Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL TUGAS AKHIR

“ANALISA PENGARUH KEMIRINGAN SUDUT LOUVER FIN TERHADAP


KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS COMPACT HEAT EXCHANGER
MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS”

Disusun Oleh:

Refina Helda K S
NRP. 02311745000046

Dosen Pembimbing:
Gunawan Nugroho S.T. M.T. P.hD

PROGRAM STUDI LINTAS JALUR S-1


DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
DEPARTEMEN TEKIK FISIKA FTI-ITS

Judul : Analisa Pengaruh Kemiringan Sudut Louver Fin Terhadap


Karakteristik Perpindahan Panas Compact Heat Exchanger
Menggunakan Computational Fluid Dynamics
Bidang Studi : Rekayasa Energi
1. a. Nama : Refina Helda KhemalaSari
b. NRP : 02311745000046
c. Jenis Kelamin : Perempuan
2. Jangka Waktu : 4 bulan
3. Pembimbing : Gunawan Nugroho S.T. M.T. P.hD
4. Usulan Proposal ke : I
5. Status : Baru

Surabaya, 18 Maret 2019


Pengusul,

Refina Helda KhemalaSari


NRP. 02311745000046

Menyetujui,
Pembimbing

Gunawan Nugroho S.T. M.T. P.hD


NIP. 19771127 200212 1 002

Mengetahui,
Kepala Laboratorium
Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan

Gunawan Nugroho S.T. M.T. P.hD


NIP. 19771127 200212 1 002
I. Judul
“Analisa Pengaruh Jarak dan Sudut Louver Fin Terhadap Kinerja Heat Exchanger
Menggunakan Computational Fluid Dynamics”

II. Mata Kuliah Pilihan Bidang Minat Yang Diambil:


1. Ekonomi Energi
2. Manajemen Energi

III. Pembimbing
1. Gunawan Nugroho S.T. M.T. P.hD

IV. Latar Belakang


Heat exchanger adalah alat yang umum digunakan sebagai media perpindahan panas
antara dua fluida yang memiliki perbedaan temperatur dan dipisahkan oleh sebuah dinding
padat. Heat Exchanger dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida
dapat berlangsung secara efisien. Dalam perkembangannya heat exchanger digunakan
dalam teknik peningkatan perpindahan panas (heat transfer enhancement) pada berbagai
bidang seperti pada heat recovery process, otomotif, sistem refrigerasi, dan proses produksi
(Bergles,1999). Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator di
mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi perpindahan panas adalah dengan
menambah luas permukaan perpindahan panas, yakni dengan menggunakan sirip atau fin.
Menurut penelitian Yang dkk pada tahun 2007 membuktikan bahwa pengaturan geometri
sirip louver memberikan peningkatan kinerja perpindahan panas sebesar 9.3% dan
penurunan pressure drop sebesar 18.2% bila dibandingkan dengan pengaturan sirip louver
yang asimetris(A.Vaisi,2011) Prinsip dasarnya, dengan adanya sirip atau fin ini maka
permukaan kontak terjadinya perpindahan panas semakin luas sehingga meningkatkan
efisiensi perpindahan panas pada fluida mengalir, dan dengan adanya sirip ini maka aliran
fluida akan sedikit terhambat sehingga didapatkan waktu untuk transfer panas yang lebih
lama dan efektif.
Permukaan perpindahan panas pada compact heat exchanger yang mengunakan flat
tube, louver fin sangat sering digunakan pada industri otomotif dimana cairan fluida
dengan tekanan rendah harus didinginkan secara cepat. Menambah luas permukaan melalui
sirip adalah metode umum untuk meningkatkan perpindahan panas dan penambahan fin
atau sirip dapat meningkatkan luas area permukaan perpindahan panas sebanyak 5 hingga
12 kali (J. Dong, 2007). Dari berbagai penelitian oleh P. Karthik dkk, geometri fin
louvered memberikan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis fin lainnya.
dengan mengurangi hambatan termal pada gas sisi (udara) pada compact heat exchanger.
Ini diperlukan untuk memilih bentuk dan ukuran optimal dari louvered sirip dalam desain
efektif penukar panas kompak untuk lebih baik kinerja termo-hidrolik. Nuntaphan dkk
menyimpulkan peningkatan kinerja perpindahan panas yang cukup besar pada kemiringan
sudut 30-45 derajad, karena fenomena louver ducted di sisi udara dan diprediksi
mempengaruhi sampai 71,4% dilihat dari percobaan.
Leu et al. menganalisis kinerja penukar panas tabung secara numerik dan hasilnya
menunjukkan penurunan tekanan sehubungan dengan peningkatan sudut louver. Efek dari
Reynolds number, pitch sirip, ketebalan louver, dan sudut louver terhadap efisiensi sirip
louvered dilaporkan oleh Zhang danTafti, hasilnya jelas menunjukkan efisiensi aliran
sangat bergantung pada parameter geometris, terutama pada angka Reynolds rendah.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh jarak dan sudut
pada fin terhadap peningkatan perpindahan panas pada compact heat exchanger. Pada
penelitian ini akan dianalisis pengaruh jarak dan ketebalan fin bentuk multilouver dan
susunan inline pada heat exchanger. Heat exchanger yang digunakan adalah tipe flat tube
and louver fin heat exchanger. Selain itu, pengaruh sudut serang dan susunan fin bentuk
multilouver terhadap peningkatan perpindahan panas pada heat exchanger.

V. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat pada tugas akhir ini
adalah:
1. Bagaimana pengaruh sudut dan jarak terhadap peningkatan efektifitas perpindahan
panas pada compact heat exchanger?
2. Bagaimana pengaruh geometri louver fin terhadap koefisien perpindahan pada
compact heat exchanger?

VI. Tujuan
Untuk menyelesaikan permasalahan diatas maka dilakukan tugas akhir dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Menganalisa pengaruh sudut dan jarak terhadap peningkatan efektifitas perpindahan
panas pada compact heat exchanger .
2. Menganalisa pengaruh geometri louver fin terhadap koefisien perpindahan pada
compact heat exchanger.

Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada tugas akhir ini adalah:
1. Heat exchanger yang digunakan adalah compact heat exchanger.
2. Fin bentuk multilouver dan susunan inline pada heat exchanger.
3. Asumsi hanya terjadi perpindahan panas konveksi.
4. Pemodelan geometri heat exchanger dilakukan dalam domain 3 dimensi.
5. Aliran pada heat exchanger adalah steady flow, incompressible flow dan uniform pada
sisi inlet.
6. Kondisi batas pada sisi inlet berupa velocity inlet dan pada sisi outlet berupa outflow.

VII. Tinjauan Pustaka


Berikut merupakan beberapa penelitian terkait dengan tugas akhir mengenai pengaruh
jarak dan sudut fin pada heat exchanger:
[1] J. Dong, J. Chen, Z. Chen, W. Zhang, Y. Zhou, Heat transfer and pressure drop
correlation for the multi-louvered fin heat exchanger, Energy Convers”. Jurnal ini meneliti
tentang cara meningkatkan luas permukaan dengan menambahkan fin atau sirip karena
metode ini dapat menaikkan nilai perpindahan panas dengan menambahkan fin dapat
meningkatkan luas permukaan 5 sampai 12 kali.
[2] P. Karthik, L.A. Sheik Ismail, N. Kulasekharan, R. Velraj, Experimental and
numerical investigation of a louvered fin and tube heat exchanger. Jurnal ini meneliti
tentang beberapa percobaan mengenai bentuk, ukuran, kedalaman pada fin louvered pada
fin and tube heat exchanger. Peneliti menyimpulkan beberapa parameter geometry dapat
mempengaruhi kinerja dari louvered fin pada jenis fin and tube heat exchanger yaitu fin
pitch, louver pitch, louver angle, flow length dan inclination angle pada heat exchanger.
[3] A. Vaisi , M. Esmaeilpour, H. Taherian , Experimental investigation of geometry
effect on the performance of louvered heat exchanger”. Jurnal ini meneliti tentang
pengaruh geometri atau design pada kinerja heat exchanger. Peneliti menyimpulkan
pengaturan simetris dari sirip louvered memberikan peningkatan dalam kinerja
perpindahan panas sebesar 9,3% dan penurunan penurunan tekanan sebesar 18,2% jika
dibandingkan dengan aras asimetris dari louvered fin karena tidak adanya daerah louvered
antara dua tabung
[4] A. Nuntaphan, S. Vithayasai, T, Kiatsiriroat, C. Wang, Effect of inclination angle on
free convection thermal performance of louver finned heat exchanger. Penulis
menyimpulkan peningkatan kinerja perpindahan panas yang cukup besar pada kemiringan
sudut 30-45 derajad, karena fenomena louver ducted di sisi udara. mereka mengusulkan
korelasi mempertimbangkan pengaruh sudut kemiringan dan korelasi ini diprediksi
mempengaruhi sampai 71,4% dilihat dari percobaan.

