Anda di halaman 1dari 32

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit

Abses otak adalah infeksi yang mengancam jiwa pada parenkim

otak akibat dari penyebaran infeksi dari jaringan berdekatan yang terkena

infeksi, hematogen atau pun terkena langsung pada otak. Pada

umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat

emboli septik dari bronkiektasis (Marjhono, 2010).

Anemia adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan

penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (RBC), menghasilkan

penurunan pembawa oksigen kapasitas darah (Dipiro ed7, 1)

Hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium

yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai

riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal (Widjajanti,

A; Agustini, S.M, 2005).

Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam

sirkulasi. Leukositosis adalah suatu respon normal terhadap infeksi atau

peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai setelah gangguan emosi,

setelah anestesia atau berolahraga, dan selama kehamilan.

Leukositosis abnormal dijumpai pada keganasan dan gangguan sumsum


tulang tertentu. Semua atau hanya salah satu jenis sel darah putih dapat

terpengaruh. Sebagai contoh, respon alergi dan asma secara spesifik

berkaitan dengan peningkatan jumlah eosinofil (Corwin, 2001).

Menurut WHO, malnutrisi adalah ketidakseimbangan seluler

antara ketersediaan nutrisi dan energy dengan kebutuhan tubuh yang

diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus

lainnya. Sementara, penggunaan istilah ‘malnutrisi energi protein’

mengacu pada sekelompok kelainan, yakni marasmus dan kwashiorkor.

Marasmus disebabkan asupan protein dan kalori yang tidak adekuat.

Kwasiorkor adalah asupan protein yang tidak adekuat, namun asupan

kalorinya masih layak.

Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab abses otak adalah bakteri piogenik yang menyebar ke

otak secara perkontinuitatum atau hematogen. Bakteri yang dapat diisolir

dari abses otak adalah Bakteri Aerob (Staphylococcus aureus,

streptococcus pneumoni, streptococcus viridans, haemophylus influenza,

baccilus gram negative) dan Bakteri Anaerob (Bacterioides fragilis,

microaerophylic cocci, actinomyces israelii, bacterioides Sp,

fusobacterium). Bakteri Aerob lebih sering dibanding Anaerob terutama

golongan streptococcus (32,1%), disusul gram negatif baccili (15,7%),

Staphylococcus aureus (13,4%).Dilaporkan bahwa Staphylococcus

aureus lebih virulen darioada alpha hemolitic streptococcus pada


pembentukan abses otak (Laminof M.J, 1995. Berlit P, 1996. Gilrey J,

1992. Harmodji S, 1996. Wirjokusumo S, 1996).

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak

dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1

yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

Organisme ini biasa ditemukan pada traktus gastrointestinal dan

orofaring. Ini jarang menyebabkan infeksi dan alasan mengapa terdapat

kuman ini pada kultur abses otak tidak diketahui. Insiden abses otak

berkurang dengan adanya antibiotik. Analisa terbaru pada 122 pasien

abses otak dari Taiwan, mempunyai riwayat kelainan otolaringeal (26%),

penyakit jantung sianotik (27%), implantasi abses (25%), infeksi paru

(5%), meningitis (4%), osteomyelitis (2%), penurunan imunitas (12%),

dan tidak diketahui (21%). Penyebab yang berasal dari otolaryngeal yaitu

otitis kronik dengan cholesteatoma (15%) dan mastoiditis (4%) dan

sinusitis (2%) (Yen dkk, 1995).

Abses otak lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan

dengan angka kejadian tinggi pada 4 dekade pertama kehidupan. Karena

penyebab predisposisi utama empiema subdural pada anak-anak adalah

meningitis bakteri, penurunan meningitis karena vaksin Haemophilus

influenzae telah mengurangi prevalensi pada anak-anak (Brook I, 2014).

Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen

dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas,


pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit

jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi

putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya

secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang

didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau

cerebellum dan batang otak ( Hakim, 2010 ).

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik

seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi /

steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37%

penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang

dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses

tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka

tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat

ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak ( Hakim, 2010 ).

Manifestasi Klinik

Pada stadium awal gambaran klinik tidak khas, terdapat gejala-

gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala

peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.

Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias

abses otak yang terdiri dari gejala infeksi (demam, leukositosis),

peninggian tekanan intracranial(sakit kepala, muntah proyektil, papil

edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia, afaksia).


Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala

neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim

disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang

baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum

ventrikel ( Brouwer, 2014 )

Patofisiologi

Mikroorganisme dapat menyerang otak oleh bebrapa

mekanisme yang berbeda. Yang paling umum mekanisme patogen

menimbulkan abses otak yaitu pembentukan dari penyebaran dari titik

fokus terhadap daerah yang terkena infeksi, paling sering di telingan

tengan, mastoid, atau sinus paranasal. Abses otak terjadi akibat infeksi di

otitis media yang biasanya terlokalisasi di lobus temporal. Dalam

bebrapa penelitian dari 44 kasus abses otak, terdapat 54% berada di

lobus temporal, 44% berada di serebelum, dan 2% berada di kedua

lokasi tersebut. Sinusitis paranasal sering menjadi penyebab penting

predisposisi untuk terjadi abses otak. Lobus frontal adalah bagian yang

dominan terkena ( Mustafa et al, 2014 ).

Mekanisme lain dari pembentukan abses otak adalah

penyebaran dengan cara hematogen dari fokus jauh daerah yang terkena

infeksi. Abses ini biasanya berada di banyak lokasi, dan memliki tingkat

kematian lebih tinggi daripada asbes yang timbul secara sekunder untuk

titik fokus yang terdekat dengan daerah yang terinfeksi. Penyebab yang
paling sering yaitu infeksi awal seperti paru-paru kronis, penyakit piogenik

paru terutama abses paru, bronkiektasis. Abses otak juga dapat terjadi

secara hematogen dari infeksi luka di kulit, osteomyilitis, infeksi panggul,

choleocytitis, dan infeksi intraabominal lainnya. Faktor lain yang

menyebabkan predisposisi hematogen abses otak adalah penyakit

jantung bawaan, yang mencapai sekitar 5%-15% dari semua kasus

abses otak ( Mustafa et al, 2014 ).

Trauma adalah mekanisme pengembangan pathogen penyebab

abses otak. Abses otak karena penyebab sekunder ketika terjadi fraktur

pada otak akibat bedah saraf ataupun cedera akibat benda asing.

Kejadian pembentukan abses otak akibat trauma kepala berkisar antara

3% sampai 17% pada populasi militer( Mustafa et al, 2014 ).

Tatalaksana

Pada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik dan

tindakan operatif berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian

antibiotik, sebagai berikut ( Mustafa, 2014 ) :

1) Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1

minggu) atau kapsul belum terbentuk.


2) Sifat-sifat abses:

a. Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan

kontraindikasi operasi.

b. Besar abses.

c. Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukan operasi

Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan

sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan

antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kioramfenikol.

Bila penyebabnya kuman an-aerob dapat diberikan metronidasol.

Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan

pembedahan dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor

tersebut di atas ( Mustafa, 2014 ).

Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu :

1. Antibiotika untuk mengobati infeksi

Jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang

spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap

bakteri tersebut, paling tidak antibiotika berspektrum luas untuk

membunuh lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit

antibiotika yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk

menyakinkan bahwa infeksi telah terkontrol ( Mustafa, 2014 ).

2. Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses


Jaringan abses diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung

pada ukuran dan lokasi abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai

dan kerusakkan saraf yang ditimbulkan tidak terlalu membahayakan

maka abses diangkat dengan tindakan pembedahan. Pada kasus

lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan insisi (irisan) langsung atau

dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke lokasi abses dan cairan

nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan pada daerah

abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi stereotaktik,

yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang

disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan

pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken

untuk menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan

untuk mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga

abses telah berhasil diobati ( Mustafa, 2014 ).

Prognosis dan Komplikasi

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara

signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI

dan antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan

faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu

yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya

fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari

penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas


nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya ( Sudewi dkk,

2011 ).

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multiple

4) Penanganan yang adekuat.

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada abses otak ialah robeknya

kapsul abes kedalam ventrikel atau keruangan subarakhnoidal,

penyumbatan cairan serebrospinal sehingga menyebabkan hidrosepalus,

edema otak, dan herniasi tentorial oleh massa abses otak (Hakim AA,

2005).

B. Obat

1. Omeprazole

Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi

asam lambung lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir

produksi asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini yang digunakan di

klinik adalah omeprazole, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol dan

pantoprazol. Perbedaan antara kelima sediaan tersebut adalah pada

substitusi di cincin piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazole adalah

campuran rasemik isomer R dan S.


