Anda di halaman 1dari 14

Journal Reading

Maret 2019

Bupivacaine injection combined with recession of antagonist rectus


muscle to treat sensory strabismus

OLEH :

Abdul Aziz G1A217028

Nandy Bill Morris G1A217033

PEMBIMBING :

dr. Vonna Riasari , Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

Bupivacaine injection combined with recession of antagonist rectus


muscle to treat sensory strabismus

DISUSUN OLEH

Abdul Aziz G1A217028

Nandy Bill Morris G1A217033

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior

SMF/ Bagian Mata RSUD Abdul Manap

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

PEMBIMBING

dr. Vonna Riasari, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas jurnal reading yang berjudul “Bupivacaine injection
combined with recession of antagonist rectus muscle to treat sensory strabismus”. Tugas ini
dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian
Mata RSUD Abdul Manap Jambi.
Terselesainya tugas ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai
pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
 dr. Vonna Riasari, Sp.M sebagai pembimbing
 Untuk teman-teman satu kelompok stase di Mata.
Terima kasih untuk semua masukan dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa tugas jurnal reading ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kedokteran dan kesehatan. Semoga kebaikan
dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Jambi, Maret 2019

Penulis
Injeksi Bupivacaine dikombinasikan dengan resesi otot rektus antagonis
untuk mengobati strabismus

Abstrak
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek injeksi bupivacaine sebesar 1,5%
dikombinasikan dengan resesi otot rektus antagonis untuk mengobati strabismus sensorik pada
pasien dewasa.
Metode: Sembilan pasien dengan deviasi horizontal, ketajaman visual <20/60 dilihat pada mata
yang paling buruk, dan dipilih tidak ada riwayat operasi strabismus sebelumnya. Pasien dengan
strabismus vertikal dikeluarkan. Resesi rektus lateral (LR) dilakukan pada pasien dengan
exotropia dan resesi medial rectus (MR) pada pasien dengan esotropia sesuai dengan tabel
Park's, yang dimodifikasi oleh Wright. Bupivacaine 1,5 mL dalam 1,5% disuntikkan dalam
resesi otot antagonis. Para pasien dievaluasi setelah 1, 7, 30, 60, 90, dan 180 hari sesuai
prosedur. Keberhasilan dari koreksi didefinisikan keselarasan dengan setidaknya 10 dioptri
prisma (PD) pada ortophoria. Respon dosis dianggap sebagai jumlah total koreksi, dibagi dengan
resesi yang dilakukan dalam milimeter, terkait dengan injeksi bupivacaine pada otot antagonis.
Hasil: 44% (4/9)dari pasien memiliki keselarasan motorik yang sukses. Koreksi rata-rata untuk
exotropia (n = 5) dengan deviasi horizontal pra operasi 50 ± 6,12 PD adalah 23 ± 14,4 PD
dengan dosis-respons 2,6 PD / mm. Untuk esotropia (n = 4), koreksi rata-rata 21,25 ± 4,8 PD
dicapai dengan deviasi pra operasi 28,7 ± 14,9 PD dengan respons dosis akhir 5 PD / mm. Semua
pasien yang tidak berhasil memiliki deviasi pra operasi ≥45 PD.
Kesimpulan: Injeksi Bupivacaine dalam resesi antagonis otot ekstraokular (EOM) tampaknya
menambah efek pada dosis-respons standar resesi otot. Untuk pasien dengan esotropia (<25 PD),
resesi MR tunggal dikombinasikan dengan bupivacaine di LR dapat menghasilkan keselarasan
motor yang sukses. Untuk pasien dengan besar strabismus horizontal (> 45 PD), dosis
bupivacaine yang lebih besar (volume dan konsentrasi) yang dikombinasikan dengan resesi yang
lebih besar mungkin diperlukan.
A. Pendahuluan
Bupivacaine (BUP) adalah obat anestesi terkenal yang digunakan dalam oftalmologi yang
dapat menyebabkan reaksi berlebihan ketika disuntikkan ke otot ekstraokular (EOM), mengubah
penyelarasan mata.
BUP yang dikombinasikan dengan botulinum toxin A (BTXA) dalam antagonis EOM
adalah pengobatan strabismus yang efektif. Disuntikkan BUP saja dapat memperbaiki
penyimpangan horizontal sekitar 4-8 diafer prisma (PD). BTXA melemaskan pada antagonis
BUP injeksi yang memungkinkan membangun kembali otot terakhir pada pemendekan, sehingga
meningkatkan koreksi. BUP dikombinasikan dengan BTXA dalam otot antagonis dapat
memperbaiki hingga rata-rata 10-16 PD.
Tergantung pada penyimpangan, strabismus sensorik secara tradisional dikoreksi dengan
resesi atau prosedur resesi-reseksi pada mata penglihatan yang lebih rendah. studi sebelumnya
pada anak-anak menemukan koreksi 2,8 PD / mm untuk resesi lateral rektus (LR) saja dan 3,0
PD / mm untuk resesi medial rectus (MR) di strabismus sensorik di bawah atau sama dengan 30
PD. Studi lain menunjukkan bahwa dalam operasi strabismus, setiap milimeter resesi MR
mengoreksi sekitar 3 PD, dan untuk exotropia, setiap milimeter resesi LR mengoreksi 2 PD
deviasi, tetapi dengan variasi tinggi antara operasi yang direncanakan dan koreksi aktual. Muscle
Plication ini telah digunakan sebagai alternatif untuk reseksi untuk memperkuat EOM karena
keuntungan dari menyelamatkan pembuluh ciliary dan mengurangi trauma pada beberapa kasus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi jumlah koreksi sensorik strabismus
dengan injeksi BUP yang dikombinasikan dengan resesi otot antagonis.

