\
|
+
|
|
.
|
\
|
+ =
h
c
c
h
w
w
h h
dA
dA
h
1
dA
dA
k
x
h
1
U
1
(1)
dan
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 8 dari 26
|
|
.
|
\
|
+
|
|
.
|
\
|
+ =
c
h
h
c
w
w
c c
dA
dA
h
1
dA
dA
k
x
h
1
U
1
(2)
panas fluida dasar atas n keseluruha panas tahanan
U
1
: dimana
h
=
pelat tas konduktivi k
pelat tebal x
dingin fluida di panas n perpindaha koefisien h
panas fluida di panas n perpindaha koefisien h
dingin fluida dasar atas n keseluruha panas tahanan
U
1
w
c
h
c
=
=
=
=
=
Perpindahan panas menjadi:
) T U(T
dA
dQ
c h
= (3)
h w, h
h
T T
dA
dQ
h
= (4)
c c w,
c
T T
dA
dQ
h
= (5)
dQ/dA adalah fluks panas per unit perpindahan panas di maan perbedaan temperatur (T
h
-
T
c
). U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, T
w
adalah temperatur dinding
pelat. Gradien temperatur pada proses konveksi paksa ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Gradien temperatur pada proses konveksi paksa [McCabe, 1993]
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 9 dari 26
Karena harga T
h
dan T
c
berbeda untuk tiap titik, digunakan beda temperatur rata-
rata logaritmik (T
LMTD
). Secara matematis dirumuskan:
|
|
.
|
\
|
=
2
1
2 1
LMTD
T
T
ln
T T
T (6)
Untuk fluida dengan aliran single pass, T
LMTD
harus dikoreksi dengan faktor 0.95.
Koreksi perlu dilakukan agar nilai yang diperoleh lebih valid. Untuk memperoleh harga
faktor koreksi (F
t
) perlu terlebih dahulu dicari nilai dari konstanta tak berdimensi Z dan
H
. Dimana:
( )
( )
i c, o c,
o h, i h,
T T
T T
Z
= (7)
dan
( )
( )
i c, i h,
i c, o c,
T T
T T
H
= (8)
Kemudian, dengan mengaluirkannilai Z dan
H
pada Gambar 6, diperoleh nilai F
t
.
IV.5 Variabel Keadaan
Secara matematis tujuan percobaan ini adalah mencari nilai a, b, c pada
persamaan:
c
PR
b
RE NU
.N a.N N = (9)
Dari persamaan si atas terlihat bahwa ada beberapa variable keadaan yang terlibat, yaitu
bilangan Reynolds, bilangan Prandtl, dan bilangan Nusselt. Bilangan Reynolds
menggambarkan karakteristik aliran fluida apakah bersifat laminar atau turbulen.
Bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik termal fluida. Sedangkan bilangan Nusselt
menggambarkan karakteristik proses perpindahan panas.
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan
sebagai perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viscous dalam system aliran
fluida. Secara matematis dapat dirumuskan:
.d.v
N
RE
= (10)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 10 dari 26
dimana = densitas fluida (kg/m
3
)
v = laju alir fluida (m/s
2
)
= viskositas fluida (ms
2
/kg)
D = diameter (m)
Gambar 6 Faktor koreksi temperatur untuk aliran cross-current [McCabe, 1993]
Berikut adalah densitas fluida udara pada tekanan atmosferik:
Temperatur (K) 273.15 288.15
Densitas (g/L) 1.2928 1.2250
Aliran fluida cair pada tube bersifat laminar bila bilangan Reynolds kurang dari
2100. Pada rentang bilangan Reynolds antara 2100-6000 fluida mengalir pada regim
transisi. Sedangkan jika bilangan Reynolds sudah lebih dari 6000 aliran fluida tergolong
turbulen.
