Anda di halaman 1dari 71

USULAN PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GREEN BUILDING

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RIZKY UNO ANANDA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Struktur
Atas Green Building Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2018

Rizky Uno Ananda


NIM F44120065
ABSTRAK
RIZKY UNO ANANDA. Usulan Perencanaan Struktur Atas Green Building
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing
oleh MEISKE WIDYARTI dan MUHAMMAD FAUZAN.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan kebutuhan gedung Departemen Teknik


Sipil dan Lingkungan (SIL), Institut Pertanian Bogor. Penelitian bertujuan untuk
mendesain struktur atas gedung beton bertulang yang efisien, dan merencanakan
dimensi struktur yang aman untuk menopang beban rencana. Penelitian ini
menggunakan SAP2000, perencanaan gedung beton bertulang berdasarkan pada
SNI 1727:2013, SNI 1726:2012, SNI 2847:2013 dan laporan basic design green
building Departemen SIL. Dari hasil penelitian diperoleh dimensi kolom sebesar
80 x 60 cm, dengan tulangan pokok 18D19. Balok dibagi menjadi lima segmen
dengan selimut beton 4 cm dan sengkang D10. Balok pada kantilever: 40 x 30 cm,
tulangan D22. Balok membujur 9 m berukuran 35 x 25 cm D19. Balok membujur
dibentang 13 m: 40 x 30 cm D22. Balok pada tangga: 30 x 20 cm D16. Balok arah
melintang: 35 x 25 cm D22. Bracing kantilever 30x20 cm, tulangan utama 6D12,
tulangan sengkang D10-100. Plat dan tangga menggunakan plat bondek, ketebalan
12 cm dan tulangan Ø8-250. Tangga memiliki kemiringan 18.4o.

Kata kunci: beton bertulang, green building, perencanaan, struktur atas

ABSTRACT
RIZKY UNO ANANDA. Proposed Planning of Civil and Environmental
Engineering Departement Green Building Top Structure Bogor Agricultural
University. Supervised by MEISKE WIDYARTI and MUHAMMAD FAUZAN.

This study was conducted based on the needs of the Civil and
Environmental Engineering (SIL) Departement, Bogor Agricultural University.
The study aimed to design the efficient structure of reinforced concrete top
structures, and to plan the safe structural dimensions to support load. This
research used SAP2000 program, reinforced concrete building planning based on
SNI 1727: 2013, SNI 1726: 2012, SNI 2847: 2013 and the report of the basic
design of SIL Department green building. The research result showed that column
dimension was 80 x 60 cm, with the basic reinforcement 18D19. The beams were
divided into five segments with 4 cm concrete blankets and stirrups D10. Beam in
cantilever: 40 x 30 cm, D22 reinforcement. The 9 m longitudinal beam xis 35 x 25
cm D19. The 13 m longitudinal beam: 40 x 30 cm D22. Beams on stairs: 30 x 20
cm D16. Cross direction beam: 35 x 25 cm D22. Bracing cantilever 30x20 cm,
main reinforcement 6D12, reinforcement D10-100. Plat and ladder using steel
composite plate, with thickness of 12 cm and Ø8-250 reinforcement. The ladder
had a slope of 18.4o

Keywords: green building, reinforced concrete, top structure, planning


USULAN PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GREEN BUILDING
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RIZKY UNO ANANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Struktur Atas
Green Building Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian
Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yaang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. Ir. Meiske Widyarti M.Eng selaku dosen pembimbing pertama yang
telah memberikan arah dan bimbingkan dalam dunia perkuliahan,
terutama dalam penyelesaian penyusunan skripsi.
2. Bapak Muhammad Fauzan S.T, M.T selaku dosen pembimbing kedua
yang telah memberikan arah dan bimbingan dalam penyusunan skripsi.
3. Bapak Sutoyo S.TP, M.Si sebagai dosen penguji skripsi yang telah
memberikan masukan dalam penelitian ini.
4. Prof. Tsutsumi Jun-Ichiro yang telah berbagi ilmu untuk menyelesaikan
penyusunan skripsi.
5. Mama dan adik Rasha yang senantiasa mendukung dan berdoa untuk
kelancaran rangkaian penelitian.
6. Adhitya Wibawa dan Achmad Hafiz Wahdah sebagai abang yang
memberikan masukan dan teman seperjuangan dalam menyelesaikan
tugas akhir.
7. Seluruh teman – teman angkatan 49 Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Pertanian Bogor atas kebersamaannya selama menjalani
perkulihan bersama.
Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2018

Rizky Uno Ananda


iii

DAFTAR ISI

PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Beton 2
Beton Bertulang 3
Pembebanan Struktur 4
Perencanaan Struktur Bangunan 7
METODE PENELITIAN 9
Waktu dan Tempat 9
Alat dan Bahan 9
Tahapan Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Green Building Departemen SIL, IPB 12
Pembebanan Struktur 13
Pemodelan dan Analisis Struktur 16
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 55
iv

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sifat karakteristik beton 3
Tabel 2 Perubahan spesifikasi antara laporan basic design dan penelitian 13
Tabel 3 Parameter beban angin 14
Tabel 4 Parameter spektrum gempa 15
Tabel 5 Kombinasi pembebanan 15
Tabel 6 Input beban pada plat 18
Tabel 7 Desain plat bondek 19
Tabel 8 Spesifikasi balok 20
Tabel 9 Kombinasi beban dan lendutan pada balok 20
Tabel 10 Spesifikasi kolom(K) 21
Tabel 11 Spesifikasi bracing kantilever (BCS) 21
Tabel 12 Spesifikasi tangga 22

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model struktur dengan derajat kebebasan DOF 8
Gambar 2 Contoh kasus SRPMK pada gedung (BSN 2013b) 8
Gambar 3 Peta lokasi penelitian 9
Gambar 4 Denah bangunan berdasarkan laporan basic design gedung 9
Gambar 5 Ilustrasi gedung 10
Gambar 6 Tahapan Penelitian 11
Gambar 7 Denah bangunan rencana 12
Gambar 8 Penempatan beban pada bangunan 13
Gambar 9 Input beban gempa pada SAP2000 14
Gambar 10 Bentuk deformasi gedung akibat kombinasi beban 0.74D+3Q 16
Gambar 11 Model struktur gedung pada SAP2000 16
Gambar 12 Hasil olahan dari SAP2000 17
Gambar 13 Tahapan pemodelan pada SAP2000 17
Gambar 14 Plat cor deck atau plat bondek 18
Gambar 15 Potongan pelat 18
Gambar 16 Denah balok 19
Gambar 17 Balok yang memerlukan tulangan torsi 19
Gambar 18 Potongan kolom 21
Gambar 19 Potongan bracing kantilever 22
Gambar 20 Dimensi tangga 22
v

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Detail penentuan beban hidup 27
Lampiran 2 Spesifikasi bangunan pada laporan basic design gedung 28
Lampiran 3 Detail penentuan perubahan spesifikasi 30
Lampiran 4 Detail penentuan parameter beban angin 32
Lampiran 5 Detail penentuan parameter beban gempa 34
Lampiran 6 Tahap Pemodelan pada SAP2000 37
Lampiran 7 Detail input beban 41
Lampiran 8 Detail penentuan jumlah tulangan balok 42
Lampiran 9 Penentuan tulangan geser dan torsi pada balok 45
Lampiran 10 Pengecekan lendutan balok 47
Lampiran 11 Detail penentuan jumlah tulangan kolom 48
Lampiran 12 Data hasil analisis SAP2000 pada satu titik kolom 49
Lampiran 13 Data hasil analisis SAP2000 pada balok BYS di frame 471 50
Lampiran 14 Penentuan dimensi 51
Lampiran 15 Denah dan detail balok 54
vi
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL) berdiri pada tahun 2008
merupakan departemen terbaru di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada saat ini
Departemen SIL melaksanakan kegiatannya di Gedung Fakultas Teknologi
Pertanian (FATETA), tetapi luas gedung dan jumlah ruangan di FATETA tidak
mencukupi untuk menunjang seluruh kegiatan yang dilakukan pada Departemen
SIL.
Green building Departemen SIL merupakan usulan bangunan baru yang
akan dibangun untuk menunjang seluruh kegiatan Departemen SIL. Gedung yang
dirancang memiliki lima lantai ini diperuntukkan untuk ruang kelas, ruang
adminitrasi, ruang dosen, laboratorium, dan lantai teratas sebagai atap. Konsep
green building diambil untuk menjadi contoh aplikasi dari bagunan untuk Bidang
Teknik Sipil dan Lingkungan. Potensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh suatu bangunan dapat diminimalisir dengan konsep green building (Firsani
dan Utomo 2012).
Berdasarkan peruntukannya akan ada banyak kegiatan yang dilakukan di
gedung tersebut tingkat keamanan gedung perlu diperhitungkan untuk menjamin
keberlangsungan seluruh kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Keamanan
gedung dapat diperoleh melalui perhitungan perencanaan struktur gedung.
Gedung yang aman adalah gedung yang mampu menopang beban rencana. Beban
tersebut berupa beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Beban gempa
dihitung karena Indonesia merupakan negara yang rawan gempa, terletak pada
terletak dipertemuan Cirkum Pasifik dan Trans Asiatik (Yanto 2010). Bogor
terletak pada wilayah gempa 4 sehingga kemungkinan terjadi gempa cukup besar.
Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa sangat penting di Indonesia,
mengingat sebagian besar wilayahnya terletak dalam wilayah gempa dengan
intensitas moderat hingga tinggi (Pranata 2006). Penelitian ini dilakukan sebagai
usulan perencanaan struktur gedung baru berkonsep green building untuk
Departemen SIL IPB yang aman terhadap gempa untuk wilayah 4.
Material struktur menggunakan beton bertulang. Perhitungan perencanaan
gedung pada penelitian ini menggunakan software SAP2000 Analisis gempa
dilakukan dengan mengacu pada SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non Gedung (BSN 2012).
Diharapkan penelitian ini menghasilkan usulan perencanaan struktur beton
bertulang yang aman untuk pembangunan Green Building Departemen SIL yang
aman terhadap gempa dengan mengacu pada SNI 1726:2012.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penelitian ini memiliki


perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mendesain struktur atas gedung beton bertulang yang efisien?
2

2. Berapakah dimensi struktur atap, kolom, balok,beton bertulang tangga,


dan plat yang aman untuk menopang beban rencana yang bekerja?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Mendesain struktur atas gedung beton bertulang yang efisien.
2. Merencanakan dimensi struktur atap, kolom, balok, plat, dan tangga
yang aman untuk menopang beban rencana menggunakan SAP2000.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian inidapat dijadikan masukan untuk perencanaan struktur


untuk pembangunan green building dilingkungan Institut Pertanian Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup sebagai berikut:


1. Struktur gedung yang ditinjau adalah atap, plat, kolom, balok, dan
tangga.
2. Analisis pembebanan yang ditinjau adalah beban mati, beban hidup,
beban angin, beban hujan, dan beban gempa. Analisis pembebanan
mengacu pada SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain.
3. Analisis beban gempa mengacu pada SNI 1726:2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non
Gedung.
4. Analisis portal bangunan mengacu pada SNI 2847:2013 tentang
Persyarakatan Beton Stuktural untuk Bangunan Gedung.
5. Analisis kerja struktur dilakukan dengan software SAP2000, dan gambar
detail dilakukan dengan software AutoCAD 2017.