Farmakodinamik

Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang

membutuhkan suasana asam untuk aktivitasnya. Setelah diabsorpsi dan

masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung,

terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi

bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus

sulfhidril enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton)

dan berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan

terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti

80% sampai 95%, setelah penghambatan pompa proton tersebut.

Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat

menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari

jenis perangsangnya histamin, asetilkolin atau gastrin. Hambatan ini

sifatnya ireversibel, produksi asam baru dapat kembali terjadi setelah 3-4

hari pengobatan dihentikan.

Indikasi

Indikasi penghambatan pompa proton sama dengan AH2 yaitu

pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger- Ellison, obat ini dapat

menekan produksi asam lambung lebih baik dari AH2 pada dosis yang

efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.


Kontraindikasi

Tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui mempunyai

riwayat hipersenstif terhadap komponen omperazole.

Efek Samping

Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut,

konstipasi, flatulence dan diare. Dilaporkan pula terjadi nyopati subakut,

artralgia, sakit kepala dan ruam kulit.

Dosis

Gastritis dan tukak 1 dd 20-40 mg (kapsul e.c) selama 4-8

minggu, tukak usus selama 2-4 minggu, profilaksis tukak usus 1 dd 10-

20mg. Pada sindrom Zollinger- Ellisom permula 1dd 80mg, lalu dosis

disesuaikan secara individual. Juga secara intravena (Infus).

Interaksi Obat

Omeprazole dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450 hati

dan dapat berinteraksi secara farmakokinetik dengan obat lain yang juga

dimetabolisme dengan sistem yang sama. Tidak terdapat interaksi dengan

theophylline atau propanolol diduga karena omeprazole hanya berinteraksi

dengan obat-obat tertentu yang dimetabolisme dengan sistem sitokrom

P450. Sampai saat dilakukan penelitian ini, omeprazole hanya berinteraksi

dengan diazepam, phenytoin, dan warfarin.


Diazepam:

Pemberian berulang omeprazole 40 mg peroral sekali sehari

meningkatkan waktu paruh eliminasi diazepam sebanyak 130%, sebagai

akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi plasma diazepam yang

bermakna. Harus dipertimbangkan untuk mengurangi dosis diazepam bila

diberikan bersamaan dengan omeprazole.

Phenytoin:

Pemberian omeprazole oral 40 mg per hari selama 7 hari mengurangi

bersihan phenytoin dalam plasma yang diberikan secara intravena dan

meningkatkan waktu paruh eliminasi sebanyak 27%. Dianjurkan untuk

memantau konsentrasi phenytoin dalam plasma pada pasien yang

mendapat terapi omeprazole bersamaan dengan phenytoin.

Warfarin:

Pemberian bersamaan omeprazole 20 mg per oral pada relawan sehat

menyebabkan sedikit peningkatan konsentrasi enansiomer-R warfarin

dalam plasma yang bermakna secara statistik. Tidak ada pengaruh

terhadap konsentrasi plasma enansiomer-S warfarin yang lebih poten.

Terjadi sedikit peningkatan aktivitas antikoagulan dari warfarin yang

menyertai interaksi stereoselektif, namun bermakna secara statistik.

Dianjurkan untuk memantau tes koagulasi secara ketat pada saat memulai

atau menghentikan terapi omeprazole pada pasien yang juga diberi terapi

warfarin.
Ketoconazole:

Absorpsi beberapa obat dapat dipengaruhi akibat penurunan

keasaman di dalam lambung. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa

absorpsi ketoconazole akan berkurang pada saat terapi omeprazole,

sebagaimana halnya pada saat terapi dengan penghambat sekresi asam

lainnya atau antasida.

Peringatan dan perhatian

1. Sebelum memberikan omeprazole kepada pasien yang menderita ulkus

gaster, kemungkinan adanya malignansi harus disingkirkan terlebih

dahulu, karena omeprazole dapat menutupi gejala dan menunda

penegakan diagnosis.

2. Omeprazole menghambat metabolisme beberapa obat yang

dimetabolisme melalui sistem enzim sitokrom P450 hati dan dapat

meningkatkan konsentrasi plasma diazepam, phenytoin, dan warfarin.

3. Gangguan fungsi hati

Pasien-pasien dengan gangguan fungsi hati memperlihatkan

peningkatan bioavailabilitas secara nyata, pengurangan bersihan total

dalam plasma dan perpanjangan waktu paruh sampai dengan 4 kali

lipat. Bagaimanapun urinary recovery selama 96 jam tetap tidak

berubah, mengindikasikan tidak ada akumulasi omeprazole atau

metabolitnya. Dosis normal omeprazole sebesar 20 mg per hari dapat

digunakan pada pasien dengan penyakit hati berat.


