Anda di halaman 1dari 47

HIPERTENSI ON TREATMENT

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama :
Sri Rinia Sari C111 12 176
Shella Limbunan C111 12 273
Ardianto Arsadi Ali C111 12 303

Laporan Kasus : Hipertensi On Treatment


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2017

Pembimbing

Dr. dr. H. Rasyidin Abdullah, MPH, MH.Kes., DPDK

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii

BAB I LAPORAN KASUS 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
DAFTAR PUSTAKA 43

iii
BAB I
LAPORAN KASUS
KEDOKTERAN KELUARGA
HIPERTENSI ON TREATMENT

Data Riwayat Keluarga :


I. Identitas Pasien :
Nama : Ny. Nurhasnah
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Pajjaiang
Status Pasien : BPJS
Waktu Pemeriksaan : Selasa, 18 April 2017

II. Riwayat Biologis Keluarga :


a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
b. Kebersihan perorangan : Baik
c. Penyakit yang sering diderita : Hipertensi
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak Ada
g. Pola makan : Baik
h. Pola istirahat : Cukup
i. Jumlah anggota keluarga : 4 orang (Memiliki 2 orang anak)
III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : Konsumsi makanan
berlemak, asin. Konsumsi obat tidak teratur.
b. Pengambilan keputusan : Kepala keluarga
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Klinik

1
e. Pola rekreasi : Kurang
IV. Keadaan Rumah/Lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : 11 x 6 m2
d. Penerangan : Baik
e. Kebersihan : Baik
f. Ventilasi : Baik
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Air Galon
j. Sumber pencemaran air : Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi keluarga : Baik
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Baik
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Baik
VII. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Makassar
b. Lain-lain : Tidak ada

2
VIII. Anggota Keluarga : 4 orang yaitu Suami, Istri dan 2 orang anak, yang
datang berobat ada 1 orang yaitu Ny. Nurhasnah

Hub. Dengan Keadaan Keadaan Imun-


No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama KB Ket
Pasien Kesehatan Gizi isasi
Kepala 39
1 Tn.U S1 Polisi Islam Sehat Cukup - - -
Keluarga/Suami Tahun
36
2 Ny.N Istri/Penderita S1 Guru Islam Sakit Cukup - + -
Tahun
29 Karyawan
3 Tn. R1 Anak S1 Islam Sehat Cukup - - -
Tahun Swasta
25
4 Tn. R2 Anak S1 PNS Islam Sehat Cukup - - -
Tahun

IX. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri tengkuk
b. Keluhan tambahan : Pusing
c. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien berumur 58 tahun datang ke Klinik Mitra
Madising dengan keluhan nyeri tengkuk yang dialami sejak 3 hari yang
lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul, seperti tertekan benda berat, tidak
menjalar Keluhan juga disertai dengan rasa tegang di leher dan pusing.
Tidak demam, tidak batuk, tidak sesak, tidak mual muntah. Buang air
besar biasa lancar, buang air kecil kuning, lancar. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu.
d. Riwayat pengobatan : Amlodipine 10 mg
e. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit hipertensi diketahui sejak 7 tahun yang lalu dan
berobat dengan Amlodipine 10 mg.
Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ada.
f. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
g. Riwayat alergi : Tidak ada
h. Riwayat psikososial :
Riwayat merokok dan konsumsi minuman beralkohol tidak ada.

3
X. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit ringan/gizi cukup/GCS 15 (compos mentis)
Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 150/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 kali/menit, reguler
- Frekuensi napas : 16 kali/menit
- Suhu (aksilla) : 36,9oC

Kepala
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Deformitas : Tidak ada
Simetris muka : Simetris
Rambut : Hitam terdistribusi merata, sukar dicabut
Ukuran : Normocephal
Bentuk : Mesocephal

Mata
Eksoftalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis (-)
Kornea : Refleks kornea (+)
Enoptalmus : Tidak ada
Sklera : Ikterus (-)
Palpebra : Tidak edema
Pupil : Isokor 2,5 mm/2,5 mm

Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea : Tidak ada

Hidung
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorrhea : Tidak ada

4
Deviasi Septum Nasi : Tidak ada

Mulut
Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
Lidah : Kotor (-)
Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis
Faring : Tidak hiperemis

Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
DVS : R+2 cmH2O
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Tidak Ada

Thoraks
Bentuk : Simetris kiri sama dengan kanan
Permukaan dada : Urtika (-), papul (-), massa (-)
Buah dada : Simetris kiri sama dengan kanan, tidak ada
kelainan
Sela iga : Simetris kiri sama dengan kanan, tidak melebar
Tipe pernapasan : Thoraco-abdominal

Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan
Nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada, krepitasi tidak ada
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

5
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas atas ICS II
Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+), ascites (-), nyeri ketok (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Inspeksi : Pitting edema (-/-)
Palpasi : Kulit kering, akral hangat, tidak ada nyeri tekan

Inguinal – Genitalia - Anus


Tidak dilakukan pemeriksaan

XI. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (19/4 – 2017)
Kolesterol total : 220 mg/dL

XII. Resume Pasien


Seorang pasien berumur 58 tahun datang ke Klinik Keluarga dengan
keluhan nyeri tengkuk yang dialami sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul, seperti tertekan benda berat, tidak menjalar Keluhan juga

6
disertai dengan rasa tegang di leher dan pusing. Tidak demam, tidak batuk,
tidak sesak, tidak mual muntah. Buang air besar biasa lancar, buang air kecil
kuning, lancar.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan berobat
dengan amlodipine 10 mg. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
tidak ada. Riwayat alergi tidak ada.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan status generalisata sakit ringan, gizi
cukup, komposmentis. Dari tanda vital didapatkan tekanan darah, yaitu
150/80 mmHg, Frekuensi nadi : 88 x/menit, Pernapasan 16 x/menit, suhu
axilla: 36,9oC.

XIII. Diagnosa Kerja :


Hipertensi on treatment
Hiperkolesterolemia

XIV. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit


a. Promotif
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakitnya
kepada pasien agar dapat teratur meminum obat hipertensi dan rutin
mengontrol tekanan darahnya, serta menjalankan pola hidup sehat
dengan mengonsumsi makanan sehat, menghindari merokok,
melakukan olahraga ringan, istirahat yang cukup, menghindari stress.
b. Preventif
Menganjurkan kepada pasien dan keluarganya untuk ikut diperiksa
tekanan darahnya dan menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat.
c. Kuratif
Terapi medikamentosa :
 Amlodipine 10 mg 1 kali sehari
 Simvastatin 20 mg 1 kali sehari
Terapi non medikamentosa:
 Diet rendah garam, rendah lemak
 Melakukan olahraga ringan rutin setiap minggu

7
 Menghindari stress

d. Rehabilitatif
 Kontrol tekanan darah 1 bulan kemudian
 Kontrol penyakit ke dokter bila gejala memberat
 Interaksi obat dan efek samping
 Kepatuhan minum obat dan modifikasi gaya hidup
XV. Prognosis
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad sanationam : Dubia
c. Ad fungsionam : Bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI ON TREATMENT

2.1 Definisi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. (1), (2)
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis
kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh. (3)
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang
berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan
jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau
yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling
berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular). (4), (5)

