PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
tingkat kesukaan panelis terhadap dua macam proporsi bahan baku pengolahan
abon ikan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Jantung pisang
Ikan Sortasi
Penyiangan Pencucian
Penimbangan Pemotongan
Santan, bawang,
serai, gula, cabai
Pengukusan Pengukusan
Penggorengan
Pengepresan
Pengujian
BAB 4. PEMBAHASAN
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
4.1.2 Hasil Perhitungan
a. Uji Warna
62.95
a. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian organoleptik
yang dapat dirasakan melalui kulit atau pun dalam indera pencecap. Tekstur yang
paling penting pada makanan lunak dan renyah. Ciri yang sering diacuh adalah
kekerasan dan kandungan air. Tekstur adalah kehalusan suatu irisan saat disentuh
dengan jari oleh panelis ( De man, 1997).
Dari data hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dilihat jika mutu abon
ikan formulasi ikan 70% : jantung pisan 30% adalah 3,44 dan formulasi ikan 50%
: 50% jantung pisang adalah 3,64. Hal ini dikarenakan jumlah ikan yang tinggi
cenderung lebih sulit dikeringkan sehingga tekstur yang diperoleh cenderung
menyerupai buliran ikan kukus. Lain halnya abon ikan yang disubstitusikan
jantung pisang dengan jumlah yang seimbang, jantung pisang ikut berperan dalam
menghasilkan tekstur abon yang dihasilkan. Hal ini sudah sesuai dengan literatur,
sifat jantung pisang yang tipis sehingga memudahkan menguapnya kadar air dari
jantung pisang sehingga proses pengeringan lebih mudah dilakukan (Winarno,
2004). Parameter tekstur abon harus diperhatikan karena berkaitan erat dengan
kadar air yang terikat pada bahan. Abon ikan yang kering cenderung dikehendaki
untuk memperpanjang masa simpan dari abon ikan (Ade, 2012).
b. Warna
Warna merupakan salah satu faktor mutu sehingga warna dijadikan atribut
organoleptik yang penting dalam bahan pangan (Winarno, 2004). Warna
merupakan kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-
rangsangan yang lain karena prefensi konsumen sering kali ditentukan
berdasarkan penampakan luar suatu produk pangan. Warna sangat penting bagi
setiap makanan sehingga warna yang menarik akan mempengaruhi penerimaan
konsumen yang berfungsi sebagai indokator kematangan, kesegaran, dan lain
sebagainya.
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu warna abon ikan formulasi ikan
70% : jantung pisang 30% adalah 3,16 sedangkan formulasi ikan 50% : jantung
pisang 50% adalah 3,88. Formulasi ikan : jantung pisang yang seimbang lebih
disukai oleh panelis. Warna abon ikan formulasi ini cenderung lebih cokelat gelap
dibandingkan abon warna ikan formulasi ikan : jantung pisang 70 : 30 yang
cenderung berwarna cokelat pucat. Warna dasar abon yang sering ditemukan di
pasaran adalah berwarna cokelat gelap sehingga cukup mempengaruhi panelis
untuk menyukai sampel abon yang berwarna gelap. Hal ini sudah sesuai dengan
literatur karena perubahan warna yang terjadi akibat adanya reaksi maillard dan
karamelisasi akibat temperatur yang tinggi sehingga mengakibatkan browning
atau pencoklatan (Aida dkk.,2014). Namun di beberapa produk pangan, proses
browning cenderung dikehendaki, karena timbulnya warna cokelat sering kali
dijadikan sebagai indokator akhir kematangan produk pangan (Hasrati, 2011).
c. Aroma
Aroma sangat menentukan tingkat penerimaan dari produk. Aroma yang
enak atau khas akan meningkatkan selera konsumen. Melalui aroma, panelis dapat
mengetahui bahan yang terkandung dalam suatu produk. Menurut Soekarto
(1985), bahwa aroma yang dihasilkan dari bahan makanan banyak menentukan
kelezatan masakan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting
melakukan uji aroma karena dengan cepat memberikan hasil penilaian
produksinya disukai atau tidak disukai.
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu aroma abon ikan formulasi ikan
70% : 30% jantung pisang adalah 3,52 dan formulasi ikan 50% : 50% jantung
pisang adalah 3,76. Mutu aroma formulasi ikan : jantung pisang yang seimbang
cenderung disukai oleh panelis. Hal ini karena tingginya jumlah ikan akan
menghasilkan aroma amis yang lebih menyengat sehingga kurang disukai panelis
sedangkan formulasi yang imbang, bau amis ikan cenderung ditutupi oleh
komponen lain seperti bumbu dan penambahan santan. Untuk menghilangkan bau
amis biasanya dapat dihilangkan dengan penambahan rempah kunyit, namun pada
praktikum kali ini tidak digunakan rempah itu sehingga bau amis masih tercium
kuat (Montolalu, et al., 2013).
d. Rasa
Rasa merupakan salah satu atribut mutu yang menentukan dalam
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Winarno (1997), bahwa
rasa suatu makanan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa
dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi dengan komponen rasa yang lain. Kenaikan temperatur akan menaikkan
rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin
dan pahit (Sulthoniyah, et al., 2013).
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu rasa abon ikan formulasi 70% :
30% jantung pisang adalah 4,68 sedangkan formulasi ikan 50% : jantung pisang
50% adalah 4,0. Abon ikan dengan formulasi ikan tongkol yang dominan
cenderung disuka oleh panelis. Hal ini dikarenakan ikan tongkol kaya akan asam
lemak omega-3 sehingga produk yang dihasilkan cenderung lebih gurih
dibandingkan dengan abon ikan yang formulasi ikan : jantung pisangnya
seimbang. Dalam bukunya, Anjarsari (2010) menyatakan bahwa abon ikan yang
disukai konsumen yaitu abon ikan yang memiliki rasa enak khas ikan segar.
e. Keseluruhan
Keseluruhan merupakan atribut yang mewakili seluruh kenampakan abon
ikan dan juga rasa. Berdasarkan hasil perhitungan abon ikan formulasi ikan 70% :
30% jantung pisang memiliki mutu keseluruhan adalah 3,72 dan formulasi ikan
50% : 50% jantung pisang adalah 3,88. Secara overall abon ikan formulasi ikan :
jantung pisang yang seimbang lebih disukai oleh panelis. Abon ikan ini memiliki
nilai lebih dari analisa parameter warna, tekstur, aroma. Namun untuk parameter
rasa, panelis cenderung lebih suka formulasi ikan 70% : 30% jantung pisang
namun tidak berarti abon ikan formulasi 50% ikan : 50% jantung tidak memiliki
rasa yang gurih karena abon ikan formulasi ini masih bisa dinikmati.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ini dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan
analisa sensoris yang dilakukan, panelis cenderung menyukai abon dengan
formulasi ikan : jantung pisang yaitu 50% : 50% meliputi parameter tekstur,
warna, dan aroma namun pada parameter rasa panelis cenderung menyukai abon
dengan formulasi ikan 70% : 30% jantung pisang. Abon dengan formulasi ikan
70% : 30% jantung pisang memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan
formulasi ikan 50% : 50% jantung pisang.
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah lebih berhati-hati dan
bersungguh-sungguh selama praktikum agar supaya praktikum berjalan lancar dan
cepat selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Farida dan Dwiyitno. 2010. Kajian Sensoris dengan Metode Demerit
Point Score terhadap Penurunan Kesegaran Ikan Nila selama Pengesan.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 5 No. 2.
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan.
Assadad, Luthfi dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan Garam
dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Squalen Vol. 6 No.1, Mei
2011. Pada Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan.
Hasrati, Endah dan Rini Rusnawati. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas
(Cyprinus carpio linn)terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging sapi.
Jurnal Agromedia, Vol. 29 No.1 Stip Farming Semarang.
Tridiyani, Anisa. 2012. Perubahan Mutu Abon Ikan Marlin Kemasan Vakum -
Non Vakum Pada Berbagai Suhu Penyimpanan dan Pendugaan Umur
Simpannya. Bogor : IPB Press.
Ulfa, Maria. 2012. Abon Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal Abon Ikan
Vol. 1 No.3 : 34 – 37.
Utami, R. P. 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula dan Lama Pengukusan terhadap
Kualitas Abon Katak Lembu (Rana catesbina shaw). Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya.
Wibowo, Singgih. 2009. Membuat Bakso Sehat dan Enak. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.