B. Metode
Kami melakukan studi intervensi prospektif setelah mendapatkan persetujuan dari dewan
peninjau kelembagaan Rumah Sakit Curitiba dan mendapatkan persetujuan dari semua pasien
yang setuju untuk berpartisipasi. Dipilih berurutan Sepuluh pasien yang setuju untuk menjalani
perawatan resesi BUP sebagai alternatif resesi-reseksi tradisional. Para pasien dengan usia lebih
dari 18 tahun, memiliki exotropia atau esotropia tanpa strabismus vertikal, memiliki ketajaman
visual (VA) kurang dari 20/60 di satu mata, dan memiliki tindak lanjut pasca operasi 6 bulan.
Pasien yang memiliki tindak lanjut kurang dari 6 bulan tidak dianalisis untuk penelitian ini.
Selain itu, pasien dengan riwayat operasi strabismus sebelumnya dikeluarkan.
Setiap pasien menjalani pemeriksaan mata lengkap. Pengukuran strabismus sebelum
operasi dan pasca operasi dilakukan dengan alternate cover test jika memungkinkan atau tes
Krimsky. Karena sebagian besar pasien memiliki fiksasi yang buruk, tes Krimsky dilakukan
untuk mengukur penyimpangan jarak dekat. Hanya pengukuran dekat yang digunakan untuk
analisis statistik.
Pada estropiadi lakukan resesi MR, atau jika eksotropia dilakukan resesi LR. Jumlah
resesi dilakukan menurut tabel Park (Tabel 1) untuk operasi reses-reseksi. Pada otot antagonis,
dilakukan reseksi sesuai tabel, 1,5 mL BUP dalam 1,5% disuntikkan setelah insisi cul-de-sac di
konjungtiva dan lokalisasi otot dengan kait strabismus dilakukan. Menggunakan jarum 20-gauge,
bagian pertama dari volume disuntikkan ke sepertiga posterior dari otot dan sisanya sebagai
jarum sambil melepaskan jarum.
Untuk analisis statistik, keberhasilan bedah didefinisikan sebagai penyimpangan dalam
10 PD orthotropia pada kunjungan terakhir. Jenis kelamin, usia dan, VA dicatat. Pengukuran
pasca operasi dilakukan pada 1, 7, 30, 60, 90, dan 180 hari setelah operasi.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi
5 (Perangkat Lunak GraphPad, La Jolla, CA, USA) dan Microsoft Excel.
Tabel 1. Tabel park’s untuk operasi reses resesi yang di modifikasi oleh wrigh

C. Hasil
Sembilan pasien memenuhi kriteria inklusi dan terdaftar dalam penelitian ini. Hanya
pasien yang memahami sifat eksperimental penelitian dan setuju untuk berpartisipasi yang
terdaftar. Usia rata-rata adalah 43,5 ± 12,3 tahun, dan enam laki-laki dan tiga perempuan. VA,
deviasi pra operasi, dan deviasi akhir pada kunjungan 180 hari ditemukan pada Tabel 2.
Dari sembilan pasien, lima memiliki exotropia dengan deviasi pra operasi rata-rata 50 ±
6,12 PD, koreksi rata-rata 23 ± 14,4 PD dengan resesi LR rata-rata 9 ± 0 mm, dan respons dosis
2,6 PD / mm (Tabel 3). dan Gambar 1). Empat pasien memiliki esotropia dengan deviasi pra
operasi rata-rata 28,7 ± 14,9 PD, koreksi rata-rata 21,25 ± 4,8 PD dengan resesi MR rata-rata
4,25 ± 2,2 mm, dan dosis respons 5 PD / mm (Tabel 3 dan Gambar 2). Semua pasien
diikuti hingga 180 hari setelah prosedur. Dari semua pasien, 44% (4/9) memiliki koreksi deviasi
preoperatif yang berhasil.
Untuk exotropia (Gambar 1), tiga dari lima pasien yang menjalani koreksi deviasi stabil
dari hari ke 7 hingga hari ke 180 setelah prosedur (10 PD, 15 PD, dan 30 PD). Satu pasien
mengalami peningkatan koreksi dari waktu ke waktu hingga hari ke 180 (20 PD pada 7 hari, 25
PD pada 30 hari, dan 45 PD pada 180 hari). Satu pasien memiliki koreksi yang lebih besar pada
7 hari (35 PD), menurun dari waktu ke waktu (koreksi akhir = 10 PD). Untuk esotropia (Gambar
2), dua dari empat pasien memiliki koreksi yang lebih besar pada 30 hari setelah prosedur (20
PD dan 25 PD) dan tetap stabil hingga 180 hari.
Pada dua pasien lainnya, keberpihakan berubah dari 10 PD dan 5 PD pada 7 hari menjadi
15 PD dan 5 PD pada 30 hingga 180 hari, dengan koreksi akhir masing-masing 25 PD dan 15
PD.
Pada pasien yang tidak mencapai keselarasan yang berhasil, deviasi pra operasi rata-rata
keseluruhan adalah 51 ± 5,4 PD, menjadi 51,25 ± 6,3 PD untuk exotropic dan 50 PD untuk
pasien esotropik. Dari lima pasien yang tidak berhasil, empat memiliki exotropia, dan semuanya
memiliki penyimpangan ≥45 PD. Penurunan rata-rata 18 ± 7,6 PD dari deviasi awal ditemukan:
17,5 ± 8,7 PD untuk exotropia dan 20 PD untuk esotropia.
Tidak ada toksisitas yang diamati setelah injeksi BUP pada pasien yang dipilih. Setelah
prosedur, ditemukan hiperemia konjungtiva di tempat injeksi, yang lebih ringan dari sisi yang
berlawanan. Tidak ada efek samping atau komplikasi yang diamati setelah prosedur gabungan
(resesi + antagonis injeksi BUP resesi otot) dilakukan.

Table 2. Patient’s visual acuity and preoperative and postoperative deviations.

Table 3. respon dosis berdasarkan setiap jumlah resesi MR atau LR dan deviasi pra operasi.
Pasien 1 – 5 pasien exotropi, pasien 6 – 9 pasien esotropi.
Gambar 1. Koreksi exotropia pada PD setelah resesi LR dan injeksi bupivacain pada antagonis
MR.
Gambar 2. Koreksi Esotropia pada PD setelah resesi MR dan injeksi bupivacain pada antagonis
LR setiap waktu

