Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional
yang berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-
tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari
sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya
adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh
faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir
(kongenital). Dalam kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan.
Gangguan sendi ini dapat berupa proses keradangan karena infeksi, imunologis, proses
degenerasi, maupun trauma. Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu :

 Kontusio sendi, biasa terjadi karena suatu benturan.


 Joint strain, terjadi karena trauma kecil yang terjadi berulang – ulang.
 Joint sprain/keseleo, terjadi karena adanya robekan mikroskopis dari ligament atau
kapsul sendi yang tidak menggangu kestabilan.
 Ruptur ligamen
 Dislokasi (1,2)

BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu
keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). (2)

2.2 Anatomi Sendi

Sendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan.


Dimana hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).

Beberapa komponen penunjang sendi:

 Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya
terdapat rongga.
 Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang
yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.

 Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi
kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.

 Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

2
Gambar 1. Persendian normal

Ada 5 macam sendi berdasarkan karakteristik masing-masing:

1. Sindesmosis : adalah sendi dimana dua tulang ditutupi oleh jaringan fibrosa. Misalnya
sutura pada tulang tengkorak.
2. Sinkondrosis : adalah sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan.
Misalnya lempeng epifisis yang merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat
sementara yang menghubungkan antara epifisis dan metafisis dan memberikan
kemungkinan pertumbuhan memanjang pada tulang.

3. Sinostosis : adalah bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara
keduanya. Beberapa sindesmosis dan semua sinkondrosis bergabung, menjadi
sinostosis.

4. Simfisis : adalah suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi oleh
tulang rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago dan jaringan fibrosa yang
kuat. Misalnya pada simfisis pubis dan sendi intervertebra.

3
5. Sendi sinovial : adalah sendi dimana permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin
dan pinggirnya ditutupi oleh kapsul sendi berupa jaringan fibrosa dan di dalamnya
mengandung cairan sinovial. (3,4)

2.3 Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.

- Cedera olahraga.

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.

- Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.


Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
- Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

2. Kongenital

Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal


paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara
klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat
bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua
sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini
mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar
X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan

4
reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak
ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.

3. Patologis

Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana


patologis: terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.

2.4 Manifestasi Klinis

a. Nyeri akut.

b. Perubahan kontur sendi.

c. Perubahan panjang ekstremitas.

d. Kehilangan mobilitas normal.

e. Perubahan sumbu tulang yag mengalami dislokasi.

f. Deformitas pada persendiaan

Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.

g. Gangguan gerakan Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.

h. Pembengkakan

Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.

i. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal

dan sendi pangkal paha servikal.

j. Kekakuan.

5
2.5 Patofisiologi
trauma

Infeksi dari
Dislokasi pada sendi Kelainan kongietal
penyakit
lain
Trauma joint dislocation

Deformatis tulang

Gangguan bentuk dan


pergerakan

Kesulitan dalam Rasa tidak nyaman


menggerakan sendi karena inflamasi

GANGGUAN NYERI Tidak nafsu makan


MOBILITAS FISIK

NUTRISI KURANG
Informasi tidak adekuat kurang Ketidaknyamanan akibat DARI KEBUTUHAN
pajanan pengetahuan bentuk yang tidak
normal
KURANG PENGETAHUAN Pengungkapan secara verbal
merasa malu, cemas dan
takut tidak diterima

GANGGUAN CITRA
TUBUH
KETERLAMBATAN
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANAK
6
Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak
lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik pada
komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan
lunak. Struktur-struktur tersebut lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi tersebut
kurang kuat.

2.6 Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:


1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

2.7 Macam – Macam Dislokasi

1. Dislokasi Sendi Siku (Elbow Joint Dislocation)

7
Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi
dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu
untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi. (6,7)

Gambar 2. Dislokasi radius

2. Dislokasi Pergelangan Tangan (Dislocation Of The Lunate)

Dislokasi pergelangan tangan adalah suatu kondisi dimana permukaan sendi


dari tulang pembentuk sendi pergelangan tangan mengalami pergeseran atau
penguluran baik secara langsung maupun tidak langsung.

8
Gambar 3. Dislokasi pergelangan tangan.

1. Dislokasi tulang lunatum

Dislokasi ini jarang ditemukan, berupa dislokasi ke anterior. Dislokasi tulang


lunatum terjadi bila jatuh dengan pergelangan tangan dalam keadaan dorsoflexy,
dan tulang lunatum terdorong ke arah palmar dan mengalami rotasi 90 0 pada
carpar tunnel. Terdapat pembengkakan pada daerah pergelangan tangan, nyeri
apabila jari-jari diekstensikan. Bisa didapatkan gejala lesi nervus medianus.

Pada dislokasi yang baru, dilakukan reposisi di bawah pembiusan umum dengan
melakukan penekanan pada tulang lunatum. Pada dislokasi yang lama, reposisi
tidak bisa dilakukan dan perlu dilakukan eksisi.

2. Dislokasi perilunatum

Seluruh korpus mengalami dislokasi ke arah dorsal kecuali tulang lunatum masih
tetap bersama-sama tulang radius. Pengobatan dilakukan reduksi tertutup. Bila
gagal, dilakukan reduksi terbuka.

9
3. Dislokasi Regio Bahu (Shoulder Dislocation)

Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi, yaitu sendi sternoklavikular, sendi akromioklavikular, dan sendi
glenohumoral. Hubungan skapulothorakal bukan merupakan sendi melainkan suatu
hubungan muskuler antara dinding thoraks dan skapula. Melalui keempat hubungan
ini yang terdiri atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini terjadi gerakan
ke segala arah di gelang bahu. Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan
50 % kasus dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe
dislokasi bahu anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul
tendon yang mengitari sendi bahu. Sedangkan hubungan antara kepala humerus
dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada sendi glenohumoral
sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan epilepsi.
Melihat lokasi kaput humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah
anterior dan lebih jarang ke arah posterior. Pada waktu terjadinya dislokasi yang
pertama mengalami kerusakan atau avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi
dengan glenoidalis di bagian anterior dan inferior. Dengan adanya robekan tadi,
maka sendi bahu akan mudah mengalami dislokasi ulang bila mengalami cedera lagi.
Hal ini disebut sebagai recurrent dislokasi.

Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:


• Sendi bahu tidak dapat digerakakkan
• Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
• Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
• Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya

10
11
Gambar 4. Shoulder dislocation

a. Dislokasi bahu anterior


Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun
cedera olah raga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi ekstern (puntiran keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas dalam
posisi abduksi. Kaput humerus didorong ke depan dan menimbulkan avulsi
simpai sendi bagian bawah dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis
bagian anterior. Lesi ini disebut bankart lesion. Karena terjadi robekan kapsul,
kepala humerus akan keluar dari cekungan glenoid ke arah depan dan medial,
kebanyakan tertahan di bawah coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi
adalah trauma langsung. Pederita jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai
atau tanah. Gaya akan mendorong permukaan belakang humerus bagian
proksimal ke depan.

12
Gambar 5. Dislokasi bahu anterior

Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:


Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan
lengannya, dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak
terasa sakit sekali, bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah
sisi yang sakit, bentuk deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal ini
disebabkan kepala humerus sudah keluar dari cekungan glenoid ke depan. Pada
palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.

Pemeriksaan Penunjang:
Dengan pembuatan X – ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah dapat
terdiagnosis adanya dislokasi sendi bahu.

13
Gambar 6. X – ray foto dislokasi bahu anterior

Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :


 Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang menyebabkan kumpulnya m.
deltoid sehingga bahu tidak dapat diangkat abduksi
 Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)
 Patah tulang humerus

 Rekurrens dislokasi bahu anterior


Hal ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah bannkart
yang menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan baju atau menutup
jendela akan terjadi posisi abduksi dan eksternal rotasi yang akan mengakibatkan
dislokasi kembali. Kalau terjadi lebih dari 3 x, dianjurkan untuk dilakukan
operasi. Metode operasi yang dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan Putti plat.
Tujuan dari operasi ini untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian anterior
sendi.

b. Dislokasi bahu posterior

14
Dislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya penderita jatuh dimana
posisi lengan atas dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.

Gambar 7. Dislokasi bahu posterior

Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu :


Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan
internal rotasi. Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.

Pemeriksaan Radiologi:
Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.

Gambar 8. Radiologi dislokasi bahu posterior


Penatalaksanaan:

15
Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum dengan
melakukan rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke depan. Setelah
reposisi, dipasang gips spika bahu dalam posisi abduksi 30 0 selama 3 minggu. (3,7)

c. Dislokasi Bahu Inferior (Luxatio Erecta)


Kaput humerus terperangkap dibawah kavitas glenoidale sehingga terkunci dalam
posisi abduksi. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka
sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing
(Button hole effect)”

Penatalaksanaan:
Lakukan traksi berlawanan dengan arah dislokasi. Awalnya lakukan tarikan ke
arah dislokasi, yaitu ke arah atas, lanjutkan tarikan semakin lama semakin ke bawah
(counter abduksi), dan akhirnya arahkan lengan ke sisi penderita.

16
4. Dislokasi Regio Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku.
Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang terletak di belakang
asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga
mengalami cedera serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan
mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri.
Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan
dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi
yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor
dan pantat menonjol secara abnormal.

Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana


komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum.
Sehingga penderita mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja
bukan pada tempatnya lagi.

17
Pemeriksaan fisik:

Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset panggul
dan pinggul adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif
rentang gerak, dan pemeriksaan neurovaskular.

- Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi atau
fraktur-kelainan tulang lainnya

 Posterior: hip adalah tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.


 Anterior: hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi

- Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor
atau off. Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba
hematoma. Hal ini menunjukkan cedera vaskular.

- Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas
gerak. Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa
melakukan berbagai gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi
normal,. Rentang nyeri gerak hampir tidak termasuk dislokasi hip.

Pemeriksaan Neurovaskular: Tanda-tanda cedera nervus ischiadicus meliputi:

 Hilangnya sensasi di kaki belakang dan kaki


 Kehilangan dorsiflexion (cabang peroneal) atau fleksi plantar (cabang tibial)

 Kehilangan refleks tendon dalam (DTRs) di pergelangan kaki

Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:

 Hilangnya sensasi atas paha


 Kelemahan dari paha depan

 Kehilangan DTRs di lutut


18
Tanda-tanda cedera vaskuler meliputi:

 Hematoma
 Loss of pulses

 Muka pucat

Gambar 9. Dislokasi panggul

Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:


• Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi
• Kaput femur dapat diraba pada panggul
• Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri

19
Gambar 10. X – ray foto dislokasi panggul

5. Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang berat ,yang
langsung mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi secara sekunder pada
penyakit degeneratif ataupun pada penyakit infeksi yang sudah berlangsung cukup
lama. Tulang tibia dapat menjadi dislokasi ke ventral , dorsal ataupun ke setiap sisi .
Dapat juga terjadi rotasi yang abnormal pada femur. Mekanisme terjadinya dislokasi
pada sendi lutut biasanya melalui hiperekstensi dan torsi pada sendi lutut. Dislokasi
akut pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah ataupun
persarafan pada popliteal space. Gambaran klinis dijumpai adanya trauma pada
daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hamartrosis serta deformitas.

20
Gambar 11. Dislokasi sendi lutut

Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera


mungkin dan dilakukan aspirasi hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi
10o-l5o selama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler d iatas lutut selama 7-8
minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan
operasi untuk erbaikan pada ligamen.

6. Dislokasi Sendi Pergelangan Kaki.

Dislokasi pergelangan kaki - perpindahan sendi pergelangan kaki dengan


ruptur ligamen. Terkadang perpindahan ini terjadi tidak sepenuhnya, yaitu sebagian,
kemudian dislokasi disebut subluksasi. Tapi bundelnya tidak harus meledak. Ada
kasus ketika otot tetap tidak terluka, maka dislokasi disebut dislokasi tanpa pecah.
Seringkali, dislokasi adalah konsekuensi dari cedera kaki. Dislokasi pergelangan kaki
adalah masalah tidak hanya di kalangan atlet, tapi juga di kalangan orang biasa -
cukup hanya mengambil langkah buruk.

21
Gejala dislokasi pergelangan kaki:

 Nyeri tajam, tajam, parah di pergelangan kaki;


 Perubahan bentuk sendi, yang terlihat bahkan dari luar;

 Nyeri hebat saat berjalan;

2.8 Diagnosis Banding


dislokasi akromioklavikula
fraktur klavikula
fraktur kolumna humeri
fraktur humerus proksimal

2.9 Diagnosis

Anamnesis : perlu ditanyakan tentang :

 Rasa nyeri
 Adanya riwayat trauma

 Mekanisme trauma

22
 Ada rasa sendi yang keluar

 Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada
dislokasi rekurrens (6,7)

Pemeriksaan klinis

a. Deformitas
 Hilangnya penonjolan tulang yang normal

 Pemendekan

 Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Bengkak

c. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal (6,7)

Pemeriksaan Penunjang:

a. Sinar-X (Rontgen)

Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu

menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya

pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.

b. CT scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,

sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3

dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada

pada tempatnya.

c. MRI

23
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi

radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh

gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-

Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :.

Komplikasi Dini :
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut :
1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot

2.11 Penatalaksanaan

Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau siku.

Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan gaya

trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekuatan

karena bisa mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi dan spasme otot

perlu diberikan anastesi setempat atau umum. Kekenduran otot memudahkan reposisi.

a. Reposisi

24
1. Lakukan reposisi segera.

2. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali. Tindakan

ini sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.

3. Dislokasi sendi :

a) Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi.

Misalnya dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi bahu.

b) Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum

c) Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan

yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang

penuh, khususnya pada sendi bahu.

d) Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan

neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi

tertutup berhasil dilakukan secara lembut. Pembedahan terbuka mungkin

diperlukan, khususnya kalau jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.

e) Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan pemasangan gips,

misalnya pada sendi panngkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada

ligamentum yang teregang.

f) Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan

anastesi jika dislokasi berat.

g) Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke

rongga sendi.

h) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan

dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

25
i) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-

4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

j) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

2. Penatalaksanaan Medis

a. Farmakologis : pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik

1. Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri

pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan,

dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.

2. Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi

akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan.

Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis:

dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.

b. Pembedahan

1. Operasi ortopedi

Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada

pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis

yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah

invasive minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering

dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF

(Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan

ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :

26
a) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang

patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang

patah.

b) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,

plat, paku dan pin logam.

c) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)

untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti

tulang yang berpenyakit.

d) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.

e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang

besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.

f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.

g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau

sintetis.

h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam

sendidengan logam atau sintetis.

2. Non medis

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika

dislokasi berat.

 RICE

R : Rest (istirahat)

I : Ice (kompres dengan es)

27
C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)

E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

2.12. Pencegahan

1. Cedera akibat olahraga

a. Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari.

b. Latihan atau exercise.

c. Conditioning.

2. Trauma kecelakaan

a. Kurangi kecepatan.

b. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.

c. Patuhi peraturan lalu lintas

28
BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis.

Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan radiologis.

Dalam menghadapi kasus dislokasi, kita harus mengetahui macam dislokasi, komplikasi,
dan penanganannya.

Ada beberapa macam terapi untuk menangani kasus dislokasi, hal ini disesuaikan dengan
indikasi dari terapinya.

3.2 SARAN

Sebagai tenaga medis, kita harus bisa memahami kasus dislokasi karena hal ini bisa
terjadi. Pemahaman yang dimaksud mulai dari macam dislokasi, cara mendiagnosa
dislokasi, komplikasi, serta terapi yang ada.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta
2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
3. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta
4. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta
5. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi
ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.
6. eprints.unsri.ac.id/5722/1/LK_2015_Dislokasi_Sendi

30

Anda mungkin juga menyukai