2.2 Epidemiologi
Hipertensi merupakan suatu gangguan pada sistem peredaran darah
yang mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya terjadi pada usia di
atas 40 tahun, namun sebagian besar penderita tidak menyadari bahwa
mereka menderita hipertensi akibat gejala yang tidak nyata. Sekitar 1,8% -
28,6% penduduk dewasa menderita hipertensi. Prevalensi penderita
hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%.(6)

9
Prevalensi hipertensi lebih besar ditemukan pada pria, daerah
perkotaan, daerah pantai dan pada orang gemuk. Pada usia setengah baya
dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dibandingkan dengan
perempuan. Pada golongan umur 55-64 tahun, penderita hipertensi pada pria
dan perempuan sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita
hipertensi pada perempuan lebih banyak daripada pria. Penelitian
epidemiologi membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan
dengan kejadian penyakit jantung. Seorang penderita hipertensi memiliki
risiko terserang penyakit jantung koroner 5 kali lebih besar.(6)

2.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan
pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.
Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti
kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan
lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung
pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi. (7)

2.4 Faktor Risiko


Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:
1. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.

10
2. Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering
muncul pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau
Amerika Hispanik.
3. Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi
daripada wanita.
4. Kebiasaan gaya hidup tidak sehat
Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara
lain minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.(8)
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam
paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak,
nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan darah yang lebih tinggi. (9)
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan
darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak
dinding pembuluh darah. (10), (11)
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah
meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya. (9)
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah
meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.
(11)

11
b. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal
tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa
darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding
arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat.
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur
memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah
sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. (12)

2.3 Patogenesis
Beberapa faktor yang terlibat untuk regulasi tekanan pembuluh arteri
baik secara normal maupun meningkat adalah curah jantung dan resistensi
perifer. Curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup dan detak jantung. Isi
sekuncup berhubungan dengan kontraktilitas miokardium dan ukuran dari
kompatemen ventrikel. Resistensi perifer dipengaruhi oleh fungsi dan
anatomi dari arteri kecil (diameter lumen 100-400µm) dan arteriol.
1. Volume Intravaskular (13)
Natrium merupakan ion dominan pada ekstraseluler dan
determinan utama untuk jumlah cairan ekstraseluler. Saat pemasukan
NaCl melebihi kapasitas ekskresi dari ginjal, volume vaskuler akan
meningkat dan meningkatkan curah jantung. Pembuluh darah

12
memiliki kapasitas untuk regulasi aliran darah. Saat aliran darah harus
dipertahankan pada kondisi peningkatan tekanan arteri, maka tahanan
pada pembuluh darah harus meningkat.
𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑒𝑤𝑎𝑡𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑢𝑙𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ
aliran darah =
𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑢𝑙𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ
Peningkatan tekanan darah terjadi akibat peningkatan jumlah
volume vaskuler akibat peningkatan curah jantung. Tubuh akan
beradaptasi dengan meningkatkan tahanan perifer sehingga curah
jantung akan kembali normal. Mekanisme ini belum jelas
berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Tetapi kadar gaaram di
dalam tubuh mampu mengaktifkan berbagai mekanisme, saraf,
endokrin/parakrin, dan mekanisme varkuler, yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Tekanan arteri akan meningkat saat pemasukan NaCl
meningkat, ekskresi natrium dalam urin akan meningkat dan
keseimbangan natrium dipertahankan pada kondisi peningkatan
tekanan arteri. Mekanisme “pressure-natriuresis” ini melibatakan laju
filtrasi glomerulus, penurunan kapasitas absorbs tubulus renal, dan
faktor hormonal seperti atrial natriuretik. Peningkatan tekanan arteri
diperlukan untuk mencapai natriuresis dan keseimbangan natrium
pada individu dengan gangguan ekskresi natrium.
Hipertensi yang berhubungan dengan NaCl merupakan dampak
dari penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan natrium, atau
akibat kelainan intrinsik ginjal atau produksi hormon retensi natrium
(mineralokortikoid) menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium
pada tubulus renal. Peningkatan reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal juga dapat disebabkan oleh aktivitas neural pada ginjal.
2. Sistem Saraf Otonom (13)
Refleks adrenergik dapat menjaga tekanan darah jangka pendek,
dan fungsi adrenergik berkontribusi menjada tekanan darah jangka
panjang. Norepinefrin, epinefrin, dan dopamin memegang peranan
penting pada tonus dan regulasi kardiovaskuler.
Aktivitas reseptor adrenergik dimediasi oleh protein regulator
guanosine nucleotide-binding (protein G) dan konsentrasi second

13
messenger intraseluler. Reseptor adrenergik dibagi menjadi dua
kelompok besar, α dan β. Reseptor ini terbagi menjadi lebih spesifik
yaitu α1, α2, β1, dan β2. Reseptor α lebih berespon terhadap aktivasi
dari norepinefrin dibandingkan dengan epinefrin, dan reseptor β
sebaliknya. Reseptor α1 terletak pada postsinaps otot polos dan
menyebabkan vasokonstriksi. Reseptor α2 terletak di presinaps
postganglion saraf terminal yang menghasilkan norepinefrin. Pada
saat diaktifkan oleh katekolamin, reseptor α2 akan memberikan
umpan negatif dan menghambat pengeluaran norepinefrin. Pada
ginjal, aktivasi reseptor α1 akan menyebabkan peningkatan reabsorpsi
natrium pada tubulus ginjal. Beberapa kelas antihipertensi yang
berbeda berperan sebagai inhibitor reseptor α1 atau berperan sebagai
agonis reseptor α2 dan menurunkan aliran darah sistemik
Aktivasi reseptor miokardium β1 akan menyebabkan
peningkatan detak jantung dan kekuatan kontraksi jantung, hal ini
akan menyebabkan peningkatan curah jantung. Aktivasi dari reseptor
β1 akan menstimulasi pelepasan rennin dari ginjal. Aktivasi dari
reseptor β2 oleh epinefrin menyebabkan relaksasi pada otot polos dan
menyebabkan vasodilatasi.
3. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (13)
Sistem RAA berkontribusi pada regulasi tekanan arteri melalui
vasokonstriksi yang disebabkan oleh angiotensin II dan aldosteron
yang menyebabkan retensi natrium. Renin merupakan aspartyl
protease yang disintesis sebagai enzim inaktif, prorenin. Sebagian
besar rennin disintesis pada arteriol aferen renal. Prorenin disekresi ke
dalam sirkulasi atau diaktivasi dalam sel sekretori dan dilepaskan
sebagai rennin. Sekresi rennin distimulasi oleh: (1) penurunan kadar
NaCl pada bagian distal dari thick ascending limb dari lengkung
Henle dan memberikan sinyal pada arteriol aferen (makula densa), (2)
penurunan tekanan atau regangan pada arteriol aferen ginjal
(mekanisme baroreseptor), dan (3) stimulasi sistem saraf simpatis
pada sel sekretori rennin melalui reseptor β1. Sekresi dari rennin akan

