Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN PETROLOGI

DIKAWASAN TALANG BABAT, PARIT CULUM I,


KEC. SABAK BARAT KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD IRFAN
F1D317029

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN PETROLOGI
DI KAWASAN TALANG BABAT, PARIT CULUM I,
KEC. SABAK BARAT, KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI

Oleh:

MUHAMMAD IRFAN
F1D317029

Menyetujui,

Tim Asisten Laboratorium Petrologi

1. 1.

2. 2.

3. 3.

Jambi , 17 November 2018


Mengetahui ,
Asisten Penanggung Jawab

Sayyidil Mursalin RM
F1D216005

i
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, yang telah memberikan
rahmat dan hidayatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
praktikum lapangan matakuliah Petrologi. Dalam penyusunan laporan ini,
penulis banyak dibantu, dibimbing, dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Terimakasih kepada Allah SWT. yang sudah melancarkan praktikum
lapangan.
2. Kepada kedua orang tua tercinta, Terima kasih karena selalu
mensupport dan mendoakan anakmu di rantau semoga lancar
kuliahnya. Terima kasih atas semuanya, dan semoga kalian sehat dan
bahagia selalu disana.
3. Terima kasih buat dosen dari Teknik Kebumian atas ilmunya selama ini,
dan sangat menyenangkan bisa jadi keluarga kalian semua.
4. Teman-teman Teknik Geofisika 2017 dan kakak-kakak dan abang-abang
Teknik Geofisika 2016 telah mau bekersama di lapangan, solidaritas dan
tanggung jawab dilapangan.
5. Terima kasih kepada tim asisiten yang sudah membantu dalam
praktikum lapangan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktikum
Lapangan ini masih jauh dari kesempurnaan, Karena sempurna cuma Milik
Allah SWT. Harapan penulis, semoga laporan ini berguna bagi pembaca dan
mendapatkan ilmu yang setimpal-timpalnya. Amin.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i


HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I .......................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
1.3 Alat dan Bahan ................................................................................... 2
1.4 Kesampaian Lokasi .............................................................................. 2
1.5 Metodologi ........................................................................................... 3
BAB II .......................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
2.1 Fisiografi Regional ............................................................................. 4
2.2 Struktur Regional ............................................................................... 4
2.3 Stratigrafi Regional ............................................................................. 6
BAB III ....................................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 11
3.1 Lokasi Pengamatan 1......................................................................... 11
3.1.1 Ciri Litologi ..................................................................................... 11
3.1.3 Genesa ........................................................................................... 14
3.2 Lokasi Pengamatan 2......................................................................... 15
3.2.1 Ciri Litologi ..................................................................................... 16
3.2.3 Genesa ........................................................................................... 17
BAB IV ....................................................................................................... 18
PENUTUP ................................................................................................... 18
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 18
4.2 Saran ................................................................................................ 18
LAMPIRAN .................................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dibuatnya laporan ini adalah sebagai hasil dari praktikum lapangan
mata kuliah petrologi. Petrologi merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat
penting bagi praktikan karena akan membantu dalam menentukan jenis lapisan
batuan dibawah permukaan. Pada praktikum lapangan petrologi kali ini akan
mempelajari struktur, mineral batuan beku dan batuan sedimen, klasifikasi
genesis, pemberian nama batuan beku dan batuan sedimen, dan lain-lain.
Karena pembelajaran dalam petrologi tidak cukup hanya dipelajari di kelas dan
laboratorium maka juga dibutuhkan praktikum lapangan agar mahasiswa
melihat langsung apa yang di pelajari di kelas dan laboratorium. Kuliah
lapangan ini sangat penting. Karena pembelajaran di lapangan tidak selalu
sama dengan apa yang dilihat dalam laboratorium atau kelas. Karena itu
sebagai mahasiswa kita harus sering turun ke lapangan untuk mengamati
secara langsung apa yang pelajari.
Kuliah lapangan mata kuliah petrologi sendiri dilaksanakan pada hari
Minggu 11 November 2018 yang bertempat di Talang Babat dan Tambang
Andesit Jambi. Pada daerah ini mahasiswa akan mengamati batuan sedimen,
dan batuan batuan beku, membuat singkapan batuan sedimen dan beku serta
dapat membuat profil kasar dari singkapan batuan sedimen. Setelah melakukan
kuliah lapangan, maka dibuatlah laporan praktikum ini yang mencakup hasil
analisa dari kuliah lapangan yang telah dilakukan.
Sebagai provinsi yang letak geografisnya terletak ditengah-tengah pulau
Sumatera, Jambi tentunya memiliki pengaruh yang besar terlebih lagi dengan
kekayaan alam yang melimpah dan potensi-potensi Geologi yang terdapat di
Provinsi Jambi. Pada lapangan dikawasan Muara Sabak, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur banyak terdapat berbagai proses gejala geologi.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum petrologi antara yaitu untuk :
1. Mengetahui jenis batuan yang terdapat di kawasan Muara Sabak,
Tanjung Jabung Timur.
2. Memahami genesa atau proses terbentuk singkapan maupun batuan di
kawasan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur.
3. Dapat mengaplikasikan pendeskripsian batuan dilapangan secara
langsung.

1
1.3 Alat dan Bahan
No Alat Keterangan
1 LKS batuan sedimen dan Untuk Mendeskripsikan
beku sampel batuan
2 Palu geologi Mengambil sampel
3 Alat tulis Mencatat data di lapangan
4 Kompas geologi Untuk mengukur Strike dan
Dip
5 GPS Mengetahui titik koordinat
pengamatan
6 Komparator batuan beku Menentukan ukuran butir
dan batuan sedimen dan sebagai skala pembanding
7 Plastik sampel Tempat penyimpanan sampel
8 Meteran Mengukur ukuran dari
singkapan
9 Pensil warna Mewarnai profil kasar dan
singkapan yang didapat

1.4 Kesampaian Lokasi


Lokasi dan kesampaian pada setiap lokasi pengamatan singkapan batuan
petrologi mempunyai ciri khas yang berbeda. Jadi tingkat kesulitan dalam
mendeskripsikan sampel atau singkapan batuan tersebut juga berbeda-beda.
Lokasi ujian tengah semester praktikum lapangan terletak di Provinsi jambi
yang bertempat di Talang Babat dan Tambang Andesit Jambi. Perjalanan
menuju ke lapangan menggunakan waktu kurang lebih dua jam dengan
menggunakan mobil dari kampus Universitas Jambi.

Gambar 1. Peta geologi lembar Jambi (Andi, dkk. 1993)

2
1.5 Metodologi

Start

Tinjauan awal :

 Pengamatan daerah secara


topografi
 Pengumpulan data  Pencarian akses jalan menuju
sekunder daerah yang akan di amati
 Persiapan alat dan bahan  Penentuan metode geologi yang
 Persiapan pribadi dilakukan
 Pembekalan dari asisten  Menentukan geomorfologinya

Kegiatan praktek lapangan :

 Singkapan
 Litologi
Pelaksanaan  Pengambilan sampel
 Sketsa dan deskripsi
 Dokumentasi lapangan

Tahap Pengolahan
Data Dan Analisis

Analisi Kuantitatif :

Studi literatur

Pembuatan Laporan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiografi
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan
Tersier berarah baratlaut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit
Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian
Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatera Tengah.

Gambar 2 Peta cekungan di daerah Sumatera (Bishop, 2000).


Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan
merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai
akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng
kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi
daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh
singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda
(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah
tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung (Wisnu & Nazirman, 1997).
2.2 Struktur Regional
Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai

4
awal Pra Tersier. Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan
Sumatra Selatan menjadi 4 sub cekungan, yaitu Sub Cekungan Palembang
Tengah dan Sub-Cekungan Palembang Selatan.

Gambar 3 Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatra Selatan


(Pulonggono,1984)
Menurut Pulonggono (1984) Pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan
merupakan hasil dari 4 periode tektonik Utama yaitu:
1. Upper Jurassic – Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana
intrusi, magmatisme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar masih
berlangsung. Tegasan utama pada periode ini berarah N 0300 W (WNW-ESE)
yang mengakibatkan terbentuknya Sesar Lematang yang berarah N0600 E.
2. Late Cretaceous – Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik
regangan/tarikan dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang
terbentuk adalah sesar-sesar normal dan pematahan bongkah batuan dasar
yang menghasilkan bentukan Horst (tinggian), Graben (depresi) dan Half Graben.
Periode ini merupakan awal terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan
mulainya pengendapan sedimen Formasi Lahat dan Talang Akar.
3. Oligocene – Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak ada
pergerakan pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu
(Formasi Lahat). Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama
awal Oligosen-Pliosen. Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang

5
adalah Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), Formasi
Lower Palembang (Air Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper
Palembang (Kasai).
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar-
sesar bongkah dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan
pengangkatan dan pembentukan antiklinorium utama di Cekungan sumatra
Selatan. Antiklinorium tersebut antara lain Antiklinorium Muara Enim,
Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan Antiklinorium Palembang (De Coster
1974).
Antiklinorium Palembang Utara, merupakan antiklinorium yang besar
terdiri dari beberapa antiklin. Batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi
Talang Akar dan batuan dasar Pra-Tersier. Sisi selatan cenderung menjadi lebih
curam daripada sisi utara atau timur laut (Pulonggono, 1984).
Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang
merupakan daerah lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi
baratdaya antiklin kemiringan lebih curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada
bagian yang tertutup oleh batas half-graben. Formasi tertua yang tersingkap di
puncak adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang
saling berhubungan, kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak
simetri dengan keemiringan curam, sisi sebelah utara secara lokal mengalami
pembalikan (overturned). Formasi tertua yang ada di permukaan adalah
Formasi Lower Palembang atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai hasil
longsoran gravitasi dari antiklin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984)
menggambarkan antiklinorium Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang
saling berhubungan, dihasilkan dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara
Enim.
Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin yang besar dengan
ekspresi permukaan kuat dan dengan singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di
dekat daerah Lahat menunjam ke arah timur, sisi utara banyak lapisan
batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih banyak yang tersesarkan
daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai dapat
diamati kemiringan lebih curam di sisi selatan dan sisi utara dengan
kemiringan relatif landai. (Pulonggono, 1984).
2.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat
dikenal satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan

6
diikuti regresi. Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan
menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi
Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase regresi (Formasi Air
Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat
dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama.

Gambar 4 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974).


Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan menurut (De Coster, 1974) adalah
sebagai berikut :
1. Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan
Sumatra Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf
Paleozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil
dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur
Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum
dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi
batuan beku selama episode Orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah
batuan yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri
dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan batuan
tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal

7
dari Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai
aktivitas tektonik pada akhir Kapur-Awal Tersier di Cekungan Sumatera
Selatan.
3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir,
batulempung, fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis
batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen.
Sedangkan Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk pada bagian tengah
cekungan dan tersusun atas serpih berwarna coklat abu-abu yang berlapis
dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales), batulanau, batupsir, terdapat lapisan
tipis batubara dan batugamping (stringer). Glauconit diendapkan pada
lingkungan fresh brackish. Formasi Lemat secara normal dibatasi oleh bidang
ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah formasi. Kontak
antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang diinterpretasikan
sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan
Anggota Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora
dan pollen, juga dengan dating K-Ar. Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari
2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan Sumatra Selatan dan lebih dari 3500 kaki
(1070 M) pada zona depresi sesar di bagian tengah cekungan (didapat dari data
seismik). (Pulonggono, 1984)
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini
terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal
Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal
dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batu lempung
karbonan, batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Kontak antara
Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah
dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable,
sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan anggota basal
batugamping Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa
sulit dipick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi ini
secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 1500-2000
feet (sekitar 460-610m). Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen
Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan meliputi N 3 (P22), N7 dan bagian N5
berdasarkan zona Foraminifera Plantonik yang ada pada sumur yang dibor pada
formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf. (Pulonggono,
1984).
5. Formasi Baturaja

8
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian
Intermediate-Shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar
platform dan tinggian. Kontak pada bagian bawah dengan Formasi Talang Akar
atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari
Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan reefal. Ketebalan bagian
bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75
m). Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar
1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis
umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja
umurnya N6-N7. (Pulonggono, 1984)
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier,
formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum
marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini
terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak
mengandung foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian
bawah. Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian
berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi pada
posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini
berkisar dari 6000 – 9000 feet (1800-2700 m). Penentuan umur Formasi Gumai
dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera planktonik.
Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari beberapa sumur
menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat
digolongkan ke dalam zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta,
dan bagian bawah zona Orbulina Satiralis Globorotalia peripheroranda,
umurnya disimpulkan Miosen Awal Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan
Laut Terbuka (Neritik). (Pulonggono, 1984).
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi.
Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung,
batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur karbonatan. Pada bagian
bawah dari Formasi Lower Palembang kontak dengan Formasi Telisa. Ketebalan
dari formasi ini bervariasi dari 3300 – 5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ).
Fauna-fauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini antara lain
Orbulina Universa d’Orbigny,Orbulina Suturalis Bronimann, Globigerinoides
Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor, yang

9
menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini diendapkan di
lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir,
batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle
Palembang di bagian selatan cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya
digunakan sebagai marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara
menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar
antara 1500 – 2500 kaki (sekitar 450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan
formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan
stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai
brackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra
Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan
dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi dari
formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis
batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-
Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.

10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Lokasi Pengamatan 1

Gambar 5 Singkapan Batupasir diambil oleh Muhammad Irfan


Lokasi pengamatan pertama adalah salah satu sungai kecil dikawasan
Talang Babat, Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lokasi
pengamatan berada pada koordinat 1˚12’4’’ S dan 103˚47’17’’ E, azimut 151˚.
3.1.1 Ciri Litologi

Gambar 6 Ciri Litologi dan Profil Kasar

11
Kawasan ini merupakan kawasan yang termasuk pada daerah Formasi
Muara Enim. Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi
tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada
lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan
formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan
batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris
volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan
silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya
berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal.
Pada gambar 7 sampel batuan pertama didapatkan warna fresh abu-abu
dan warna lapuknya coklat. Warna fresh adalah warna batuan asli sebelum
terjadi proses lain pada batuan sedangkan warna lapuk adalah warna batuan
setelah terjadinya proses pengubahan pada batuan biasanya disebabkan oleh
udara, erosi dan lain sebagainya. Struktur dari sampel adalah masif. Dimana
pada sampel batuan tidak terdapat fragmen lain yang terkandung didalamnya.
Ukuran butir dari sampel batuan yaitu pasir sangat halus dikarenakan memilki
ukuran butir antara 0.06 mm - 0.125 m. Untuk menentukan ukuran butir pada
sampel batuan sedimen menggunakan serbuk batuan lalu dibandingkan
dengan komparator. Derajat pembundaran dari sampel batuan pertama adalah
agak menyudut. Hal ini terlihat dari permukan butir yang cenderung runcing.
Derajat pemilahan dari sampel batuan adalah terpilah baik. Hal ini terlhat dari
ukuran butir yang seragam pada batuan. Kemas dari sampel batuan adalah
tertutup dengan porositas baik. Matrik dari batuan ini adalah lempung. Matrik
akan memiliki ukuran butir yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran butir
sampel. Semen pada sampel ini adalah oksida besi hal ini terlihat dari warna
batuan yang agak kecoklatan. Berdasarkan deskripsi dapat diketahui bahwa
jenis batuan sedimen tersebut adalah sedimen klastik. Karena berasal dari
batuan yang sebelumnya. Berdasarkan deskripsi yang didapatkan dapat
diketahui bahwa sampel batuan pertama yaitu Batupasir Sangat halus.

Gambar 7 Batupasir Sangat Halus

12
Pada gamabar 8 sampel batuan kedua didapatkan warna fresh abu
kecoklatan dan warna lapuknya hitam. Struktur dari sampel adalah masif.
Dimana pada sampel batuan tidak terdapat fragmen lain yang terkandung
didalamnya. Ukuran butir dari sampel batuan yaitu pasir sangat halus
dikarenakan memilki ukuran butir antara 0.06 mm - 0.125 mm. Untuk
menentukan ukuran butir pada sampel batuan sedimen menggunakan serbuk
batuan lalu dibandingkan dengan komparator. Derajat pembundaran dari
sampel batuan pertama adalah membundar. Hal ini terlihat dari permukan
butir yang halus. Derajat pemilahan dari sampel batuan adalah terpilah baik.
Kemas dari sampel batuan adalah tertutup dengan porositas baik. Matrik dari
batuan ini adalah lempung. Matrik akan memiliki ukuran butir yang lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran butir sampel. Semen pada sampel ini adalah
silika. Berdasarkan deskripsi dapat diketahui bahwa jenis batuan sedimen
tersebut adalah sedimen klastik. Karena berasal dari batuan yang sebelumnya.
Berdasarkan deskripsi yang didapatkan dapat diketahui bahwa sampel batuan
kedua yaitu Batupasir sangat halus.

Gambar 8 Batupasir Sangat Halus

Pada gambar 9 sampel batuan ketiga didapatkan warna fresh abu


kehitam dan warna lapuknya hitam. Struktur dari sampel adalah masif.
Dimana pada sampel batuan tidak terdapat fragmen lain yang terkandung
didalamnya. Ukuran butir dari sampel batuan yaitu pasir halus dikarenakan
memilki ukuran butir antara 0.125 mm - 0.25 mm. Untuk menentukan ukuran
butir pada sampel batuan sedimen menggunakan serbuk batuan lalu
dibandingkan dengan komparator. Derajat pembundaran dari sampel batuan
pertama adalah menyudut. Derajat pemilahan dari sampel batuan adalah
terpilah baik. Kemas dari sampel batuan adalah tertutup dengan porositas baik.
Matrik dari batuan ini adalah lempung. Matrik akan memiliki ukuran butir yang
lebih kecil dibandingkan dengan ukuran butir sampel. Semen pada sampel ini
adalah silika. Berdasarkan deskripsi dapat diketahui bahwa jenis batuan
sedimen tersebut adalah sedimen klastik. Karena berasal dari batuan yang
sebelumnya. Berdasarkan deskripsi yang didapatkan dapat diketahui bahwa
sampel batuan ketiga yaitu Batupasir Halus.

13
Gambar 9 Batupasir Halus

Pada gambar 10 sampel keempat didapatkan warna fresh abu coklat dan
warna lapuknya hitam. Struktur dari sampel adalah masif. Dimana pada
sampel batuan tidak terdapat fragmen lain yang terkandung didalamnya.
Ukuran butir dari sampel batuan yaitu pasir sedang dikarenakan memilki
ukuran butir antara 0.25 mm – 0.5 mm. Untuk menentukan ukuran butir pada
sampel batuan sedimen menggunakan serbuk batuan lalu dibandingkan
dengan komparator. Derajat pembundaran dari sampel batuan pertama adalah
menyudut. Hal ini terlihat dari permukan butir yang cembung dan ujung-ujung
yang cekung dan kasar. Derajat pemilahan dari sampel batuan adalah terpilah
buruk. Kemas dari sampel batuan adalah tertutup dengan porositas baik.
Matrik dari batuan ini adalah lempung. Matrik akan memiliki ukuran butir yang
lebih kecil dibandingkan dengan ukuran butir sampel. Semen pada sampel ini
adalah silika. Berdasarkan deskripsi dapat diketahui bahwa jenis batuan
sedimen tersebut adalah sedimen klastik. Karena berasal dari batuan yang
sebelumnya. Berdasarkan deskripsi yang didapatkan dapat diketahui bahwa
sampel batuan keempat yaitu Batupasir Sedang.

Gambar 10 Batupasir Sedang


3.1.3 Genesa
Batuan sedimen merupakan batuan yang berasal dari batuan lainnya.
Batuan sedimen dapat terbentuk setelah melalui beberapa proses. Proses
pertama yaitu proses pelapukan, pada proses pelapukan batuan asal dari
batuan sedimen mengalami proses pelapukan yang bisa diakibatkan oleh air,
udara dan lain sebagainya. Batuan sedimen yang telah terlapukkan akan
tererosi, pada proses erosi batuan yang telah lapuk akan dikikis oleh air angin
dan gletser. Proses selanjutnya yaitu proses transportasi, jika suatu batuan

14
yang telah terlapukkan mengalami proses transportasi maka batuan tersebut
menjadi batuan sedimen klastik sedangkan apabila tidak mengalami proses
transportasi dan menjadi batuan sedimen dikarenakan pengaruh kimia dan
biologi maka akan menjadi batuan sedimen nonklastik. Pada proses
transportasi terdapat beberapa jenis tenaga pengangkut yaitu akuatis,
merupakan batuan sedimen yang tertranspotasi oleh air. Aeolis, merupakan
batuan sedimen yang tertransportasi oleh angin. Glasial, merupakan batuan
sedimen yag tertransportasi oleh gletser. Marine, merupakan batuan sedimen
yang tertansportasi oleh air laut. Batuan sedimen yang tertransportasi akan
menemukan cekugan terdekat. Pada cekunan tersebut batuan sedimen akan
mengalami proses deposisi yaitu proses pengendapan material klastik yang
telah tertransportasi. Setelah batuan sedimen mengalami proses deposisi,
material sedimen akan menjadi batuan sedimen yang kompak.
Berdasarkan jenis batuan penyusun daerah ini rata-rata batuan
berukuran pasir kasar sampai dengan pasir sangat halus yang mana bila
semakin halus batuan sedimen maka batuan tersebut semakin jauh dari
sumber dan biasanya batuan yang diendapkan disungai (terbuka) akan
bewarna terang sedangkan pada danau atau rawa (tertutup) oleh sebab itu
dapat diketahui bahwa batuan yang ada pada singkapan tersebut terbentuk
karena material klastik tertransportasi dan terendapkan jauh dari sumber dan
terjadi secara berulang melalui media air kemudian diendapkan pada
lingkungan pengendapan fluvial.
3.2 Lokasi Pengamatan 2

Gambar 11 Singkapan Batuan Beku diambil oleh Muhammad Irfan

15
Lokasi pengamatan kedua adalah Tambang Andesit di kawasan Muara
Sabak, Tanjung Jabung Timur pada koordinat S 1°15’58” dan E 103°45’01”.
Pada lokasi pengamatan kedua ditemui singkapanbatuan beku dengan struktur
masif dengan batuan andesit. Azimut pengambilan foto adalah 50.

3.2.1 Ciri Litologi

Gambar 12 Sketsa Singkapan Batuan Beku dengan azimut 5o


Pada lokasi pengamatan ini yang praktikan dapatkan yaitu sampel
batuan beku. Batuan ini ini memiliki bekas lubang-lubang gas yang
megidintifikasi atau mencirikan bahwa batuan ini termasuk batuan beku
vulkanik. Batuan ini memiliki kenampakan warna abu-abu yang tidak terlalu
gelap yang menandakan prosesnya ekstrusi yang terbentuk karena pembekuan
magma dipermukaan.
Batuan yang dideskripsikan adalah batuan beku yang mana warna fresh
atau warna yang belum mengalami perubahan atau warna asli batuan adalah
abu-abu dan warna lapuk atau warna yang telah mengalami proses perubahan
yang dapat disebebkan oleh oksidasi oleh oksigen adalah hitam. Diketahui
bahwa jenis batuan ini adalah vulkanik atau batuan yang terbentuk diatas atau
didekat permukaan bumi yang dapat diesbut proses ekstrusi untuk strukturnya
sendiri yaitu vesikuler yang merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang
ditandai lubang-lubang sebagai akibat pelepasan gas selama mendingin. Untuk
derajat granularitasnya yaitu afanitik yang artinya ukuran butir sangat halus
sehingga sulit dibedakan dengan mata telanjang. Untuk dreajat kristalisasinya
yaitu hipokristalin kerena batuan ini tersusun dari massa kristal dan gelas.
Dan untuk relasinya adalah equigranular atau mineral mempunyai ukuran
butir yang relative seragam. Dengan komposisi mineralnya berupa kuarsa,
plagioklas dan biotit dari deskripsi diatas maka dapat diketahui nama batuan

16
ini adalah Batuan Andesit yang mana terbentuk akibat hasil dari pembekuan
magma dipermukaan.

Gambar 13 Batu Andesit


3.2.3 Genesa
Batuan beku dapat terbentuk melalui dua proses yaitu secara vulkanik
dan secara plutonik. Batuan beku yang terbentuk secara vulkanik adalah
batuan beku yang terbentuk akibat pembekuan magma dipermukaan.
Pembekuan magma di permukaan dapat diakibatkan oleh letusan gunung.
Sedangkan batuan beku plutonik terbentuk akibat proses intrusi magma dan
mengalami pembekuan dibawah permukaan.
Batuan andesit merupakan jenis batuan beku ekstrusif vulkanik yang
bersifat basa. Batuan ini memiliki ukuran yang sangat besar dan struktur
batuan mulai dari vesikular maupun skoria atau lubang-lubang gas perbedaan
anatara vesikular dengan skoria adalah vesicular lubang-lubang gasnya tidak
saling terhubung sedangkan skoria lubang gasnya saling terhubung , sehingga
disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari magma yang mendingin secara
cepat dan biasanya dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas.
Andesit ditemukan dalam aliran lava yang dihasilkan oleh stratovulkano.
Lava yang naik ke ke permukaan akan mengalami proses pendinginan dengan
cepat, hal inilah yang menyebabkan tekstur andesit menjadi lebih halus. Butir
mineral dalam andesit biasanya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat tanpa
menggunakan alat pembesar.
Andesit juga dapat terbentuk jauh dari lingkungan zona subduksi.
Sebagai contoh, batuan ini dapat terbentuk pada ocean ridges dan oceanic
hotspots yang dihasilkan dari pelelehan sebagian (partial melting) batuan
basaltik. Andesit juga dapat terbentuk selama letusan pada struktur dalam
lempeng benua dimana magma sumber meleleh dalam kerak benua atau
bercampur dengan magma benua. Kesimpulannya, ada banyak lingkungan lain
dimana andesit mungkin dapat terbentuk.

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktek lapangan mata kuliah
Petrologi di kawasan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur adalah sebagai
berikut.
1. Di kawasan Talang Babat terdapat batupasir mulai dari ukuran butir
pasir sangat halus hingga pasir kasar. Sedangkan di kawasan Tambang
Andesit terdapat dua jenis batuan yaitu batu andesit dan basalt.
2. Di kawasan Talang Babat terdapat singkapan yang terbentuk karena
proses transportasi secara berulang melalui media air lalu terendapkan
di lingkungan pengendapan alluvial. Sedangkan di kawasan Tambang
Andesit terdapat singkapan yang terbentuk dari magma yang mendingin
secara cepat, dan biasanya terletak di dekat zona subduksi.
3. Pendeskripsian batuan dapat diaplikasikan secara langsung di lapangan
yaitu dengan cara mengambil langsung sampel menggunakan palu
geologi. Sampel yang dideskripsikan mewakili singkapan batuan yang
ada.
4.2 Saran
Diharapkan untuk praktikum lapangan selanjutnya praktikan lebih
menguasai geologi daerah yang akan diadakan praktikum.

18
LAMPIRAN

Gambar 14 Penyampaian Materi Oleh Asisten

Gambar 15 Foto Bersama Teknik Geofisika 2016 dan 2017

Gambar 16 Foto Bersama Kelompok 14

19

Anda mungkin juga menyukai