4. Penggunaan pada wanita hamil

Belum ada penelitian terkontrol atau yang adekuat pada wanita hamil.

Omeprazole hanya boleh diberikan pada wanita hamil jika

penggunaannya dipertimbangkan penting.

5. Penggunaan pada wanita menyusui

Walaupun omeprazole diekskresi dengan konsentrasi rendah dalam

air susu tikus betina menyusui, tidak diketahui apakah omeprazole

atau metabolitnya terdapat dalam air susu manusia. Oleh karena itu

penggunanan omeprazole selama menyusui tidak direkomendasikan.

2. Ambroxol Syr

Suatu metabolit bromhekain diduga sama cara kerja dan

penggunaannya. Ambroksol sedang diteliti tentang kemungkinan

manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang

produksi surfaktan pada anak lahir prematur dengan sindrom pernapasan.

Farmakodinamik

Agen mukolitik dengan aksi ekspektoran. Merangsang sel

serosa kelenjar mukosa bronkial, meningkatkan kandungan sekresi lendir

dan dengan demikian mengubah rasio komponene sputum yang serius

dan mukosa yang terganggu. Ini mengaktifkan enzim hidrolisis, dan

meningkatkan pelepasan lisosom dari sel Clara, yang menyebabkan

penurunan viskositas dahak. Ambroxol meningkatkan kandungan surfaktan


di paru-paru, yang dikaitkan dengan peningkatan sintesis dan sekresi

dalam pneumocytes alveolarm serta dengan gangguan disintegrasi.

Meningkatkan transpor mukosilliar dahak. Sedikit menekan batuk.

Indikasi

Penyakit saluran napas akut dan kronis disertai dengan

pelepasan sputum kental (bronkitis kronis dengan sindrom BOS, asma

bronkial, bronkiektasis). Sindrom gangguan pernapasan pada bayi baru

lahir dan bayi prematur.

Kontra Indikasi

Ulkus peptikum lambung dan duodenum, sindrom konvulsif

berbagai etiologi, trimester kehamilan, hipersensitivitas terhadap ambroxol.

Efek Samping

Efek samping paling umum dari penggunaan obat batuk

ambroxol yaitu gangguan pencernaan ringan, mual dan muntah, sakit ulu

hati, dyspepsia. Dalam beberapa kasus, reaksi alergi seperti ruam kulit,

gatal-gatal, bengkak dan kemerahan juga mungkin terjadi.

Dosis

Oral 3-4 dd 8-16mg (klorida), anak-anak 3 dd 1,6-8mg,

tergantung dari usia. Sirup 15 mg / 5 ml(1 sendok takar = 5 ml) Anak usia

6-12 tahun : 2-3 x sehari 1 sendok takar. Anak usia 2-6 tahun : 3 x sehari

½ sendok takar. Anak usia ≤ 2 tahun : 2 x sehari ½ sendok takar.

Interaksi Obat
Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik seperti amoxicillin,

cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline, konsentrasi antiobiotik-antibiotik

tersebut di dalam jaringan paru meningkat. Obat ini juga sering

dikombinasikan dengan obat-obat standar untuk pengobatan bronkitis

seperti glikosida jantung, kortikosteroid dan bronkospasmolitik.

3. Vancomycin

Vankomisin (van koe MYE sin) adalah suatu glikopeptida trisiklik

yang penting karena efektivitasnya terhadap organisme resisten multi-obat

seperti staphylokokus resisten metisilin.

Farmakodinamik

Menghambat sintesis fosfolipid dinding sel bakteri serta

polimerisasi peptidoglikan pada tempat yang lebih dulu dibandingkan

tempat yang dihambat oleh antibiotik beta laktam.

Indikasi

Pengobatan infeksi yang disebabkan oelh spesies

staphylococcus dan streptococcus digunakan oral untuk enterocolitis,

staphylococcus atau untuk antibiotik yang berhubungan dengan kolitis

pseudomembran yang disebakan oleh C.difficile.

Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap vankomisin atau komponen lain dalam

sediaan; Hindari penggunaannya pada pasien yang pernah mengalami

hilang pendengaran.