14
dihambat melalui reseptor angiotensin II tipe 1 di sel juxtaglomerulus,
dan sekresi renin akan meningkat akibat penghambatan pada ACE
ataupun pada reseptor angiotensin II. Pada saat renin dilepaskan ke
dalam sirkulasi, rennin akan mengubah angiotensinogen menjadi
bentuk inaktif decapeptida angiotensin I. Angiotensin I kemudian
akan diubah oleh bantuan converting enzim, yang terdapat terutama
pada sirkulasi pulmonari, menjadi bentuk aktif octapeptida
angiotensin II dengan melepaskan C-terminal histidyl-leucine
dipeptida.
Angiotensin II, melalui reseptor angiotensin II tipe 1, akan
menstimulasi sekresi aldosteron pda zona glomerulosa adrenal, dan
merupakan mitogen kuat yang menstimulasi sel otot polos vaskuler
dan pertumbuhan miosit. Angiotensin II tipe 2 memiliki efek untuk
menginduksi vasodilatasi, ekskresi natrium, dan inhibitor
pertumbuhan sel dan pembentukan matriks. Penelitian menunjukkan
bahwa angiotensin dapat menyebabkan remodeling pada vaskuler
dengan stimulasi apoptosis pada sel otot polos vaskuler dan
berkontribusi pada regulasi laju filtrasi glomerulus.

15
Gambar 1. Proses Pembentukan Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (13)

4. Mekanisme Vaskuler (13)


Diameter vaskuler dan penyesuaian tahanan arteri merupakan
faktor penting yang memengaruhi tekanan arteri. Pada penderita
hipertensi, perubahan struktur, mekanisme, atau fungsi dapat
menurunkan diameter lumen dari arteri kecil atau arteriol. Remodeling
menunjukkan adanya perubahan geometris pada dinding pembuluh
darah tanpa perubahan volume pembuluh darah. Remodeling
hipertropik atau eutropik menyebabkan penurunan ukuran lumen dan
meningkatkan tahanan perifer. Apoptosis, inflamasi, dan fibrosis
vaskuler juga menyebabkan remodeling. Diameter lumen juga
berhubungan dengan elastisitas dari pembuluh darah. Pembuluh darah
dengan elastisitas tinggi dapat beradaptasi dengan peningkatan
volume dengan perubahan tekanan yang kecil, sedangkan pada
pembuluh darah yang kaku, sedikit peningkatan volume menyebabkan
peningkatan tekanan yang besar.
Pasien hipertensi memiliki pembuluh darah yang kaku, dapat
disebabkan oleh arteriosklerosis, dan tekanan sistolik yang tinggi
dengan tekanan nadi yang besar. Hal ini menyebabkan penurunan
compliance dari vaskuler. Akibat kekakuan pada arteri, tekanan darah
sentral (aorta, karotis) tidak berespon pada tekanan arteri brachial.
Ejeksi darah ke dalam aorta membentuk tekanan gelombang yang
akan menghasilkan kecepatan. Gelombang yang berjalan ke depan
mencerminkan gelombang yang berjalan ke belakang menuju aorta
asenden. Walaupun mean arterial pressure (MAP) ditentukan oleh
curah jantung dan tahanan perifer, tetapi tekanan nadi berhubungan
dengan fungsi dari arteri besar dan amplitudo serta waktu
terbentuknya gelombang. Peningkatan kekakuan pada arteri
menyebabkan peningkanan kecepatan gelombang pulsasi pada arteri
besar dan arteri kecil. Akibat gelombang teserbut, terjadi peningkatan
tekanan sistolik aorta dan penurunan pada tekanan diastolik aorta.

16
Fungsi endotel vaskuler juga memodulasi tonus vaskuler.
Endotel vaskuler menghasilkan dan melepaskan beberapa substansi
vasoaktif termasuk nitrit oxide yang menyebabkan vasodilator. Pada
penderita hipertensi, mekanisme tersebut terganggu.

2.4 Tanda dan Gejala Klinis


1. Anamnesis
Penilaian awal pada pasien hipertensi harus dilakukan dengan
anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik untuk menentukan diagnosis
hipertensi. Beberapa skrining perlu dilakukan pada pasien hipertensi
seperti faktor risiko penyakit kardiovaskuler, penyebab sekunder dari
hipertensi, menentukan dampak dan komobiditas hipertensi pada
penyakit kardiovaskuler, mengukur tekanan darah, dan menentukan
jenis pengobatan.
Sebagian besar pasien hipertensi tidak memiliki gejala khusus
terhadap peningkatan tekanan darah. Walaupun beberapa gejala sering
dikeluhkan seperti nyeri kepala, tetapi gejala tersebut ditemukan pada
pasien hipertensi berat. Karakteriski nyeri kepala akibat hipertensi
adalah terjadi pada pagi hari dan terlokalisir pada region oksipital.
Gejala lain yang sering dijumpai seperti pusing, palpitasi, mudah
lelah, dan impotensi. Jika gejala tersebut ditemukan pada pasien, maka
kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan hypertensive
cardiovascular disease atau manifestasi dari hipertensi sekunder. (13)
2. Pengukuran Tekanan Darah
Untuk pengukuran tekanan darah, sebelum pasien diperiksa,
pasien harus duduk terlebih dahulu selama 5 menit dengan kaki
menapak pada lantai. Pengukuran paling tidak dilakukan sebanyak 2
kali. Bagian tengah dari manset harus setinggi jantung, lebar dari
manset minimal 40% dari lingkar lengan atas, dan panjang manset
melingkar minimal 80% dari lingkar lengan atas. Tekanan darah
sistolik akan terdengar sebagai suara pertama (bunyi Korotkoff) dan

17
tekanan darah diastolic merupakan bunyi Korotkoff yang terakhir
terdengar. (13)

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran tekanan darah
pada beberapa posisi, yaitu posisi supinasi, duduk, dan berdiri untuk
menilai adanya hipertensi postural. Pada pasien dengan riwayat
hipertensi lebih 30 tahun, pengukuran tekanan darah harus dilakukan
pada ekstremitas bawah walaupun pulsasi femoral normal. Denyut
nadi juga perlu dievaluasi. Pasien hipertensi memiliki risiko untuk
mengalami atrial fibrilasi.
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan pada leher untuk menilai
pembesaran dari kelenjar tiroid, dan penilaian juga harus dilakukan
apakah terdapat gejala hipo- ataupun hipertiroid. Pemeriksaan
pembuluh darah dapat dilakukan untuk menilai penyebab dari
hipertensi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan
funduskopi, auskultasi bruit dari arteri karotis dan arteri femoralis, dan
palpasi pulsasi femoralis dan pedis. Pemeriksaan retina merupakan
pemeriksaan yang dapat menilai langsung arteri dan arteriol.
Pemeriksaan jantung dapat dilakukan dengan mendengar suara
jantung. Pada pasien hipertensi dapat terdengar suara jantung kedua
yang membesar akibat penutupan katup aorta dan bunyi S4 gallop
yang menunjukkan gangguan kontraksi atrium akibat noncompliance
dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi melalui
impuls apical yang melebar dan terletak di sebelah lateral. (13)