VIII. Teori Penunjang


9.1 Compact Heat Exchanger
Compact Heat Exchanger merupakan alat penukar panas yang memiliki bidang
perpindahan panas dengan kerapatan yang tinggi, dimana rasio antara luas
permukaan bidang yang mengalami perpindahan panas terhadap volume heat
exchanger. Compact heat exchanger memiliki rasio volume luas permukaan
perpindahan panas sekitar 700 m2/m3(200ft2/ft3).

Gambar 9.1 Compact Heat Exchanger

Compact Heat Exchanger biasanya digunkan untuk radiator mobil(1000m2/m3), turbin


gas penukar panas(6000m2/m3), regenerator dari mesin stirling(15.000 m2/m3). Compact heat
exchanger digunakan pada penukar panas dari gas ke gas dan gas ke cair untuk melawan
koefisien perpindahan panas yang rendah. Alat ini menggunakan udara sebagai fluida
kerjanya membutuhkan luas permukaan yang lebih besar daripada penukar kalor yang
memakai cairan sebagai fluidanya.
Fin(sirip) merupakan ciri khusus dari compact heat exchanger. Pada umumnya fluida
cair mengalir sepanjang pipa dan gas mengalir pada celah diantara fin. Untuk mendapatkan
efisiensi fin yang tinggi perlu diperhatikan bahan dan geometri dari fin tersebut.
Beberapa konfigurasi fin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 9.2 Konfigurasi Fin
Keterangan :
a. Sirip longitudinal memanjang dengan profil siku empat
b. Tabung silinder dengan sirip berprofil siku empat.
c. Sirip longitudinal dengan profil trapezoida.
d. Sirip longitudinal dengan profil parabola.
e. Tabung silinder dengan sirip radial berprofil siku empat.
f. Tabung silinder dengan sirip radial berprofil kerucut terpotong
g. Duri berbentuk silinder.
h. Duri berbentuk kerucut terpotong.
i. Duri berbentuk parabola.

.
9.1.1 Klasifikasi Compact Heat Exchanger
Compact heat exchanger dibedakan menjadi 2 jenis yaitu jenis pelat sirip (plate fin)
dan pipa sirip (finned tube).
1. Plate Fin Heat Exchanger
Salah satu bentuk compact heat exchanger yang terdiri dari blok lapisan sirip
bergelombang dan pelat pemisah. Pada alat penukar kalor jenis plat sirip, sirip diapit
oleh pelat secara paralel dan terkadang sirip digabungkan dengan pipa yang bentuknya
telah disesuaikan. Pada umumnya jenis ini memiliki kerapatan sirip antara 120-700
sirip/m namun pada aplikasinya memungkinkan hingga 2100 sirip/m. Ketebalan sirip
pada umumnya antara 0,05 sampai 0,25 mm. Ketinggian puncak sirip antara 2-20
mm.pada plate fin heat exchnager dengan luas permukaan perpindahan panas
1300m2/m3 mampu ditempati sirip dengan kerapatan 600 sirip/m.