Bilangan Prandtl merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan sebagai
pebandingan antara kapasitas panas fluida dikalikan viskositas terhadap konduktivitas
termal fluida. Secara matematis bilangan Prandtl dirumuskan sebagai:
k
. C
N
p
PR
= (11)
dimana Cp = kapasitas panas fluida
= viskositas fluida
k = konduktivitas termal fluida
Berikut ini adalah bilangan Prandtl fluida udara pada tekanan atmosferik:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 11 dari 26
Temperatur
(K)
Bilangan
Prandtl
160
200
240
280
300
350
400
450
500
0.754
0.738
0.724
0.710
0.705
0.699
0.694
0.691
0.689
Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai bilangan Prandtl udara relatif konstan
sehingga korelasi bilangan tak berdimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi:
b
RE NU
a.N N = ( 12)
) (N ln b a ln ) (N ln
RE NU
+ = (13)
Persamaan (12) dan (13) tersebutlah yang merupakan persamaan yang
menunjukkan korelasi antara bilangan Nusselt dengan bilangan Reynolds.
Bilangan Nusselt didefinisikan sebagai perbandingan antara gradien dinding
(dT/dy)
w
terhadap gradien temperatur (T-T
w
)/D. Secara matematis dapat ditulis:
w
w
NU
T T
dy
dT
D.
k
hD
N
|
|
.
|
\
|
= = (14)
Dari persamaan tersebut, terlihat ada beberapa variabel yang mempengaruhi
besarnya nilai bilangan Nusselt, yaitu koefisien perpindahan panas, konveksi h, diameter
ekivalen pelat D, dan konduktivitas termal fluida k. Nilai konduktivitas termal fluida
udara pada beerbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut;
Temperatur (K) 300 350 400 500 600 700 800
k
udara
(10
-2
W/mK) 2.62 3.00 3.38 4.07 4.69 5.24 5.73
IV.6 Korelasi Data
Untuk aliran turbulen pada penukar panas jenis pelat, Marriot (1971)
memberikan korelasi sebagai berikut
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 12 dari 26
d
c
PR
b
RE NU
w
. N a.N N
|
|
.
|
\
|
= (15)
dimana N
NU
= bilangan Nusselt
N
RE
= bilangan Reynolds
N
PR
= bilangan Prandtl
= viskositas fluida
w
= viskositas fluida di lapisan batas
a = 0.15-0.40
b =0.65-0.85
c = 0.30-0.45
d = 0.05-0.20
Persamaan khusus yang digunakan Marriot (1971) adalah:
0.15
0.333
PR
0.668
RE NU
w
. N .N 374 . 0 N
|
|
.
|
\
|
= (16)
Persamaan ini berlaku untuk fluida operasi air-air dengan rentang bilangan
Reynolds antara 10-10000. Karena dan w dapat dianggap sama, maka Troupe (1960)
merumuskan hubungan di atas menjadi:
0.4
PR
0.65
RE
s
l
NU
N ).N 0.0505 (0.383 N = (17)
dengan besaran l adalah panjang saluran dan besaran s adalah jarak aliran lokal. Untuk
pelat dengan satu macam struktur geometri, perbandingan l/s besarnya antara 1.5 sampai
10, tetapi untuk banyak tipe seperti pelat dengan struktur geometri yang bersilangan,
perbandingan l/s sulit ditentukan. Untuk aliran laminar Sieder-State merumuskan
hubungan sebagai berikut:
0.14
w
0.333
h PR RE NU
/L) .d N a(.N N
|
|
.
|
\
|
= (18)
IV.7 Neraca Massa dan Energi pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik alat perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya
2. laju alir fluida
3. tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 13 dari 26
4. letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas
tersebut.
Dalam neraca entalpi pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi bahwa
dalam penukar kalor tidak terjadi kerja poros, sedang energi mekanik, energi potensial,
dan nergi kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan suku-suku lain dalam persamaan
neraca energi. Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor
Q= m (H
b
-H
a
) (19)
Dimana, m = laju aliran massa dalam arus tersebut
t
Q
q = = laju perpindahan kalor ke dalam arus
H
a
dan H
b
= entalpi per satuan massa arus pada waktu masuk dan pada waktu
keluar.
