Anda di halaman 1dari 9

BAB II PEMBAHASAN

1. Periodontitis Kronis

Periodontitis adalah penyakit inflamasi pada jaringan penyangga gigi disebabkan oleh

mikroorganisme atau grup mikroorganisme spesifik menghasilkan kerusakan progresif

ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pmebentukan poket, resesi atau keduanya.

Pada periodontitis terdapat kehilangan perlekatan yang membedakan dengan gingivitis.

Periodontitis kronis yang sebelumnya dikenal adult periodontitis atau chronic adult

periodontitis adalah salah satu bentuk periodontitis paling umum. Ini dikarakteristikan

dengan kecepatan kerusakan lambat ke sedang.

Periodontitis kronis prevalensi terjadi pada dewasa tapi dapat terjadi pada anak anak.

Jumlah kerusakan konsisten dengan faktor lokal. Berhubungan dengan berbagai bentuk

mikroba. Kalkulus subgingiva sering ditemukan. Progres kerusakan lambat ke sedang dan

dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan : penyakit sistemik (diabetes melitus. Human

immunodeficiency virus), faktor lokal yang mempredisposisi periodontitis, faktor lingkungan

(merokok, stress). Periodontitis kronis dapat disubklasifikasikan menjadi localized dan

generalized dan karakteristiknya

 slight, moderate, severe: bentuk: localized : < 30% lokasi terlibat

Bentuk generalized : > 30% lokasi terlibat,

 slight : 1-2 mm kehilangan perlekatan.

 Moderate : 3-4 mm kehilangan perlekatan,

 severe : ≥ 5 mm kehilangan perlekatan.


Karakteristik umum periodontitis kronis :

- kalkulus dan plak supragingiva dan subgingiva

- perdarahan gingiva, kemerahan, dan hilangnya stippling gingiva. Pembentukan

poket, perdarahan probing, kehilangan perlekatan(angular atau horisontal)

- kehilangan tulang

- keterlibatan furkasi akar

- peningkatan kegoyangan gigi

- perubahan posisi gigi

- kehilangan gigi

Gambaran radiografi pasien periodontitis krinis:

- tidak jelasnya dan kerusakan kontinuitas lamina dura pada mesial atau distal crest

interdental septum.

- Bentukan area radiolucent wedge pada aspek mesial atau distal crest tulang septal

- Kesrusakan melibatkan interdental septum dan tinggi berkurang

- Tinggi interdental septum kerusakan progressif dan resorpsi tulang.

Gambar pasien periodontitis kronis generalized pada sisi frontal terlihat deposit plak dan kalkulus, kemerahan

gingiva dan perubahan tekstur gingiva. Pasien menyadari adanya multiple resesi. Resesi ini dihasilkan karena

kehilangan perlekatan dan resorpsi tulang alveolar. Gambar radiografi pasien periodontitis kronis
Bakteri yang umum terdapat pada periodontitis kronis meliputi P. gingivalis, T.

forsythia, P. intermedia, C. rectus, E. corrodens, F. nucleatum, A. actinomycetencomitans, P.

micros, dan Treponema dan Eubacterium. Mekanisme terjadinya periodontitis kronis :

perjalanan lesi dimulai dari gingivitis yang berlanjut sampai periodontitis kronis. akumulasi

plak dimulai 2-4 hari pada daerah gigi dan bakteri plak menghasilkan LPS ( lipopolisakarida).

Inflamasi rendah dikarakteristikan dilatasi pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah yang mengizinkan neutrofil dan monosit ke jaringan ikat tempat adanya

stimulus. Akumulasi berlanjut 1 minggu menunjukkan tanda awal gingivitis. Gingiva tampak

merah dan pada kondisi kronis terjadi peningkatan pelepasan matrix mettaloproteinase dan

lisosom dari neutrofil menghasilkan kerusakan kolagen dan terjadi resorpsi tulang alveolar

menjadi tanda periodontitis kronis. Resorpsi tulang alveolar dikarenakan PGE2 (Prostaglandin

E2)dan TNFα (Tumor necrosis factor α) yang dihasilkan oleh fibroblas dan makrofag

menyebabkan induksi MMPs dan resorpsi tulang osteoklas oleh PGE2.

Prognosis pasien periodontitis kronis dengan kehilangan perlekatan dan tulang pada

periodontitis kronis ringan sampai sedang prognosis bagus, inflamasi dapat dikontrol dengan

oral hygiene baik dan menghilangkan faktor perlekatan plak. Pada pasien dengan penyakit

lebih parah, dengan furcation involvement dan kegoyangan meningkat, atau pasien tidak

kooperatif, prognosis menurun dengan meragukan dan buruk.