Gambar 9.3 Plate Fin Heat Exchnager


Gambar 9.4 Macam Macam Fin pada Plate Fin Heat Exchanger

Plate fin heat exchanger menerima dua atau lebih aliran yang mungkin
mengalir dalam arah paralel atau tegak lurus satu sama lain. Ketika arah arus sejajar,
fluida dapat mengalir pada aliran yang sama atau berlawanan. Plate fin heat exchanger
ini digunakan pada 3 konfigurasi yaitu: cross flow, counter flow, dan cross-counter
flow. Untuk aliran cross flow biasanya hanya memiliki dua aliran sehingga
menghilangkan faktor distribusi.

Gambar 9.5 Kofigurasi Aliran pada Plate Fin Heat Exchanger

2. Finned Tube Heat Exchanger


Pada finned tube heat exchanger umumnya menggunakan pipa berpenampang
lingkaran dan persegi panjang. Beberapa jenis sirip yang digunakan pada pipa
sirip yaitu:
a. Sirip kontinyu pada susunan pipa yang terbagi lagi dalam sirip
sederhana dan sirip bergelombang.
b. Sirip normal pada pipa tunggal atau pipa tunggal bersirip.
c. Sirip longitudinal pada pipa tunggal.
Khusus sirip kontinyu, ciri ciri untuk jenis ini memiliki kerapatan sirip antara 300-600
sirip/m, ketebalan sirip antara 0,1-0,25mm, panjang alir sirip antara 25-250 mm,
kerapatan penukar panas pipa-sirip 725m2/m3 pada 400 sirip/m.
Gambar 9.6 Macam-macam Finned Tube Heat Exchanger

9.2 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan


Koefisien perpindahan panas keseluruhan merupakan koefisien perpindahan panas
gabungan yang meliputi seluruh koefisien dari fluida dingin sampai fluida panas
termasuk adanya factor kerak(fouling factor) yang mungkin terjadi setelah heat
exchanger digunakan.
Jika keduanya dipisahkan oleh dinding datar maka koefisien perpindahan panas
keseluruhan adalah:

hi
L
1
𝑈=
1 𝐿 1
+ +
ℎ𝑖 𝑘 ℎ𝑜
k ho

Jika kedua fluida dipisahkan oleh dinding silinder(pipa) maka:


1
𝑈𝑜 = 1 𝑟𝑜 𝑟𝑜 𝑟𝑜 1 berdasarkan luas permukaan luar pipa
+ ln +
ℎ𝑜 𝑘 𝑟𝑖 𝑟𝑖 ℎ𝑖

1
𝑈𝑖 = 1 𝑟𝑖 𝑟𝑜 𝑟𝑖 1 berdasarkan luas permukaan dalam pipa
+ ln +
ℎ𝑖 𝑘 𝑟𝑖 𝑟𝑜 ℎ𝑜

Jika memperhitungkan adanya fouling factor persamaan menjadi:


1
𝑈𝑜 =
1 𝑟 𝑟 𝑟 1
+ 𝑅𝑓,𝑜 + 𝑜 ln 𝑟𝑜 + 𝑅𝑓,𝑖 + 𝑟𝑜
ℎ𝑜 𝑘 𝑖 𝑖 ℎ𝑖
1
𝑈𝑖 =
1 𝑟 𝑟 𝑟 1
+ 𝑅𝑓,𝑖 + 𝑖 ln 𝑟𝑜 + 𝑅𝑓,𝑜 + 𝑟𝑖
ℎ𝑖 𝑘 𝑖 𝑜 ℎ𝑜
Dimana harga representasi fouling factor adalah:
Tabel Harga representasi fouling factor (Incropera)
Fluid Rf (m2-K/W)
Seawater and treated boiler feedwater (below 50C) 0.0001
Seawater and treated boiler feedwater (above 50 C) 0.0002
River water (below 50C) 0.0002-0.0001
Fuel Oil 0.0009
Refrigerating liquids 0.0002
Steam (non oil bearing) 0.0009

Tabel Harga representasi koefisien perpindahan panas keseluruhan(Incropera)


Kombinasi Fluida U(W/m2-K)
Air ke minyak 850-1700
Air ke air 110-350
Kondensor uap (air dalam tube) 1000-6000
Kondensor amoniak (air dalam tube) 800-1400
Kondensor alcohol (air dalam tube) 250-700
Heat exchanger dengan fin (air dalam tube,aliran 25-50
silang)