D. Diskusi
Koreksi strabismus pada pasien dengan operasi sebelumnya atau pasien yang tidak ingin
dioperasi di mata dominan dapat menjadi sebuah tantangan. Operasi pembuluh darah seperti
plication dan operasi toksin botulinum adalah contoh dari keuntungan di bidang ini.
BUP telah digunakan untuk memperbaiki strabismus yang dikombinasikan dengan toksin
botulinum pada otot antagonis. Tetapi obat penguatan ini juga dapat digunakan pada pasien yang
sebelumnya telah menjalani operasi otot rektus dan beresiko terjadi iskemik segmen anterior atau
jika menginginkan otot lebih sedikit dioperasikan. Pada penelitian ini, kami menggunakan
injeksi BUP sebesar 1,5% di antagonis reseksi otot dibandingkan menggunakan prosedur reses
reseksi.
Penelitian sebelumnya telah mengevaluasi dosis respon operasi satu otot di esotropia dan
exotropia. Untuk esotropia, Roper-Hall menunjukkan bahwa reseksi MR mengoreksi3-4 PD/mm.
Wang menunjukkan 3,1 PD/mm untuk 5 mm reseksi MR dengan meningkatkan sampai 4,9
PD/mm untuk reseksi 7 mm. Stack menunjukkan perubahan deviasi 2,3 2,2 2,3 dan 2,5 PD/mm
untuk reseksi 5 mm, 6 mm, 7 mm dan 8 mm. Wang dan Nelson juga menunjukkan koreksi 3,4-
3,9 PD/mm untuk reseksi MR. Untuk exotropia, Deutsch menunjukkan dosis respon 2,1-2,6
PD/mm untuk deviasi 15-20 PD. Nelson juga menunjukkan koreksi 15-16 PD dengan 7 mm
reseksi LR, 17-18 PD untuk 7,5 mm, dan 20 PD untuk 8 mm, dengan kurang lebih dosis respon
2,5 PD/mm. Sebuah dosis respondari reseksi satu otot untuk sensoris strabismus pada literatur
jarang; yang merupakan kekurangan dalam literatur dan penelitian ini. Sekelompok pasien
dimana hanya satu otot yang direseksi pada strabismus sensorik harus dianalisis sebagai
kontrol.Sebuah penelitian mengeksplorasi jumlah koreksi dari reseksi otot tunggal strabismus
sensorik, tetapi populasi terdiri dari anak-anak. Reseksi salah satu otot dikoreksi lebih dari yang
diharapkan dari koreksi dosis bedah berdasarkan penelitian yang disebutkan di atas.Alasan dosis
respon yang lebih besar tercapai dibandingkan dengan reseksi tunggal mungkin karena
peningkatan kekuatan otot yang diinjeksi BUP, membangun ulang jarak yang lebih pendek
sebagai antagonis yang direseksi, menyebabkan akhir over aksi. Dalam penelitian ini, tidak
dilakukan analisis pencitraan otot untuk mengkonfirmasi pembesaran otot, seperti pada
penelitian sebelumnya.
Berdasarkan dosis bedah yang diusulkan Parks dkk untuk prosedur reses reseksi (5,56
PD/mm), penelitian kami menemukan rata-rata koreksi 5 PD/mm untuk esotropia, yang dekat
dengan apa yang penulis sebelumnya temukan untuk reseksi MR dan plication LR (5,17
PD/mm). Dalam penelitian ini, pasien esotropia mencapai koreksi rata-rata yang lebih besar dari
pasien exotropia, meskipun kelompok kecil dan hasil yang serupa ditemukan dalam studi
sebelumnya menggunakan injeksi BUP yang dikombinasikan toksin botulinum pada otot
antagonis. Para penulis menemukan bahwa secara teknis lebih mudah untuk menyuntikkan BUP
di LR daripada di MR, yang dapat berkontribusi terhadap hasil yang lebih baik sebagai obat yang
disalurkan dengan benar ke sepertiga otot posterior dan tidak menyebar sebagai toksin
botulinum. Untuk esotropia, meningkat pada pasien 7, 30, 60, dan 90 hari setelah prosedur. Di
sisi lain, untuk exotropia, sebagian besar pasien membaik hanya setelah 7 hari dan tetap stabil
dari waktu ke waktu. Selain itu, satu pasien memburuk pada koreksi awal setelah 30 dan 180
hari. Dari pengukuran pra operasi untuk 7 hari, koreksi kemungkinan besar karena reseksi otot.
Hal ini juga bisa menunjukkan BUP meningkatkan kekuatan MR dari waktu ke waktu sebagai
mekanisme pembangunan kembali otot mulai terjadi setelah 10 hari. Untuk koreksi exotropia,
hasilnya lebih dekat dari dosis bedah reseksi tunggal, sebagai dosis respon rata-rata adalah 2,6
PD/mm, dibandingkan dengan Park dkk 10,34 PD/mm untuk prosedur reses reseksi dan 7,11
untuk prosedur reses plication. Ada dua faktor utama yang dapat berkontribusi untuk
memberikan hasil ini: sudut pra operasi pada kelompok exotropia yang lebih besar dari pada
kelompok esotropia (50 ± 6,12 PD vs 28,7 ± 14,9 PD) dan kesulitan teknik injeksi BUP di MR
seperti yang dijelaskan sebelumnya.
BUP saja dapat memperbaiki 4-10 PD ketika disuntikkan di EOM, dan ketika
dikombinasikan dengan toksin botulinum di antagonis, koreksi total dapat mencapai hingga 20
PD. Penulis sebelumnya menyarankan bahwa konsentrasi dan volume BUP yang lebih besar
harus digunakan untuk sudut yang lebih besar. Dalam penelitian ini, kami memberi standar
volume pada 1,5 mL dan konsentrasi sebesar 1,5 % yang merupakan jumlah rata-rata
dibandingkan dengan literatur, untuk memverifikasi efek dosis dalam rangkaian pasien yang
independen sudut pra operasi. Selain itu, karena satu-satunya presentasi, laboratorium mampu
mencairkan penelitian ini.
Ini adalah penelitian percontohan yang mengevaluasi perubahan sejalan dengan
kombinasi BUP dan reseksi dari otot antagonis. Penelitian masa depan bisa bervariasi dosis
BUP, yang meningkatkan konsentrasi untuk sudut yang lebih besar, seperti yang disarankan di
penelitian sebelumnya. Dalam penelitian kami, kelompok kontrol tidak diselidiki sebagai pasien
yang memiliki deviasi sedang sampai besar, dan lebih dari satu otot yang dibutuhkan untuk
dioperasikan atau disuntikkan untuk memperbaiki deviasi awal.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa EOM yang disuntikkan bisa lebih
direseksi atau plication jika diperlukan nanti.
Kesimpulan, untuk pasien dengan esotropia sensorik dan sudut <25 PD, reseksi tunggal
MR dikombinasikan dengan injeksi BUP di LR yang dapat memperbaiki rata-rata 5 PD/mm.
Untuk pasien dengan esotropia dan exotropia dengan deviasi yang lebih besar, injeksi BUP pada
otot antagonis mungkin pada konsentrasi dan volume yang lebih tinggi untuk menambahkan efek
yang lebih besar dalam koreksi strabismus. Injeksi BUP dapat ditambahkan pada kasus-kasus
tertentu ketika otot tidak bisa diperkuat dengan operasi seperti ketika otot-otot rektus yang lain
yang telah dioperasi menciptakan resiko iskemia.

Lampiran.
1. Kenapa pada penelitian ini strabismus vertikal di eksklusikan?
Jawab:

A. Anatomi otot mata

Pergerakan bola mata di mungkinkan oleh adanya 6 pasang otot mata luar. Pergerakan
bola mata kesegala arah ini bertujuan untuk memperluas lapang pandangan, mendapatkan
penglihatan foveal dan penglihatan binokular untuk jauh dan dekat.

Tabel. Arah gerakan mata


Arah Gerakan Otot yang Bekontraksi
Kanan Atas Rectus Superior OD & Oblique Inferior OS
Kanan Rectus Lateralis OD & Rectus Medialis OS
Kanan Bawah Rectus Inferior OD & Oblique Superior OS
Kiri Atas Oblique Inferior OD & Rectus Superior OS
Kiri Rectus Medialis OD & Rectus Lateralis OS
Kiri Bawah Oblique Superior OD & Rectus Inferior OS
Tabel. Fungsi otot mata
OTOT FUNGSI PRIMER FUNGSI SEKUNDER
m. RECTUS LATERALIS ABDUKSI -
m. RECTUS MEDIALIS ADDUKSI -
m. RECTUS SUPERIOR ELEVASI ADDUKSI & INTORSI
m. RECTUS INFERIOR DEPRESI ADDUKSI & EXTORSI
m. OBLIQUE SUPERIOR DEPRESI ABDUKSI & INTORSI
m. OBLIQUE INFERIOR ELEVASI ABDUKSI & EXTORSI

Gambar arah gerakan otot mata

Pada arah gerakan mata vertikal, otot yang berkontraksi adalah m.rectus superior dan
inferior, m.oblique superior dan inferior sedangkan pada arah gerakan horizontal yang
berkontraksi adalah m. Oblique rectus medial dan lateral.
Kerja dari bupivacain adalah untuk relaksasi otot yang akan di operasi agar tidak
kontraksi. Pada penelitian ini hanya di lakuklan pada strabismus horizontal dikarenakan
mekanisme dari kerja masing masing ototnya yang berbeda.
Pada gerakan horizontal gerakanya hanya satu arah yaitu medial dan lateral dan tidak
memiliki fungsi skunder, sedangkan pada gerakan vertikal terdapat lebih dari satu arah dan
memiliki fungsi skunder.

Anda mungkin juga menyukai