Penggunaan laju perpindahan kalor dapat lebih disederhanakan dengan asumsi
salah satu dari fluida dapat mengambil kalor dan melepaskan kalor ke udara sekitar jika
fluida itu lebih dingin dari udara. Perpindahan kalor dari atau ke udara sekiktar dibuat
sekecil mungkin dengan isolasi yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan
terhadap perpindahan kalor yang melalui dinding tabung yang memisahkan udara panas
dan udara dingin. Dengan asumsi tersebut, perpindahan kalor pada fluida panas adalah:
m
h
(H
hb
H
ha
) = q
h
(20)
sedangakan untuk fluida dingin adalah :
m
c
(H
cb
H
ca
) = q
c
(21)
Tanda qc positif sedangkan tanda q
h
negatif karena fluida panas menerima kalor
sedangkan fluida dingin melepas kalor. Dengan asumsi tidak ada kalor yang terbuang ke
lingkungan, maka
q
c
= -q
h
(23)
Maka persamaan neraca entalpi keseluruhan adalah
m
h
C
ph
(T
hb
T
ha
) = m
c
C
pb
.(T
cb
T
ca
) = q
c
(24)
Perhitungan perpindahan klalor didasarkan atas luas penukaran pemanasan yang
dinyatakan dalam laju panas per luas permukaan atas dasar luas bidang tempat
berlangsungnya aliran panas. Laju perpindahan kalor per satuan luas disebut fluks kalor.
Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam pemanas ataupun
pendingin akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami pemanasan, suhu
minimum terdapat pada dinding pemanas, dan meningkat berangsur sampai ke pusat.
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 14 dari 26
Suhu rata-rata dalah suhu yang dicapai bila keseluruhan fluida yang mengalir melalui
penampang dikeluarkan dan dicampurkan secara adiabatik sehingga didapatkan satu suhu
yang seragam.
Fluks panas terjadi dengan driving force perbedaan suhu yaitu T
h
-T
c
(T). T
h
adalah suhu rata-rata fluida panas dan T
c
adalah suhu rata-rata fluida dingin. Perbedaan
suhu tersebut disebut Overall Local Temperature Difference. Dalam suatu alat penukar
panas T tersebut berubah dari suatu titik ke titik lain sehingga fluks juga berubah. Fluks
lokal adalah dq/dA sebanding dengan nilai T pada tiap titik menurut persamaan
dA
dq
= U.T (25)
U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall).
Untuk menyelesaikan integrasi tersebut harus diasumsikan beberapa pengandaian untuk
penyederhanaan antara lain :
1. Koefisien U bernilai konstan
2. Kalor spesifik fluida panas dan fluida dingin konstan
3. Pertukaran kalor dengan lingkungan diabaikan
4. Aliran tunak dapat searah maupuin berlawanan arah
Supaya asumsi-asumsi ini dapat berlaku benar maka nilai T harus kecil karena
sebetulnya parameter-parameter tersebut merupakan fungsi suhu. Perhitungan T ini
dihitung secara LMTD.
V. Rancangan Percobaan
V.1 Perangkat dan Alat Ukur
Untuk dapat melaksanakan percobaan ini diperlukan beberapa peralatan.
Peralatan yang digunakan adalah:
1. Kompresor
2. Model fisik alat penukar panas jenis pelat
3. Valve (kerangan)
4. Rotameter
5. Pemanas listrik (heater)
6. Termometer-termokopel
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 15 dari 26
Susunan peralatan secara skematik disajikan pada gambar 7. Aliran udara ke
penukar panas dikontrol oleh valve. Sebelum udara dialirkan ke alat penukar panas jenis
pelat oleh kompresor, udara terlebih dahulu dipaskan oleh pemanas udara (heater) sampai
temperatur sekitar 360-400
0
C. Udara pendingin yang dialirkan memiliki temperatur sama
dengan temperatur ruang dan pada tekanan atmosferik. Sedangkan laju alir udara diukur
dengan rotameter.
Gambar 7 Skema rangkaian peralatan percobaan
Termometer diletakkan pada aliran masuk dan keluar udara dan flue gas untuk
mengetahui perubahan temperatur yang terjadi pada penukar panas jenis pelat.
V.1.1 Alat Penukar Panas Saluran Jamak
Alat penukar panas saluran jamak memiliki spesifikasi aliran berupa saluran
jamak banyak laluan (multipass) untuk aliran udara pendingin dan saluran tunggal untuk
aliran flue gas. Dengan adanya saluran jamak ini, perpindahan panas berlangsung secara
bertahap sehingga laju penurunan temperatur flue gas lebih teratur.
Fluida panas (flue gas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah udara yang
berasal dari kerangan (valve) yang dipanaskan oleh alat pemanas udara (heater) dan
udara ambient sebagai fluida dingin. Rancangan alat penukar panas saluran jamak
ditampikan pada gambar 8 dan gambar 9 berikut:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 16 dari 26
Gambar 8 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi udara
Gambar 9 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi flue gas
V.1.2 Alat Penukar Panas Berlawanan Arah (Counter Current Plate Heat
Exchanger)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah berlawanan dan keluar sistem
dalam arah yang berlawanan juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 10 dan gambar 11.
Dengan skema peralatan tersebut diharapkan hasil yang diperoleh dapat memenuhi
rentang bilangan Reynolds antara 10-400 seperti yang ditekankan Marriot (1971).
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 17 dari 26
Gambar 10 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi udara
Gambar 11 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi flue gas
V.1.3 Alat Penukar Panas Bersilangan Arah (Cross Current Plate Heat Exchanger)
Bila kedua fluida mengalir sepanjang permukaan perpindahan panas dalam
gerakan yang tegak lurus satu dengan lainnya, maka penukar panasnya dikatakan berjenis
aliran silang (cross flow). Pada sistem ini, udara bergerak menyilang melalui matriks
perpindahan panas yang dilalui flue gas.
Aliran fluida panas dan dingin pada penukar panas pelat beraliran silang yang
akan digunakan pada percobaan ini tidak saling bercampur (unmixed). Hal ini disebabkan
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 18 dari 26
oleh adanya sekat yang memisahkan aliran kedua fluida tersebut. Skema peralatan
penukar panas pelat beraliran silang ini ditampilkan pada gambar 12.
Gambar 12 Alat penukar panas jenis pelat bersilangan arah
V.2 Bahan/ Zat Kimia
Fluida udara panas/ flue gas yang bertemperatur sekitar 400
0
C dan fluida
pendingin berupa udara bertemperatur ruang.
V.3. Langkah Percobaan
Diagram alir praktikum perpindahan panas konveksi ini disajikan pada gambar
13 berikut:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 19 dari 26
Pemilihan jenis pelat
yang akan digunakan
Percobaan pendahuluan berupa kalibrasi
rotameter dan termometer
Percobaan I dan II pada jenis pelat
multipass dengan variasi laju alir fluida
panas dan fluida dingin
Percobaan III dan IV pada jenis pelat
counter current dengan variasi laju alir
fluida panas dan fluida dingin
Percobaan V dan VI pada jenis pelat
cross current dengan variasi laju alir
fluida panas dan fluida dingin
Penentuan karakteristik perpindahan
panas berupa Q, U, h, N
RE
, dan N
NU
Pengolahan data dan
analsis hasil percobaan
Gambar 13 diagram alir percobaan perpindahan panas secara konveksi
V.4 Metoda Pengukuran
Parameter percobaan diperoleh datanya dari termometer/termokopel yang
dipasang pada aliran inlet dan outlet baik untuk fluida panas/ flue gas maupun fluida
dingin. Sedangkan pengukuran variabel percobaan diperoleh dari pengukuran laju alir
fluida dengan flowmeter yang sudah dikalibrasi. Kalibrasi flowmeter dilakukan pada
percobaan pendahuluan dengan menggunakan orifice meter.