9.3 Perpindahan Panas Secara Konveksi


Perpindahan panas konveksi dikategorikan berdasarkan penyebab terjadinya aliran
fluida. Jika aliran fluida yang terjadi disebabkan oleh factor eksternal seperti: pompa,
fan/blower, atau juga angin pada udara atmosfer maka perpindahan panas konveksi yang
terjadi disebut konveksi paksa(force convection). Jika aliran fluida dihasilkan oleh tarikan
gaya buoyancy yang dihasilkan oleh adanya variasi massa jenis fluida( variasi massa
jenis dihasilkan oleh adanya perbedaan temperature antara satu lokasi yang lain dalam
satu wadah) maka disebut konveksi bebas(natural convection).
Untuk menghitung fluks panas konveksi dapat menggunakan sebuah persamaan yang
dikenal dengan nama NEWTON’S LAW OF COOLING.
𝑤
𝑞 ′′ = ℎ(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )( 2 )
𝑚
𝑞 = ℎ𝐴(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )(𝑤𝑎𝑡𝑡)
Perubahan boundary layer pada permukaan silinder mempengaruhi nilai bilangan
Nusselt untuk aliran silang (cross flow).

9.4 Konveksi Aliran Internal

Perpindahan panas konveksi pada aliran internal merupakan salah satu proses
perpindahan panas yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Koefisien perpindahan
panas konveksi dipengaruhi oleh diameter, luas permukaan, bentuk objek, arah
aliran terhadap objek, massa jenis fluida, viskosistas fluida dll. Faktor faktor
tersebut dapat dicari dalam bilangan Nusselt, Reynolds, Prandtl dengan rumus
sebagai berikut:
 Bilangan Reynolds
𝜌𝑉𝐷
𝑅𝑒 𝐷 = untuk aliran tertutup pada saluran berpenampang bulat dan
𝜇
untuk aliran melintang silinder.
 Bilangan Nusselt
ℎ𝐷
𝑁𝑢 𝐷 = 𝑘 untuk aliran tertutup pada saluran berpenampang bulat dan
untuk aliran melintang silinder.
 Bilangan Prandtl
𝑘
𝑃𝑟 = 𝜌𝐶
𝑝

Profil kecepatan pada aliran internal dan profil temperature dapat dilihat pada
gambar dibawah :

Gambar 9.8 Profil Kecepatan pada aliran internal

Gambar 9.10 Profil Temperature pada aliran internal

Fluida masuk dengan kondisi 𝑇𝑟,0 < 𝑇𝑠 , maka terjadi perpindahan panas
konveksi dan mulai terjadi pertumbuhan layer termal.
Untuk aliran laminer thermal entry length:
𝑥𝑓𝑑,𝑡
( 𝐷 ) ≈ 0.05 𝑅𝑒𝐷 𝑃𝑟 (termal)
𝑙𝑎𝑚

Untuk harga Pr > 1 pertumbuhan hydrodinamik boundary layer lebih cepat daripada
pertumbuhan thermal boundary layer.
Untuk aliran turbulen pengaruh Pr tidak berarti sehingga rumusnya:
𝑥𝑓𝑑,𝑡
( ) = 10
𝐷
9.5 Computational Fluid Dynamics
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan metode yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang melibatkan aliran fluid, perpindahan panas dan proses
fisik lain secara numerik. Aliran fluida pada daerah yang terbatas akan dimodelkan
dengan persamaan-persamaan tertentu sesuai dengan kondisi batas pada daerah tersebut.
Terdapat 3 tahapan dalam penggunaan CFD yaitu:
a. Pre-Processing
Tahap pre-processing merupakan tahap awal penyelesaian dari permasalahan
dengan melakukan beberapa kegiatan seperti berikut.
 Pendefinisian geometri dan domain komputasi.
 Grid generation yaitu membagi domain komputasi menjadi lebih kecil
(cell).
 Pendefinisian karakteristik fluida.
 Pendefinisian kondisi batas pada cell yang berbatasan dengan batas
domain.