Efek Samping

Mulut pahit, mual, muntah, stomatitis, eosinopilia, nefritis

interstisial, ototoksisitas, gagal ginjal, ruam kulit, trombositopenia,

vaskulitis, hipotensi eritematus pada wajah dan bagian tubuh atas.

Dosis

Dosis lazim: Bayi > 1bulan dan anak-anak 10-15mg/kg setiap

6jam. Dewasa i.v 2-3 g/hari (20-45 mg/kg/hari) dalam dosis terbagi setiap

6-12 jam, maksimum 3 g/hari.

Peringatan dan atau Perhatian

Dapat menyebabkan nefrotoksisitas, faktor risiko yang umum

adalah gangguan ginjal, penggunaan bersama obat nefrotoksik,

peningkatan usia dan dehidrasi. Hentikan penggunaan jika ada tanda

nefrotoksisitas kerusakan ginjal biasanya dapat pulih. Mungkin dapat

menyebabkan neurotoksisitas. Ototoksisitas sebanding dengan jumlah

obat yang diterima dan durasi pengobatan. Penggunaan IV cepat dapat

menyebakan hipotensi, eritema, urtikaria dan/atau pruritus kecepatan infus

seharusnya lebih dari 60 menit.

Interaksi Obat
kemungkinan meningkatkan risiko nephrotoksisitas. Neurotoskik

dan agen nefrotoksik: Mungkin memberikan racun aditif. Relaksan otot

Nondepolarizing: blokade neuromuskular dapat ditingkatkan. IV larutan

alkali tidak sesuai dengan suntikan.

informasi pasien

Jelaskan bahwa obat IV diberikan secara berkala untuk

mempertahankan tingkat darah. Beritahu pasien untuk melaporkan

gangguan pendengaran, dering di telinga, atau vertigo penyedia

perawatan kesehatan. Jelaskan tanda-tanda superinfection (misalnya,

vaginitis). Mengidentifikasi gejala reaksi merugikan yang potensial.

Beritahu pasien untuk menjaga asupan cairan yang memadai.

4. Piracetam

Merupakan golongan nootropic agents yang berbentuk bubuk

kristal putih dan tidak berbau. Bekerja dengan cara meningkatkan

efektifitas dari fungsi telensefalon otak melalui peningkatan fungsi

neurotransmiter kolnergik.

Farmakokinetik

1. Distribusi, Piracetam di distribusikan melewati sawar otak dan

terkonsentrasi pada bagian abu-abu dari korteks cerebri dan


cerebelum, nukleus caudatus, hipokampus, korpus genikulatum

lateral, dan pleksus koroideus.

2. Ekskresi, piracetam di ekskresi melalui urin dan feces, ekskresi melalui

urin mencapai 98% oleh karena itu diperlukan perhatian khusus pada

penderita dengan gangguan ginjal.

Indikasi

Sindrom yang berkaitan dengan penuaan, seperti defisit

memori, astenia, dan gangguan psikomotor, Sindrom post taumatik, Terapi

pada anak-anak dengan dysleksia, Kelainan dimana terdapat gangguan

peredaan otak seperti iskemia.

Kontra Indikasi

Penderita dengan insufisiensi ginjal yang berat, penderita yang

hipersensitif terhadap piracetam atau derivat pirolidon lainnya, termausk

komponen obat, Penderita dengan cerebral haemorrhage.

Efek Samping

Gangguan gastrointestinal seperti diare, mual, muntah,

gastralgia, sakit kepala dan vertigo. Mulut kering, peningkatan libido,

peningkatan berat badan, dan reaksi hipersensitif terhadap kulit.

Dosis

Dosis umum: 1 gram 3 x 1 sehari IV atau IM.


Interaksi Obat

Pemberian bersama dengan ekstrak tiroid, menyebabkan

confusion, iritabilitas dan gangguan tidur.

Peringatan dan perhatian

Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal karena

piracetam diekskresikan terutama melalui ginjal sehingga perlu dilakukan

pengamatan fungsi ginjal. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan

menyusui. Perlu dilakukan evaluasi hasil yang didapat selama 3 bulan

pertama kehamilan atau menyusui. Piracetam belum dinyatakan aman

digunakan pada wanita hamil. Piracetam dapat melalui sawar plasenta.

