Prevalensi Hipertensi
Dari penelitian ini ditemukan responden yang memiliki hipertensi pada wilayah
Kerja Puskesmas Selemadeg I adalah 39 orang (39%). Angka ini lebih tinggi dari angka
prevalensi hipertensi berdasarkan data Risketdas Tabanan tahun 2007 yaitu sebesar
32% dan hasil penelitian dari Rahajeng (2009) berdasarkan analisis data Riskesdas
seluruh Indonesia tahun 2007 (32,2%).
hipertensi. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse
mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi.
makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Pada penelitian ini
didapatkan kasus hipertensi paling banyak ditemukan pada kelompok yang mengalami
kegemukan (56,7%). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Aris Sugiharto (2007)
yang menyatakan kegemukan/obesitas merupakan faktor risiko timbulnya hipertensi.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Prevalensi Hipertensi pada usia dewasa di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg
I pada bulan Juni 2012 sebesar 39%.
2. Kejadian hipertensi cenderung dialami oleh perempuan (39,7%), kelompok
usia 55-64 (56,5%), bekerja sebagai petani (44,7%), dan pendidikan rendah
(51,1%).
3. Kejadian hipertensi cenderung dialami oleh responden yang memiliki riwayat
keluarga hipertensi (41,4%), merokok sedang (47,6%), peminum berat (40%),
sering mengkonsumsi makanan asin (39,2%), kurang berolahraga (52,4%), dan
kegemukan (56,7%).
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, dapat dirumuskan saran penelitian sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai hubungan masing-masing
faktor risiko terhadap kejadian hipertensi, dan jumlah asupan garam per hari
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg I.
2. Mengingat tingginya prevalensi hipertensi pada kelompok dengan tidak
berolahraga dan kegemukan, perlu dilakukan intervensi misalnya senam dan
promosi kesehatan pada kelompok sasaran berusia di atas 35 tahun.
6
Jika dilihat dari distribusi pekerjaan penderita hipertensi pada instalasi rawat jalan di
Puskesmas Batua didapatkan hasil terbanyak pasien berprofesi sebagai ibu rumah
tangga (IRT) sejumlah 93 orang (39,91%) dikaitkan dengan terjadinya distribusi jenis
kelamin pada penderita hipertensi di Puskesmas Batua lebih banyak adalah perempuan.
Hal ini berkaitan dengan pola hidup dan status gizi dari penderita hipertensi IRT,
namun data sekunder puskesmas tidak mencantumkan status gizi pasien maupun pola
hidup/ kebiasaan rutin dari pasien. Jika dihubungkan hubungan pekerjaan ibu rumah
tangga dengan stress yang dialami penderita ataupun pola hidup IRT berupa status gizi
Karyawan swasta dan PNS memiliki persentase cukup tinggi yaitu 18,45 % dan
16,31%, dikaitkan dengan pola hidup dan berupa stress yang dialami penderita
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis.
Penigkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara tidak
7
menentu. Jika stress terjadi secara terus-menerus, maka akan mengakibatkan tekanan
Wiraswasta, buruh (bangunan, serabut, kuli pasar), dagang, tukang ojek dan sopir
secara berturu-turut memiliki persentase yang cukup rendah yaitu 25%, 11%, 8%, 6%,
dan 5%, dalam studi deskriptif tentang karakteristik hipertensi di Puskesmas Batua
merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi. Namun dari studi literatur tidak
dapat ditolak begitu saja pernyataan bahwa pekerjaan tidak berhubungan dengan
terjadinya hipertensi, sangat kompleks penyebab hipertensi mulai dari faktor risiko
yang dapat dimanipulasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimanipulasi, yang lebih
terkait disini adalah faktor risiko yang dapat dimanipulasi yaitu berupa status gizi,
garam berlebih dan stress atau beban mental yang dialami setiap individu.18, 27, 28
Jika dilihat dari distribusi pendidikan pada penderita hipertensi di instalasi rawat jalan
di Puskesmas Batua. Didapatkan hasil penelitian bahwa pendidikan yang tertinggi dari
pasien adalah sarjana dengan jumlah 25 orang (11%), diploma 54 orang (25%) dan
yang terbanyak adalah pendidikan tingkat SMA sejumlah 74 orang (32%). Didapatkan
juga pendidikan tingkat SMP 23 orang (10%), SD sebanyak 32 orang (14%), dan yang
tidak sekolah berjumlah 20 orang (9%). Dari hasil data studi deskriptif ini
tersebut akan memiliki risiko lebih rendah untuk terkena hipertensi, namun pendidikan
darah. Sesuai dengan pendapat Notoatmojo bahwa salah satu faktor yang
Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Siti Kaidah yang mengatakan adanya