Parameter yang diamati adalah:
1. temperatur masuk flue gas (T
h,i
)
2. temperatur keluar flue gas (T
h,o
)
3. temperatur masuk udara pendingin (T
c,i
)
4. temperatur keluar udara pendingin (T
c,o
)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 20 dari 26
Sedangkan variabel percobaan yang digunakan pada percobaan ini adalah laju alir massa
flue gas (m
h
) dan laju alir massa udara pendingin (m
c
).
V.5 Data Literatur
Data-data literatur berikut diperlukan dalam pengolahan data pada praktikum
Modul Perpindahan Panas antara lain:
1. Densitas fluida sebagai fungsi suhu
2. Kapasitas panas (Cp) fluida sebagai fungsi suhu
3. Viskositas fluida sebagai fungsi suhu
4. Konduktivitas fluida sebagai fungsi suhu
5. Titik didih fluida sebagai fungsi tekanan
V.6 Data Percobaan
Berdasarkan parameter-parameter percobaan pada butir V.3 nilai data-
data berikut harus didapat dari percobaan:
1. Data kalibrasi termometer
Termometer No. T es mencair (
0
C) T air mendidih (
0
C)
2. Data kalibrasi rotameter
Skala t (s) Laju alir
3. Data Percobaan Utama yang terdiri dari:
1. Kalor yang dipindahkan fluida panas
2. Kalor yang dipindahkan fluida dingin
3. Suhu awal dan akhir fluida dingin
4. Suhu awal dan akhir fluida panas
5. Suhu awal dan akhir dinding media pertukaran panas
Jenis aliran panas : counter current / co-current
1 2 3 4 5 6 7
m
h
(L/s)
m
c
(L/s)
Q
h
(kal)
Q
c
(kal)
T
hi
(
0
C)
T
ho
(
0
C)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 21 dari 26
T
ci
(
0
C)
T
co
(
0
C)
T
wi,1
(
0
C)
T
w1,2
(
0
C)
T
wo
(
0
C)
V.7 Analisis Data Percobaan
Dari penjabaran di atas, diketahui bahwa data percobaan yang diperoleh berupa
T
h,i
, T
h,o
, T
c,i
, T
c,o
, laju alir flue gas (v
f
) dan laju alir udara pendingin (v
u
). Dari data
percobaan ini dapat dihitung nilai dari parameter-parameter karakteristik perpindahan
panas. Paraemeter-parameter karakteristik perpindahan panas meliputi laju perpindahan
panas Q, fluks kalor hilang q
loss
, koefisien peprindahan panas keseluruhan U, dan
koefisien perpindahan panas konveksi h. Maisng-masing parameter dijelaskan pada
bagian berikut:
V.7.1 Laju Perpindahan Panas Q
Laju perpindahan panas dapat dinyatakan sebagai berikut:
) T (T * Cp * m Q
i o
=
Untuk fluida pendingin:
) T (T * C ) T (T * Cp * m Qc
i c, o c, c i c, o c, c c
= =
Sedangkan, untuk flue gas:
) T (T * C ) T (T * Cp * m Q
o h, i h, h i h, o h, h h h
= =
dimana:
Q = Laju perpindahan panas, kcal/s
m = laju alir massa, kg/s
Cp = kapasitas panas fluida, kcal/kg.K
T = temperatur fluida
C = kapasitas perpindahan panas, kcal/s.K
c
= pada sisi fluida dingin (cold)
h
= pada sisi fluida panas (hot)
i
= pada sisi inlet
o
= pada sisi outlet
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 22 dari 26
Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas dapat dihitung laju
perpindahan panas baik untuk fluida panas maupun fluida dingin (Q
c
dan Q
h
). Dari data
vu dan vf dapat kita hitung mh dan mc dengan persamaan:
A * v * m
h h
=
dimana:
v = laju alir linier fluida, m/s
= densitas fluida, kg/m
3
A = luas bidang kontak, m
2
V.7.2 Fluks Kalor Hilang (q
loss
)
Dalam proses perpindahan panas, tidak semua kalor terlibat dalam proses. Ada
sebagian kalor yang lepas ke lingkungan yang cukup mempengaruhi proses perpindahan
panas tersebut. Fluks kalor yang hilang ini didefinisikan sebagai:
( )
loss
o i
j
loss
q
B
T - T
* k
A
Q
= = |
.
|
\
|
dimana:
Q = laju alir kalor, kcal/s
T = suhu, K
i
= masuk (in)
o
= keluar (out)
k
j
= kondukstivitas termal jaket
B = tebal kaowol
A = luas permukaan perpindahan panas
Dengan diperolehnya nilai qloss untuk masing-masing fluida maka dapat
dihitung Q
operasi
untuk masing-masing fluida dengan persamaan:
Q
operasi
= Q qA,
dimana notasi + berlaku untuk fluida idngin dan notasi berlaku untuk fluida panas.
V.7.3 Koefisien Peprindahan Panas
Koefisien perpindahan panas yang terlibat dapat dibagi menjadi koefisien
perpindahan panas kleseluruhan U, dan koefieien perpindahan panas konveksi, h.
Penentuan nilai U dilakukan dengan menggunakan persamaan:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 23 dari 26
LMTD
operasi
T Ft a
Q
U
=
. * *
Nilai Qoperasi adalah nilai fluks kalor nyata yang telah dikoreksi dengan qloss. A
menunjukkan luas area peprindahan panas. Nilai Ft diperoleh dari persamaan
( )
( )
( )
( )
i c, i h,
i c, o c,
i c, o c,
o h, i h,
T T
T T
H dan
T T
T T
Z
\
|
=
2
1
2 1
LMTD
T
T
ln
T T
T
Penentuan nilai h untuk salah satu sisi menggunakan persamaan:
c h
h
1
k
x
h
1
U
1
+ + =
Dimana U diperoleh dari persamaan di atas, x adalah tebal dinding pelat, k adalah
konduktivitas termal bahan, dan hh dan hc asing-masing adalah koefisien perpindahan
konveksi untuk sisi flue gas dan sisi fluida dingin.
Nilai h
h
dan h
c
adalah besaran yang ingin dicari secara bersamaan. Karena ada 2
variabel yang hendak dicari, maka perlu adanya penurunan persamaan. Penurrunan
persamaan yang dimaksud adalah:
( )
( )
1 '
k
k
d
d
k
k
d
d
1
U'
h
1
U'
h
h
1
h
1
U'
1
h
1
h
1
h
h
h
1
U'
1
h
1
dan
h
1
h
1
k
x
U
1
c
h
h
c
c
h
h
c
1
,
1
,
h
h
h
h
h
c
c
h
h c
c h
= =
|
|
.
|
\
|
|
|
.
|
\
|
|
|
.
|
\
|
|
|
.
|
\
|
(
(
=
(
= =
=
+ = +
a
N
N
b
c RE
h RE
Dengan lebih sederhana persamaan tersebut menjadi:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 24 dari 26
( )
( )
)
(
(
+ =
b
c RE
h RE
hi
N
N
U
1
,
1
,
h
1 ' h
dengan
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
2 1
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2
2
,
1
,
2
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2 h
1
,
1
,
1 h
' ' 1 ' 1 '
1 ' 1 '
1 '
1 '
1
sehingga
1 ' h
1 ' h
h h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
U U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
=
(
(
(
(
(
(
+ =
(
(
(
(
(
(
+
=
(
(
+ =
(
(
+ =
Dengan memasukkan nilai variabel N
RE
dan U baik sisi fluida panas maupun sisi fluida
dingin, dapat diperoleh nilai b. Dengan ketentuan notasi h dan c berlaku untuk fluida
panas dan dingin, serta notasi 1 dan 2 menyatakan data percobaan ke-1 dan ke-2. Dengan
diperolehnya nilai b dapat dihitung nilai h
h
dan h
c
.
V.8 Variabel Keadaan
Langkah berikutnya adalah menentukan nilai variabel keadaan yang terlibat, N
RE
dan N
NU
untuk masing-masing sisi fluida panas maupun fluida dingin. Nilai N
RE
dihitung
dengan
.d.v
N
RE
= dan nilai N
NU
dengan persamaan
w
w
NU
T T
dy
dT
D.
k
hD
N
|
|
.
|
\
|
= =
Setelah memperoleh nilai masing-masing variabel keadaan, dapat ditentukan korelasi
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 25 dari 26
antara N
RE
dan N
NU
dengan menggunakan persamaan: ) (N ln b a ln ) (N ln
RE NU
+ =
Korelasi ini merupakan korelasi yang menunjukkan karakteristik spesifik dari masing-
masing jenis penukar pelat.
V.9 Langkah Pengolahan Data
1. Kalibrasi Termometer
b d
l b, l d,
T - T
T - T
Kalibrasi Faktor =
dimana T
d,l
= titik didih fluida mnurut literatur
T
b,l
= titik beku fluida menurut literatur
T
b
= titik beku air yang terbaca termometer
T
d
= titik didih air yang terbaca termometer
2. Penentuan LMTD
a. Aliran Co-Current
)] T - )/(T T - ln[(T
) T - (T - ) T - (T
LMTD
co ho ci hi
co ho ci hi
=
b. Aliran Counter-Current
)] T - )/(T T - ln[(T
) T - (T - ) T - (T
LMTD
co hi ci ho
co hi ci ho
=
Dimana : T
ho
= suhu keluar fluida panas
T
hi
= suhu masuk fluida panas
T
co
= suhu keluar fluida dingin
T
ci
= suhu masuk fluida dingin
3. Penentuan N
RE
dan N
PR
v d. .
N
RE
=
k
. Cp
N
PR
=
Dimana : = densitas fluida
v = laju alir fluida
d = diameter saluran
Cp = kapasitas panas fluida
= viskositas fluida
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
Departemen Teknik Kimia ITB
Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 26 dari 26
k = kondukrivitas termal fluida
4. Penentuan koefisien perpindahan panas konveksi (h)
Jika N
RE
< 2100
3
1
PR RE
)
l
d
. .N .(N
d
k
h =
Jika 2100 < <10000
3
1
PR RE
) N . N .
L
d
.
4
k
( 2. .
d
k
h =
Jika >10000
0,023 . N . N .
d
k
h
3
1
PR
0,8
RE
=
Dimana L adalah panjang pipa alat penukar panas.
5. Penentuan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U)
a. U teoretis
Do
Di
ho D
Di
Kw
Xw
LMTD
.
1
.
hi
1
1
t Ui,
+ +
=
b. U eksperimen
LMTD
eks
At
T Cp. m.
Ui,
=
Daftar Pustaka
1. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 5
rd
Edition, McGraw-Hill
Book Co., Singapore, 1993, pp. 309-369.
2. Brown, G.G., Unit Operatons, Charles E. Tutle Co., Tokyo, 1960, pp. 415-447.
3. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perrys Chemical Engineers Handbook,
6
th
Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984, Section 11 pp. 11-1 to 11-31
4. Manual Sheet (attached at the rig).