C. Jenis Pemeriksaan

1. WBC (White Blood Cell)

Nilai Normal [3,5-10,0 ] L 103/mm3 ==> Hitung Lekosit

Hitungan Lekosit/ White Blood Cell adalah komponen dalam darah

yang berfungsi untuk memerangi infeksi akibat virus, bakteri atau proses

metabolik tosik. Ada dua kemungkinan yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan ini yaitu:

WBC Meningkat Ditemukan pada: Penyakit inflamasi kronis, penyakit

infeksi bakteri, perdarahan akut, leukimia, gagal ginjal( nefritis) pengobatan

seperti quini, adrenalin, steroid, dll

WBC turun Ditemukan pada: Penyakit infeksi virus, penyakit sumsum

tulang, dll
2. RBC (Red Blood Cell)

Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu

erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah

jenis se) darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke

jaringan tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya

dihancurkan. Pada orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki

kadar oksigen rendah maka cenderung memiliki sel darah merah lebih

banyak.
Nilai norma l eritrosit :
Pria 4,6 – 6,2 jt/mm3
Wanita 4,2 – 5,4 jt/mm3
RBC : *Nilai Normal [3,80-5,80] 106/mm3 ==> Hitung Eritrosit
Hitungan Eritrosit/ Red Blood Cell adalah komponen dalam darah

yang paling banyak jumlahnya yang berfungsi sebagai

pengangkut/membawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh

tubuh dan mengakut karbondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru. ada

dua kemungkinan dari hasil pemeriksaan yaitu:


RBC Meningkat Ditemukan pada: hemokosentrasi (Perburukan DHF,

Resistensi Insulin), PPOK( Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Jantung

Kongestif, Perokok, Preeklamsi, penggunaan Obat-obat (Gentamicyn,

methyldopa) dll.
RBC Menurun Ditemukan Pada: Amenia kecuali jenis thalassemia,

Leukemia, hipertiroid, Penyakit Hati Kronik, Hemolisis (Reaksi terhadap

Tranfusi, infeksi, reaksi kimia, terbakar, pacu jantung buatan) Penyakit

Sistemik seperti Lupus, Kanker dll.


3. HGB (Hemoglobin)
Nilai Normal [11,0-16,5] g/dl.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang

berfungsi sebagai media transport yang mengangkut oksigen dari paru ke

seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan

ke paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat

darah berwarna merah. Ada dua hasil pemeriksaan yaitu:


1. HGB Meningkat Ditemukan pada Orang yang hidup didataran

tinggi, perokok. Beberapa penyakit seperti Radang paru-paru,

tumor, preeklamsi, hemokosentrasidll


2. HGB Menurun atau Hemoglobin dalam darah rendah dikenal

dengan Amenia. Anemia disebabkan oleh banyak hal

seperti: perdarahan, kekurangan gizi, gangguan sumsum

tulang, akibat kemoterapi, hemolisis, penyakit sistemik

(kanker, lupus, sarcoidosis)dll.


4. HCT (Hematokrit)
Nilai Normal [35,0-50,0] % ==> Hematokrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya

jumlah sel darah merah dalam 100ml darah yang dinyatakan dalam %.

Karena kadar hemotakrit berbanding lurus dengan kadar hemoglobin

maka penurunan dan peningkatan kosentrasi hemoatokrit terjadi pada

penyakit yang sama seperti hemoglobin.


5. MCV (Mean Corpuscular Volume atau Volume korpuskuler rata – rata)
Perhitungan : MCV (femtoliter) = 10 x Hct (%) : Eritrosit (106 sel/μL)
Nilai normal : 80 – 100 (fL)
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah.

MCV menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai


Normositik (ukuran normal), Mikrositik (ukuran kecil < 80 fL), atau

Makrositik (ukuran kecil >100 fL).


Implikasi klinik :
• Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi,

anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia

mikrositik.
• Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi

antimetabolik, kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat,

disebut juga anemia makrositik.


• Pada anemia sel sabit, nilai MCV diragukan karena bentuk eritrosit

yang abnormal.
• MCV adalah nilai yang terukur karenanya memungkinkan adanya

variasi berupa mikrositik dan makrositik walaupun nilai MCV tetap

normal.
• MCV pada umumnya meningkat pada pengobatan Zidovudin (AZT)

dan sering digunakan sebagi pengukur kepatuhan secara tidak

langsung.
6. MCH (Mean Corouscular Hemoglobin atau rata-rata Hb Eritrosit)
Perhitungan : MCH (picogram/sel) = hemoglobin/sel darah merah Nilai

normal : 28– 34 pg/ sel


MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di
dalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas

warna (normokromik, hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. MCH

dapat digunakan untuk mendiagnosa anemia.


