komponen utama terigu adalah pati. Tepung ubi ungu tidak
memiliki gluten yang menyebabkan cake tidak mengembang dengan maksimal
selain itu cake dengan bahan baku ubi ungu memiliki tekstur yang agak sulit
untuk ditelan oleh panelis.
Kesukaan secara keseluruhan merupakan salah satu aspek yang dinilai
pada pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap semua parameter yang meliputi
warna, aroma, rasa dan tekstur yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesukaan panelis terhadap produk cake ubi jalar ungu. Berdasarkan pengujian
dapat diketahui bahwa cake ubi ungu dapat diterima oleh panelis. Begitu pula
dengan uji organoleptik terhadap rasa wafer yang terbuat dari tepung Rava dan
Farina dapat diterima oleh panelis dengan tingkat kesukaan pada penggunaan
tepung Rava sebesar 4,25 dan Farina sebesar 3,93. Penggunaan kedua tepung
mocaf tersebut tidak berbeda nyata. Berdasarkan uji organoleptik warna pada
wafer yang terbuat dari tepung Rava dan Farina diperoleh bahwa warna wafer
keduanya dapat diterima oleh panelis dan tidak berbeda nyata. Hal tersebut
menandakan bahwa substitusi menggunakan tepung Rava dan Farina tetap dapat
disukai atau diterima oleh panelis.
Berdasarkan organoleptik tekstur dan penerimaan pada pembuatan wafer
didapatkan data yang sesuai dengan lteratur yang ada, bahwa pembuatan wafer
pada tepung rava dan farina coccok dalam pembuatan wafer dan memiliki tekstur
yang bagus dan dapat di terima di kalangan umum. Wafer merupakan jenis biskuit
yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan
penampangnya potongannya berongga-rongga. Berdasarkan tabel tekstur
menunjukan F hitung lebih kecil dari F tabel yang artinya di antara penerimaan
umum dari produk wafer terdapat perbedaan yang berpengaruh secara nyata
terhadap penerimaan konsumen. Berdasarkan organoleptik penerimaan umum
jauh berbeda dengan organoleptik tekstur yaitu F hitung lebih kecil dari F tabel.
Waffle adalahn kue yang sangat populer di negara belgia dan amerika
dengan bentuk yang unik seperti batang coklat yang berlubang-lubang persegi,
kue ini biasa dinikmati dengan topping yang bermacam-macam. Baking powder
membanu waffle memperoleh tekstur yang baik. Waffles yang dimasak di besi
wafel dan dapat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Waffle iron menciptakan
kantong-kanting atau indentions seluruh adonan. Proses pembuatan waflee
digunakan tepung pisang dan tepung gaplek pada praktikum. Berdasarkan uji
organoleptik yang dilakukan ada uji warna, uji rasa, uji tekstur dan uji penerimaan
umum bagi produk waffle sendiri. Berdasarkan uji warna, uji rasa dan uji tekstur
di dapatkan F hitung sama-sama lebih kecil dari F tabel yang artinya penerimaan
umum warna rasa dan tekstur terdapat perbedaan yang berpengaruh secara nyata
terhadap penerimaan konsumen. Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan di
kalangan umum juga di dapatkan F hitung lebih kecil dari F tabel, oleh karena itu
terdapat perbedaan yang berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum yang ada.
Artinya berdasarkan data di atas produk waffle yang terbuat dari tepung pisang
dan tepung gaplek sangat di terima di penerimaan umum.
Pada uji spektofotometer pada keenam biofilm yaitu biofilm pati sitrat,
tapioka, pirodekstrin, heat moisture, oxidized starch dan sagu. Hasil yang
menunjukkan nilai absorbansinya paling besar adalah sagu dengan nilai 0,101.
Hal ini disesuai dengan literatur bahwa yang seharusnya mempunyai nilai
absorbansinya paling besar adalah tapioka namun dikarenakan sampel pati sitrat,
tapioka dan heat moisture hilang maka praktikan tidak bisa melakukan
identifikasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai absorbansinya adalah
tingkat warna dari bahan.
Kelarutan edible film merupakan salah satu faktor yang menentukan
kemampuan biodegradasi dari suatu film yang nantinya akan digunakan sebagai
bahan pengemas. Ada film yang dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau
sebaliknya tergantung jenis produk yang dikemas (Nurjannah, 2004). Berdasarkan
uji kelarutan seluruh sampel cenderung tidak mudah larut. Menurut Anandito et
al. (2012), penambahan komponen yang bersifat hidrofilik seperti gliserol pada
edible film akan menyebabkan peningkatan persentase kelarutan film. Tetapi pada
pengujian yang dilakukan, tingkat kelarutannya sangat rendah atau tidak larut
sama sekali.
Proses pembuatan mie, perlu dilakukan beberapa analisa untuk menguji
kualitas dari mie yang dihasilkan, seperti analisa rehydration ratio dan cooking
lost. Mie yang kualitas bagus harus memiliki nilai cooking lost yang rendah.
Rendahnya cooking lost menunjukan bahwa mie bersifat tidak rapuh dan tidak
mudah patah ketika dimasak. Berdasarkan data, nilai cooking lost yang terendah
yakni mie pada kelompok 3 sebesar 0.49%. Sedangkan nilai cooking lost
terbesar yakni mie pada kelompok 1 sebesar 2%. Untuk rehydration ratio (rr),
produk mie yang memiliki nilai rr terendah adalah mie dari kelompok 2 dan
kelompok 5 sebesar 0,72. Sedangkan produk mie yang memiliki nilai rr terbesar
adalah mie dari kelompok 3 sebesar 3,06 (Pratama 2014)

PENUTUP

Simpulan

Tepung komposit merupakan campuran tepung terigu dengan non terigu


yang terbuat dari serealia, umbi-umbian yang digunakan dalam pembuatan roti,
kue, mie atau produk-produk makanan lainnya. Pembuatan tepung komposit
ditujukan untuk mendapatkan karakteristik bahan yang digunakan dalam
pembuatan roti, kue, mie atau produk-produk makanan lainnya, mengurangi atau
menghilangkan penggunaan gandum atau bahan pangan pokok lain dan untuk
mengubah karakteristik gizi produk, misalnya dengan memperkaya kandungan
protein, vitamin, atau mineral. Aplikasi dari tepung komposit adalah kue basah
atau cake, cookies, waffle, dan wafer. Cake merupakan produk bakery yang
terbuat dari terigu, gula, shortening/ lemak dan telur, yang membutuhkan
pengembangan gluten. Selain menggunakan bahan baku berupa tepung terigu
yang berprotein rendah, digunakan pula beberapa tepung non terigu sebagai
campuran bahan pembuatan cake.Tepung non terigu yang digunakan yaitu tepung
jagung, tepung ketan hitam, dan tepung ubi jalar. Berdasarkan hasil praktikum
dengan uji organoleptk didapatkan hasil dengan rata-rata bahawa penerimaan
ummu dengan pembuatan produk dengan tepung komposit dapat diterima di
klangan masyarakat

Saran

Sebaiknya praktikum dilakukan secara berurutan permateri dan bahan


yang diuji agar pengambilan dan perekapan data tidak membingungkana karena
dicampur dengan materi yang lain. Selain itu waktu praktikum pembuatan bahan
dan proses pengamatan tidak dilakukan terlalu lama karena bahan yang telah
dibuat akan mengalami perubahan struktur fisik dan kima bahkan mengalami
kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anandito RBK, Nurhartadi E, Bukhori A. 2012. Pengaruh gliserol terhadap


karakteristik
edible film berbahan dasar tepung jali (Coix lacryma-jobi L.). Jurnal
Teknologi Hasil
Pertanian. 5(2): 17-23.
Estiasih, T. dan Ahmadi, Kgs. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta :
PT Bumi Aksara. Hal. 146-162.
Fu BX. 2008. Asian Noodles: History, Classification, Raw Materials, and
Processing. Food
Res. Int. 41(9): 888-902.
Matz, S.A. 1962. Food texture. Westport, Connecticut : The AVI Publising.
Pratama. 2014. Formulasi Mie Kering Dengan Subsitusi Tepung Kimpul (Xanthosoma
sagittifolium)
Dan Penambahan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Jurnal pangan
dan
Agroindustri. Vol 2 (4): 101-112
Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian.
Jakarta(ID): Bhatara Aksara.
Suarni. 2005. Sifat fisikokimia dan fungsional tepung jagung sebagai bahan
pangan. hlm.401−406. In Suyamto (Ed.). Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional Jagung,Makassar, 29−30 September 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai