Anda di halaman 1dari 1

RINGKASAN MAKALAH

Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata

Pembuktian menurut Sudikno Mertokusumo diartikan secara logis/ilmiah


(memberikan kepastian mutlak); konvensional (pertimbangan perasaan dan akal);
dan yuridis (Pasal 1865 B dan Pasal 163 HIR/283 RBg). Adapun dasar hukum
pembuktian adalah KUHPerdata (hukum materil), KUHD (mengenai hal khusus)
RBg, HIR dan sebagian Rv dan pembuktian tidak secara negatif yang pada
prinsipnya yang mendalilkanlah perlu membuktikan dalilnya.
Prinsip umum pembuktian diantaranya: mewujudkan kebenaran formil; pengakuan
mengakhiri pemeriksaan; fakta tidak perlu dibuktikan; pembuktian lawan; audi et
alteram partem (mendengar kedua belah pihak); ius curia novit (hakim paham
hukum); nemo Testis Indoeus in Propia Causa (tidak boleh menjadi saksi atas
perkaranya sendiri); ultra Ne Petita; de Gustibus Non Est Disputandum (soal
perasaan suka/tidak suka tidak dapat disengketakan); Nemo Plus Juris Transfere
Potest Quam Ipse Habet (seseorang tidak dapat mengalihkan hak yang bukan
miliknya). Sementara teori pembuktian yang dikenal dalam praktik adalah Teori
Hak (teori hukum subjektif); Teori Hukum (Teori Hukum Subjektiff); Teori Hukum
Acara dan Kepatutan; Teori hukum publik; Teori hukum acara.
Penilaian pembuktian dilakukan terhadap peristiwa (bukan hukumnya) dimana
hakim mengkonstantir, mengkualifisir dan mengkonstituir. Hakim sifatnya pasif dan
dalam melakukan penilaian hakim dapat bertindak bebas atau diikat UU. Jenis bukti
yang dimaksud disini adalah tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah
(pemutus, tambahan dan penaksir). UU ITE kemudian mengintrodusir bukti
elektronik disamping bukti tersebut.

Anda mungkin juga menyukai