2.5 Klasifikasi
Tabel berikut adalah klasifikasi hipertensi pada dewasa berdasarkan
JNC VII.

BP Classification SBP mmHg DBP mmHg


Normal <120 And <80

18
Prehypertension 120-139 Or 80-89
Stage 1 hypertension 140-159 Or 90-99
Stage 2 hypertension ≥ 160 Or ≥100
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Dewasa Berdasarkan JNC VII (14)

Selain klasifikasi JNC VII, terdapat juga pembagian hipertensi seperti


berikut.
1. Hipertensi Primer
Karena usia pasien, BMI, gaya hidup, tekanan darah hipertensi
berturut-turut, dan deskripsi dari sakit kepala (bilateral berdenyut
sementara - yang terjadi sepanjang hari dengan penurunan intensitas
sebagai hari berlangsung), edema ekstremitas bawah, dan
pengetahuan yang hipertensi primer adalah bentuk paling umum dari
hipertensi dan ringan sampai sedang primer hipertensi (esensial)
sebagian besar tanpa gejala selama bertahun-tahun, gabungan
memberikan rasional untuk diagnosis diferensial ini.
2. Hipertensi Sekunder
Deskripsi pasien sakit kepala, tekanan darah hipertensi berturut-turut,
dikombinasikan dengan pengetahuan bahwa hipertensi sekunder
adalah jenis yang paling umum kedua hipertensi menyediakan alasan
untuk diagnosis ini. Penyajian hipertensi sekunder mirip dengan
hipertensi primer dalam hal itu mungkin asimtomatik meskipun
tekanan darah sangat tinggi.
3. Hipertensi Komplikata
Deskripsi pasien sakit kepala, pembengkakan ekstremitas bawah,
tekanan darah hipertensi yang tidak terkontrol berturut-turut,
dikombinasikan dengan potensi kerusakan hipertensi kronis
menyebabkan disfungsi organ, menyediakan alasan untuk diagnosis
ini. kerusakan organ potensi dan / atau disfungsi meliputi: jantung,
ginjal, mata, pembuluh darah, otak, tulang, sulit tidur, dan disfungsi
seksual.

19
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah : Penurunan mortalitas
dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan
morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian
kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal).
Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan
pengurangan resiko.
a. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII (2)
- Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
- Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
- Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
b. Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII (15)
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun terapi farmakologi dimulai
pada SBP>150 dan DBP>90 mmHg dengan target tekanan darah
<150/90mmHg (Grade A)
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun jika terapi farmakologi
berhasil mencapai SBP <140mmHg dan dapat ditoleransi secara
baik tanpa efek samping maka terapi tidak perlu diubah (Grade E)
- Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai untuk
mencapai target DBP <90mmHg (Grade A untuk usia 30-59
tahun, grade E untuk usia 18-29 tahun) dan SBP <140mmHg
(Grade E)
- Pada populasi usia ≥18 tahun dengan CKD atau diabetes terapi
farmakologi bertujuan mencapai SBP <140 dan diastolik
<90mmHg (grade E)
c. Target nilai tekanan darah menurut ESH 2013
- Tekanan darah <140/90 untuk pasien hipertensi dengan faktor
resiko CVD rendah dan <130/80 pada pasien dengan resiko CVD
tinggi (diabetes, penyakit cerebrovaskular, kardiovaskular, ginjal)

20
- Pada orang tua <80 tahun target SBP 140-150mmHg dan pada
kondisi fit dapat <140mmHg atau disesuaikan dengan toleransi
individual
- Pada orang tua <80tahun target SBP 140-150mmg
- Pada pasien diabetes melitus target DBP <85mmHg
- Pada kehamilan terapi diberikan pada TD >160/110mmHg

Tabel 2. Perbandingan target tekanan darah menurut JNC VII, JNC VIII,
ESH/ESC 2013, ISHIB 2010, ADA 2013, KDIGO 2102, NICE, CHEP 2013 (14)

Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum


dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien
dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan
darah sistolik masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi
yang diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤90 mmHg. Pada
kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan tercapai
apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena

21
kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular
dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus
digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada
hipertensi. (2), (15)
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau
untuk pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤130/80 mmHg (DM dan
penyakit ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah
dan adanya indikasi khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1
harus diobati pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien
dengan tekanan darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan
kombinasi terapi obat, dengan salah satunya diuretik tipe tiazid.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan: terapi nonfarmakologi
dan terapi farmakologi.

22
Gambar 2. Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VIII (16)

23
Tabel 3. Obat-obat antihipertensi dan dosis rekomendasi JNC VIII (16)
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan
prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat
terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya
tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat
menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk
individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan

24
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi
alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan
tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang
didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada
pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan
natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan
dorongan moril.
2. Terapi farmakologi
Panduan dalam pemilihan dosis obat antihipertensi
- Mulai satu obat: titrasi maksimal. Jika tujuan tekanan darah tidak
dicapai dengan penggunaan satu obat meskipun titrasi dengan
dosis maksimum yang disarankan, tambahkan obat kedua dari
daftar (thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB) dan titrasi
sampai dengan maksimum yang disarankan dosis obat kedua
untuk mencapai tujuan tekanan darah.
- Jika tujuan tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat
ketiga dari daftar (thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB),
hindari penggunaan kombinasi ACEI dan ARB. Titrasi obat
sampai ketiga untuk maksimum dosis yang dianjurkan untuk
mencapai tujuan tekanan darah.
- Mulailah dengan 2 obat pada saat yang sama, memulai terapi
dengan 2 obat secara bersamaan, baik sebagai obat 2 yang
terpisah atau sebagai kombinasi pil tunggal. Titrasi obat ketiga
sampai dengan maksimum dosis yang dianjurkan untuk mencapai
tujuan tekanan darah. Beberapa anggota komite sarankan mulai
dengan> 2 obat ketika tekanan darah sistolik > 160 mmhg
kombinasi pil dan / atau tekanan darah diastolik > 100 mm hg,
atau jika tekanan darah sistolik > 20 mm hg di atas target dan /
atau tekanan darah diastolik > 10 mmhg di atas target. jika tujuan
tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat ketiga dari

25
daftar (thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB), hindari
penggunaan gabungan ACEI dan ARB. Titrasi obat sampai ketiga
dengan dosis maksimum yang disarankan.

Tabel 4. Indikasi memulai obat antihipertensi menurut ESC 2013. (15)


- Kombinasi Obat-Obat Anti-Hipertensi: Data-data menunjukkan
bahwa sebagian besar penderita hipertensi memiliki tekanan
darah yang tidak terkontrol (tidak mencapai target). Hal ini selain
disebabkan karena pasien tidak patuh menggunakan obat, juga
disebabkan karena pemberian obat anti-hipertensi yang tidak
adekuat. The American ALLHAT study (The Antihypertensive
and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial,
2000) menunjukkan bahwa untuk mencapai TD < 140/90 mmHg
],60% pasien hipertensi membutuhkan 2 atau 3 jenis obat anti-
hipertensi. Dengan demikian berbagai asosiasi hipertensi
menganjurkan menggunakan 2 atau 3 jenis obat anti-hipertensi.
Bahkan mereka telah membuat algoritme pengobatan agar lebih
efektif menurunkan tekanan darah dalam kombinasi obat. Pabrik
obat juga membuat dosis kombinasi tetap (fixed dose
combination) dalam satu tablet dengan tujuan meningkatkan
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.

