Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus atau ulcer merupakan kerusakan pada jaringan mukosa yang

menyebabkan hilangnya struktur epitel hingga melebihi membran basalis. Trauma

merupakan penyebab umum terjadi ulkus kambuhan pada membran mukosa

rongga mulut (Regezi et al., 2008). Prevalensi ulkus traumatik cukup tinggi

dibandingkan lesi mukosa lainnya. Pada penelitian dilakukan oleh Castellanos

(2008) di Meksiko terhadap 1000 orang menunjukkan prevalensi ulkus traumatik

sebesar 40, 24 %. Prevalensi terjadinya ulkus traumatik dari populasi dunia rata-

rata 25% (Palveri et al., 2010; Castellanos et al., 2008).

Ulkus memiliki dampak nyeri fisik karena kerusakannya mengekspos saraf

perifer, yaitu free nerve ending (Scully et al., 2003 dalam Faizah, 2013). Nyeri

yang ditimbulkan terjadi pada saat makan, bicara atau menelan, bahkan dapat

mengganggu fungsi rongga mulut maupun sistemik tubuh dikarenakan kurangnya

asupan makanan, sehingga proses metabolisme menjadi berkurang (Faizah, 2013).

Pengobatan pada ulkus traumatik pada mukosa mulut bertujuan untuk mengurangi

inflamasi, menekan rasa sakit di daerah lesi dan mempercepat penyembuhan

(Cawson dan Odell, 2002).

Penyembuhan luka atau wound healing merupakan proses biologi yang

normal dalam tubuh manusia, dicapai melalui empat fase yang tepat dan

terprogram: hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan perbaikan jaringan

(remodelling) (Guo dan Dipietro, 2010). Pada saat terjadi kerusakan jaringan,

1
2

angiogenesis berperan dalam mempertahankan kelangsungan fungsi berbagai

jaringan dan organ yang terkena. Hal ini terjadi melalui terbentuknya pembuluh

darah baru yang menggantikan pembuluh darah yang rusak (Liekens et al., 2008).

Proses angiogenesis terjadi bersamaan dengan fibroplasia yaitu hari ke-3 sampai

hari ke-7 setelah luka (Inan dan Saradin, 2013;Babaee, 2012; Sari et al., 2010).

Kitosan merupakan polisakarida natural dibuat lewat deasetilasi kitin (Dai

et al., 2011). Kitosan dalam bentuk gel merupakan penutup atau obat luka yang

ideal karena memiliki biokompatibilitas dan biodegradable yang baik, dan

mampu mempercepat penyembuhan luka (Alemdaroglu et al., 2006). Struktur

kimia kitosan mirip dengan asam hialuronat dan rantai glycosaminoglican dari

jaringan normal (Senel dan Mcclure, 2004; Shalaby dan Burg, 2004). Kitosan

dengan konsentrasi gel 0.25%, 0.5%, 0.75% dan 1% bersifat tidak toksik (Ariani

et al, 2009). Kualitas kitosan yang baik dapat dikarakterisasi dari berat molekul,

viskositas, dan derajat deasetilasinya (Berger et al., 2004). Berat molekul kitosan

berpengaruh terhadap degradasi kitosan (Yuan et al., 2011).

Penelitian penggunaan kitosan nanopartikel pada sel fibroblas secara in

vivo, Heparin dikombinasi kitosan dapat melepaskan FGF 2 (fibroblast growth

factor 2) lebih banyak dari pada yang tidak diberikan kitosan karena N-acetyl D-

glucosamine dari kitosan dapat berikatan dengan sel fibroblas, sehingga terjadi

peningkatan sel fibroblas dan angiogenesis (Kung et al., 2011; Chu dan Yadong,

2012). Penelitian tentang pengaruh kitosan terhadap penyembuhan luka insisi

punggung tikus yang diinduksi diabetes melitus, kitosan menarik sel inflamasi dan

VEGF (vascular endothelial growth factor) lebih banyak ke area penyembuhan

luka (Inan dan Saradin, 2013). Penelitian lain tentang mitogenesis sel kulit
3

manusia secara in vitro dengan kitosan, berat molekul rendah lebih mudah

penetrasi ke dalam mukosa dari pada berat molekul yang tinggi (Rismana, 2010;

Ozsoy et al., 2009). Penelitian Alsarra (2009) tentang pengobatan luka bakar pada

dorsal tikus diameter 1 cm menggunakan kitosan dengan berat molekul tinggi

menunjukkan reepitelisasi paling cepat dibandingkan berat molekul rendah.

Daun Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu tanaman yang

termasuk dalam family Liliaceae (Jatnika dan Saptoningsih, 2009; Tarameshloo,

2012). Aloe vera memiliki kandungan glycosaminoglycan yang berperan penting

dalam penyembuhan luka antara lain regulasi fungsi sel inflamasi, dan

membentuk komponen besar dari substansi dasar dari matriks ekstraseluler

(proteoglikan tempat kolagen dan elastin melekat) (Oryan et al., 2010; Fitriana,

2013). Gel Aloe vera dengan konsentrasi sekitar 50% sampai 90% bersifat tidak

toksik pada penelitian uji sitotoksisitas aloe vera terhadap sel fibroblas Baby

Hamster Kidney (BHK 21) sehingga aman untuk digunakan dalam rongga mulut

(Hidayah, 2006). Kandungan Mannose-6-phosphate dapat berinteraksi dengan

reseptor fibroblas dan menstimulasi aktivitas dan proliferasinya pada peningkatan

sintesis kolagen dan pembuluh darah (Sahu et al., 2013). Kandungan Acemannan

berperan signifikan pada proses penyembuhan luka melalui induksi proliferasi

fibroblas dan VEGF (Jettanacheawchankit et al., 2009).

Bioadhesive gel (mucoadhesive) pada kitosan bisa berfungsi agar obat bisa

melekat lebih lama dalam mulut (Aksungur et al., 2004). Kitosan memiliki

kelebihan perlekatan yang bagus pada mukosa rongga mulut karena gugus NH2

dari D glucosamine kitosan yang berinteraksi secara ionik dengan permukaan

negatif dari unit asam sialat dari mucin glikoprotein yang merupakan komponen
4

dari mucus pada mukosa rongga mulut (Hartisyah, 2011; Khobragade dan Puranik,

2015). Kitosan memiliki kekurangan pada pH fisiologis rongga mulut (pH ≥6,5)

terjadi perubahan kelarutan kitosan menjadi kelarutan rendah dan mukoadesif

berkurang (Alemdaroglu et al., 2006; Chen, 2008; Khobragade dan Puranik, 2015;

Hartisyah, 2011).

Aloe vera mengandung lignin yang efektif sebagai drug absoprtion

enhancer, artinya bisa ditambahkan untuk membantu beberapa obat yang

memiliki sifat sulit diserap oleh tubuh. Lignin merupakan salah satu dari 75

komponen aktif ekstrak Aloe vera gel (komponen air dalam Aloe vera gel yaitu

99,3% dan komponen aktif sebesar 0,7%) (Sulistiawati, 2011; Mulu et al., 2015;

Hamman, 2008). Kandungan lignin dalam ekstrak tersebut cukup untuk

meningkatkan penetrasi obat dalam tubuh lewat perubahan sementara struktur

susunan lipid bilayer dari epitel sehingga epitel menjadi permeabilitas lebih tinggi

dan obat bisa penetrasi lebih mudah ke dalam epitel (Karande dan Mitagotri, 2009;

Sharma et al., 2015).

Kelarutan Kitosan yang rendah dan berkurangnya sifat mukoadesifnya

pada pH fisiologis rongga mulut dapat ditingkatkan melalui kandungan lignin dari

Aloe vera, maka kombinasi kitosan dan Aloe vera dapat menunjang sifat kitosan

dan Aloe vera serta mempercepat penyembuhan luka. Maka perlu diteliti lebih

jauh tentang pengaruh kombinasi ekstrak kitosan gel dengan ekstrak gel Aloe vera

terhadap peningkatan jumlah pembuluh darah pada proses penyembuhan luka

ulkus traumatik.
5

1.2 Rumusan Permasalahan

Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian kombinasi gel antara kitosan

gel berat molekul tinggi dan rendah dengan ekstrak Aloe vera gel dalam

peningkatan jumlah pembuluh darah pada proses penyembuhan ulkus traumatik ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh

pemberian kitosan gel berat molekul tinggi dan rendah dengan ekstrak

Aloe vera gel terhadap peningkatan jumlah pembuluh darah pada

penyembuhan ulkus traumatik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Membuktikan pengaruh pemberian kombinasi kitosan gel 1% berat

molekul tinggi dengan ekstrak Aloe vera gel 50% terhadap peningkatan

jumlah pembuluh darah pada penyembuhan ulkus traumatik.

2) Membuktikan pengaruh pemberian kombinasi kitosan gel 1% berat

molekul rendah dengan ekstrak Aloe vera gel 50% terhadap peningkatan

jumlah pembuluh darah pada penyembuhan ulkus traumatik.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai perbedaan pengaruh

pemberian kombinasi kitosan gel berat molekul tinggi dan rendah dengan

ekstrak Aloe vera gel pada proses penyembuhan ulkus traumatik.

1.4.2 Manfaat praktis

Kitosan dan lidah buaya (Aloe vera) sebagai bahan biomaterial alami dapat

dikembangkan dan digunakan sebagai obat alternatif untuk mempercepat

proses penyembuhan ulkus traumatik.

Anda mungkin juga menyukai