Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN JUDUL

i
HALAMAN PENGESAHAN

ii
KATA PENGANTAR

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1 Defenisi .................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 2
2.3 Etiologi Dan Patofisiologi ........................................................................ 2
2.4 Klasifikasi ................................................................................................. 4
2.5 Diagnosa ................................................................................................... 4
2.5.1 Anamnesis ............................................................................................... 4
2.5.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 5
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 5
2.6 Penatalaksanaan .................................................................................... 6
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Pada tubuh manusia akan terjadi perubahan-perubahan seiring dengan


bertambahnya usia. Perubahan pada tubuh manusia sudah dimulai sejak awal
kehidupan sampai lanjut usia. Seperti mislanya system musculoskeletal terkait
dengan munculnya beberapa gologan reumatik, seperti osteoarthritis, artritis
rheumatoid, polimialgia reumatik, artritis gout. Kejadian penyakit-penyakit itu
akan terus meningkat seiring bertambahnya usia manusia.1 Reumatik dapat
mengakibatkan perubahan pada otot dan fungsinya juga mengalami penurunan
jika otot jarang dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Tapi pada usia lanjut tidak
selalu mengalami reumatik. Biasanya kejadian reumatik ini belum sepenuhnya
dimengerti kemunculannya.1 Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah gangguan
rematik radang yang paling umum yang menyerang orang tua. Pasien biasanya
hadir dengan nyeri dan kekakuan bahu, pelvic dan leher, dengan adannya
peningktan inflamasi dan memiliki respon cepat terhadap kortikosteroid dosis
rendah.2

PMR umumnya menyerangi orang berusia 50 tahun atau lebih tua.


Kejadiannya meningkat secara progresif seiring bertambahnya usia, memuncak
antara usia 70 dan 80 tahun. Wanita dipengaruhi dua sampai tiga kali lebih sering
daripada pria.3 PMR membawa risiko seumur hidup sebesar 2,4% untuk wanita
dan 1,7% untuk pria. Kejadian di Inggris telah terbukti 8,42 per 10 000 orang
tahun. Di Inggris, sebagian besar pasien dikelola secara eksklusif dalam
perawatan primer dengan rata-rata lima kasus baru PMR per tahun. Diagnosis
yang akurat dapat menjadi tantangan bahkan bagi spesialis, namun sangat penting
karena banyak penyakit serius dapat meniru PMR. Pedoman untuk diagnosis dan
pengelolaan PMR baru-baru ini telah diterbitkan oleh British Society of
Rheumatologists (BSR) dan British Health Professionals Rheumatology (BHPR).2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah gangguan rematik radang yang
paling umum yang menyerang orang tua. Pasien biasanya hadir dengan nyeri dan
kekakuan bahu, pelvic dan leher, dengan adannya peningktan inflamasi dan
memiliki respon cepat terhadap kortikosteroid dosis rendah.2

2.2 Epidemiologi
PMR umumnya menyerangi orang berusia 50 tahun atau lebih tua.
Kejadiannya meningkat secara progresif seiring bertambahnya usia, memuncak
antara usia 70 dan 80 tahun. Wanita dipengaruhi dua sampai tiga kali lebih sering
daripada pria.2 PMR membawa risiko seumur hidup sebesar 2,4% untuk wanita
dan 1,7% untuk pria. Kejadian di Inggris telah terbukti 8,42 per 10 000 orang
tahun. Di Inggris, sebagian besar pasien dikelola secara eksklusif dalam
perawatan primer dengan rata-rata lima kasus baru PMR per tahun. Diagnosis
yang akurat dapat menjadi tantangan bahkan bagi spesialis, namun sangat penting
karena banyak penyakit serius dapat meniru PMR. Pedoman untuk diagnosis dan
pengelolaan PMR baru-baru ini telah diterbitkan oleh British Society of
Rheumatologists (BSR) dan British Health Professionals Rheumatology (BHPR).3

2.3 Etiologi Dan Patofisiologi


Etiologi Penyebab pasti dari PMR tidak diketahui. Penyakit ini lebih
umum di antara orang Eropa utara, yang mungkin menunjukkan kecenderungan
genetik. Faktor risiko lain untuk PMR adalah usia 50 tahun atau lebih tua dan
adanya giant-cell arteritis (GCA). Sebuah proses autoimun mungkin memainkan
peran dalam pengembangan PMR. PMR dikaitkan dengan haplotipe HLA-DR4.
Tingkat tinggi IL-6 dikaitkan dengan aktivitas penyakit meningkat. Banyak
peneliti percaya bahwa sinovitis nonerosive dan tenosinovitis bertanggung jawab
untuk banyak gejala PMR. PMR jarang mempengaruhi orang yang lebih muda
dari 50 tahun. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 72 tahun. 3
Patogenesis Gejala dari PMR biasanya berhubungan dengan synovitis dari
proksimal ekrtremitas dan struktur ekstra-artikular dan gejala yang timbul

2
merupakan suatu manifestasi dari produksi sitokin yang berlebih yang
menginduksi respon infllamasi dan bermanifestasi kepada cedera jaringan bahkan
sampai hyperplasia tunika intima dan menyebabkan lumen menjadi oklusi dan
berdampak pada iskemik jaringan. Dari gambar diatas menunjukan adanya
aktifasi sel imun akibat suatu proses degredasi akibat proses penuaan atau infeksi
suatu mikrobakteria. Sitokin yang dilepaskan menyebabkan gangguan fungsi
beberapa jaringan yang menghasilkan manifestasi klinik seperti nyeri dan kaku di
leher, bahu, pinggang atau bagian belakang, bokong dan paha, tanpa
kelemahan/atrofi otot yang berlangsung kurang lebih selama 1 bulan. Kekakuan
setelah periode istirahat dan lebih berat lagi saat pagi hari. Kekakuan yang begitu
berat sehingga pasien mengalami kesulitan besar dalam berputar di tempat tidur,
bangkit dari tempat tidur atau kursi, atau mengangkat tangan mereka setinggi
bahu, misalnya untuk menyisir rambut.3
Sinovitis ringan dapat dilihat pada pergelangan tangan dan lutut, tapi kaki
dan pergelangan kaki jarang terpengaruh. Terutama di onset penyakit banyak
pasien mengalami suatu gejala sistemik termasuk kelelahan, kehilangan nafsu
makan, penurunan berat badan, demam ringan, dan kadang-kadang depresi.
Pasien selalu di berusia diatas 50 tahun dan biasanya lebih dari 65 tahun. Pada
pasien yang menunjukkan gejala polymyalgia, ingat bahwa penyakit reumatik
inflamasi yang menyerupai polymyalgia rheumatica lebih banyak terjadi daripada
polymyalgia rheumatica sendiri pada orang di bawah 60 tahun. Tingkat
sedimentasi eritrosit lebih besar dari 40 mm/jam merupakan kriteria laboratorium
untuk mendiagnosa polymyalgia rheumatica, tetapi mungkin tidak begitu tinggi
pada presentasi dan bahkan bisa normal. Bahkan dalam pengaturan ini, C protein
reaktif biasanya meningkat. PMR berhubungan dengan Giant cell artritis walupun
keduanya masih dalam perdebatan apakah kedua peyakit ini berbeda atau masih
dalam spectrum yang sama. Secara patologis PMR dan GCA sama, dengan
pengecualian tidak adanya keterlibatan pembuluh darah yang signifikan dalam
PMR murni. Sinovitis, bursitis dan tenosynovitis sekitar sendi, terutama di daerah
bahu, pinggul, lutut, dan ekstremitas terlihat dalam PMR. Inflamasi diperkirakan
terjadi pertama di dalam synovium dan bursa, dengan pengenalan antigen yang
tidak diketahui oleh sel dendritic atau makrofag. Aktivasi sistemik makrofag dan

3
sel T merupakan karakteristik PMR dan GCA. Pasien sering mengalami
peningkatan IL-6 yang merupakan sitokin yang bertanggung jawab dalam respon
peradangan sistemik.3

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi menurut American College of Rheumatology diperlukan
kriteria: usia 50 tahun atau lebih, nyeri bahu bilateral dan hasil CRP yang
abnormal dan atau hitung sedimen eritrosit.
C-reaktif protein dan / atau tingkat sedimentasi eritrosit
1. Kekakuan pada pagi hari > 45 menit 2 poin
2. Nyeri panggul atau keterbatasan pergerakan sendi 1 poin
3. Faktor rheumatoid negatif dan atau antibodi anti cyclic citrullinated 2 poin
peptida
4. Tidak adanya nyeri sendi perifer (dengan temuan ultrasonografi) 1 poin
5a. Setidaknya satu bahu dengan bursitis subdeltoid dan / atau biseps 1 poin
tenosinovitis dan / atau glenohumeral sinovitis (baik posterior atau
aksila) dan setidaknya satu panggul dengan sinovitis dan / atau
bursitis trochanteric
5b. Kedua bahu dengan bursitis subdeltoid, biceps tenosynovitis 1 poin
atau sinovitis glenohumeral

Seorang pasien dengan skor 4 atau lebih (5 atau lebih jika temuan
ultrasonografi dipertimbangkan) dapat dikategorikan memiliki PMR.4

2.5 Diagnosa
2.5.1 Anamnesis
Pada sekitar 50% pasien berada dalam kesehatan yang baik sebelum onset
penyakit yang tiba-tiba. Pada kebanyakan pasien, gejala muncul pertama kali pada
bahu. Sisanya, pinggul atau leher yang terlibat saat onset. Gejala terjadi mungkin
pada satu sisi tetapi biasanya menjadi bilateral dalam beberapa minggu.
Gejala-gejala termasuk nyeri dan kekakukan bahu dan pinggul. Kekakuan
mungkin begitu parah sehingga pasien mungkin kesulitan bangkit dari kursi,
berbalik ditempat tidur atau mengangkat tangan mereka di atas bahu tinggi.

4
Kekakuan setelah periode istirahat serta kekakuan pada pagi hari lebih dari 1 jam
biasanya terjadi.5
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda-tanda dan gejala polimialgia reumatika tidak
spesifik dan temuan objektif pada pemeriksaan fisik sering kurang.
Gejala umum sebagai berikut :
1. Penampilan lelah
2. Pembengkakan ekstremitas distal.
3. Demam
4. Nyeri bahu, leher dan pinggu dengan gerakan.5
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
2.5.3.1 Tes laboratorium
Tanda inflamasi dapat dilihat dari ESR dan CRP yang meningkat pada
kebanyakan pasien dengan PMR. Kelainan laboratorium lain yang terkait dengan
peradangan aktif dapat meliputi anemia normositik normokromik, trombositosis,
hipoalbuminemia, dan peningkatan protein globulin α-2. Namun, dalam jumlah
kasus kecil dan jarang ditemukan ESR dan CRP dapat ditemukan dengan hasil
normal walaupun ada tanda gejala klinis. CRP lebih spesifik dibandingakan ESR
dalam merefleksikan peradangan dan karenanya sebaiknya digunakan untuk
memantau aktivitas penyakit dari waktu ke waktu. Pemeriksaan Fibrinogen
plasma tidak kalah dengan ESR dan CRP dalam mendukung diagnosis PMR dan
mungkin lebih spesifik dalam menilai respons terhadap pengobatan. Pada
pemeriksaan ESR dapat ditemukan kenaikan indeks inflamasi serum atau
peningkatan laju endap darah.3
2.5.3.2 Tekin Imaging
Teknik pencitraan telah banyak berkontribusi untuk mengungkapkan sifat
lesi dari PMR. Penelitian sebelumnya berdasarkan scintigraphy menunjukkan
peningkatan akumulasi artikular pelacak yang diperkirakan menggambarkan
sinovitis dalam persentase tinggi pada pasien dengan PMR. Namun, karena
kemampuan resolusinya yang buruk, pemindaian tulang tidak dapat menunjukkan
lokasi sebenarnya dari perubahan peradangan. Kemudian, dengan munculnya
teknik-teknik canggih yang dilengkapi dengan resolusi yang jauh lebih baik

5
seperti ultrasonografi dan MRI telah menunjukkan bahwa subacromial dan sub-
deltoid bursitis adalah lesi yang paling sering terjadi, hadir pada hampir semua
pasien dengan polymyalgia rheumatica, dan kedua teknik ini sama efektifnya
dalam mengkonfirmasikan adanya bursitis sub-akromial dan subdeltoid pada
pasien tersebut.
Telah ditemukan bahwa ultrasonografi bahu kadang berguna untuk
mengkonfirmasi diagnosis pada pasien dengan kasus atipikal. MRI telah
menunjukkan bahwa tenosynovitis adalah lesi yang menonjol pada pasien dengan
polymyalgia rheu-matica yang memiliki pembengkakan dan pitting edema pada
tangan dan kaki.3,6

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Kortikosteroid
Penatalaksanaan Perawatan untuk pasien PMR bertujuan untuk
pengurangan peradangan. kebanyakan pasien merespon baik pada dosis rendah
dari obat cortisone seperti prednisone atau prednisolone. Pada banyak kasus yang
tidak berkaitan dengan Giant-cells, Prednison telah diberikan dengan dosis awal
10-20 mg/hari. Dosis awal kortikosteroid biasanya diberikan selama dua sampai
empat minggu. Kemudian, dapat dikurangi secara bertahap setiap minggu atau
setiap dua minggu dengan maksimum 10 persen dari total dosis harian. Jika dosis
kortikosteroid dikurangi atau ditarik terlalu cepat, kambuh atau kekambuhan
gejala biasanya terjadi. Namun, sekitar 30 sampai 50 persen pasien mengalami
eksaserbasi spontan penyakit, terutama selama dua tahun pertama, yang tidak
tergantung pada rejimen kortikosteroid.6
British Society for Rheumatology menyarankan bahwa prednisolon (atau
yang setara) digunakan pada 15 mg / hari selama 3 minggu, kemudian pada 12,5
mg selama 3 minggu, kemudian pada 10 mg untuk 4- 6 minggu, dan kemudian
diruncingkan dengan 1 mg setiap 4-8 minggu tidak memberikan kekambuhan.3

6
BAB III
KESIMPULAN

Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah gangguan rematik radang yang


paling umum yang menyerang orang tua. Pasien biasanya hadir dengan nyeri dan
kekakuan bahu, pelvic dan leher, dengan adannya peningktan inflamasi dan
memiliki respon cepat terhadap kortikosteroid dosis rendah. PMR umumnya
menyerangi orang berusia 50 tahun atau lebih tua. Kejadiannya meningkat secara
progresif seiring bertambahnya usia, memuncak antara usia 70 dan 80 tahun.
Wanita dipengaruhi dua sampai tiga kali lebih sering daripada pria.
Berbagai kriteria telah diusulkan untuk mengklasifikasikan PMR, namun
dalam praktiknya diagnosis PMR masih sangat bergantung pada ciri khas
klinisnya, penanda inflamasi yang meningkat, dan respons terhadap
kortikosteroid. Temuan pencitraan dapat mendukung diagnosis klinis PMR,
namun peran mereka dalam proses diagnostik individual tidak sepenuhnya
diklarifikasi.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Koopman, Williams J. et al. Clinical Primer of Rheumatology. Lippincott


Williams and Wilkins. 2003.
2. Hellwell T, Hider S L, Barraclough K, Dasgupta B, Mallen C D. Diagnosis
and Management of Polymyalgia Rheumatica. Clinical Intelligence. British
Journal Of General Practice . 2012.
3. Pipitone N, Salvarani C. Update on Polymyalgia Rheumatica. European
Journal Of Internal Medicine. 2013;24: 583-589.
4. American College Of Rheumatology. Pholymyalgia Rheumatica. 2017.
5. Shiva P. Pholymyalgia Rheuamatica. Fakultas Kedikteran UNAIR: Surabaya.
2013, Available at: https://documents.tips/documents/polymyalgia-
rheumatica-56c10d0de9370.html diakses 10n September 2017.
6. Salvarani C, Cantini F, Hunder GG. Polymyalgia Rheumatica and Giant-cell
Arteritis.Lanset 2008:372:234-45, Available at:
http://www.asmn.re.it/asmn/allegati/ComitatoEtico/1Settembre/COMUNICA
Z._07)_- _Lancet_paper.pdf. diakses pada tanggal 10 september 2017.

Anda mungkin juga menyukai