2. Diabetes melitus

Penyakit endokrin seperti diabetes melitus berhubungan terhadap kondisi

periodontium. Perubahan endokrin mempengaruhi respon jaringan terhadap faktor lokal,

menghasilkan perubahan anatomi pada gingiva yang menguntungkan akumulasi plak dan

keparahan penyakit. Diabetes melitus adalah gangguan kompleks metabolik dikarakteristikan


hiperglikemia kronis. Berkurangnya produksi insulin, terganggunya kerja insulin, atau

kombinasi keduanya menghasilkan ketidakmampuan glukosa diangkut melalui pembuluh

darah ke jaringan, menghasilkan peningkatan gula darah dan sekresi gula dalam urin.

Terdapat dua macam diabetes, tipe I dan tipe II, tipe I diabetes melitus dikenal dengan

insulin dependent diabetes melitus disebabkan kerusakan autoimun sel insulin yang

memproduksi sel beta pada langerhan pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin.

Diabetes ini terjadi karena kekurangan produksi insulin dan tidak didahului obesitas, sangat

tidak stabil serta sulit dikontrol. Pasien pada diabetes melitus tipe I dengan gejala diabetes

meliputi polyphagia, polydhipsia, polyuria, dan predisposisi ke infeksi. Biasanya terjadi pada

anak anak dan dewasa. Substitusi insulin diperlukan. Adanya predisposisi genetik dan

terjadinya bisa dipicu infeksi virus. (Mueller HP, 2005; 93)

Diabetes melitus tipe II yang dikenal non insulin dependent diabetes melitus

disebabkan resisten tepi pada kerja insulin, terganggunya sekresi insulin, dan peningkatan

produksi glukosa pada hati. Produksi insulin sel beta pada pankreas tidak dirusak oleh sel

autoimun. Diabetes ini dimulai dengan resisten insulin, yang mengakhibatkan penurunan

produksi pankreas padahal terjadi peningkatan permintaan insulin. Diabetes melitus tipe II

adalah bentuk dibates umum dan terjadi 90% pada orang dewasa. Penderita tidak menyadari

menderita penyakit ini sampai beberapa komplikasi terjadi.

Manifestasi rongga mulut diabetes melitus : Cheilosis, keringnya mukosa dan pecah pecah,

terbakar di mulut dan lidah, berkurangnya aliran saliva dan perubahan flora rongga mulut

dengan dominan Candida albicans, hemolytic streptococci, dan staphylococci.


Gambar kondisi periodontal pasien penderita diabetes. A. Pasien dewasa dengan diabetes (gula

darah>400mg/dL). Adanya inflamasi gingiva, perdarahan spontan dan edema. C. Pasien dewasa dengan diabetes

tidak terkontrol. Adanya pembesaran, licin. Eritema margin gingiva dan papila daerah anterior.

Kriteria diagnosis diabetes melitus melalui satu dari 3 metode laboratorium berbeda.

- Gejala diabetes dengan glukosa plasma acak (tanpa puasa) ≥200 mg/ dL.

- Gula darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa didefinisikan tidak ada pengambilan kalori

selama 8 jam. Normal gula darah puasa 70 – 100 mg/dL

- Gula darah 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/ dL. Normalnya < 140 mg/dL.

- Evaluasi kontrol diabetes HbA1c (4-6% normal, <7% diabetes kontrol bagus, 7-

8% diabetes kontrol sedang, >8% perlu peningkatan diabetes kontrol) .

3. Hubungan diabetes melitus terhadap periodontitis kronis

Pada pasien diabetes glukosa yang tinggi pada carian gingiva dan darah merubah

lingkungan mikroflora sehingga mengubah kualitatif bakteri yang mengakibatkan keparahan

penyakit periodontal. Terjadi perubahan pembuluh darah meliputi penebalan dan hialinisasi

dinding pembuluh darah, penebalan membran dasar kapiler, pembengkakan dan proliferasi

sel endotel, dan terbelahnya membran dasar kapiler yang menyebabkan efek penghambat

transport oksigen, sel darah putih, faktor imun dan produk sisa yang mengganggu regenerasi
dan perbaikan jaringan. (Reddy S, 2008; 100) Kurangnya nutrisi ke jaringan dan sel akhibat

glukosa tidak bisa mencukupi masuk ke sel menyebabkan penurunan leukosit

polymorphonuclear dan terganggunya kemotaksis, berkurangnya fagositosis dan

terganggunya perlekatan leukosit. Pada kondisi hiperglikemik terjadi peningkatan glikosilasi

protein dan molekul matriks menghasilkan peningkatan AGEs (Accumulated glycation end

products). Kolagen yang berikatan silang oleh pembentukan AGE membuat lebih berkurang

kelarutan dan lebih susah untuk diperbaiki atau digantikan. Migrasi selular terhambat dan

integritas jaringan terganggu karena kerusakan kolagen terjadi untuk waktu lama (kolagen

tidak bisa diperbaharui pada laju normal). Interaksi AGE dengan makrofag meningkatkan

sekresi proinflamasi TNF α dan IL-1 yang menyebabkan kemerosotan status periodontal.