TINJAUAN PUSTAKA
Beton

Beton secara umum merupakan bahan bangunan yang terbuat dari air,
semen portland, agregat halus, dan agregat kasar, yang bersifat keras seperti
batuan (Tjokrodimuljo, 2012). Penambahan semen dan air pada pembuatan beton
guna untuk merekatkan agregat dan pasir melalui proses reaksi kimia. Untuk
mencapai nilai kekuatan dan durabilitas beton yang sesuai dengan perencanaan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang membentuk suatu fungsi. Dalam aplikasinya,
penggunaan beton pada elemen struktur bangunan diwujudkan dalam banyak
3

komponen, antara lain, balok, kolom, plat, dan pondasi (Pratama dan Budio 2011).
Beton yang digunakan pada penelitian ini memiliki beberapa karakteristik yang
tertera pada Tabel 1.
Beton bersifat getas, sehingga mempunyai kuat tekan tinggi namun kuat
tariknya rendah. Kuat tekan beton biasanya berhubungan dengan sifat-sifat lain,
maksudnya bila kuat tekannya tinggi, umumnya sifat-sifat yang lain juga baik.
Beton normal dipakai untuk struktur beton bertulang, bagian-bagian struktur
penahan beban, misalnya kolom, balok, dinding yang menahan beban, dan
sebagainya. Kuat tekan beton normal berkisar antara 15 MPa - 30 MPa. Khusus
untuk struktur beton yang berada di daerah gempa, kuat tekannya minimum 20
MPa (Tjokrodimuljo, 2012).
Tabel 1 Sifat karakteristik beton
Karakteristik Nilai
Kekuatan, beton normal K350 29.05 Mpa
Berat Jenis 2.40 kg/m3
Modulus elastis 2533.08 Mpa
Possion ratio 0.15
Modulus geser 8,865 x 109 kg/m3

Beton Bertulang

Beton memiliki kuat tekan yang relatif tinggi dibandingkan dengan bahan-
bahan lain, tetapi kuat tariknya sangat rendah, sehingga memerlukan tulangan
tarik. Tulangan tarik untuk beton bertulang menggunakan serat yang terbuat dari
baja, plastik, kaca, dan lain-lain. Baja merupakan material yang paling sering
digunakan sebagai serat tulangan. Sifatnya yang mudah terkena korosi
menyebabkan kekuatan beton bertulang berkurang, namun baja ditanam pada
beton, sehingga selimut beton akan melindungi baja dari kemungkinan korosi
(Hernowo dan Listanto 2016).
Perencanaan beton bertulang mengacu pada SNI 2847 – 2013 (BSN 2013b).
Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perencanaan dan analisis
struktur beton bertulang adalah lekatan batang tulangan baja dengan beton yang
mengelilinginya berlangsung sempurna tanpa terjadi penggelinciran atau
pergeseran (Ginting dan Purnomo 2010).
Pembebanan yang direncanakan adalah beban mati dan beban hidup.
Asumsi perletakan untuk tangga pada tumpuan bawah adalah jepit, pada tumpuan
tengah adalah sendi, pada tumpuan atas adalah jepit. Asumsi perletakan untuk plat
lantai adalah jepit penuh, untuk balok adalah jepit jepit, dan untuk portal jepit
pada kaki portal dan beban pada titik yang lain. Analisis tampang akan
menggunakan persamaan yang tertera pada SNI 1727 – 2013. Jarak minimum
tulang sengkang adalah 25 mm. Jarak maksimum tulang sengkang 240 mm atau
2h (BSN 2013a).
Plat lantai pada penelitian ini direncanakan menggunakan metode bondek.
Metode bondek adalah metode dengan mengganti tulangan bawah diganti oleh
pelat bondek, dengan harapan mampu menghemat besi tulangan dan bekesting
dibawahnya. Tulangan atas bisa dibuat dalam bentuk batangan atau bisa juga
4

diganti dengan besi wiremesh agar lebih cepat dalam pemasangannya. Metode
pelaksanaan pelat lantai bondek lebih praktis jika dibandingkan dengan pelat
lantai konvensional. Hal ini dikarenakan dimensi material bondek dari fabrikasi
telah disesuaikan dengan keadaan di lapangan serta penggunaan wiremesh dapat
mempersingkat waktu karena tidak perlu dirakit seperti tulangan pada pelat
konvensional (Nadia 2017).

Pembebanan Struktur

Pembebanan struktur pada penelitian ini mengikuti SNI 1727:2013 tentang


Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain (BSN
2013a). Pembebanan struktur terdiri dari beban mati, beban hidup, beban angin,
dan beban gempa. Perhitungan beban gempa mengacu pada SNI 1726:2012
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Banguan Gedung (BSN
2012).

Beban Mati (D)


Beban mati adalah berat sendiri bangunan dari bahan - bahan bangunan dan
dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban
mati dari suatu gedung. Menurut Ariestadi (2008), beban mati adalah beban-beban
yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik
bangunan, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis, partisi yang dapat
dipindahkan, adalah beban mati. Semua metode untuk menghitung beban mati
suatu elemen adalah didasarkan atas peninjauan berat satuan material yang terlihat
dan berdasarkan volume elemen tersebut. Berat satuan (unit weight) material
secara empiris telah ditentukan.
Beban super dead load (SDL) secara sederhana merupakan beban mati
tambahan diluar berat sendiri bangunan tersebut, seperti keran, plafon, dinding,
pintu, dan jendela (Fauzy dan Sauman 2008). Menurut SNI 1727:2013, dalam
menentukan beban mati untuk perancangan harus digunakan berat bahan dan
konstruksi yang sebenaranya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi
yang jelas nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang
berwenang. Beban tersebut harus disesuaikan dengan volume elemen struktur
yang akan digunakan.

Beban Hidup (L)


Beban hidup adalah beban – beban yang tidak tetap pada stuktur untuk suatu
waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah – pindah, beban hidup masih
dapat dikatakan bekerja secara perlahan – lahan komponen yang termasuk ke
dalam beban penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan,
dan sebagainya.
Lantai, atap, dan permukaan sejenisnya harus dirancang untuk mendukung
dengan aman beban hidup terdistribusi merata seperti diperlihatkan pada
Lampiran 1. Beban yang dipilih adalah beban yang menghasilkan efek beban
terbesar, kecuali ditentukan lain. (BSN 2013a).
5

Beban Hujan (R)


Menurut SNI 1727:2013 setiap bagian dari suatu atap harus dirancang
mampu menahan beban dari semua air hujan yang terkumpul apabila system
drainase primer untuk bagian tersebut tertutup ditambah beban merata yang
disebabkan oleh kenaikan air diatas lubang masuk sistem drainase sekunder pada
aliran rencananya. Apabila sistem drainase sekunder terdiri dari beberapa saluran,
saluran-saluran tersebut dan titik keluarannya harus dipisahkan dari saluran primer.

R = 0,0098(ds + dh ) (1)
R = beban air hujan pada atap yang tidak melendut (kN/m2)
ds = kedalam air pada atap yang tidak melendut meningkat ke lubang masuk
system drainase sekunder apabila system drainase primer tertutup (tinggi
statis). (mm)
dn = tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut di atas lubang
masuk system drainase sekunder pada aliran air rencana (tinggi hidrolik).
(mm)

Beban Angin (W)


Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan negatif
(isapan) dan tekanan positif yang bekerja tegak lurus pada bidang – bidang yang
ditinjau. Parameter beban angin yang harus ditentukan menurut SNI 1727:2013
adalah kecepatan angin dasar (V), faktor arah angin (Kd), kategori eksposur,
faktor topografi (Kzt), koefisien eksposur tekanan velositas (Kz), koefisien tekanan
ekesternal (Cpf), koefisien tenakan internal (Cpl), faktor tiupan angin (G), dan
klasifikasi ketertutupan.

q h = 0.613K z K zt K d V 2 (2)

p = q h ��GCpf � − �GCpl �� (3)

qh = tekanan velositas (N/m2)


p = tekanan angin desain (N/m2)

Beban angin yang digunakan untuk bangunan gedung tertutup atau


tertutup sebagian tidak boleh lebih kecil dari 0.77 kN/m2 dikalikan dengan luas
dinding bangunan gedung dan 0.38 kN/m2 dikalikan luas atap bangunan gedung
terprojeksi ke bidang vertikal tegak lurus terhadap arah angin yang diasumsikan
(BSN 2013a)

Beban Gempa (E)


Beban gempa merupakan fungsi dari waktu, sehingga respon yang terjadi
pada struktur gedung juga tergantung dari waktu pembebanan. Akibat beban
gempa rencana maka struktur akan berperilaku inelastik (Pranata dan Wijaya
2008). Gaya gempa mempunyai besar, arah dan intensitas yang selalu berubah
menurut waktu (time varying) sehingga menimbulkan respon dinamis pada
6

struktur yang merupakan fungsi dari waktu (Muntafi 2012). Berikut adalah
persamaan – persamaan yang digunakan untuk perhitungan spektrum gempa:

FV
SM1 = (4)
S1
Fa
SMS = S (5)
S
2
SD1 = S
3 M1
(6)
2
SDS = S
3 MS
(7)
SD1
T0 = 0,2 (8)
SDS
SD1
Ts = (9)
SDS

FV = koefisien situs periode 1 detik


Fa = koefisien situs periode 0,2 detik
S1 = parameter percepatan respon MCE pada periode 0,2 detik
SS = parameter percepatan respon MCE pada periode 1 detik
SM1 = parameter percepatan respons spektral MCE pada perioda 1 detik,
redaman 5 persen
SMS = parameter percepatan respons spektral MCE pada perioda pendek,
redaman 5 persen
SD1 = parameter percepatan respons spektral desain pada perioda 1 detik
SDS = parameter percepatan respons spektral desain pada perioda pendek

Daktilitias adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami


simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak – balik akibat
beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan
pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga
struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di
ambang keruntuhan (BSN 2012).

Kombinasi Pembebanan
Struktur harus direncanakan untuk memiliki cadangan kekuatan untuk
memikul beban yang lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas cadangan ini
mencakup faktor pembebanan (U), yaitu untuk memperhitungkan pelampauan
beban dan faktor reduksi, yaitu untuk memperhitungkan kurangnya mutu bahan di
lapangan. Pelampauan beban dapat terjadi akibat perubahan dari penggunaan
struktur yang direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam
memperhitungkan pembebanan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh
variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian
dan tingkat pengawasan (Sudarmono 2010). Pada penelitian ini kombinasi beban
mengikuti kombinasi beban dasar dari SNI 1727:2013 (BSN 2013a) seperti
disampaikan pada persamaan (1) sampai persamaan (6):

U = 1.4D (10)
U = 1.2D + 1.6L + 0.5(La atau R) (11)
U = 1.2D + 1.6(La atau R) + (L atau 0.5W) (12)
U = 1.2D + 1.0W + L + 0.5(La atau R) (13)
7

U = 1.2D ± 1,0E + L (14)


U = 0.9D ± (1.0W atau 1.0Q) (15)

Terdapat pula beberapa persamaan kombinasi beban yang diambil dari SNI
1726:2012 menjadi kombinasi terfaktor , yaitu

U = 1.36D + 3Q + L (16)
U = 0.74D + 3Q. (17)

U = kombinasi pembebanan (kg/cm2)


D = beban mati (kg/cm2)
L = beban hidup (kg/cm2)
La = beban hidup atap (kg/cm2)
R = beban hujan (kg/cm2)
W = beban angin (kg/cm2)
Q = beban gempa (kg/cm2)

Perencanaan Struktur Bangunan

Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja
untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah.
Fungsi struktur dapat disimpulkan untuk memberi kekuatan dan kekakuan yang
diperlukan untuk mencegah sebuah bangunan mengalami keruntuhan. Struktur
merupakan bagian bangunan yang menyalurkan beban-beban. Beban-beban
tersebut menumpu pada elemen - elemen untuk selanjutnya disalurkan ke bagian
bawah tanah bangunan, sehingga beban-beban tersebut akhirnya dapat di tahan
(Ariestadi 2008).
Bangunan sipil harus memiliki elemen struktur (seperti pelat, balok, kolom,
tangga dan lain - lain) dengan dimensi penampang serta tulangan yang cukup agar
bangunan tersebut kuat, nyaman dan ekonomis. Struktur yang kuat berarti
tegangan yang terjadi pada setiap penampang tidak melebihi kekuatan bahan dari
struktur. Struktur yang aman berarti untuk segala kondisi pembebanan, struktur
tersebut tidak runtuh. Struktur nyaman berarti deformasi dari struktur tidak sampai
membuat pemakainya merasa tidak nyaman dalam memakainya. Maka dari itu,
pada struktur rangka beton portal terbuka dirancang menggunakan konsep kolom
yang kuat/balok yang lemah (strong column weak beam), sehingga kolom
didesain lebih kuat daripada baloknya yang dimaksudkan agar sendi plastis terjadi
pada balok (Rudiatmoko dan Wiryasa 2012).
Analisis Struktur pada penelitian ini dilakukan terhadap material beton
bertulang. Perencanaan komponen struktur beton bertulang mengikuti ketentuan
SNI 2847:2013 tetang Tatacara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung (BSN 2013b). Semua komponen struktur harus direncanakan cukup kuat
sesuai ketentuan yang dipersyaratkan dalam ketentuan SNI.

Degree of Freedom (DOF)


Gedung pada penelitian ini akan menerima beban gempa, yang artinya
terdapat analisis dinamis pada gedung. Langkah yang paling diperlukan dalam
8

sebuah analisa dinamis adalah pemodelan matematis. Menurut Budio (2008),


model analisis terdiri dari: asumsi sederhana yang dibuat untuk menyederhanakan
suatu system, gambar dari model analitis tersebut, dan daftar parameter desain.
Model analisis terbagi dalam dua kategori dasar yaitu model berkesinambungan
dan model diskrit. Model berkesinambungan mempunyai jumlah derajat
kebebasan (number of DOF) tak berhingga. Namun dengan proses idealisasi,
sebuah model matematis dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan menjadi suatu
jumlah diskrit. Model struktur DOF dengan single degree of freedom (SDOF) dan
multiple degree of freedom (MDOF) dapat dilihat pada Gambar 1 (Budio, 2008).

Gambar 1 Model struktur dengan derajat kebebasan DOF

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)


Sistem rangka pemikul momen khusus adalah suatu tingkat daktilitas
struktur gedung dimana strukturnya mampu mengalami simpangan pasca elastik
pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling besar. Nilai faktor
daktilitas maksimum sebesar 5,3 (Rudiatmoko dan Wiryasa 2012).
Berdasarkan SNI 2847:2013, struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat
daktilitas yang tinggi, yaitu mampu menerima mengalami siklus respon inelasitis
pada saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam ketentuan SRPMK
adalah untuk memastikan bahwa respon inelastis dari strukur bersifat daktail.
Prinsip ini terdiri dari tiga: kolom yang kuat/balok yang lemah (strong-
column/weak-beam) yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai, tidak terjadi
kegagalan geser pada balok, kolom dan joint, serta menyediakan detail yang
memungkinkan perilaku daktail. Contoh kasus SRPMK pada portal dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2 Contoh kasus SRPMK pada gedung (BSN 2013b)


9

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian “ Usulan Perencanaan Struktur Atas Green Building Departemen


Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor” dilaksanakan selama
empat bulan, pada bulan Oktober 2017 – Januari 2018. Penelitian meliputi
pengumpulan data dan analisis data yang dilakukan Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 3, lokasi gedung direncanakan
berada pada area yang diberi warna merah di koordinat -6.5592, 106.7212.

(-6.5592, 106.7212)

U
1:5000
Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Lenovo™ ideapad™ 300,


Software SAP2000 v.19, MS. Word 2013, MS. Excel 2013, dan Software
AutoCAD 2017. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah laporan basic
design gedung bangunan Departemen SIL yang berisikan deskripsi fungsi
bangunan dan denah bangunan (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4 Denah bangunan berdasarkan laporan basic design gedung


10

Gambar 5 Ilustrasi gedung

Tahapan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu pengumpulan data,


analisis pembebanan, analisis struktur, dan pengambaran gambar detail. Tahapan
penelitian secara umum tersaji dalam diagram alir pada Gambar 6. Kerangka
tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder, berupa
informasi gedung, gambar denah dan kerangka gedung, data tanah, dan peraturan
– peraturan perencanaan gedung. Data informasi gedung, gambar denah, dan
gambar potongan gedung didapat melalui pemilik gedung yaitu Institut Pertanian
Bogor. Gambar denah dan potongan gedung menjadi acuan untuk asumsi deminsi
awal gedung. Peraturan – peraturan perencanaan yang dipakai adalah SNI
1727:2013, SNI 1726:2012, SNI 1729:2015, dan SNI 2847:2013.
2. Analisis data
Asumsi dimensi awal dilakukan untuk mempermudah iterasi perhitungan untuk
menemukan penampang terbaik bangunan. Nilai asumsi yang digunakan diuji
dengan mengunakan peraturan perencanaan dan mempertimbangkan faktor
keamanan. Analisis pembebanan dilakukan dengan menggunakan program
SAP2000 untuk menentukan gaya - gaya dalam pada stuktur. Analisis
pembebanan akan memperhitungkan beban mati, beban hidup, beban angin, dan
beban gempa. Beban – beban tersebut akan diperhitungkan kombinasinya sesuai
dengan Persamaan (10) sampai (17).
3. Analisis struktur
Analisis struktur pada penelitian ini dibagi menjadi analisis struktur atap,
analisis struktur badan bangunan. Struktur atap dan badan bangunan terbuat dari
beton bertulang, perbedaan analisis terdapat pada analisis pembebanan, karena
atap memiliki beban dari roof top garden, sedangkan pada badan bangunan tidak
terdapat beban tersebut. Tahapan analisis beton bertulang berupa pembebanan,
asumsi perletakan plat lantai, balok, serta kolom, analisis struktur, dan analisa
tampang. Analisis struktur dilakukan dengan menggunakan software SAP2000.
11

Perhitungan detail penulangan untuk portal beton bertulang, sesuai dengan


SNI 2847:2013, penulangan menggunakan sistem rangka momen menengah.
Dengan sistem tersebut tulangan tidak diharapkan mengalami plastifikasi
sebaliknya, haruslah tetap berperilaku elastis selama gempa kuat terjadi (Imran
dan Simatupang 2010).

Mulai

Pengumpulan data

Asumsi dimensi awal

Analisis pembebanan

Analisis dan
desain tidak aman
struktur

aman

Perhitungan detail penulangan

Gambar Detail

Selesai

Gambar 6 Tahapan Penelitian

4. Gambar detail
Gambar detail dibuat dengan software AutoCAD 2017. Pengambaran detail
akan menunjukan detail penulangan dan detail dimensi hasil dari analisis
struktur.Gambar yang dibuat adalah gambar denah bangunan, denah kolom, denah
balok, detail balok, detail kolom, detail tangga, detail plat, dan potongan.
12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Green Building Departemen SIL, IPB

Green Building Departemen SIL yang disajikan pada laporan basic design
gedung mencakup kebutuhan ruangan, sistem yang akan digunakan dalam gedung,
dan spesifikasi ukuran gedung. Desain bangunan yang diajukan seperti pada
Gambar 4 dan 5 (Lampiran 2). Bangunan terdiri dari lima lantai, dengan lantai
pertama untuk ruang pertemuan dan laboratorium, lantai kedua untuk
laboratorium, lantai ketiga untuk perkantoran, lantai keempat untuk ruang
perkulihanan, dan lantai teratas sebagai roof top. Bangunan merupakan bangunan
green building yang dilengkapi dengan tanaman dan solar panel pada lantai teratas.
Secara struktur setiap lantai gedung merupakan lantai yang tipikal seperti pada
Gambar 7.

Gambar 7 Denah bangunan rencana


Dalam penelitian ini terdapat beberapa perubahan desain struktrur yang
dilakukan untuk memenuhi efisiensi struktural, serta tidak mengurangi fungsi
arsitektural dan sistem pada bangunan. Daftar perubahan yang dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 2. Detail penentuan perubahan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gedung diusulkan untuk dibangun di dalam komplek Kampus IPB
Dramaga, Bogor. Bangunan dikategorikan bangunan dengan tingkat resiko IV,
dengan pertimbangan gedung merupakan fasilitas penting dan bila terjadi
kegagalan dapat menimbulkan bahaya besar bagi masyarakat.
Sistem derajat kebebasan yang digunakan adalah SDOF, dipilih dikarenakan
gedung termasuk bangunan bertingkat rendah. Penggunaan MDOF akan membuat
besar kolom pada tiap lantai gedung berbeda ukuran, untuk mendukung
kelenturan tahanan gempa. Namun, pada gedung bertingkat rendah hal tersebut
akan memakan biaya karena setiap lantai harus menggunakan ukuran bekisting
yang berbeda. Selain itu, hasil analisis menunjukkan sistem derajat SDOF dinilai
dapat diterapkan pada bangunan ini.
Bangunan menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK).
SRPMK dipilih karena bangunan kurang dari sepuluh lantai dan tidak mempunyai
dinding geser. Sesuai dengan kriteria SRPMK maka semua sendi pada gedung
13

seluruhnya dibuat sendi jepit. SRPMK disarankan untuk bangunan yang dibangun
pada lokasi gempa tingkat sedang dan tinggi
Tabel 2 Perubahan spesifikasi antara laporan basic design dan penelitian
Aspek Desain Penelitian Alasan
Mempertimbangkan bila
terdapat aktivitas serentak,
Lebar koridor (m) 2.5 3
maka dibutuhkan ruang
yang leluasa pada koridor
Jarak antar kolom (m) 4.5 9
As kolom arah melintang 4 3 Mengurangi pekerjaan
As kolom arah membujur 14 struktur, waktu
tidak pembangunan, dan biaya.
Kanopi pada atap dibangun
dibangun
Kantilever 4.75 m tidak
Jarak kantilever sisi kanan
4.75 2.5 memungkinkan untuk
dan kiri (m)
dibangun
Berubah karena terjadi
Luas bangunan (m2) 1394 1428
perubahan ukuran koridor

Pembebanan Struktur

Pada penelitian ini beban yang diperhitungkan adalah beban mati (D), beban
hidup (L), beban angin (W), beban gempa (Q), beban hujan (R), dan beban hidup
pada atap (Lr). Beban mati dari berat bangunan sendiri akan dihitung otomatis
pada SAP2000, dan akan ditambahkan beban mati tambahan (SDL) dari material
tambahan. Input beban secara umum dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penempatan beban pada bangunan


Beban air hujan pada dasarnya merupakan beban hidup. Beban air hujan
dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 bila dilakukan perencanaan drainase.
Namun, dikarenakan ruang lingkup penelitian ini tidak mencakup perencanaan
drainase gedung, maka besar beban air hujan diambil melalui referensi penelitian
gedung yang serupa. Berdasarkan Putri (2017) besar beban air hujan adalah 39.6
kg/m2.
Beban angin pada penelitian ini dihitung dengan parameter seperti pada
Tabel 3. Data kecepatan angin diambil dari BMKG untuk daerah Bogor tahun
2016. Kecepatan angin merupakan kecepatan angin terbesar sepanjang tahun.
Detail penentuan parameter beban angin dapat dilihat pada Lampiran 4.
14

Berdasarkan Persamaan (3), maka didapatkan beban angin sebesar 53.192 N/m2
atau 5.42 kg/m2.

Tabel 3 Parameter beban angin


Parameter Nilai
Kecepatan angin 35 km/jam
Tinggi bangunan 16 m
Faktor arah angin (Kd) 0.85
Kategori eksposur B
Faktor topografi (Kzt) 1
Faktor tiupan angin (G) 0.85
Klasifikasi penutupan Bangunan tertutup sebagian
Koefisien tekanan internal (Gcpi) ±0.55
Kz atau Kh 0.821
q atau qh 40.456 N/m2
Cp atau Cn -0.9

Bangunan gedung kuliah ini berlokasi pada Kabupaten Bogor dengan jenis
tanah yaitu tanah sedang (SD). Berdasarkan SNI 1726:2012 dapat ditentukan
parameter perhitungan gempa seperti yang tertera pada Tabel 4. Beberapa
parameter didapat dari Persamaan (4) sampai (9). Nilai dari parameter tersebut
kemudian dimasukan ke dalam program SAP2000 seperti pada Gambar 9.
Penentuan parameter beban gempa dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 9 Input beban gempa pada SAP2000


Pada penelitian ini terdapat 12 macam kombinasi pembebanan dari
Persamaan (10) sampai (17). Pada Tabel 5 kombinasi beban terdapat judul data F
yang menunjukan besaran beban dengan gaya, dan M menunjukan besar
kombinasi beban pada momen. huruf ‘X’, ‘Y’, dan ‘Z’ pada akhir M dan F
menunjukan sumbu. Pada gaya arah x dan y kombinasi beban terbesar terdapat
pada 0.74D+3Q, dengan nilai 211.31 kgf pada sumbu x dan 143.72 kgf pada
sumbu y. Pada kedua kombinasi tersebut terdapat kesamaan pada beban gempa
15

(Q) hal tersebut menunjukan bahwa beban gempa memiliki faktor besar terhadap
gedung. Tipe max dan min pada kombinasi tersebut menunjukkan arah dating
gempa pada masing-masing sumbu. Beban gempa juga sangat berpengaruh
terhadap momen arah z. Bentuk bangunan apabila dikenakan kombinasi
0.74D+3Q dapat dilihat pada Gambar 10. Deformasi besar dapat dilihat pada
lorong tengah antara kantilever dan tangga.

Tabel 4 Parameter spektrum gempa


Parameter Nilai
Faktor keutamaan gempa (Ie) 1.5
Ss 0.9 g
S1 0.4 g
Fa 1.14 g
Fv 1.6 g
Sms 1.026
Sm1 0.64
Sds 0.684
Sd1 0.4267
To 0.1248
Ts 0.6238
Kategori Desain D
Koefisien modikasi respons (R) 8
Koefisien gempa (Cu) 1.4
Periode getar gedung (T) 0.5651

Tabel 5 Kombinasi pembebanan


16

Gambar 10 Bentuk deformasi gedung akibat kombinasi beban 0.74D+3Q

Pemodelan dan Analisis Struktur

Pemodelan Struktur
Gedung dimodelkan pada program SAP2000, seperti pada Gambar 11.
Warna biru menunjuk pada kolom dan balok serta warna merah menunjukkan plat.
Detail tahapan pemodelan struktur dapat dilihat pada Lampiran 6. Material yang
digunakan untuk beton adalah K350 dengan f’c 29.05 MPa, tulangan sengkang
BJTD37 dengan fy 240 MPa, dan tulangan utama BJTD40 dengan fy 400 MPa.
Ukuran besi tulangan pada penelitian ini mengacu pada Katalog PT. Gunung
Garuda.

Gambar 11 Model struktur gedung pada SAP2000


Hasil perhitungan SAP2000 pada Gambar 12 menunjukkan dua indikator
warna orange, dan ungu yang menunjukan rasio efisiensi. Warna orange bernilai
0.9, dan ungu bernilai 0. Pada Gambar 12 struktur tidak menunjukkan warna
merah sehingga secara rasio efisiensi struktur tergolong aman. Melalui tabel hasil
analisis program yang terera pada Lampiran 8 dan 9, dapat dipastikan pula
17

keamanan struktur. Jika terdapat pesan error pada tabel tersebut maka dapat
dilakukan perubahan dimensi sampai tidak terdapat pesan error muncul.
Pemodelan pada SAP2000 ini merupakan model untuk desain kekuatan, bukan
untuk cek kekuatan. Hal tersebut mengartikan hasil akhir program merupakan
jumlah material yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan. Material tersebut
adalah luas area baja tulangan yang dibutuhkan. Tahapan pada pemodelan SAP
dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12 Hasil olahan dari SAP2000

Membuat garis bantu

Mendefisinikan material

Mendefinisikan dimensi

Mendefinisikan beban dan kombinasi beban

Menggambar struktur gedung

Memasukan besaran beban

Analisis Struktur

Gambar 13 Tahapan pemodelan pada SAP2000

Analisis Struktur
Pada penelitian ini pelat lantai dirancang untuk dibangun menggunakan
pelat bondek (plat cor deck) seperti pada Gambar 14. Hal ini dipilih karena pada
pelaksanaannya lebih mudah dibanding dengan pembetonan pelat bisa. Pelat
bondek berfungsi sebagai bekisting dan tulangan bawah pelat, sehingga pada
pelaksanaan tidak dibutuhkan pembuatan bekisting pelat dan penataan tulangan
bawah pelat. Pelat dipasang pada lantai 2 sampai 5. Pada lantai pertama plat tidak
18

diperhitungkan sebagai struktur karena pada lantai pertama beban langsung


terdistribusi ke tanah. Pelat dirancang dengan ketebalan 12 cm pada seluruh
tempat, dengan tebal pelat bndek 23 mm. Penentuan dimensi efektif plat dapat
dilihat pada Lampiran 14. Tebal selimut beton 4 cm pada atap dan 2 cm pada
lantai.

Gambar 14 Plat cor deck atau plat bondek

Beban yang dimasukan pada pelat dapat dilihat pada Tabel 6. Detail beban
yang diperhitungkan dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada SAP2000 tidak
dilakukan input beban mati akibat berat struktur sendiri, karena akan dihitung
otomatis oleh program. Beban mati yang dimasukan pada program merupakan
beban mati tambahan (SDL).
Tulangan atas untuk plat bondek dipilih berdasarkan Fastaria dan Putri
(2014) dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 tulangan yang digunakan untuk plat
bondek adalah tulangan dengan diameter Ø8-250 (besi tulangan polos dengan
diameter 8mm dan jarak antar besi 250mm) untuk as tumpuan. As lapangan
menggunakan bondek itu sendiri karena bondek berfungsi sebagai tulangan utama.
Potongan pelat dapat dilihat pada Gambar 15.

Tabel 6 Input beban pada plat


Lantai Kategori beban Besar beban (kg/m2)
1 Tidak dihitung pembebanannya karena beban
dianggap terdistribusi langsung ke tanah
2 Mati tambahan (SDL) 325
Hidup (L) 479
3 Mati tambahan (SDL) 325
Hidup (L) 479
4 Mati tambahan (SDL) 325
Hidup (L) 479
5 Mati tambahan (SDL) 328
Hidup (L) 96
Hujan (R) 39.6
Atap (roof garden) (Lr) 479

Gambar 15 Potongan pelat


19

Tabel 7 Desain plat bondek


Tebal Plat 12 cm
Tumpuan Ø8-250
Tumpuan
Pembagi Ø8-250
As
Tumpuan Plat bondek
Lapangan
Pembagi Plat bondek

Pada penelitian ini balok didesain dengan beberapa desain atau segmen.
Pada Balok pada sumbu x akan memiliki kode BXB dan yang terletak pada
sumbu y akan diberi kode BYL untuk bentang 13m dan BYS untuk bentang 9 m.
Balok pada tangga (BT) dan balok pada kantilever (BC). Panjang bentang balok
dapat dilihat pada denah balok di Lampiran 15. Posisi balok dapat dilihat pada
Gambar 16 , dan spesifikasi balok dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar 16 Denah balok

Pada pembesian balok tidak dilakukan pembedaan tiap lantai, karena nilai
luas tulangan yang dibutuhkan pada masing – masing segmen ditiap lantai tidak
jauh berbeda. Meskipun dimesi balok pada umumnya sama, namun pembesian
didalamnya dapat berbeda. Penentuan jumlah tulangan balok utama dapat dilihat
pada Lampiran 8, penentuan jarak antar sengkang pada Lampiran 9, dan
penentuan dimensi efektif pada Lampiran 14. Pada beberapa bagian balok
memerlukan sengkang tambahan berupa tulangan torsi. Posisi balok tersebut dapat
dilihat pada Gambar 17. Pada balok dibagian tersebut disetiap lantai, perlu
diberikan tulangan torsi D10 disetiap 7.3 cm (Lampiran 9).

Gambar 17 Balok yang memerlukan tulangan torsi


20

Tabel 8 Spesifikasi balok


BXB BT BYL BYS BC
Dimensi 35 x 25 30 x 20 40 x30 35 x 25 40 x 30
Tulangan pokok D22 D16 D22 D22 D22
Tebal selimut beton (cm) 4
Tumpuan 4 3 5 4 2
Ʃ tulangan atas
Lapangan 2 2 2 2 5
Tumpuan 2 2 3 2 2
Ʃ tulangan bawah
Lapangan 2 2 3 2 2
Tumpuan 12.5 10 12.5 12.5 9.5
Jarak sengkang
Lapangan 12.5 10 13.5 12.5 9.5
Sengkang D10

Tabel 9 Kombinasi beban dan lendutan pada balok


Lendutan Lendutan
Balok Kombinasi pembebanan
maksimum (mm) (mm)
BC 1.2D + 1.6Lr + L 10.4 1.4 OK
BXB 1.36D + 3Q + L 37.5 15.5 OK
BYL 1.4D 54.17 24.8 OK
BYS 1.4D 37.5 12.8 OK
BT 1.2D + 1.6L + 0.5Lr 12.5 2.2 OK

Beban yang dimasukan kedalam plat berupa beban mati tambahan sebesar
1020 kg/m (Lampiran 7). Kombinasi pembebanan yang berlaku pada balok
memiliki perbedaan pada masing-masing segmen. Kombinasi pembebanan dapat
dilihat pada Tabel 9. Kombinasi beban balok pada sumbu Y adalah 1.4D, hal ini
menunjukan beban yang berpengaruh adalah beban mati. Secara umum 1.4 D juga
menunjukan bahwa dimensi balok dapat diperkecil, namun hal tersebut tidak
dapat dilakukan karena penampang balok yang kecil mengakibatkan balok tidak
dapat menahan gaya tarik dan tekan dari kolom, apabila bangunan mengalami
guncangan. Detail pengecekan lendutan balok dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada perhitungan ini, seluruh kolom (K) pada bangunan memiliki dimensi
yang sama. Pada kolom tidak dilakukan input beban tambahan. Kolom langsung
menyalurkan beban yang berasal dari balok yang menahan beban pada pelat. Pada
Tabel 10 dapat dilhat spesifikasi kolom. Pembesian kolom pada seluruh gedung
sama menggunakan 18D19. Penentuan jumlah tulangan kolom dapat dilihat pada
Lampiran 11.
Jarak antar sengkang didapat melalui nilai kebutuhan tulangan geser pada
program dibagi dengan Av dari D10. Kebutuhan tulangan geser sebesar 1.149
mm2/mm, dibagi 157.08 mm2 didapat jarak antar sengkang 136 mm. Gambar 18
menunjukkan potongan kolom.
21

Tabel 10 Spesifikasi kolom (K)


Spesifikasi Nilai
Dimensi (cm) 80 x 60
Tulangan pokok D19
Jumlah tulangan pokok 18
Sengkang D10
Jarak antar sengkang (cm) 13
Tebal selimut beton (cm) 4
Tinggi (cm) 400

Gambar 18 Potongan kolom

Kombinasi beban yang digunakan pada kolom adalah 1.2D + L + W +


0.5Lr. Kombinasi tersebut mengartikan bahwa beban yang berpengaruh pada
balok adalah beban mati, beban hidup, beban angina, dan beban atap.
Bracing kantilever digunakan untuk menyokong struktur kantilever yang
terletak pada sisi kanan dan kiri gedung. Pada kasus ini untuk efisiensi struktur
tidak digunakan kolom untuk menyokong struktur kantilever, karena bila ada
penambahan kolom maka akan ada penambahan pembangunan pondasi, sehingga
membutuhkan biaya yang lebih besar daripada bracing kantilver. Pada bagian
tengah bangunan juga terdapat kantilever di depan struktur tangga. Pada bagian
ini digunakan kolom karena bagian ini memiliki distribusi beban lebih besar dari
kantilever pada sisi kanan dan kiri gedung. Spesifikasi bracing pada kantilever
(BCS) dapat dilihat pada Tabel 11. BCS dipasang dari as tengah kolom ke as
tengah kantilever. Perhitungan tulangan BCS sama dengan perhitungan tulangan
kolom. Kombinasi beban pada BCS adalah 1.4D. Gambar 19 menunjukkan
potongan bracing kantilever.

Tabel 11 Spesifikasi bracing kantilever (BCS)


Spesifikasi Nilai
Dimensi (cm) 30 x 20
Tulangan pokok D12
Jumlah tulangan pokok 6
Tebal selimut beton (cm) 3
Panjang (cm) 235
Sengkang D10
Jarak antar sengkang (cm) 10
22

Gambar 19 Potongan bracing kantilever


Tangga terletak pada bagian tengah bangunan, dan dapat dijangkau
langsung pintu dari keluar masuk gedung. Plat tangga akan menggunakan plat cor
deck. Pada tangga dimasukkan input beban mati tambahan (SDL) sebesar 295
kg/m2 dan beban hidup sebesar 479 kg/m2. Data spesifikasi tangga dapat dilihat
pada Tabel 12. Pada Gambar 20 dapat dilihat bentuk rancangan tangga.

Gambar 20 Dimensi tangga

Tabel 12 Spesifikasi tangga


Spesifikasi Nilai
Dimensi bordes (cm) 450 x 300
Tebal plat tangga (cm) 15
Tebal bordes tangga (cm) 15
Lebar tangga rencana (cm) 225
Lebar antrade (cm) 30
Jumlah antrede 20
Jumlah optrade 10 +1
Tinggi optrade (cm) 10
Kemiringgan tangga 18.4o
23

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Desain struktur atas gedung yang efisien dapat dilakukan dengan
bentang balok 9m, bentang kantilever 2.5m, jumlah kolom pada as
sumbu Y 3 baris, dan menggunakan bracing kantilever untuk menopang
kantilever.
2. Menurut hasil analisis struktur maka dimensi pada elemen,
a. Balok: terdiri dari 5 segmen dengan selimut beton 4 cm, dan
sengkang D10
i. Balok pada kantilever: 40 x 30 cm, tulangan tumpuan
atas 2D22 bawah 2D22, lapangan atas 5D22 bawah 2D22.
ii. Balok membujur dibentang 9 m: 35 x 25 cm tulangan
tumpuan atas 4D19 bawah 2D19, tulangan lapangan atas
2D19 bawah 2D19.
iii. Balok membujur dibentang 13 m: 40 x 30 cm, tulangan
tumpuan atas 5D22 bawah 3D22, tulang lapangan atas
2D22 bawah 3D22.
iv. Balok pada tangga: 30 x 20 cm, tulangan tumpuan atas
3D16 bawah 2D16, tulangan lapangan atas 2D16 bawah
2D16.
v. Balok arah melintang: 35 x 25 cm, tulangan tumpuan atas
4D22 bawah 2D22, tulangan lapangan atas 2D22 bawah
2D22.
b. Bracing kantilever 30x20 cm, tulangan utama 6D12, tulangan
sengkang D10-100
c. Kolom: 80x60 cm dengan tulangan 18D19, jarak antar sengkang
13 cm, tinggi 400 cm, selimut beton 4 cm.
d. Plat menggunakan bondek dengan ketebalan 12, selimut beton 4
cm pada atap 2 cm pada lantai dan tulangan Ø8-250.
e. Tangga memiliki kemiringan 18.4o, tinggi optrade 10 cm, lebar
antrede 30 cm.

Saran

Saran yang diberikan guna analisis lebih lanjut, yaitu:


1. Perlu dilakukan perencanaan pondasi berdasarkan penyelidikan tanah
untuk mengetahui kekuatan struktur gedung secara menyeluruh dan
lengkap.
2. Perlu dibuat susunan rancangan anggaran biaya (RAB) untuk
menganalisis efisiensi desain struktur atas gedung, terutama dari sisi
biaya.
24

DAFTAR PUSTAKA
Ariestadi D. 2008. Teknik Struktur Bangunan Jilid 2 untuk SMK. Jakarta (ID):
Departemen Pendidikan Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 1726 – 2012 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013a. SNI 1727-2013 Beban Minimum
untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta (ID): BSN
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013b. SNI 2847 – 2013 tentang
Persyarakatan Beton Stuktural untuk Bangunan Gedung. Jakarta (ID): BSN.
Budio SP. 2008. Dinamika. Semarang (ID): Universitas Brawijaya
Fastaria R, Putri Y E. 2014. Analisa Perbandingan Metode Halfslab dan Plat
Komposit Bondek Pekerjaan Struktur Plat Lantai Proyek Pembangunan
Apartement De Papilio Tamansari Surabaya. Surabaya (ID): Jurnal Teknik
Pomits Vol. 3 No.2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fauzi I F, Sauman N. 2008. Analisis Struktur Rangka Ruang Atap Velodrome
Tanggarong, Kalimantan Timur. [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknolodi
Bandung
Firsani T, Utomo C. 2012. Analisa Life Cycle Cost pada Green Building Diamond
Building Malaysia. Surabaya (ID): Jurnal Teknik ITS Vol. 1, No. 1.
Ginting A, Purnomo T. 2010. Pengaruh Panjang Penyaluran Terhadap Kuat Cabut
Tulangan Baja. Bandung (ID): Jurnal Teknik Sipil Universitas Kristen
Maranatha.(6) 1: 1 – 9.
Hernowo S, Lisanto A. 2016. Retrofitting Sambungan Kolom-Balok Beton
Bertulang Ekspansi Planar Segitiga dengan Variasi Ukuran. Yogyakarta (ID):
Jurnal Forum Teknik Vol.37 No.1 Univeristas Atma Jaya Yogyakarta
Imran I, Simatupang R. 2010. Pengaruh Jenis Baja Tulangan terhadap Perilaku
Plastifikasi Elemen Struktur SRPMK. Bandung (ID): Jurnal Teknik Sipil
Universitas Kristen Maranatha. (6) 1: 32 – 45.
Muntafi Y. 2012. Evaluasi Kinerja Bangunan Gedung DPU Wilayah Kabupaten
Wonogiri dengan Analisis Pushover. Surakarta (ID): Simposium Nasional
RAPI XI FT UMS.
Nadia D. 2017. Analisis Perbandingan Biaya dan Waktu pada Pekerjaan Pelat
Lantai Konvensional dan Bondek. [skripsi]
Pranata Y. 2006. Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa dengan
Pushover Analysis (Sesuai ATC-40, FEMA 356 dan FEMA 440). Bandung
(ID): Jurnal Teknik Sipil Universitas Kristen Maranatha. (3)1.
Pranata Y, Wijaya P. 2008. Kajian Daktilitas Struktur Gedung Beton Bertulang
Dengan Analisis Riwayat Waktu dan Analisis Beban Dorong. Bandung (ID):
Jurnal Teknik Sipil Universitas Kristen Maranatha. (8) 3: 250 – 26.
Pratama RF, Budio SP, Wijaya MN. 2011. Analisis Kekakuan Struktur Balok
Beton Bertulang dengan Lubang Hollow Core pada Tengah Balok. Semarang
(ID): Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Putri AY. 2017. Opmalisasi Profil Baja IWF pada Bangunana Gudang Konstruksi
Gable Frame berdasarkan SNI 1729:2015 [skripsi]. Lampung (ID): Universitas
Lampung.
Rudiatmoko RS, Wiryasa NMA, Budiawati IAM. 2012. Perancangan Struktur
Gedung Beton Bertulang Menggunakan Sisten rangka Pemikul Momen Khusus
25

(SRPMK) dengan RSNI 03-1726-xxxx. Denpasar (ID):Jurnal Ilmiah


Elektronik Infrastruktur teknik Sipil Universitas Udayana.
Sudarmono. 2010. Perencanaan Struktur Gedung Laboratorium Dua Lantai
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Tjokrodimuljo K.1992. Teknologi Beton, Buku Ajar Pada Jurusan Teknik Sipil.
Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
Yanto D. 2010. Evaluasi Perilaku Seismik Gedung Balai Kota Surakarta Pasca
Gempa dengan Nonlinier Static Pushover Analysis Metode Spektrum
Kapasitas [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
26

LAMPIRAN
27

Lampiran 1 Detail penentuan beban hidup

Beban hidup yang digunakan pada penelitian ini diambil dari SNI
1727:2013 (BSN 2013a)

Beban hidup terdistribusi merata dan terpusat minimum


Merata Terpusat
Penggunaan Gedung 2
(kN/m ) (kN/m2)
Sistem lantai akses
Ruang kantor 2.4 8.9
Ruang komputer 4.79 8.9
Ruang pertemuan
Kursi dapat dipindahkan 4.79
Lantai podium 7.18
Jalur akses pemeliharaan 1.92 1.33
Koridor 4.79
Ruang makan 4.79
Konstruksi pelat lantai finishing ringan 0.89
Garasi/parkir 1.92
Perpustakaan
Ruang baca 2.87 4.45
Ruang penyimpanan 7.18 4.45
Gedung perkantoran
Lobi dari koridor lantai pertama 4.79 8.9
Kantor 2.40 8.9
Koridor di atas lantai pertama 3.83 8.9
Atap
Atap digunakan untuk taman atap 0.96
Atap yang digunakan untuk tujuan lain 4.79
Sekolah
Ruang kelas 1.92 4.5
Koridor di atas lantai pertama 3.83 4.5
Koridor lantai pertama 4.79 4.5
Tangga dan jalan keluar 4.79
28

Lampiran 2 Spesifikasi bangunan pada laporan basic design gedung

Lantai dasar

Lantai 1

Lantai 2, 3, dan 4
29

Lampiran 2 (lanjutan)

Tampak 3D green building

Tampak atas green building

Tampak muka green building


30

Lampiran 3 Detail penentuan perubahan spesifikasi


Perubahan spesifikasi struktur gedung dilakukan untuk mengurangi biaya,
waktu pekerjaan, tetapi gedung tetap memiliki mutu yang sama. Pada laporan
basic design gedung lebar koridor adalah 2.5 m, kemudian diubah menjadi 3 m.
Hal tersebut mempertimbangkan bila terdapat 4 ruang kelas yang dipakai pada
saat yang bersamaan, setiap kelas terdapat paling tidak 80 orang pengguna. Pada
gedung ini hanya terdapat satu koridor untuk menampung seluruh pengguna.
Maka, koridor akan terasa tidak leluasa untuk digunakan. Pelebaran koridor ini
juga mempertimbangkan bila hal darurat terjadi, maka pengguna dapat
menggunakan koridor dengan leluasa.
Pada laporan basic design gedung panjang bentang untuk balok melintang
atau jarak antar kolom adalah 4.5 m, kemudian diubah menjadi 9 m (2 x 4.5).
Penentuan panjang span dilakukan dengan perbandingan panjang span lain
sebesar 13.5 m (3 x 4.5) dan 18 m (4 x 4.5). Panjang span maksimum untuk
bentang balok digedung dengan SRPMK tidak boleh lebih dari 4 kali tinggi
efektif.
Diketahui:
tinggi = 4000 mm
lebar = 600 mm
panjang = 800 mm
800
tinggi efektif= ×4000= 5333 mm
600
batas panjang span=4 ×5333=21333 mm

Masing – masing span dihitung luas penampang minimum berdasarkan persamaan


pada SNI 2847:2013 mengenai tebal minimum balok non-prategang bila lendutan
tidak dihitung. Berdasarkan perhitungan kasar dapat dilihat volume total terendah
dimiliki oleh span 9000 mm. Volume tersebut dapat berimplikasi terhadap biaya
dan waktu pengerjaan dilapangan.

l
h=
18.5
2
b= ×h
3

Span h b Ʃ
V.Kolom Volume total
(mm) (mm) (mm) kolom
4500 236 157 192 5 167012428.2
9000 472 315 192 3 1336092322
13500 708 472 192 2 4509310026
18000 944 629 192 2 10688734350

Pada kanopi atap semula direncanakan untuk dibangun panel surya


diatasnya. Kanopi tersebut tidak dibangun untuk mempertimbangkan efisiensi dari
penggunaan panel surya. Panel surya yang dipasang dengan posisi kemiringan
31

Lampiran 3 (lanjutan)

yang besar pada daerah tropis akan berkurang penyerapan gelombang sinar
mataharinya, dikarenakan lama penyinaran yang diterima panel surya tidak utuh.
Pada gambar daerah yang diarsir adalah daerah panel surya yang tidak bisa
menyerap sinar matahari langsung dikarenakan posisi matahari sudah
membelakangi panel.

Kantilever 4.75 m tidak memungkinkan untuk dibangun karena material


bangunan terbuat dari beton non prategang. Untuk beton non-prategang panjang
bentang kantlever tidak diperbolehkan lebih dari 2/3 tinggi kolom (kolom 4 m,
panjang maksimum kantilver 2.6 m), sehingga panjang bentang kantilever yang
digunakan adalah 2.5 m.
32

Lampiran 4 Detail penentuan parameter beban angin


Beban angin ditentukan dengan mengikuti langkah-langkah pada SNI
1727:2013 dari Tabel 27.2-1. Terdapat tujuh langkah untuk menentukan beban
angin SPBAU untuk bangunan gedung tertutup, tertutup sebagian, dan terbuka
dari semua ketinggian.

1. Tentukan kategori risiko bangunan gedung atau struktur lain


Penggunaan atau Pemanfaatan fungsi Bangunan Gedung dan Kategori
Struktur Risiko
Bangunan gedung dan struktur lain yang dianggap sebagai
fasilitas penting.

Bangunan gedung dan struktur lain, kegagalan yang dapat


menimbulkan bahaya besar bagi masyarakat.

Bangunan gedung dan struktur lain (termasuk, namun tidak


terbatas pada, fasilitas yang memproduksi, memproses,
menangani, menyimpan, menggukan , atau membuang zat-zat
IV
berbahaya seperti bahan bakar, bahan kimia berbahaya, atau
limbah berbahaya) yang berisi jumlah yang cukup dari zat
yang sangat beracun di mana kuantitas melebihi jumlah
ambang batas yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan
cukup menimbulkan ancaman bagi masyrakat jika dirilis.

Bangunan gedung dan struktur lain yang diperlukan untuk


mempertahankan fungsi dari kateori Risiko IV struktur
lainnya.
2. Tentukan kecepatan angin dasar, V, untuk kategori risiko yang sesuai
Kecepatan angin diambil dari data BMKG untuk daerah Bogor pada tahun
2016, sebesar 35 km/jam.
3. Tentukan parameter beban angin:
a. Faktor arah angin (Kd) untuk sistem penahan beban angin utama
sebesar 0.85 dan untuk komponen dan klading bangunan gedung
sebesar 0.85 (BSN 2013a)
b. Kategori eksposur menyatakan kekasaran permukan B daerah
perkotaan dan pinggiran kota, daerah berhutan, atau daerah lain
dengan penghalang berjarak dekat yang banyak memiliki
variasi.Eksposur B untuk bangunan gedung dengan tinggi atap rata-
rata ≤ 9.1 m, maka eksposur B berlaku bilamana kekasaran
permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh kekasaran
permukaan B, berlaku diarah lawan angin untuk jarak yang ˃457 m.
Untuk bangunan dengan tinggi atap rata-rata lebih besar dari 9.1,
maka eksposur B berlaku bilamana kekasaran permukaan berada
dalam atah lawan angin untuk jarak lebih besar dari 792 atau 20 kali
tinggi bangunan dipilih nilai yang terbesar.
33

Lampiran 4 (lanjutan)

c. Faktor topografi (Kzt) untuk kondisi situs dan lokasi gedung dan
struktur bangunan lain yang tidak memenuhi semua kondisi yang
dipersyarakat maka nilai Kzt = 1,0.
d. Faktor efek tiupan angin (G) untuk suatu bangunan gedung dan
struktur lain yang kaku boleh diambil sebesar 0.85
e. Klasifikasi ketertutupan digunakan untuk bangunan gedung
tertutup sebagian
f. Koefisien tekanan internal (GCpi) untuk bangunan gedung tertutup
sebagian adalah ± 0.55
4. Tentukan koefisien eksposur tekanan velositas (Kz atau Kh) antara elevasi
(z) 15.2 m dengan eksposur B 0.81 dan elevasi (z) 18 m dengan eksposur
B 0.85 (BSN 2013a). Dari interpolasi untuk ketinggian 16 m, didapat nilai
sebesari 0.821
5. Tentukan tekanan velositas q atau qh
N N
q = 0.613Kz Kzt Kd V2 � 2 � =0.613 ×0.821 ×1×0.85×9.722 =40.45 2
m m

6. Tentukan koefisien tekanan eksternal (Cp atau CN) untuk dinding dan atap
rata, pelana, perisai, miring sepihak, atau mansard

Nilai koefisien tekanan dinding (Cp)


Permukaan L/B Cp
Dinding di sisi angin datang Seluruh nilai 0.8
Dinding di sisi angin pergi 0-1, ≥4 -0.5, -0.2
Dinding tepi Seluruh nilai -0.7

Nilai koefisien tekanan atap (Cp) untuk digunakan dengan qh


Jarak horizontal dari tepi
Arah angin h/L Cp
sisi angin datang
Tegak lurus terhadap 0 sampai dengan h/2 -0.9, -0.18
bubungan untuk ѳ ≤10 o
h/2 sampai dengan h -0.9, -0.18
≤0.5
sejajar bubungan untuk h sampai dengan 2h -0.5, -0.18
semua ѳ > h/2 -0.3, -0.18
yang diambil adalah nilai Cp terbesar yaitu -0.9

7. Hitung tekanan angin, p, pada setiap permukaan bangunan gedung untuk


bangunan fleksibel sesuai dengan Persamaan (3) maka dapat dihitung
beban angin sebesar: p= �40.45×0.85 ×�-0.9�� -(40.45×0.55)= -53.192
N/m2
34

Lampiran 5 Detail penentuan parameter beban gempa


Parameter beban gempa pada penelitian ini ditentukan SNI 1726:2012, dan
di cek ulang melalui website puskim.pu.go.id untuk nilai parameter yang lebih
detail. Selanjutkan nilai yang dimasukan pada program SAP2000 adalah nilai
yang berasal dari website. Berikut adalah tahapan pemilihan parameter beban
gempa dengan lokasi Kabupaten Bogor yang bertanah lunak (SB):

1. Menentukan nilai Ss berdasarkan peta gempa maksumum yang


dipertimbangkan risio-tertarget (MCER), kelas situs SB. Berdasarkan
peta didapat nilai Ss di Kabupaten Bogor adalah 0.9 g. (0.871 g dari
puskim.pu.go.id)

2. Menentukan nilai S1 berdasarkan peta gempa maksimum yang


dipertimbangkan risiko-tertarget(MCER), kelas situ SB. Berdasarkan
peta nilai S1 adalah 0.4 g. (0.355 g berdasarkan puskim.pu.go.id)

3. Menentukan nilai Fa berdasarkan tabel koefisien situs

Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan


Kelas situs
pada perioda pendek, T=0.2 detik, Ss
Ss ≤ 0.25 Ss = 0.5 Ss = 0.75 Ss = 1.0 Ss ≥ 1.25
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
35

Lampiran 5 (lanjutan)

Berdasarkan hasil interpolasi dengan nilai Ss sebesar 0.871, maka didapat Fa


sebesar 1.151 g

4. Menentukan nilai Fv berdasarkan tabel koefisien situs


Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan
Kelas situs
pada perioda 1detik, S1
S1 ≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 ≥ 0.5
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Berdasarkan hasil interpolasi dengan nilai S1 sebesar 0.355gm maka didapat nilai
Fv sebesar 1.691 g.
5. Menghitung nilai SMS dan SM1 berdasarkan persamaan pada Pasal 6.2
SMS = Fa SS = 1.151 × 0.871 = 1.003
SM1 = Fv S1 = 1.691 × 0.355 = 0.6
6. Menghitung SDS dan SD1 berdasarkan persamaan pada Pasal 6.3
2 2
SDS = 3 SMS = 3 1.003 = 0.669
2 2
SD1 = 3 SM1 = 3 0.6 = 0.4
7. Menghitung perioda getar fundamental struktur dan spektrum gempa
S 0.4
T0 =0.2 SD1 =0.2 0.669 = 0.12
DS
S 0.4
Ts = SD1 = 0.669 = 0.598
DS
Berdasarkan nilai tersebut dibuat spektrum gempa dengan memplot perioda
getar gempa di setiap 0.1 detik.

Tabel plot nilai perioda getar gempa


T (detik) SA (g) T (detik) SA (g)
0 0 0.268 TS+1.7 2.298 0.167
T0 0 0.669 TS+1.8 2.398 0.16
TS 0 0.669 TS+1.9 2.498 0.154
TS+0.1 0.698 0.501 TS+2 2.598 0.148
TS+0.2 0.798 0.445 TS+2.1 2.698 0.143
TS+0.3 0.898 0.401 TS+2.2 2.798 0.138
TS+0.4 0.998 0.364 TS+2.3 2.898 0.133
TS+0.5 1.098 0.334 TS+2.4 2.998 0.129
TS+0.6 1.198 0.308 TS+2.5 3.098 0.125
TS+0.7 1.298 0.286 TS+2.6 3.198 0.121
TS+0.8 1.398 0.267 TS+2.7 3.298 0.118
TS+0.9 1.498 0.25 TS+2.8 3.398 0.114
TS+1 1.598 0.235 TS+2.9 3.498 0.111
TS+1.1 1.698 0.222 TS+3 3.598 0.108
TS+1.2 1.798 0.211 TS+3.1 3.698 0.105
TS+1.3 1.898 0.2 TS+3.2 3.798 0.103
TS+1.4 1.998 0.191 TS+3.3 3.898 0.1
TS+1.5 2.098 0.182 4 4 0.1
TS+1.6 2.198 0.174
36

Lampiran 5 (lanjutan)

Beberapa nilai parameter dalam beban gempa juga didapat dari SNI
1726:2013, yaitu:
a. Koefisien reduksi gempa (R) untuk gedung SRPMK 8
b. Koefisien gempa (Cu) sebesar 1.4
c. Ragam getar bangunan didapat dari persamaan Ta=Ct hnx
diketahui: Ct = 0.0466 ; x = 0.9; hn = 16
Ta=0.0466 × 160.9 = 0.56506
37

Lampiran 6 Tahap Pemodelan pada SAP2000


1. Membuat garis bantu

2. Mendefinisikan material

Definisi material beton K350 (kiri) dan Baja Tulangan BJTP 37 (kanan)

3. Mendefinisikan dimensi

Nama-nama bagian struktur pada gedung


38

Lampiran 6 (lanjutan)

Contoh definisi dimensi kolom

Contoh defisinsi dimensi balok

Contoh definisi dimensi support


39

Lampiran 6 (lanjutan)

4. Mendefisinikan beban dan kombinasi beban

Jenis beban yang akan digunakan dalam analisis struktur

Mendefinisikan tipe kasus perhitungan beban

Input kombinasi beban


40

Lampiran 6 (lanjutan)

5. Menggambar struktur gedung

6. Input besaran beban

7. Run untuk mengetahui analisis pembebanan dan start concrete design


untuk mendesain struktur beton bertulang
41

Lampiran 7 Detail input beban


Nilai beban mati tambahan di plat
Material Berat (kg/m2)
Lantai 2, 3, dan 4
Space keramik 3 cm (1 cm = 21 kg/m2) 63
Lantai 1 cm 24
Plafond dan penggantung 18
Elemen kelistrikan dan permesinan 10
Dinding (bata ringan) 180
Sanitasi dan plumbing 30
Total SDL lantai 2, 3, dan 4 325
Lantai atap
Roof garden 300
Panel surya* 15
Plafond dan penggantung 18
Elemen kelistrikan dan permesinan 10
Total SDL lantai atap 328
*) Panel surya tidak dimasukan kedalam perhitungan karena roof garden memiliki
beban yang lebih besar
Nilai detail beban hidup
Lantai Fungsi Besar beban (kg/m2)
1 Laboratorium alat besar --
2 Kantor, laboratorium 479
3 Kantor, ruang staff 479
4 Ruang kelas 479
5 Atap 96

Di atas balok direncanakan terdapat dinding dengan jendela kaca.


Dikarenakan beban input bata merah lebih besar dibanding kaca, maka beban mati
tambahan yang diinput adalah 1020 kg/m. Pada kolom dan bracing kantilever
tidak dilakukan input beban

Nilai beban mati tambahan pada balok


Material Berat Dimensi Beban input (kg/m)
Bata merah 1700 kg/m3 0.15 m x 4 m 1020
Kaca (t=1mm) 2.57 kg/m2 8 mm 20.56

Nilai beban mati tambahan di tangga


Material Berat (kg/m2)
Space keramik 3 cm (1 cm = 21 kg/m2) 63
Lantai 1 cm 24
Plafond dan penggantung 18
Elemen kelistrikan dan permesinan 10
Pegangan 20
Total SDL tangga 295

Beban hidup tambahan dari fungsi tangga 479 kg/m2.


42

Lampiran 8 Detail penentuan jumlah tulangan balok


Pada contoh perhitungan penentuan jumlah tulangan ini diambil contoh dari
balok BYS. Setelah program SAP2000 melakukan analisis, model bangunan akan
muncul seperti Gambar 14. Pada masing-masing frame tersebut tertera angka yang
menunjukan luas area tulangan yang dibutuhkan. Pada satu batang balok akan
muncul 6 macam angka, yang menunjukan tulangan atas dan bawah, serta
tulangan bagian lapangan dan tumpuan.

Gambar hasil analisis program SAP2000

Gambar pembagian tulangan pada SAP2000

Pada program Ms.Excel nilai dari luas area tersebut dimasukan pada
persamaan berikut:

Luas area tulangan


∑ Tulangan= , dengan d adalah diameter tulangan
0.25 × π ×d2

Pada gambar hasil analisis program SAP2000 dapat dilihat bahwa nilai luas
tulangan yang dibutuhkan pada masing-masing balok berbeda-beda. Nilai yang
dipilih untuk dimasukan kedalam perhitungan jumlah tulangan yang dibutuhkan
diambil dari nilai yang terbesar.
Pengambilan nilai terbesar dari masing –masing kode balok dilakukan
dengan melihat pada tabel hasil analisis seperti pada Lampiran 9. Pada tabel
43

Lampiran 8 (lanjutan)

tersebut dapat dilihat FTopArea atau FBotArea terbesar, apabila nilai tersebut
dipilih program SAP akan menunjukan balok yang memiliki luas tulangan
terbesar. Diambil nilai luas tulangan yang butuhkan dari balok BYS, seperti pada
tabel berikut:

Tabel luas tulangan yang dibutuhkan balok BYS


T. tumpuan T. lapangan T. tumpuan
1163 267 1162 T. atas
541 542 541 T. bawah

Nilai tersebut dibatasi dengan nilai Asmin sebagai batas minimum. Asmin BYS
adalah 435, sehingga nilai tulangan perlu pada kondisi lapang atas diganti dari 267
menjadi 435.
0.25√f'c
Asmin = bw d
fy
Nilai tersebut dicoba dimasukan pada berbagai diameter tulangan yang
disesuaikan dengan katalog dari PT Gunung Garuda, seperti pada tabel berikut:

Jumlah tulangan balok yang disarankan


Diamter Tulangan Tulangan Tulangan
tulangan (mm) tumpuan lapangan tumpuan
14.80 5.54 14.79 T. atas
10
6.89 6.90 6.89 T. bawah
8.76 3.28 8.75 T. atas
13
4.07 4.08 4.07 T. bawah
16 5.78 2.16 5.78 T. atas
2.69 2.69 2.69 T. bawah
4.10 1.53 4.10 T. atas
19
1.91 1.91 1.91 T. bawah
3.06 1.14 3.06 T. atas
22
1.42 1.43 1.42 T. bawah
2.37 0.89 2.37 T. atas
25
1.10 1.10 1.10 T. bawah
1.76 0.66 1.76 T. atas
29
0.82 0.82 0.82 T. bawah

Jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah dua pada masing-masing tulangan atas
dan bawah. Jika jumlah tulangan kurang dari dua, maka diameter tulangan
tersebut tidak dipilih, jumlah tulangan juga tidak boleh terlalu banyak..
Disarankan untuk mengambil diameter 19 mm, dan nilai koma yang mendekati
dan lebih dari setengah dapat dibulatkan keatas. Pada tabel ada dua nilai pada
tulangan tumpuan, maka diambil nilai yang terbesar. Maka hasil akhir tulangan
44

Lampiran 8 (lanjutan)

BYS menggunakan D19, dengan tulangan tumpuan atas sebanyak 4 buah, bawah
2 buah, dan tulangan lapang atas sebanyak 2buah, dan bawah 2 buah

Katalog besi tulangan PT Gunung Garuda (gunungsteel.com)


45

Lampiran 9 Penentuan tulangan geser dan torsi pada balok


Tulangan Geser

Besaran tulangan geser dapat dilihat pada nilai Av/s yang ditampilkan
pada model seperti gambar berikut

diketahui melalui persamaan berikut:


Av=2πr 2
pada penelitian ini sudah ditentukan tulangan geser yang digunakan adalah d10,
maka,
Av=2π52 =157.08
Pada bagian tumpuan Av/s = 1.254, maka jarak dapat ditentukan dengan
157.08
s= =125 mm
1.254
dikarenakan terdapat peraturan spasi tualngan geser yang dipasang tegak lurus
terhadap sumbu komponen struktur tidak boleh melebihi d/2 (270/2 =135 mm)
pada komponen struktur non-prategang, maka jarak 125 mm dapat digunakan.
Pada bagian lapangan Av/s = 0.495, sehingga didapatkan jarak (s) sebesar 387
mm. Berdasarkan SNI jarak tersebut tidak dapat digunakan karena melebihi 135
mm, sehingga jarak yang digunakan pada daerah lapangan balok adalah 135 mm.

Tulangan Torsi
Kebutuhan tulangan torsi secara teoritis dapat dicek melalui persamaan
berikut:
∅√f'c A2 cp
Tu < � �
12 Pcp
bila nilai Tu kurang dari persamaan tersebut maka, tulangan torsi tidak dibutuhkan.
Nilai Tu dapat diperoleh melalui data hasil analisis program seperti gambar
berikut:
46

Lampiran 9 (lanjutan)

Kebutuhkan tulangan torsi dapat dilihat pula melalui model, dengan memilih out
put torsion reinforcement. Sama dengan tulangan geser, jarak tulangan torsi
dihitung.
157.08
s= =737mm
0.213
sehingga balok perlu ditambahkan tulangan torsi setiap jarak 737 mm.
47

Lampiran 10 Pengecekan lendutan balok


Pengecekan keamanan lendutan dilakukan dengan membandingkan niai
lendutan maksimum dengan nilai ledutan yang terjadi. Berdasarkan SNI
2847:2013 lendutan maksimum balok didapat dari l/240. Diambil contoh balok
arah membujur (BYL) dengan panjang 13000 mm, sehingga lendutan maksimum
sebesar 54.7 mm.
Pada program SAP2000 dipilih balok BYL yang memiliki kebutuhan nilai
tulangan terbesar, seperti pada penentuan pembesian. Kemudian dicatat kombinasi
pembebanan yang terbesar. Didapat kombinasi terbesar adalah 1.4D. Pada
program tampilkan besar frame deformation dengan nilai kombinasi terbesar.
Kemudian klik kanan pada balok BYL, dan didapat nilai defleksi atau lendutan.
Didapat nilai lendutan yang terjadi sebesar 24.8 mm. Nilai tersebut lebih kecil dari
nilai lendutan maksimum, sehingga dapat disimpulkan bahwa balok aman.
48

Lampiran 11 Detail penentuan jumlah tulangan kolom


Penentuan tulangan kolom menggunakan contoh penulangan atau
pembesian pada lantai pertama. Besar area tulangan yang dibutuhkan pada lantai
pertama adalah 4800 mm2. Nilai tersebut didapat dari nilai terbesar PPMArea
pada tabel hasil analisis SAP2000 yang dapat dilihat pada
Lampiran 7. Nilai tersebut dimasukan pada persamaan:

Luas area tulangan


∑ Tulangan= , dengan d adalah diameter tulangan.
0.25 × π ×d2

Pada penelitian ini kolom berpenampang pesergi panjang (80 ×60 cm2), sehingga
terdapat jumlah tulangan pada sisi 80 cm dan sisi 60 cm. Berdasarkan nilai yang
terdapat pada tabel jumlah tulangan kolom yang disarankan dipilih d20 sebagai
tulangan utama kolom. Nilai pada tabel dibulatkan keatas, sehingga didapat
jumlah tulangan pada sisi 80 cm sebanyak 5 buah dan sisi 60 cm 4 buah. Total
tulangan yang dibutuhkan adalah 18 buah.

Jumlah tulangan kolom yang disarankan


Diameter Sisi 60
Jumlah Sisi 80 cm
tulangan (mm) cm
18 18.86 5.39 4.04
19 15.27 4.36 3.27
21 13.85 3.96 2.97
22 12.62 3.61 2.70
24 9.77 2.79 2.09
26 9.04 2.58 1.94
28 7.79 2.23 1.67
30 6.79 1.94 1.45
32 5.97 1.70 1.28
49

Lampiran 12 Data hasil analisis SAP2000 pada satu titik kolom

Frame DesignSect Location PMMCombo PMMArea Pesan error


mm mm2
244 K 0 1,2D + 1,6L + 0,5R 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6L + 0,5R 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6L + 0,5R 4800 Aman
244 K 0 1,2D + 1,6R + L 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6R + L 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6R + L 4800 Aman
244 K 0 1,2D + 1,6R + 0,5W 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6R + 0,5W 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6R + 0,5W 4800 Aman
244 K 0 1,2D + L + W + 0,5R 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + L + W + 0,5R 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + L + W + 0,5R 4800 Aman
244 K 0 1,36D + 3Q + L 4800 Aman
244 K 2000 1,36D + 3Q + L 4800 Aman
244 K 4000 1,36D + 3Q + L 4800 Aman
244 K 0 0,9D + W 4800 Aman
244 K 2000 0,9D + W 4800 Aman
244 K 4000 0,9D + W 4800 Aman
244 K 0 0,74D + 3Q 4800 Aman
244 K 2000 0,74D + 3Q 4800 Aman
244 K 4000 0,74D + 3Q 4800 Aman
244 K 0 1,2D + 1,6L + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6L + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6L + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 0 1,2D + 1,6Lr + L 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6Lr + L 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6Lr + L 4800 Aman
244 K 0 1,2D + 1,6Lr + 0,5W 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + 1,6Lr + 0,5W 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + 1,6Lr + 0,5W 4800 Aman
244 K 0 1,2D + L + W + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 2000 1,2D + L + W + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 4000 1,2D + L + W + 0,5Lr 4800 Aman
244 K 0 1,4D 4800 Aman
244 K 2000 1,4D 4800 Aman
244 K 4000 1,4D 4800 Aman
50

Lampiran 13 Data hasil analisis SAP2000 pada balok BYS di frame 471
FTopCombo FTopArea FBotCombo FBotArea Pesan error
mm2 mm2
1,36D + 3Q + L 259.598 1,36D + 3Q + L (Sp) 128.449 Aman
1,4D 259.254 1,4D (Sp) 128.28 Aman
1,2D + 1,6Lr + L 235.3 1,2D + 1,6Lr + L (Sp) 116.543 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5Lr 235.22 1,2D + 1,6L + 0,5Lr (Sp) 116.503 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5R 233.363 1,2D + 1,6L + 0,5R (Sp) 115.593 Aman
1,2D + L + W + 0,5Lr 230.848 1,2D + L + W + 0,5Lr (Sp) 114.359 Aman
1,2D + 1,6R + L 229.36 1,2D + 1,6R + L (Sp) 113.629 Aman
1,2D + L + W + 0,5R 228.992 1,2D + L + W + 0,5R (Sp) 113.448 Aman
1,2D + 1,6Lr + 0,5W 228.015 1,2D + 1,6Lr + 0,5W (Sp) 112.968 Aman
1,2D + 1,6R + 0,5W 222.082 1,2D + 1,6R + 0,5W (Sp) 110.056 Aman
1,4D 216.769 1,4D (Sp) 107.446 Aman
1,36D + 3Q + L 203.623 1,36D + 3Q + L (Sp) 100.984 Aman
1,2D + 1,6R + 0,5W 184.777 1,2D + 1,6R + 0,5W (Sp) 91.708 Aman
1,36D + 3Q + L 182.68 1,36D + 3Q + L (Sp) 63.897 Aman
1,4D 180.994 1,4D (Sp) 63.814 Aman
1,2D + 1,6Lr + 0,5W 178.572 1,2D + 1,6Lr + 0,5W (Sp) 88.651 Aman
1,2D + L + W + 0,5R 177.774 1,2D + L + W + 0,5R (Sp) 88.258 Aman
1,2D + 1,6R + L 177.39 1,2D + 1,6R + L (Sp) 88.068 Aman
1,2D + L + W + 0,5Lr 175.836 1,2D + L + W + 0,5Lr (Sp) 87.303 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5R 173.345 1,2D + 1,6L + 0,5R (Sp) 86.075 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5Lr 171.409 1,2D + 1,6L + 0,5Lr (Sp) 85.12 Aman
1,2D + 1,6Lr + L 171.192 1,2D + 1,6Lr + L (Sp) 85.013 Aman
1,2D + 1,6Lr + L 166.877 1,2D + 1,6Lr + L (Sp) 58.002 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5Lr 166.815 1,2D + 1,6L + 0,5Lr (Sp) 57.983 Aman
0,9D + W 165.419 0,9D + W (Sp) 82.165 Aman
1,2D + 1,6L + 0,5R 165.188 1,2D + 1,6L + 0,5R (Sp) 57.532 Aman
1,2D + L + W + 0,5Lr 162.977 1,2D + L + W + 0,5Lr (Sp) 56.92 Aman
1,2D + 1,6R + L 161.673 1,2D + 1,6R + L (Sp) 56.559 Aman
1,2D + L + W + 0,5R 161.351 1,2D + L + W + 0,5R (Sp) 56.469 Aman
1,2D + 1,6Lr + 0,5W 160.482 1,2D + 1,6Lr + 0,5W (Sp) 56.231 Aman
1,2D + 1,6R + 0,5W 155.283 1,2D + 1,6R + 0,5W (Sp) 54.788 Aman
1,4D 143.69 1,4D (Sp) 63.814 Aman
0,9D + W 138.485 0,9D + W (Sp) 68.862 Aman
0,74D + 3Q 136.269 0,74D + 3Q (Sp) 67.766 Aman
1,36D + 3Q + L 133.512 1,36D + 3Q + L (Sp) 63.897 Aman
1,2D + 1,6R + 0,5W 122.466 1,2D + 1,6R + 0,5W (Sp) 54.788 Aman
1,2D + 1,6Lr + 0,5W 116.988 1,2D + 1,6Lr + 0,5W (Sp) 56.231 Aman
1,2D + L + W + 0,5R 116.295 1,2D + L + W + 0,5R (Sp) 56.469 Aman
1,2D + 1,6R + L 115.956 1,2D + 1,6R + L (Sp) 56.559 Aman
51

Lampiran 14 Penentuan dimensi


Pelat
Tebal minimal pelat dapat dihitung melalui SNI 2847:2013 dalam Pasal 9.
Sebagai contoh akan diambil lx = 13000, dan ly = 9000, maka l = 13000.

1. Dihitung lendutan izin maksimum yang dihitung melalui Tabel 9.5(b) dari
SNI.

Lendutan yang Batas


Jenis komponene struktur
diperhitungkan lendutan
Atap data yang tidak menumpu ata Lendutan seketika l/180
tidak disatukan dengan komponenen akibat hidup (L)
nonstructural yang mungkin akan
rusak oleh lendutan yang besar
Lantai yang tidak menumpu atau Lendutan seketika l/360
tidak disatukan dengan komponen akibat hidup (L)
nonstructural yang mungkin akan
rusak oleh lendutan yang besar

2. Cek lendutan akibat beban hidup dari program

3. Menghitung kekakuan pelat


Ecb Ib
α=
Ecp Ip

4. Menghitung tebal minimum pelat

Balok
1. Asumsi dimensi awal ditentukan dengan sepertigapuluh bentang
Balok BXB memiliki bentang sepanjang 9m, maka asumsi dimensi awal adalah
300 mm. Dimensi ini dimasukan pada SAP2000.
2. Setelah program melakukan analisis dapat dilihat bila:
a. Dimensi terlalu besar maka kombinasi beban yang diambil oleh
program adalah 1.4D
52

Lampiran 14 (lanjutan)

b. Dimensi terlalu kecil maka program akan menampilkan error


message, dan keterangan #O/S (over stress) pada model bangunan.
3. Memperbaiki dimensi dapat mengacu pada nilai Ao (luas bruto yang
dilingkupi jalur alir geser) yang didapat melalui diagram.

Dimensi efektif balok


Balok Ao Dimensi efektif Dimesi dibangun
BC 55822.23 369.4 x 272.9 400 x 300
BXB 35753.73 311.6 x 234.4 350 x 250
BYS 43271.13 334.8 x 249.8 350 x 250
BYL 55822.23 369.4 x 272.9 400 x 300
BXT 19935.23 252.9 x 195.3 300 x 200

Dimensi efektif didapat melalui persamaan- persamaan berikut:


2
b= h
3
Ao=b ×h
2
Ao= 3 h2

3
h= � Ao
2

Pada saat input dimensi kolom pada program, dapat dipilih atau dicentang
pilihan ‘reinforcement to be design’. Hal tersebut adalah perintah untuk program
agar mendesain tulangan untuk kolom. Pada perencanaan kolom program hanya
memberikan luas tulangan yang optimum yang dibutuhkan, untuk mengecek
struktur balok layak atau tidak, dapat dihitung melalui PPM Ratio. Bila nilai PPM
Ratio diatas 1 maka kolom gagal.

Pu Mux Muy
PPM Ratio= + +
2Pc Mcx Mcy

PPMRatio dapat juga dilihat dari warna model banguan pada program. Program
menunjukan warna orange pada kolom, menunjukan nilai PPMRatio lebih dari 0.9.
53

Lampiran 14 (lanjutan)

Penentuan bracing kantilever dilakukan sama seperti kolom dan tangga


sama seperti pelat
55

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 10 April 1994 dari


pasangan Ir. Herbangun S. Ardi dan Dr. Ir. Yuli Naulita,
M.Si. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Regina Pacis Bogor pada tahun 2006, kemudian
melanjutkan pendidikan menengah di SMP Regina Pacis
Bogor sampai Desember 2008. Penulis menamatkan
pendidikan menengah pertama dan menengah atas di
Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Jepang. Pada tahun
2012, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam organisasi IPB Mengajar (2015) sebagai Manager Media Informasi dan
Desain. Penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan, seperti Kepanitiaan PONDASI
sebagai ketua medis dan kepanitiaan Indonesian Civil and Environmental Festival
(ICEF) sebagai anggota kesetariatan. Pada tahun 2015 penulis aktif menjadi
asisten praktikum dalam Mata Kuliah Gambar Teknik dan Pengetahuan Bahan
Konstruksi. Penulis juga menjadi pelatih pada pelatihan AutoCAD untuk angkatan
50 dan 51 SIL IPB. Penulis mengikuti magang selama 2 minggu di PT. Adhi
Karya dalam proyek Pembangunan Pice Besar, Belitung Timur. Penulis juga
mengikuti program pertukaran pelajar pada September 2016 sampai Agustus 2017
di University of the Ryukyus, Okinawa, Jepang. Pada program pertukaran pelajar,
penulis melakukan independent research dengan tema ‘Efficiency of Solar Panel
in Different Angel’ dibawah bimbingan Prof. Tsutsumi Jun-Ichiro.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di PT Djasa Ubersakti dan
menyusun laporan berjudul “Pekerjaan Beton pada Pembangunan Apartemen
Lagoon Resort Bekasi oleh PT Djasa Ubersakti”. Penulis menyelesaikan skripsi
dengan judul “Usulan Perencanaan Struktur Atas Green Building Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor” di bawah bimbingan Dr.
Ir. Meiske Widyarti, M.Eng dan Bapak Muhammad Fauzan, S.T, M.T.

Anda mungkin juga menyukai