b. Solver
Solusi numerik bisa didapatkan melalui beberapa metode seperti finite difference,
finite element dan spectral method. Metode numerik yang menjadi dasar dari
solver dalam menyelesaikan masalah adalah sebagai beriku:
 Pendekatan terhadap variabel aliran yang tidak diketahui, dengan
menggunakan fungsi sederhana.
 Subtitusi dari pendekatan yang telah dilakukan ke dalam persamaan aliran.
 Menyelesaikan persamaan dengan metode iterasi.
c. Post Processing
Post processing merupakan tahap akhir dalam CFD. Hasil pengerjaan dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik, kontur maupun animasi. Beberapa hasil yang
dapat ditampilkan diantaranya adalah display grid, plot vector, plot kontur,
particle tracking dan lain sebagainya.
IX. Metodologi Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam pengerjaan tugas akhir ini ditampilkan pada gambar
berikut.

Gambar 10. 1 Diagram Alir Penelitian.


1. Penentuan Parameter Geometri
Geometri yang digunakan pada tugas akhir ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh P.Karthik, V. Kumaresan, R.Velraj (2015). Model yang digunakan
adalah fin-and-tube heat exchanger dengan jarak antar fin 3 mm dengan susunan tube
inline. Fin yang digunakan memiliki dimensi 51mm x 67,2 mm seperti pada gambar
10.2 berikut.

Gambar 10. 1 Geometri fin.

Diameter tube yang digunakan adalah 3,2 mm dengan jarak fin 3mm, transverse tube
pitch 9,6 mm, longitudinal tube pitch 28 mm, louver angle 26°, louver pitch 1,2 mm
Untuk jenis fin yang digunakan louver dengan flat tube compact heat exchanger.
Gambar 10. 2 Design louver fin.

Selain menggunakan sudut serang 26°, variasi sudut serang lain yang digunakan adalah
30° dan 45°.

2. Simulasi Desain
Setelah geometri ditentukan, proses simulasi menggunakan Computational Fluid
Dynamics dapat dimulai. Pada tahap pre-processing dilakukan pembuatan geometri,
mesh dan penentuan kondisi batas serta karakteristik fluida. Pembuatan geometri
dilakukan sesuai dengan referensi. Setelah geometri dibuat, gambar geometri di-
import ke software untuk dilakukan proses meshing. Meshing adalah pembagian
geometri yang sudah dibuat menjadi elemen-elemen kecil. Setelah meshing selesai,
maka hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah penetuan kondisi batas. Adapun
kondisi batas pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
Tabel 10. 1 Kondisi Batas Simulasi
Kondisi Batas Keterangan
Tipe Velocity Inlet
Inlet Kecepatan Udara 1.8 m/s
Temperatur 300 K
Tipe Stationary Wall
Dinding Tube
Temperatur 330 K
Outlet Tipe Outflow
Model viskositas yang digunakan pada tugas akhir ini adalah K-espilon karena akurat
dalam perhitungan aliran fluida yang melibatkan swirl flow, lapisan batas yang
memiliki gradient tekanan besar, separasi, dan resirkulasi [10].
Persamaan model standard k-epsilon adalah sebagai berikut [11]
Turbulence Kinetic Energy
𝜕𝑘 𝜕𝑘 𝜕𝑈 𝜕 𝜇 𝜕𝑘
𝜌 𝜕𝑡 + 𝜌𝑈𝑗 𝜕𝑥 = 𝜏𝑖𝑗 𝜕𝑥 𝑖 − 𝜌𝜖 + 𝜕𝑥 [(𝜇 + 𝜎𝑇 ) 𝜕𝑥 ] (10.1)
𝑗 𝑗 𝑗 𝑘 𝑗
Dissipation Rate
𝜕𝜖 𝜕𝜖 𝜖 𝜕𝑈 𝜖2 𝜕 𝜇 𝜕𝜖
𝜌 𝜕𝑡 + 𝜌𝑈𝑗 𝜕𝑥 = 𝐶𝜖1 𝑘 𝜏𝑖𝑗 𝜕𝑥 𝑖 − 𝐶𝜖2 𝜌 + 𝜕𝑥 [(𝜇 + 𝜎𝑇 ) 𝜕𝑥 ] (10.2)
𝑗 𝑗 𝑘 𝑗 𝜖 𝑗
Viscosity
𝜇 𝑇 = 𝜌𝐶𝜇 𝑘 2 /𝜖 (10.3)
Dengan konstanta sebagai berikut
𝐶𝜖1 = 1.44
𝐶𝜖2 = 1.92
𝐶𝜇 = 0.09
𝜎𝑘 = 1
𝜎𝜖 = 1.3
3. Pengambilan Data
Setelah simulasi selesai, data-data hasil simulasi seperti profil aliran, profil temperatur,
profil tekanan pada heat exchanger, temperatur masukan dan keluaran udara akan
diverifikasi sebelum diolah dan dianalisa lebih lanjut.
4. Analisis Data
Analisa data dilakukan setelah semua data hasil simulasi sudah selesai diverifikasi.
Teori yang sudah dipelajari pada tahap studi literatur akan digunakan pada tahap ini.
Tahap ini akan membahas karakteristik aliran pada heat exchanger, hubungan
koefisien perpindahan panas dengan bilangan Reynolds dan resistansi termal, serta
hubungan pressure drop dengan kecepatan fluida.
5. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan sesuai dengan hasil analisa data yang telah dilakukan.
6. Penyusunan Laporan Akhir
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pelaksanaan tugas akhir. Laporan ini memuat
hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

X. Jadwal Kegiatan
Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan tugas akhir yang akan dijalankan:
Tabel 10.1 Jadwal Kegiatan Tugas Akhir
I II III IV
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur
2 Penentuan Geometri
3 Pembuatan Geometri
4 Proses meshing
5 Post-prosessing
6 Analisis dan Hasil
7 Kesimpulan
8 Penyusunan Laporan Tugas Akhir
9 Pembimbingan
XI. Daftar Pustaka

[1] Bergles, A.E. (1999).Enhanced heat transfer:Endles frontier, or mature and routine?
J.Enhnced Heat Transfer.

[2] D. C. Wilcox, Turbulence Modeling for CFD, California, 1994.

[3] F. P. Incropera, D. P. Dewitt, T. L. Bergman and A. S. Lavine, Fundamentals of Heat and Mass
Transfer Seventh Edition, Canada: John Wiley and Sons, 2011.

[4] F. Tuakia, Dasar-Dasar CFD Menggunakan Fluent, Bandung: Informatika Bandung, 2008.

[5] Incropera, F.P, Dewitt, D.P, Bergman, T.L, Lavine A.S. “Fundamental of Heat Mass
Transfer, 6th Edition”, John Wiley & Sons, 2007

[6] J.-Y. Jang, M.-C. Wu and W.-J. Chang, "Numerical and experimental studies of three
dimensional plate-fin and tube heat exchangers," International Journal Heat Mass Transfer, vol.
39, pp. 3057-3066, 1996.

J. Leu, M. Liu, J. Liaw, C. Wang, A numerical investigation of Louvered fin and tube
[7] heat exchanger having circular and oval tube configurations, Int. J. Heat Mass Transf. 44
(2001) 4235– 4243.

[8] Kays, W. M., and A.L. London: Heat Transfer and Flow Friction Characteristicof some
compact heat exchanger Surfaces-part I. ASME, vol.72,pp.1075-1085,1950.

[9] http://ethesis.nitrkl.ac.in/297/1/DESIGN_OF_COMPACT_PLATE_FIN_HEAT_EXCH
ANGER2.pdf
[10] T. Välikangas, S. Singh, K. Sørensen and T. Condra, "Fin-and-tube heat exchanger enhancement
with a combined," International Journal of Heat and Mass Transfer, vol. 118, pp. 602-616, 2017.

X. Zhang, D.K. Tafti, Flow efficiency in multi-louvered fins, Int. J. Heat Mass Transf. 46
[11] (2003) 1737–1750

Anda mungkin juga menyukai