Implikasi Klinik:
• Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik
• Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.
7. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Cosentrasion atau Rerata

kosentrasi Hb Eritrosit)
Perhitungan : MCHC = hemoglobin/hematokrit
Nilai normal : 32 – 36 g/dL

Deskripsi:
MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah

merah; semakin kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan

MCHC tergantung pada Hb dan Hct. Indeks ini adalah indeks Hb

darah yang ebih baik, karena ukuran sel akan mempengaruhi nilai

MCHC, hal ini tidak berlaku pada MCH.


Implikasi Klinik:
• MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik,
anemia karena piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik.
• MCHC meningkat pada sferositosis, bukan anemia pernisiosa.

8. PLT (Platelet)

Nilai Normal [ 150-390 ] L 103/mm3  Hitung Trombosit

Trombosit atau Platelet adalah bagian dari sel darah yang

berfungsi dalam pembekuan darah dan menjaga intergritas vaskuler.

Beberapa kelainan yang dapat ditemukan pada trombosit yaitu giant

platelet ( trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit bergerombol).

Hasil lab jika :

1. PLT Meningkat, Trombosis yang tinggi disebut Trombositosis

pada beberapa orang tidak ada keluhan

2. PLT Menurun, Trombosis yang rendah disebut Trombositopenia

ini ditemukan pada kasus Demam Berdarah DBD, Idiopatik

trombositopenia Purpur (ITP), Supresi Sumsum tulang dll.


9. RDW-SD

RDW-SD adalah standar deviasi dari eritrosit dan adalah rata-

rata penyimpangan dari MCV setiap eritrosit; rentang normal adalah

37-54 fL.

10. RDW-CV

RDW-CV adalah koefisien variabilitas volume distribusi eritrosit

dan persentase ekspresi standar deviasi MCV. RDW-CV adalah

pengukuran yang lebih handal dan dianggap tidak normal jika >14.

11. PDW (Plateler Distribution Width)

Nilai Normal [10,0-18,0] % ==> PDW

DW atau Rentang Distribusi trombosit adalah koofisien variasi

ukuran trombosit. Hasil pemeriksaan yaitu:

1. PDW Meningkat Ditemukan pada sickle cell disease dan

Trombositosis

2. PDW Menurun Menunjukan variasi ukuran trombosis yang kecil.

12. MPV (Mean Platelet Volume)

Nilai Normal [6,5- 11,0] µm3 ==> MPV


MPV atau Mean Platelet Volume adalah ukuran rata-rata

trombosit/platelet. Trombosit baru lebih besar, dan peningkatan MPV

terjadi ketika terjadi peningkatan jumlah platelet yang sedang

diproduksi. Sebaliknya, penurunan MPV merupakan indikasi

penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).


13. P-LCR
P-LCR atau Platelet Large Cell Ratio, adalah rasio ukuran

trombosit yang besar. Nilai normal 15,0-25,0.


14. PCT (Platelet crit)
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk membedakan antara

keadaan trombositopenia (jumlah trombosit rendah atau dibawah

normal) dengan pseudotrombositopenia. Nilai normal PCT ini adalah

0,150-0,400 %.
15. NEUT (Neutrofil)
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri, dan dilaporkan

sebagai persentase leukosit atau %NEUT. Biasa jumlahnya 55-70

persen. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih

mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut, obat HIV seperti

gansiklovir dan AZT (obat antiretroviral) dapat menyebabkan

neutropenia.
16. NRBC ( Eritrosit)
berinti sel darah merah berinti sebenarnya adalah sel eritrosit

yang belum matang, dapat kita jumpai pada sumsum tulang dan

kemungkinan dapat dijumpai pada asupan darah tepi bayi yang baru

lahir.

16. LYMPH (Limfosit)


Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan

dan pembentukan antibodi. Nilai normal: 20 – 35% dari seluruh

leukosit. Peningkatan limposit terdapat pada leukemia limpositik,

infeksi virus, infeksi kronik, dan Iain-Iain. Penurunan limposit terjadi

pada penderita kanker, anemia aplastik, gagal ginjal, dan Iain-Iain.


17. MONO (Monosit)

Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar

dengan ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar

dalam sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal

dalam tubuh: 2 – 8% dari jumlah seluruh leukosit.

Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit

(misalnya cacing), kanker, dan Iain-Iain. Penurunan monosit terdapat

pada leukemia limposit dan anemia aplastik..

18. EO (Eosinofil)

Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibat

dalam alergi dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan

jumlahnya 1 – 2% dari seluruh jumlah leukosit. Nilai normal dalam

tubuh: 1 – 4%. Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi,

infeksi parasit, kankertulang, otak, testis, dan ovarium. Penurunan

eosinofil terdapat pada kejadian shock, stres, dan luka bakar.

20. BASO (Basofil)

Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1%

dari seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka

panjang seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain. Nilai normal dalam

tubuh: 0 -1%.
Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi(radang),

leukemia, dan fase penyembuhan infeksi.

Penurunan basofil terjadi pada penderita stres, reaksi

hipersensitivitas (alergi), dan kehamilan.

21. IG (Imunoglobulin)

senyawa protein yang digunakan untuk melawan kuman

penyakit (virus, bakteri, racun bakteri dll.), ada di dalam darah, orang

sering menyebutnya antibodi. Nilai normal 1.0 - 1.5 g/dl atau 18%.

BAB II
PEMBAHASAN
Pada kasus pasien bernama Taufik yang lahir pada tanggal 24 April

1994 ,masuk kedalam rumah sakit umum pada tanggal 13-106-2017 dan

keluar pada tanggal 30-08-2017 dirawat diruangan ICU. Dimana diagnosa

awalnya pasien menderita penyakit abses serebri atau abses otak, infeksi
yang mengancam jiwa pada parenkim otak akibat dari penyebaran infeksi

dari jaringan berdekatan yang terkena infeksi, hematogen atau pun terkena

langsung pada otak. Pada umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat

abses multilokular akibat emboli septik dari bronkiektasis.


Setelah dokter selesai memeriksa pasien dokter meresepkan

Omeprazol merupakan obat Pompa proton, ambroxol merupakan obat asma

bronkial, Vancomycin merupakan obat untuk Pengobatan infeksi yang

disebabkan oelh spesies staphylococcus dan streptococcus, Piracetam

merupakan golongan obat nootropic agents.


Dalam kasus ini pengobatan yang paling bagus yakni dengan

pengobatan antibiotik karena dilihat dari penyakitnya yakni abses otak

terjadi infeksi yang mengancam jiwa pada parenkim otak akibat dari

penyebaran infeksi dari jaringan berdekatan yang terkena infeksi,

hematogen atau pun terkena langsung pada otak. Penggunaan obat

ambroxol akan terjadi interaksi pada antibiotik akan menyebabkan

konsentrasi antiobiotik-antibiotik tersebut di dalam jaringan paru meningkat.

Penambahan golongan obat zat besi dapat membantu kurangnya

nutrisi zat besi yang mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah. Zat

besi ini diperlukan tubuh untuk menghasilkan komponen sel darah merah

yang dikenal sebagai hemoglobin.


Penambahan obat yang dapat meningkatkan sistem imun juga perlu

untuk meningkatkan limfosit seperti Stimuno.


Adapun hasil pemeriksaan laboratorium yang didapatkan dari

beberapa hari pemeriksaan bahwa kadar dari semua pemeriksaan ini dilihat

dari nilai normalnya:


WBC : Normal
RBC : Menurun
HGB : Menurun
HCT : Menurun
MCV : Normal
MCH : Normal
MCHC : Menurun
RDW-SD : Normal
RDW-CV : Normal
PDW : Meningkat
MPV : Normal
P-LCR : Meningkat
PCT : Normal
NRBC :-
NEUT : Meningkat
LYMPH : Menurun
MONO : Menurun
EO : Menurun
BASO : Normal
IG : Menurun

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kasus pasien bernama Taufik yang lahir pada tanggal 24 April

1994 ,masuk kedalam rumah sakit umum pada tanggal 13-106-2017

dan keluar pada tanggal 30-08-2017 dirawat diruangan ICU. Dimana

diagnosa awalnya pasien menderita penyakit abses serebri atau abses

otak, infeksi yang mengancam jiwa pada parenkim otak akibat dari

penyebaran infeksi dari jaringan berdekatan yang terkena infeksi,

Anemia merupakan suatu kondisi dimana kadar Hb dari pasien

kurang. Hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar

kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L).Leukositosis adalah

peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi. Malnutrisi adalah

ketidakseimbangan seluler antara ketersediaan nutrisi dan energy

dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan,

pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus lainnya

B. Saran
Bila terjadi kesalahan dalam penyusunan dan penulisan

diberikan kritikan dan saran yang membangun.


LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai