Anda di halaman 1dari 11

POLRI DAERAH JAWA TIMUR

BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LUMAJANG

PANDUAN
DO NOT RESUSCITATE (DNR)
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LUMAJANG

LUMAJANG, JANUARI 2019


LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
i NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019

DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI ........................................................................................... 1

BAB II RUANG LINGKUP………………………………………………………… 4

BAB III TATALAKSANA……………………………………………………………. 6

BAB III DOKUMENTASI……………………………………………………………. 12

i
POLRI DAERAH JAWA TIMUR LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN 1 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LUMAJANG TANGGAL : 08 JANUARI 2019

BAB I
DEFINISI

1. Pengertian
Henti jantung adalah suatu kondisi dimana terjadi kegagalan jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. Hal ini dapat
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless electrical activity (PEA),
untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera mungkin
(< 3 kejadian henti jantung). Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya
denyut nadi dan pupil dilatasi maksimal. Hal ini bukanlah kejadian henti jantung
dan tidak perlu dilakukan tindakan resusitasi.

Resusitasi Jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam


memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar,
tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi dan
tidak tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.

Fase/kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh


cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya
tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan dimana
pengaplikasian terapi untuk memperpanjang /mempertahankan hidup hanya akan
berefek dalam memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.

Pelayanan paliatif adalah, pemberian dukungan emosional dan fisik untuk


mengurangi nyeri/penderitaan pasien. Hal ini termasuk pemberian nutrisi, hidrasi,
dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda pemberian
nutrisi/hidrasi.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
2 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
Do Not Resuscitate (DNR) adalah suatu tindakan di mana jika pasien
mengalami henti jantung, dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan
tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.

2. Tujuan
a. Memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan Do
Not Resuscitate (DNR) tidak disalah artikan/mis interpretasi.
b. Memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan
terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
3 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019

BAB II

RUANG LINGKUP

Rumah Sakit Bhayangkara Lumajang menghormati hak pasien dan keluarga


dalam menolak tindakan resusitasi atau pegobatan bantuan hidup dasar.
Penolakan resusitasi dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten dalam
pengambilan keputusan.

3. Kriteria Pasien Yang Tidak Memiliki Kapasitas Adekuat Dan Tidak Kompeten
Dalam Mengambil Keputusan
a. Pasien memiliki gangguan fungsi kognitif/mental yang membuatnya tidak bisa
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
b. Pasien tidak dapat mengerti mengenai informasi yang relevan dengan
pengambilan keputusan, yang diberikan oleh dokter/petugas medis lainnya.
c. Pasien memiliki gangguan dalam hal mengingat informasi yang baru
diberikan.
d. Pasien tidak dapat mengolah atau mempertimbangkan informasi tersebut
sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.
e. Pasien tidak dapat mengkomunikasikan keputusannya, baik dengan
berbicara, bahasa tubuh, atau cara lainnya.

4. Ketentuan DNR meliputi :


a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
patensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan
hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana/penanganan aktif terhadap kondisi
pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya
terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
c. Semua perawatan dasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
4 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
5. Tanggung Jawab
a. Kepala Rumah Sakit Bhayangakara Lumajang bertanggung jawab untuk
memastikan implementasi Kebijakan Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini
didelegasikan kepada Bidang Pelayanan.
b. Bidang Pelayanan Medis memastikan setiap staf/petugas mengetahui dan
mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan DNR.
c. Staf/Petugas Rumah Sakit : semua staf yang terlibat dalam pengambilan
keputusan tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan
kebijakan ini. Penyimpangan - penyimpangan yang terjadi selama proses ini
berlangsung harus dilaporkan pada berkas/formulir insiden sesuai dengan
algoritma yang berlaku.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
5 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019

BAB III
TATA LAKSANA

6. Prosedur yang direkomendasikan


a. Merupakan langkah penentuan atau pengambilan keputusan oleh tenaga
medis untuk tidak melakukan resusitasi kepada pasien yang mengalami
kegawatan.
b. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah
dibuat keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi
(DNR).
c. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
d. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
e. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti
napas/jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis
lakukan jika hal ini terjadi.
f. Pasien harus diberikan informasi selengkap - lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.
g. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada
konsultan/dokter umum yang bertanggung jawab atas pasien. Jika terdapat
keraguan dalam mengambil keputusan, dapat meminta saran dari dokter
senior.
h. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini:
1) RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan
pasien.
2) Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP,
keputusan menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3) Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan unluk tidak melakukan tindakan RJP.
4) Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan
alasan kuat.
5) Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal
penyakitnya/sekarat, di mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
6 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
terminal/kodisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan
terapeutik (risiko/bahayanya melebihi keuntungannya).
i. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
j. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk
pasien dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada
kewajiban secara etika untuk mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien
yang menjalani perawatan paliatif (di mana usaha RJP adalah sia-sia).
k. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan
tergantung dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi
dapat dilakukan oleh konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat
yang bertugas. Staf harus memberitahukan hasil diskusi mereka dengan
pasien kepada dokter penanggung jawab pasien.
l. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan
pasien mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan
pasien (yang kompeten secara mental).
m. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam
medis pasien.
n. Di rekam medis, harus tercantum.
1) Tulisan “Pasien ini tidak dilakukan resusitasi”.
2) Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan.
3) Indikasi alasan tindakan DNR.
4) Batas makro berlakunya instruksi DNR.
5) Nama dokter penanggungjawab pasien.
6) Ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pasien (yang
mengambil keputusan).
Contoh :

a) Tanggal 18 November 2014.


b) Pukul 10.30 WIB.
c) Tidak dilakukan RJP.
d) Indikasi : kanker metastase.
e) Batas waktu: 24 jam.
o. Pasien dengan DNR kemudian dipasangkan gelang berwarna ungu.
p. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan
instruksi DNR, misalnya : keganasan fase terminal.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
7 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
q. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan
tatalaksana pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
r. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai :
1) Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau
kerugian/penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi
melebihi keuntungan dilakukannya terapi.
2) Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3) RJP bertentangan dengan keputusan dini/awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.

7. Pembatalan Keputusan DNR


a. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan di formulir DNR
harus dilengkapi/diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh dokter jaga
yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan.
b. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di dalam rekam medis pasien.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
8 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019

BAB IV
DOKUMENTASI

8. Pendokumentasian
a. Pencatatan dan pelaporan dilakukan seluruh penyelenggara Rumah Sakit
Bhayangkara Lumajang dengan menggunakan format yang sudah disediakan
di Rekam Medis.
b. Penolakan DNR atau jangan lakukan resusitasi dengan mengisi formulir
keputusan DNR.
c. Seluruh tindakan yang dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan (RM).

9. Revisi dan Audit


a. Kebijakan ini diadakan evaluasi dan penyempurnaan setiap saat.
b. Secara normatif kebijakan ini akan dikaji dalam kurun waktu 2 (dua) tahun.

10. Referensi
a. Roberts S. Do not attempt resuscitation policy. NHS Northamptonshire; 2009.
b. Resuscitation Group. Do not resuscitate policy (DNR) (for adults only). NHS
Wirral; 2010.
c. Mental Capacity Act 2005. UK: The Stationery Office Limited; 2005.
d. American Medical Association. Guidelines for the appropriate use of Do-Not-
Resuscitate orders. JAMA. 1991;265:1868-71.
e. Ethics Department. Decisions about cardiopulmonary resuscitation: model
patient information leaflet. BMA; 2008.
f. Cabinet for Health and Family Services, Department for Community Based
Services, Division of Protection and Permanency. DNR request form
guidelines; 2010.
g. Children's Hospital, Ethics Advisory Committee. Guideltftes for Do-Not-
Resuscitate orders; 2009.
h. The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. Do not attempt
resuscitation (DNAR) decisions in the perioperative period. AAGBI; 2009.
LAMPIRAN KEP KARUMKIT BHY LMJ
9 NOMOR : KEP/03/I/KES.22./2019/PAP
TANGGAL : 08 JANUARI 2019
i. Medical Society of New Jersey. New Jersjy do not resuscitate (DNR) orders
outside the hospital: guidelines for healthcare professionals, patients, and
their families. MSNJ; 2003.
j. Atlantic Health System Overlook Hospital. Do not resuscitate (DNR) orders:
guidelines for patients, families, and caregivers. AHS Bioethics Committee.
k. National Association of Emergency Medical Services Directors (NASEMSD),
National Association of -Emergency Medical Services Physicians (NAEMSP).
National guidelines for statewide implementation of EMS “Do Not Resuscitate”
(DNR) programs. 1994.

Ditetapkan di : Lumajang
Pada tanggal : 08 Januari 2019

KARUMKIT BHAYANGKARA LUMAJANG

dr. SRI HANDAYANI, M.M.R.S


AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP 67100385

Anda mungkin juga menyukai