26
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai
berikut: (2), (14)
 Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan
diuretik
 Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
 Penyekat beta dengan diuretik
 Diuretik dengan agen penahan kalium
 Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan
antagonis kalsium
 Agonis α-2 dengan diuretik
 Penyekat α-1 dengan diuretic
Menurut European Society of Hypertension 2013, kombinasi
dua obat untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah
dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis hijau adalah
kombinasi yang paling efektif.

Gambar 3. Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk


obat-obat antihipertensi. Garis hijau : kombinasi yang direkomendasikan.
Garis hijau putus-putus : kombinasi yang mungkin. Garis hitam putus-
putus: kombinasi yang memungkinkan tetapi kurang disarankan. Garis
merah: tidak direkomendasikan

27
3. Agen-agen antihipertensi
a. Diuretik
Diuretik yang digunakan sebagai obat antihipertensi adalah
diuretik tiazid, diuretik hemat kalium, dan loop-diuretik.
Pemberian diuretik sebagai obat antihipertensi tunggal dilaporkan
efektif dalam menurunkan TD pada 50% penderita HT ringan
sampai sedang. Diuretik menyebabkan ekskresi air dan Na+
melalui ginjal meningkat. Berkurangnya volume plasma
menurunkan preload selanjutnya menurunkan cardiac output.
Selain itu, berkurangnya konsentrasi Na+ dalam darah
menyebabkan sensitivitas adrenoreseptor–alfa terhadap
katekolamin menurun, sehingga terjadi vasodilatasi atau resistensi
perifer menurun. Diuretik bermanfaat pada orang tua karena
orang tua volume dependent. (15), (17)
 Diuretik tiazid. Hydro-chloro-thiazide (HCT) adalah yang
paling banyak dilakukan klinik. Dulu HCT diberikan pada
dosis besar yaitu 25-50 mg/hari sehingga banyak
menimbulkan efek samping seperti peningkatan asam urat
(70%), peningkatan gula darah (10%), gangguan profil lipid
atau hiponatremia. Saat ini HCT digunakan dalam dosis kecil
yaitu 12,5 - 25 mg/hari. Pada dosis ini HCT dilaporkan
efektif menurunkan TD, menurunkan morbiditas dan
mortalitas dan tidak banyak menimbulkan efek samping,
sehingga HCT dosis kecil dianjurkan sebagai obat
antihipertensi lini I pertama untuk kebanyakan pasien
hipertensi. HCT memiliki efek retensi Ca++ sehingga dapat
mencegah osteoporosis. Dengan demikian penggunaan HCT
sebagai obat antihipertensi pada lansia memiliki efek
tambahan. HCT dosis kecil (6,25 mg) dapat dikombinasi
dengan hampir semua obat anti-hipertensi lainnya dan
memberi efek sinergistik. Hasil ALLHAT (2002) memberi
informasi bahwa diuretik tiazid merupakan obat

28
antihipertensi lini pertama bagi pasien HT tanpa komplikasi.
Kondisi lain yang juga menguntungkan penggunaan diuretik
tiazid adalah isolated systolic hypertension. Dosis
maksimum HCT adalah 25 mg/hari. Dosis diatas ini
meningkatkan mortalitas. Chlorthalidone (Hygroton®) adalah
preparat lain dari diuretik tiazid. Indapamide (Natrilix SR.®)
adalah diuretik tiazid yang non diuresis; obat ini menurunkan
tekanan darah tanpa meningkatkan produksi urin. Kelebihan
indapamide adalah menurunkan TDS tanpa mempengaruhi
TDD. Pada pasien gangguan fungsi ginjal tiazid tidak efektif
menurunkan TD dan sering menyebabkan hipokalemia. Pada
keadaan ini loop diuretik menjadi pilihan. Untuk
meningkatkan efektifitas, tiazid dan loop diuretik dapat
dikombinasi.
 Diuretik hemat kalium. Spironolakton (Aldactone®,
carpiaton®, letonal®, 25 mg dan 100 mg) adalat anti-
aldosteron, memiliki efek antihipertensi lemah sehingga
jarang diberikan sebagai obat tunggal dalam terapi HT.
Spironolakton disebut diuretik hemat kalium karena
meningkatkan kadar kalium dalam plasma, sehingga obat ini
selalu dikombinasikan dengan HCT atau furosemide untuk
mencegah terjadinya hipokalemia. Pada pasien gagal jantung,
dilaporkan bahwa konsentrasi plasma aldosteron berbanding
lurus dengan mortalitas, pemberian spironolakton pada pasien
HT yang juga gagal jantung menurunkan mortalitas seperti
dilaporkan pada Randomized Aldactone Evaluation Study
(RALES). Spironolakton juga dianjurkan pada penderita
infark miokard dengan hipertensi karena memiliki efek
mencegah remodeling. Indikasi lain dari diuretik hemat
kalium adalah untuk hiperaldosteronisme. Efek samping
spironolakton adalah impotensi, gynecomastia dan hipertrofi

29
prostat. Hati-hati digunakan bersama ACE-I karena dapat
menyebabkan hiperkalemia.
 Loop diuretik. Furosemide (Lasix®: Farsix®, Uresix®)
adalah loop diuretik yang kuat, tersedia dalam tablet (40
mg/tablet) dan dalam bentuk vial (20 mg/ampul). Obat ini
dapat cepat sekali menguras cairan tubuh dan elektrolit,
sehingga tidak dianjurkan sebagai obat antihipertensi kecuali
pada pasien HT yang juga menderita retensi cairan yang
berat, atau pada Hypertension Heart Failure (HHF). Efek
samping loop diuretik adalah hiponatremia, ototoksisitas,
hiperurisemia, hiperglisemia, hipokalemia, dan meningkatkan
LDL kolesterol sebaliknya menurunkan HDL kolesterol.
Indikasi lain dari loop diuretik adalah edema pada sindrom
nefrotik, chronic renal insufficiency, atau sirosis hepatis yang
sudah refrakter terhadap diuretik lain. Akan tetapi loop
diuretik mengaktifkan sistem RAA dan meningkatkan PGC,
hal ini dilaporkan dapat memperburuk kerusakan ginjal.
Kontraindikasi loop diuretik adalah hipovolemia,
hiponatremia, anuri (obstruksi post renal) dan pasien yang
alergi terhadap preparat sulfa. Bumetanide (Bumex®) dan
ethacrynic acid (Edecrin®) adalah preparat loop diuretik.
b. Beta Bloker
Beta bloker menurunkan tekanan darah terutama dengan
mengurangi isi sekuncup jantung, selain itu juga menurunkan
aliran simpatik dari SSP dan menghambat pelepasan rennin dari
ginjal, sehingga mengurangi sekresi aldosteron. Beta bloker
generasi baru seperti bisoprolol, carvedilol, nebivolol dan lain -
lain yang memiliki farmakokinetik lebih netral, serta memiliki
efek pleiotropik seperti meningkatkan produksi NO, memiliki
efek anti-oksidan dan menghambat adrenoseptor-α1. Efek
antihipertensi dari beta bloker generasi ketiga ini belum pemah
diperbandingkan. Beta bloker menurunkan Cardiac output dan

30
resistensi perifer sehingga memiliki efek antihipertensi . Sejak
ditemukan pada tahun 1960, B-bloker selain sebagai obat
antiaritmia, juga digunakan sebagai obat antihipertensi. Namun
pada tahun 1985, laporan dari Medical Research Council (MRC)
Trial of mild hypertension menunjukkan bahwa pada pasien
hipertensi ringan, diuretik lebih unggul menurunkan insiden
stroke dibanding propranolol; dan pada tahun 1992 MRC Trial of
hypertension in older adult menunjukkan bahwa pada pasien
hipertensi umur 65-74 tahun, diuretik lebih unggul dari atenolol
dalam mencegah kejadian kardiovaskular termasuk stroke;
kemudian Anglo-Scandinavian Cardiac Outcomes Trial (ASCOT,
2006) menunjukkan bahwa resimen kombinasi atenolol dan
diuretik .tiazid tidak lebih baik bahkan sedikit inferior
dibandingkan regimen kombinasi amlodipin dan ACE-inhibitor
dalam menurunkan kejadian kardiovaskular pasien hipertensi.
Hasil hasil ini menyebabkan popularitas BB sebagai
antihipertensi menurun. Padahal secara farmakologi hasil hasil
penelitian tersebut diatas memiliki banyak kelemahan yang perlu
diluruskan disini. Indikasi utama beta bloker adalah pada pasien
HT yang takikardi atau takiaritmia (termasuk pasien anxiety,
feokromositoma dan tirotoksikosis), dan pada pasien HT yang
memiliki penyakit jantung koroner (angina pektoris atau pasca
miokard infark). Bagi pasien HT umur lanjut yang sudah
mengalami j penurunan fungsi jantung, penggunaan Beta bloker
tentu harus sangat hati-hati. Beta bloker yang dapat digunakan
pada pasien HT golongan ini hanya metoprolol, bisoprolol dan
carvedilol dengan ketentuan "start low go low”. Beberapa beta
bloker yang sering dipakai adalah propranolol, atenolol,
metoprolol, bisoprolol, carvedilol
c. Calcium Chanel Blocker (15)
Sebagaimana diketahui bahwa kalsium adalah zat yang tersebar
di sel tubuh, dan merupakan intracellular messenger untuk

31
menjembatani suatu rangsang menjadi respon. Sebuah sel dapat
berkontraksi-apabi la terjadi peningkatan Ca2+ intrasel baik
disebabkan oleh masuknya Ca ekstrasel melalui kanal kalsium
atau karena dilepaskan dari intrasellular store. Berbagai
penyakit atherosklerotik seperti hipertensi, penyakit jantung
koroner, juga diabetes melitus dan obesitas, homeostasis
kalsium intrasel terganggu, akibatnya pembuluh darah menjadi
sangat sensitif terhadap substansi vasoaktif sehingga cenderung
berkontraksi. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan
meningkatkan TD. Dengan menghambat kalsium masuk
kedalam sel, CCB memiliki efek vasodilatasi, memperlambat
laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan TD. CCB juga dapat bertindak sebagai
intracellular messenger bagi sistem RAA, dan juga berperan
dalam sekresi berbagai substansi neurohumoral. Dalam
penelitian telah dibuktikaf bahwa CCB menurunkan produksi
angiotensin II (Ang-II) melalui mekanisme penghambatan
terhadap aktivitas ACE. CCB juga menghambat vasokonstriksir
hiperplasi dan hipertrofi pembuluh darah yang diinduksi oleh
Ang-II. Efek-efek ini membuat CCB mampu menghambat
proses dan progresivitas atherosclerosis. Efek lain adalah CCB
menghambat sekresi aldosteron, menurunkan sintesis endotelin
dan menghambat vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh
endotelin. dilaporkan juga memiliki efek antiperoksidan
terhadap jaringan lemak. Di bidang reologi, CCB dilaporkan
menghambat agregasi trombosit. Masih ada satu efek CCB yang
tidak kalah pentingnya yaitu efek pada arterial compliance
(komplians arteri). Suatu obat antihipertensi dikatakan baik
apabila mampu meningkatkan komplians arteri sehingga
menurunkan pulse pressure dan pulse wave velocity. Komplians
arteri diartikan sebagai kemampuan arteri untuk
mengakomodasi volume darah yang meningkat secara simultan

32
pada waktu ventrikel kiri berkontraksi. Semakin elastik sebuah
pembuluh darah, maka kompliansnya semakin baik. Efek CCB
yang antisklerotik atau efek yang menurunkan ketebalan tunika
media dan meningkatkan kandungan elastin pada arteri
meningkatkan komplians. Dengan demikian CCB sebagai obat
antihipertensi memiliki efek proteksi terhadap penyakit jantung,
penyakit pembuluh darah dan penyakit ginjal. Semua CCB
memiliki efek anti iskemik miokard melalui mekanisme yang
telah dijelaskan diatas yaitu: menurunkan resistensi perifer,
menurunkan beban jantung, meningkatkan suplai; menurunkan
kebutuhan O2, anti sklerotik dan anti agregasi. Berbagai studi
menunjukkan bahwa CCB menurunkan episode angina pada
penderita PJK. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
golongan dihidropiridin efektif memperbaiki gejala seperti
sesak dan menurunkan mortalitas pasien gagal jantung yang
memiliki ejection fraction (EF) rendah. Golongan benzotiazepin
dan verapamil memiliki efek antiaritmia (terutama takiaritmia).
Verapamil merupakan obat yang memiliki sifat seperti beta-
blockers yaitu efek kronotropik negatif dan inotropik negatif,
jadi pasien yang mempunyai indikasi diberikan beta-blockers
namun memiliki penyakit asma atau diabetes yang tidak cocok
diberikan beta-blockers dapat diganti dengan verapamil. Efek
proteksi terhadap penyakit ginjal. CCB golongan dihidropiridin
dan benzotiazepin mampu memperbaiki efek vasokonstriksi
vasa aferen arteri ginjal yang diinduksi oleh Ang-II atau
adrenalin. Dengan demikian meningkatkan glomerular
capillary pressure, meningkatkan glomerulo flow rate dan
meningkatkan perfusi ginjal pada penderita HT. Dihidropiridin
generasi baru seperti efonipine dan manidipine selain
menyebabkan dilatasi vasa aferen, juga menyebabkan delatasi
vasa eferen ginjal sehingga menurunkan glomerular capillary
pressure, dengan demikian memiliki efek menurunkan

33
proteinuria. Studi klinik juga telah membuktikan bahwa CCB
menghambat progresivitas kerusakan ginjal pada pasien dengan
berbagai Penyakit ginjal kronis, efek renoprotektif CCB
dilaporkan sebanding dengan ACE-Inhibitor. Beberapa
golongan CCB yang dibicarakan disini adalah yang memiliki
efek pada sistem kardiovaskuler yaitu : dihidropiridin,
fenilalkilamin dan bensotiazepin.
d. Penghambat Sistem Renin-Angiotensinogen (16)
Sistem Renin Angiotensin (RA) merupakan regulator yang
penting dalam mengatur TD, keseimbangan cairan dan elektrolit.
Selama bertahun-tahun sistem RA dianggap sebagai bagian dari
sistem endokrin. Akhir-akhir ini terbukti bahwaj komponen
sistem RA yaitu renin, angiotensinogen, angiotensin (Ang) I dan
II dapat diproduksi secara lokal pada berbagai macam organ
seperti jantung, ginjal, otak, 1 paru-paru, dan vaskular, dimana
efektor dari sistem RA ini dapat berfungsi secara] parakrin,
autokrin dan intrakrin. Sistem RA dalam sirkulasi {circulating RA
system) 1 yang mengatur TD serta homeostasis cairan dan
elektrolit hanya berjumlah 10 % dari seluruh sistem RA dalam
tubuh. Sedangkan 90 % sistem RA terdapat di dalam jaringan
(tissue RA system) yang berperan pada pengaturan tonus vaskular,
proses; remodeling dan proliferasi sel jantung, ginjal, saraf dan
lain-lain. Blokade sistem RA merupakan pendekatan rasional
dalam pengobatan HT, gagal jantung, dan diabetik nefropati
maupun non-diabetik. Akan tetapi melihat homeostasis sistem RA
yang begitu sempuma, obat penghambat aktivitas sistem RA
mungkin tidak memiliki efek besar dalam menurunkan TD
kecuali pada pasien yang memiliki aktivitas renin plasma yang
tinggi. Obat golongan ini bermanfaat pada HT ringan dan sedang,
atau diberikan dalam dosis kecil untuk mencegah proses
degenerasi sistem kardiovaskular. Obat yang masuk dalam

34
golongan penghambat aktivitas sistem RA adalah ACE-inhibitor,
AT, Reseptor Blockers (ARB) dan Direct Renin Inhibitor (DRI).
- ACE-inhibitor
ACE selain mengubah Ang-I menjadi Ang-II, enzim ini juga
menghambat katabolisme kinin menjadi bradikinin.
Bradikinin dibentuk dari kininogen oleh kallikrein. Peptide
ini merangsang reseptor bradikinin pada endotel selanjutnya
meningkatkan produksi NO dan prostaglandin yang memiliki
efek vasodilatasi (prostasiklin dan PGE2). Dengan demikian
penghambatan aktivitas ACE oleh ACE-inhibitor
meningkatkan konsentrasi bradikinin yang memiliki efek
kardioprotektif.

Obat Nama dagang Sediaan (mg/tab) Dosis (mg/hari) Keterangan


Enalapril - Vasotec 2,5 & 5 2,5 – 40 2 x/hari
- Zestril 5 & 10 5-40 1 x/hari
Lisinopril - Noperten
- Tensinop
Perindopril - Bio-Prexum 5 & 10 2,5-10 1 x/hari
Imidapril - Tanapress 5 & 10 5-10 1 x/hari
Ramipnl - Triatec 2,5-5 1 x/hari
Fosinopril - Acenorm-M 10 5-10 1 x/hari
Quinapril - Accupril 10 & 20 10-20 1 x/hari
Benazepril - Lotensin 5 5 1 x/hari
Trandolapril - Gopten 0,5 & 2 0,5-2' 1 x/hari
Tabel 5. Preparat ACE-Inhibitor. (15)
- Angiotensin receptor blockers (ARB)
Angiotensin receptor blockers (ARB) bekerja dengan
memblokade AT2 reseptor, ARB menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan ekskresi Na+ dan cairan (mengurangi volume
plasma), menurunkan hipertrofi vaskular. Efek ini mirip efek
ACE-inhibitor sehingga indikasi ARB dan efek samping
hampir sama seperti ACE-inhibitor. ARB bahkan pernah
dilaporkan lebih unggul dari ACE-inhibitor, hal ini

35
disebabkan karena selain memblokade AT1 ARB tidak
menurunkan konsentrasi Ang-II dalam darah, jadi terjadi
perangsangan AT2 lebih banyak oleh Ang-II yang
menyebabkan vasodilatasi dan antiproliferasi. Namun Levy
(2004) dan Reudelhuber (2005) menemukan hasil berbeda,
mereka menunjukkan bahwa perangsangan AT2 dapat
menyebabkan fibrosis dan hipertrofi vaskular, serta memiliki
efek proinflamasi dan proatherogenik. Akhir akhir ini ada
beberapa studi menunjukkan bahwa ARB sebagai obat
antihipertensi meningkatkan insiden miokard infark. Namun
hal ini dibantah oleh Volpe dkk (2009) melalui suatu meta-
analisis. Kontroversi ini menyebabkan beberapa senter
menganjurkan ARB sebagai penggati ACE- inhibitor, artinya
ARB hanya diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima ACE-inhibitor. Walaupun demikian telah
dilaporkan bahwa pasien yang menggunakan ARB terjadi
penurunan insiden penyakit Alzheimer, insiden atrial
fibrilasi, dan terjadi peningkatan ekskresi asam urat
Angiotensin receptor blockers (ARB) yang pertama
dipasarkan adalah losartan (1995). Dengan memblokade AT2,
reseptor, ARB menyebabkan vasodilatasi, peningkatan
ekskresi Na+ dan cairan (mengurangi volume plasma),
menurunkan hipertrofi vaskular. Semua ARB memiliki
bioavailability rendah, namun karena ikatan dengan protein
plasma sangat kuat sehingga ARB hanya diberikan sehari
sekali. Efek samping ARB antara lain: pusing, sakit kepala,
diare, hiperkalemia, penurunan rash, batuk-batuk (lebih
kurang dibanding ACE-inhibitor), abnormal taste sensation
(metallic taste). Walaupun jarang terjadi, ARB pernah
dilaporkan menyebabkan gagal ginjal dan gangguan fungsi
hati, serta menimbulkan reaksi alergi.

36
Obat Nama dagang Sediaan (mg/ tab) Dosis (mg/hari) Keterangan
Valsartan - Diovan 80 & 160 40-160 1 x/hari
Losartan - Cozaar 50 25-100 1 x/hari
Telmisartan - Micardis 20&40 20-40 1 x/hari
Irbesartam - Aprovel 150 & 300 150-300 1 x/hari
Olmesartan - Olmetec 5 & 20 5-20 1 x/hari
Candesartan - Blopress 8 & 16 8-16 1 x/hari
Eprosartan - Teventen 400 200 - 400 1 x/hari
Tabel 6. Preparat ARB
- Direct Renin Inhibitor
Pengetahuan mengenai renin telah mengalami banyak
perubahan. Renin yang dulunya dianggap sebagai enzim yang
diproduksi dari ginjal untuk mengubah Angiotensinogen
menjadi Ang-I ternyata juga diproduksi di berbagai organ.
Prorenin yang dulunya diketahui sebagai prekursor renin
ternyata jumlahnya jauh lebih banyak dari renin (95% dari
total renin) dan memiliki peranan yang lebih besar dari renin.
Prorenin meningkat pada pre-eclampsia, polycystic ovary
syndrome, gagal jantung, diabetik nefropati, retinopati dan
penyakit penyakit komplikasi kardiovaskular. Prorenin lebih
meningkat pada penderita DM dengan proteinuria
dibandingkan yang tanpa proteinuria. Dengan demikian
prorenin dapat dipakai sebagai prediktor baik buruknya
prognosis penyakit kardiovaskular.
Renin dan prorenin menjadi aktif setelah bergabung dengan
prorenin reseptor di jaringan untuk memproduksi Ang-I.
Dilaporkan juga bahwa renin dan prorenin yang aktif ini
meningkatkan proliferasi dan hipertrofi sel, serta
meningkatkan produksi transforming growth Factor-p1 (TGF-
pl), fibronectin, collagen-1 dan PAI-1 secara langsung melalui

37
suatu mekanisme yang diatur oleh reseptor (receptor
mediated), tanpa ada hubungan dengan Ang-II.
Aliskiren (Rasilez®) adalah renin inhibitor yang pertama
dipasarkan. Obat ini bergabung dengan sisi aktif renin dan
prorenin menyebabkan fungsi katalitik ke dua peptide ini
menurun (plasma renin activity menurun) sehingga produksi
Ang-II berkurang dan menghambat end organ damage.
Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa Aliskiren
mengurangi proteinuria dan menurunkan LVH. Renin
inhibitor sangat bermanfaat diberikan pada pasien obesitas;
hal ini disebabkan lemak visceral memproduksi berbagai
macam bahan yang toksik terhadap vaskular, salah satunya
adalah renin.
Dosis Aliskiren adalah 150 mg atau 300 mg sekali sehari.
Indikasi obat ini sama seperti ACE-inhibitor atau ARB.
Untuk meningkatkan efek, Aliskiren dapat dikombinasi
dengan ACE-inhibitor atau ARB.
e. Anti Adrenergik (15), (17)
Studi-studi awal membuktikan bahwa golongan obat ini efektif
menurunkan TD dan memberikan manfaat pada pasien
hipertensi. Akan tetapi karena sebagian obat golongan ini
(central acting) harganya murah sehingga tidak pernah
dilakukan uji klinik secara besar-besaran seperti obat obat baru.
Tampaknya obat anti-adrenergik mulai ditinggalkan sebagai
obat anti-hipertensi di Negara barat. Namun, secara
farmakologi, anti-adrenergik adalah obat yang paling fisiologis
menurunkan TD dibandingkan obat-obat antihipertensi lainnya.
- Central acting
Anti-adrenergik yang kerja sentral menurunkan aktivitas
saraf simpatis, oleh sebab itu, obat golongan ini merupakan
pilihan utama bagi pasien HT yang memiliki aktivitas saraf
simpatis tinggi seperti takikardi, gelisah, hiperhidrosis,

38
mata merah, ujung kaki dan tangan dingin, insomnia dan
sebagainya. Kelebihan dari obat ini adalah murah.
- α1-blocker
α1-blocker menurunkan resistensi perifer sehingga
memiliki efek menurunkan TD. Namun hal ini juga
menyebabkan refleks takikardi dan peningkatan aktivitas
renin plasma pada awal pemberian obat. Efek samping obat
ini adalah hipotensi ortostatik dan retensi cairan. Pasien
yang mengalami retensi cairan kurang mengalami hipotensi
ortostatik. Beberapa keuntungan α1-blocker adalah
memperbaiki profil lipid dan gejala hipertrofi prostat.
Namun pada ALLHAT, 2002 melaporkan penggunaan α1-
blocker doxazosin sebagai obat antihipertensi tunggal
meningkatkan insiden gagal jantung. Hal ini menyebabkan
berbagai guideline tidak lagi menganjurkan α1-blocker
sebagai obat antihipertensi tunggal. α1-blocker disarankan
kombinasi dengan diuretik atau obat antihipertensi lainnya,
kecuali pada pasien HT dengan dislipidemia atau hipertrofi
prostat.

2.7 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan
dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan
risiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek
harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi
lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan
komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi
adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal
ginjal. (18)

39
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan
retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana
terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang
dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient
Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi
maligna. (18)
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan
bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat
langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek
tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor
angiotensin II, stress oksidatif. Penelitian lain juga membuktikan bahwa
diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam
timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah
akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). (18)
Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan
intrakranial yang meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang
tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler,

40
sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh
susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di
sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian. (18)
Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium
tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen
miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia
jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark. (18)
Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus.
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus
juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering
dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang
berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik. (18)
Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin
lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan
yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat
tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau
kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri
dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena
retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan
gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir.
(18)

Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi


hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba.

41
Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak,
antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss.
(18)

2.8 Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko
yang berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular
selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah, kurang dari 15 %. (2) risiko
menengah , sekitar 15-20 %. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %. (19)

Tabel 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Hipertensi. (19)

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Kep.Menkes RI No. 1479/MenKes/SK/X/2003 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Kementeritan Kesehatan RI, 2003
2. Sudoyo, Aru W., et al. Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima.
Jakarta : Interna Publishing, 2009.
3. Brasehers, Valentina. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan &
Manajemen, Ed 2 (Terjemahan). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004.
4. Soedirjo. Hipertensi dan Klinis. Soedirjo. Jakarta : Farmacia, 2008.
5. WHO. Hypertension Report. WHO. Geneva : WHO Technical Report
Series, 2007.
6. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Departemen Kesehatan RI,
2006.
7. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial. Dalam : A. W. Sudoyo, et al. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, 2006.
8. What Is High Blood Pressure? Institute, National Heart Lung and Blood.
Available from :
(http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Hbp/HBP_WhatIs.html).
9. Sagala, Lam Murni BR. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh
Keluarga Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe.
Universitas Sumatera Utara. 2011.
10. Mayo Clinic Staff. High Blood Pressure (Hypertension). 2012. Available
from: http://www.mayoclinic.com/health/high-blood-pressure/risk-factors/
11. Sianturi, Efendi. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui
Pendekatan Faktor Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan. Medan :
Universitas Sumatera Utara. 2004.
12. Sugiarto, Aris. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat
(Studi Kasus Kabupaten Karanganyar). 2007.

43
13. Kitchen, Theodore A. Hypertensive Vascular Disease. [book auth.] A. S.
Fauci, et al. Harrison's Principle of Internal Medicine 19th Ed. New York :
McGraw-Hill, 2015.
14. Chobanian, A. V., et al. Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
U.S. : U.S. Department of Health and Human Service. 2003. Vol. 42.
15. James, Paul. Evidence Based Guideline for The Management of High Blood
Pressure Adults Report from The Panel Members Appointed to The English
Joint National Committee (JNC VIII). JAMA. 2014. Vol. 311.
16. Vasan, R. S. and et.al. Impact of High Normal Blood Pressure on The Risk
of Cardiovascular Disease. NEJM. 2001. Vol. 345.
17. Mancia and et.al. ESC/ESH Guideline for The Management of Arterial
Hypertension s.l. : Journal of Hypertension. 2013. Vol. 31.
18. Nuraini, Bianti. Risk Factor of Hypertension. Majority. 2015. Vol. 4.
19. World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension
(ISH) Statement on Management of Hypertension. J. Hypertens. 2003. Vol.
21.

44

Anda mungkin juga menyukai