(Dumitrescu AL, 2010; 145) Diabetes melitus menginduksi perubahan metabolisme tulang :

penghambatan pembentukan matriks kolagen, perubahan sintesis protein, peningkatan waktu

mineralisasi osteoid, penurunan penggantian tulang, penurunan jumlah osteoblas, dan

penurunan produksi osteocalcin. ( Bathla S, 2011; 103)

Periodontitis kronis dapat pula mempengaruhi glikemia. Infeksi bakteri dapat

meningkatakan resistensi insulin dan memperberat kontrol glikemik. Ini dapat terjadi pada

individu dengan dan tanpa diabetes. Infeksi sistemik mengganggu glukosa masuk ke sel

target, menyebabkan peningkatan level gula darah, dan membutuhkan peningkatan produksi

insulin pankreas untuk mempertahankan normoglycemia. TNFα dapat meningkatkan

resistensi insulin dan berhubungan kerusakan penyakit periodontal dan memperburuh

keadaan diabetes.
4. Terapi periodontitis kronis pada pasien diabetes melitus tipe II

Panduan perawatan pasien diabetes melitus :

- Pasien mengecek gula darahnya sebelum perawatan untuk menentukan diabetes

terkontrol dan mengunjungi dokter selama 3-6 bulan terakhir. Pasien perlu

menjaga gula darah pada batas normal. (Dibart S dan Dietrich T, 2010; 29)

- Pada saat pasien mengalami gejala hipoglikemia, gula darah dicek secepatnya.

Hipoglikemia tidak terjadi sampai gula darah di bawah 60 mg/ dL. Jika

hipoglikemia terjadi :
o Disediakan karbohidrat 15 gr : 4-6 ons soda atau jus, 3-4 sendok teh gula,

permen 15 gr gula

o Jika pasien tidak dapat makan atau minum dengan mulut : diberikan 25-30

ml 50% dextrose intravena. Atau 1 mg glucagon intra vena. Atau 1 mg

glucagon intramuscular atau subkutan.

- Fase I : kontrol plak dengan belajar menggosok gigi yang benar, menghilangkan

plak dan kalkulus supra dan sub gingiva , managemen karies dengan restorasi

permanen atau sementara dan evaluasi jaringan setelah scaling root planing.

- Pasien perlu diberikan edukasi tentang hubungan periodontitis kronis dengan

diabetes melitus

- Splinting dilakukan pada gigi goyang untu meningkatkan stabilitas gigi. Indikasi

splinting pada kegoyangan gigi yang mengganggu kenyamanan pasien atau

meningkat , protesa dengan beberapa abutment diperlukan.

- Apabila 4 minggu setelah fase I masih terdapat poket maka perlu dilakukan fase II

dan dilanjutkan Fase III.

- Fase II kuretase dilakukan untuk membentuk perlekatan baru dan sebagai

prosedur definitif mengurangi inflamasi sebelum eliminasi poket dengan bedah

flap.

- Bedah flap dialkukan agar menyediakan penglihatan dan akses ke permukaan

tulang dan akar.

- Fase III pro prostodonsia diperlukan agar terjadi harmonisasi antara jaringan

periodontal dan restorasi yang terpasang.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dumitrescu AL, 2010. Etiology and phatogenesis of periodontal diseases. Springer :


New York.
2. Bathla S, 2011. Periodontics Revisited. Jaypee : New Delhi.
3. Dibart S dan Dietrich T, 2010. Practical Periodontal Diagnosis and Treatment
Planning. Wiley Blackwell : USA.
4. Kuo LC, Polson AM, Kang T, 2008. Asscociations between periodontal diseases and
systemic diseases : a review of the interrelationships and interactions with diabetes,
respiratory diseases, cardiovascular diseases and osteoporosis. Public Health ;
122:417-433.
5. Mueller HP, 2005. Periodontology the essentials. Thieme : New York.
6. Newman dkk, 2012. Carranza’s Clinical Periodontology. 12th ed. P: 53,83, 103, 157,
189, 211, 258, 309- 310, 382, 402, 426.
7. Reddy S, 2006. Clinical Periodontology and Periodontics. 2nd ed . Jaypee: New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai