Anda di halaman 1dari 26

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB







-1/26-



MODUL 2.04 Perpindahan Panas Secara Konveksi

I. Pendahuluan

Perpindahan panas adalah salah satu faktor yang sangat menentukan operasional
suatu pabrik Kimia. Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya
didasarkan pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan kalor. Perpindahan panas
akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara 2 bagian benda. Panas akan
berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Panas dapat berpindah
dengan 3 cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada peristiwa konduksi, panas
akan berpindah tanpa diiukti aliran medium perpindahan panas. Panas akaan berpindah
secara estafet dari satu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada
peristiwa konveksi, perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara
termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas. Pada
peristiwa radiasi, energi berpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Ada beberapa alat penukar panas yang umum digunakan pada industri. Alat-alat
penukar panas tersebut antara lain: double pipe, shell and tube, plate-frame, spiral, dan
lamella.Penukar panas jenis plate and frame mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-
N. Banyak penelitian yang telah dilakukan pada penukar panas jenis ini, namun
umumnya fluida operasi yang digunakan adalah air.
Pada praktikum ini, fluida yang digunakan adalah udara. Fluida udara
dimanfaatkan sebagai fluida operasi karena kalor yang dihasilkan flue gas dari operasi
suatu pabrik belum dimanfaatkan secara maksimal. Praktikum ini juga merupakan salah
satu usaha pengakjian lebih dalam mengenai flue gas.
Hasil praktikum diharapkan tampil dalam bentuk korelasi
b
RE NU
a.N N = .
Dengan demikian didapat korelasi antara bilangan Reynolds dengan bilangan Nusselt.





Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 2 dari 26

II. Tujuan

Tujuan praktikum Modul Perpindahan Panas adalah:
1. Praktikan mempelajari peristiwa/ fenomena perpindahan panas melalui percobaan
penukar panas jenis plate and frame
2. Praktikan mampu memilih konfigurasi sistem perpindahan panas yang paling baik

III. Sasaran

Pada akhir praktikum diharapakan :
1. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk variasi
tertentu seperti laju alir, temperatur masuk, arah aliran, dan/atau letak fluida
2. Praktikan menentukan nilai koefisien perpindahan panas secara empiris
3. Praktikan dapat memperoleh konfigurasi dengan koefisien perpindahan panas terbaik
4. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Retnolds dengan bilangan Nusselt.

IV. Tinjaun Pustaka

Pengoperasian suatu pabrik tidak lepas dari proses perpindahan panas yang
terjadi antara dua fluida yang berbeda temperaturnya. Alat yang digunakan adalah
penukar panas (heat exchanger). Penukar panas adalah peralatan proses yang digunakan
untuk memindahkan panas dari dua fluida yang berbeda dimana perpindahan panasnya
dapat terjadi secara langsusng (kedua fluida mengalami pengontakan) ataupun secara
tidak langsung (dibatasi oleh suatu dinidng pemisah/ sekat). Fluida yang mengalami
pertukaran panas dapat berupa fasa cair-cair, cair-gas, dan gas-gas.
Dalam melakukan perancangan penukar panas harus diperhitungkan faktor
perpindahan panas pada fluida dan kebutuhan daya pompa mekanis untuk mengatasi gaya
gesek dan menggerakkan fluida. Penukar panas untuk fluida kerja yang memiliki rapat
massa besar (fluida cair), energi yang hilang akibat gesekan reletif lebih kecil daripada
energi yang dibutuhkan sehingga pengaruh yang merugikan ini jarang diperhitungkan.
Sedangkan untuk fluida yang rapat massanya rendah seperti gas, penambahan energi
mekanik dapat lebih besar dari laju panas yang dipertukarkan. Pada sistem pembangkit
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 3 dari 26

daya termal, energi mekanik dapat mencapai 4 sampai 10 kali energi panas yang
dibutuhkan.
Ada tiga tipe penukar panas yang sering digunakan, yakni plate and frame/
gaskette plate (umumnya disebut plate exchanger), spiral plate, dan lamella. Kesamaan
dari ketiga konfigurasi ini adalah permukaan pemindahan panas sama-sama terdiri dari
paralel lempeng logam yang dipisahkan permukaan kontak dan panas yang diterima
mengubah aliran fluida pada saluran tipis.
Penukar panas jenis plate adalah penukar panas yang dapat memindahkan panas
lebih baik dari 2 konfigurasi lainnya. Kelebihan lain penukar panas jenis plate ini adalah:
1. fleksibel dalam penyusunan arah alir fluida
2. memiliki laju perpindahan panas yang tinggi
3. mudah dalam pengecekan/ inspeksi dan perawatan.
Proses pertukaran panas di industri digunakan untuk pemenuhan kebutuhan unit
proses dan untuk konservasi energi. Penukar panas yang baik adalah yang memiliki laju
perpindahan panas seoptimal mungkin. Ketidakoptimalan laju perpindahan panas
ditentukan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan (U). Hasil-hasil penelitian yang
telah dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan fluks massa udara dapat
meningkatkan nilai U untuk setiap laju alir massa flue gas konstan pada lat penukar panas
jenis plat. Marriot (1971) membatasi rentang bilangan Reynolds yang efektif untuk fluida
operasi gas-gas adalah 10-400. Pada bilangan Reynolds yang terlalu tinggi, laju alir
fluida juga akan tinggi, yang akan menyebabkan perpindahan panas tidak efektif.
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan penukar panas plate and frame
dengan beberapa karakteristik, antara lain penukar panas pelat bersaluran jamak banyak
saluran, beraliran berlawanan arah, dan beraliran menyilang. Variabel yang terlibat dalam
percobaan ini adalah besarnya laju alir massa fluida yang menentukan bilangan Reynolds
operasi. Laju alir fluida dihitung dengan menggunakan rotameter yang telah dikalibrasi
terleih dahulu. Pembacaan temperatur fluida menggunakan termokopel yang ditempatkan
pada aliran masuk dan keluar fluida panas maupun fluida dingin. Karakteristik yang akan
diamati berupa laju perpindahan panas Q, fluks kalor hilang q
loss
, koefisien perpindahan
panas konveksi h, bilangan Reynolds, dan bilangan Nusselt.



Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 4 dari 26

IV.1 Penukar Panas Jenis Pelat
Penukar panas adalah alat yang digunakan untuk mempertukarkan panas secara
kontinue dari suatu medium ke medium lainnya dengan membawa energi panas. Secara
umum ada 2 tipe penukar panas, yaitu:
1. direct heat exchanger, dimana kedua medium penukar panas saling kontak satu
sama lain.
2. indirect heat exchanger, dimana kedua media penukar panas dipisakan oleh
sekat/ dinding dan panas yang berpindah juga melewatinya.
Yang tergolong indirect HE adalah penukar panas jenis shell and tube, pelat,
dan spiral. Sedangkan yang tergolong direct HE adalah cooling tower dimana operasi
perpindahanpanasnya terjadi akibat adanaya pengontakan langsung antara air dan udara.
Penukar anas jenis pelat memberikan hasil yang lebih baik dalam proses
pertuakran panas, karena:
1. menggunakan material tipis untuk permukaan penukar panas sehingga
menurunkan tahanan panas selama konduksi
2. memberikan derajat turbulensi yang tinggi yang memberikan nilai konveksi yang
besar sehingga meningkatkan nilai U dan juga menimbulkan self cleaning effect
3. Faktor-faktor fouling kecil karena:
a. aliran turbulen yang tinggimenyebabkan padatan tersuspensi
b. profil kecepatan pada pelat menjadi seragam
c. permukaan pelat secara umum smooth
d. laju korosi rendah
e. mempunyai nilai ekonomis dalam instalasi karena hanya membutuhkan
tempat 1/4 sampai 1/10 tempat yang dibutuhkan tube dan spiral
f. mudah dalam modifikasi dan pemeliharaan
g. penukar panas jenis pelat dapat memindahkan panas secara efisien
bahkan pada beda temperatur sebesar 1
0
C sekalipun
h. penukar panas jenis pelat juga fleksibel dalam pemeliharaan aliran.
Menurut Bell (1959) ada beberapa tipe aliran fluida dalam pelat heat exchanger,
yaitu:
1. seri
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya rendah dan beda
temperaturnya tinggi
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 5 dari 26

2. paralel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya lebih besar dan beda
temperaturnya rendah
3. seri paralel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alir dan beda temperaurnya tidak
terlalu tinggi (menengah)
Penukar panas jenis pelat terdiri atas pelat-pelat tegak lurus yang dipisahkan
sekat-sekat berukuran antara 2 sampai 5 mm. Pelat-pelat ini berbentuk empat persegi
panjang dengan tiap sudutnya terdapat lubang. Melalui dua di antara lubang-lubang ini
fluida yang satu dialirkan masuk dan keluar pada satu sisi, sedangkan fluida yang lian
karena adanya sekat mengalir melalui ruang antara di sebelahnya. Struktur umum
penukar panas kenis pelat yang dipublikasikan Marriot, 1971 dapat dilihat pada gambar 1
berikut.

Gambar 1 Penukar panas jenis pelat [Marriot, 1971]

Banyak pelat bergelombang, sehingga aliran turbulen sudah tercapai pada
bilanagn Reynolds antara 10-400. Pelat yang lebih tipis akan memberikan perpindahan
panas yang lebih efisien, uniform, dan proses kontrol yang lebih baik. Berdasarkan
konstruksinya, penukar panas pelat dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu Gasketted Plate
Heat Exchanger dan Brazed Plate Heat Exchanger.
Gasketted plate heat exchanger mudah dimodifikasi karena desiannya fleksibel.
Fungsi utama gasket adalah menjaga tekanan fluida, menjaga laju alir fluida dan
mencegah pencampuran fluida. Selain iu, gasket juga mudah dibuka untuk kontrol dan
pembersihan. Brazed plate heat exchanger adalah pengembangan jenis
gasket.Kelebihannya adalah lebih kompak, dan digunakan untuk tekanan dan temperatur
tinggi.

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 6 dari 26

IV.3 Jenis-Jenis Plate Heat Exchanger
Pada percobaan ini, studi terhadap penuakr panas jenis pelat didasarkan pada
ragam aliran fluida operasi. Berdasarkan hal ini penukar panas jenis pelat dapat
dibedakan menjadi:
1. penukar panas pelat beraliran jamak (multipass plate heat exchanger)
2. penukar panas pelat berlawanan arah (countercurrent plate heat exchanger)
3. penukar panas pelat bersilangan arah (crosscurrent plate heat exchanger)
Alat penukar panas saluran jamak memiliki spesifikasi aliran berupa saluran
jamak laluan (multipass) untuk aliran udara pendingin dan saluran tunggal untuk aliran
flue gas. Penukar panas pelat secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2. Proses
pertukaran panas pada penukar panas jenis ini secara sederhana mirip dengan proses
pertukaran panas pada penuakr panas pipa ganda (double pipe heat excanger).
Perbedaannya terletak pada bentuk alur laluan fluida. Pada pipa ganda alur laluan fluida
pendinginnya sejajar dengan alur laluan fluida panasnya. Baik fluida dingin maupun
panas memiliki alur aliran yang lurus (smooth ). Sedangkan pada penukar panas pelat
beraliran jamak alur laluan fluida dingin membentuk hutuf U dan sejajar dengan alur
laluan fluida panas.







Gambar 2 Penukar panas jenis pelat berlairan jamak (multi-pass)

Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas, dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah yang berlawanan dan keluar
sistem dalam arah yang berlawanan juga. Gambar 3 menunjukkan skema arah aliran pada
penukar pelat berlawanan arah.
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 7 dari 26


Gambar 3 Penukar panas pelat berlawanan arah (counter current)
Pada penukar panas pelat bersilangan arah, udara bergerak menyilang melalui
matriks perpindahan panas yang dilalui oleh flue gas. Arah matriks perpindahan panas
pada penukar panas jenis ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Penukar panas bersilangan arah (cross-current)

IV.4 Koefisien Perpindahan Panas
Perpindahan panas antara dua fluida yang dipisahkan oleh pelat terjadi secara
konduksi dan konveksi. Jika konduksi dan konveksi secara berurutan, maka tahanan
panas yang terlibat (konduksi dan konveksi) dapat dijumlahkan untuk memperoleh
koefisien perpindahan panas keseluruhan (U).
Besaran 1/U
h
dan 1/U
c
disebut tahanan keseluruhan terhdap perpindahan panas
dan merupakan jumlah seri dari tahanan di fasa fluida panas, pelat, dan fluida dingin.
Secara metemais dapat dirumuskan:
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+ =
h
c
c
h
w
w
h h
dA
dA
h
1
dA
dA
k
x
h
1
U
1
(1)
dan
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 8 dari 26

|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+ =
c
h
h
c
w
w
c c
dA
dA
h
1
dA
dA
k
x
h
1
U
1
(2)
panas fluida dasar atas n keseluruha panas tahanan
U
1
: dimana
h
=

pelat tas konduktivi k
pelat tebal x
dingin fluida di panas n perpindaha koefisien h
panas fluida di panas n perpindaha koefisien h
dingin fluida dasar atas n keseluruha panas tahanan
U
1
w
c
h
c
=
=
=
=
=

Perpindahan panas menjadi:
) T U(T
dA
dQ
c h
= (3)
h w, h
h
T T
dA
dQ
h

= (4)
c c w,
c
T T
dA
dQ
h

= (5)
dQ/dA adalah fluks panas per unit perpindahan panas di maan perbedaan temperatur (T
h
-
T
c
). U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, T
w
adalah temperatur dinding
pelat. Gradien temperatur pada proses konveksi paksa ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Gradien temperatur pada proses konveksi paksa [McCabe, 1993]
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 9 dari 26


Karena harga T
h
dan T
c
berbeda untuk tiap titik, digunakan beda temperatur rata-
rata logaritmik (T
LMTD
). Secara matematis dirumuskan:
|
|
.
|

\
|

=
2
1
2 1
LMTD
T
T
ln
T T
T (6)
Untuk fluida dengan aliran single pass, T
LMTD
harus dikoreksi dengan faktor 0.95.
Koreksi perlu dilakukan agar nilai yang diperoleh lebih valid. Untuk memperoleh harga
faktor koreksi (F
t
) perlu terlebih dahulu dicari nilai dari konstanta tak berdimensi Z dan

H
. Dimana:
( )
( )
i c, o c,
o h, i h,
T T
T T
Z

= (7)
dan
( )
( )
i c, i h,
i c, o c,
T T
T T
H

= (8)
Kemudian, dengan mengaluirkannilai Z dan
H
pada Gambar 6, diperoleh nilai F
t
.

IV.5 Variabel Keadaan
Secara matematis tujuan percobaan ini adalah mencari nilai a, b, c pada
persamaan:
c
PR
b
RE NU
.N a.N N = (9)
Dari persamaan si atas terlihat bahwa ada beberapa variable keadaan yang terlibat, yaitu
bilangan Reynolds, bilangan Prandtl, dan bilangan Nusselt. Bilangan Reynolds
menggambarkan karakteristik aliran fluida apakah bersifat laminar atau turbulen.
Bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik termal fluida. Sedangkan bilangan Nusselt
menggambarkan karakteristik proses perpindahan panas.
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan
sebagai perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viscous dalam system aliran
fluida. Secara matematis dapat dirumuskan:

.d.v
N
RE
= (10)

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 10 dari 26

dimana = densitas fluida (kg/m
3
)
v = laju alir fluida (m/s
2
)
= viskositas fluida (ms
2
/kg)
D = diameter (m)










Gambar 6 Faktor koreksi temperatur untuk aliran cross-current [McCabe, 1993]
Berikut adalah densitas fluida udara pada tekanan atmosferik:
Temperatur (K) 273.15 288.15
Densitas (g/L) 1.2928 1.2250

Aliran fluida cair pada tube bersifat laminar bila bilangan Reynolds kurang dari
2100. Pada rentang bilangan Reynolds antara 2100-6000 fluida mengalir pada regim
transisi. Sedangkan jika bilangan Reynolds sudah lebih dari 6000 aliran fluida tergolong
turbulen.
Bilangan Prandtl merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan sebagai
pebandingan antara kapasitas panas fluida dikalikan viskositas terhadap konduktivitas
termal fluida. Secara matematis bilangan Prandtl dirumuskan sebagai:
k
. C
N
p
PR
= (11)
dimana Cp = kapasitas panas fluida
= viskositas fluida
k = konduktivitas termal fluida
Berikut ini adalah bilangan Prandtl fluida udara pada tekanan atmosferik:

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 11 dari 26

Temperatur
(K)
Bilangan
Prandtl
160
200
240
280
300
350
400
450
500
0.754
0.738
0.724
0.710
0.705
0.699
0.694
0.691
0.689

Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai bilangan Prandtl udara relatif konstan
sehingga korelasi bilangan tak berdimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi:
b
RE NU
a.N N = ( 12)
) (N ln b a ln ) (N ln
RE NU
+ = (13)
Persamaan (12) dan (13) tersebutlah yang merupakan persamaan yang
menunjukkan korelasi antara bilangan Nusselt dengan bilangan Reynolds.
Bilangan Nusselt didefinisikan sebagai perbandingan antara gradien dinding
(dT/dy)
w
terhadap gradien temperatur (T-T
w
)/D. Secara matematis dapat ditulis:
w
w
NU
T T
dy
dT
D.
k
hD
N

|
|
.
|

\
|
= = (14)
Dari persamaan tersebut, terlihat ada beberapa variabel yang mempengaruhi
besarnya nilai bilangan Nusselt, yaitu koefisien perpindahan panas, konveksi h, diameter
ekivalen pelat D, dan konduktivitas termal fluida k. Nilai konduktivitas termal fluida
udara pada beerbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut;
Temperatur (K) 300 350 400 500 600 700 800
k
udara
(10
-2
W/mK) 2.62 3.00 3.38 4.07 4.69 5.24 5.73

IV.6 Korelasi Data
Untuk aliran turbulen pada penukar panas jenis pelat, Marriot (1971)
memberikan korelasi sebagai berikut
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 12 dari 26

d
c
PR
b
RE NU
w

. N a.N N
|
|
.
|

\
|
= (15)
dimana N
NU
= bilangan Nusselt
N
RE
= bilangan Reynolds
N
PR
= bilangan Prandtl
= viskositas fluida

w
= viskositas fluida di lapisan batas
a = 0.15-0.40
b =0.65-0.85
c = 0.30-0.45
d = 0.05-0.20
Persamaan khusus yang digunakan Marriot (1971) adalah:
0.15
0.333
PR
0.668
RE NU
w

. N .N 374 . 0 N
|
|
.
|

\
|
= (16)
Persamaan ini berlaku untuk fluida operasi air-air dengan rentang bilangan
Reynolds antara 10-10000. Karena dan w dapat dianggap sama, maka Troupe (1960)
merumuskan hubungan di atas menjadi:
0.4
PR
0.65
RE
s
l
NU
N ).N 0.0505 (0.383 N = (17)
dengan besaran l adalah panjang saluran dan besaran s adalah jarak aliran lokal. Untuk
pelat dengan satu macam struktur geometri, perbandingan l/s besarnya antara 1.5 sampai
10, tetapi untuk banyak tipe seperti pelat dengan struktur geometri yang bersilangan,
perbandingan l/s sulit ditentukan. Untuk aliran laminar Sieder-State merumuskan
hubungan sebagai berikut:
0.14
w
0.333
h PR RE NU

/L) .d N a(.N N
|
|
.
|

\
|
= (18)

IV.7 Neraca Massa dan Energi pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik alat perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya
2. laju alir fluida
3. tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 13 dari 26

4. letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas
tersebut.
Dalam neraca entalpi pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi bahwa
dalam penukar kalor tidak terjadi kerja poros, sedang energi mekanik, energi potensial,
dan nergi kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan suku-suku lain dalam persamaan
neraca energi. Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor
Q= m (H
b
-H
a
) (19)
Dimana, m = laju aliran massa dalam arus tersebut
t
Q
q = = laju perpindahan kalor ke dalam arus
H
a
dan H
b
= entalpi per satuan massa arus pada waktu masuk dan pada waktu
keluar.
Penggunaan laju perpindahan kalor dapat lebih disederhanakan dengan asumsi
salah satu dari fluida dapat mengambil kalor dan melepaskan kalor ke udara sekitar jika
fluida itu lebih dingin dari udara. Perpindahan kalor dari atau ke udara sekiktar dibuat
sekecil mungkin dengan isolasi yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan
terhadap perpindahan kalor yang melalui dinding tabung yang memisahkan udara panas
dan udara dingin. Dengan asumsi tersebut, perpindahan kalor pada fluida panas adalah:
m
h
(H
hb
H
ha
) = q
h
(20)
sedangakan untuk fluida dingin adalah :
m
c
(H
cb
H
ca
) = q
c
(21)
Tanda qc positif sedangkan tanda q
h
negatif karena fluida panas menerima kalor
sedangkan fluida dingin melepas kalor. Dengan asumsi tidak ada kalor yang terbuang ke
lingkungan, maka
q
c
= -q
h
(23)
Maka persamaan neraca entalpi keseluruhan adalah
m
h
C
ph
(T
hb
T
ha
) = m
c
C
pb
.(T
cb
T
ca
) = q
c
(24)
Perhitungan perpindahan klalor didasarkan atas luas penukaran pemanasan yang
dinyatakan dalam laju panas per luas permukaan atas dasar luas bidang tempat
berlangsungnya aliran panas. Laju perpindahan kalor per satuan luas disebut fluks kalor.
Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam pemanas ataupun
pendingin akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami pemanasan, suhu
minimum terdapat pada dinding pemanas, dan meningkat berangsur sampai ke pusat.
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 14 dari 26

Suhu rata-rata dalah suhu yang dicapai bila keseluruhan fluida yang mengalir melalui
penampang dikeluarkan dan dicampurkan secara adiabatik sehingga didapatkan satu suhu
yang seragam.
Fluks panas terjadi dengan driving force perbedaan suhu yaitu T
h
-T
c
(T). T
h

adalah suhu rata-rata fluida panas dan T
c
adalah suhu rata-rata fluida dingin. Perbedaan
suhu tersebut disebut Overall Local Temperature Difference. Dalam suatu alat penukar
panas T tersebut berubah dari suatu titik ke titik lain sehingga fluks juga berubah. Fluks
lokal adalah dq/dA sebanding dengan nilai T pada tiap titik menurut persamaan
dA
dq
= U.T (25)
U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall).
Untuk menyelesaikan integrasi tersebut harus diasumsikan beberapa pengandaian untuk
penyederhanaan antara lain :
1. Koefisien U bernilai konstan
2. Kalor spesifik fluida panas dan fluida dingin konstan
3. Pertukaran kalor dengan lingkungan diabaikan
4. Aliran tunak dapat searah maupuin berlawanan arah
Supaya asumsi-asumsi ini dapat berlaku benar maka nilai T harus kecil karena
sebetulnya parameter-parameter tersebut merupakan fungsi suhu. Perhitungan T ini
dihitung secara LMTD.


V. Rancangan Percobaan

V.1 Perangkat dan Alat Ukur
Untuk dapat melaksanakan percobaan ini diperlukan beberapa peralatan.
Peralatan yang digunakan adalah:
1. Kompresor
2. Model fisik alat penukar panas jenis pelat
3. Valve (kerangan)
4. Rotameter
5. Pemanas listrik (heater)
6. Termometer-termokopel
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 15 dari 26

Susunan peralatan secara skematik disajikan pada gambar 7. Aliran udara ke
penukar panas dikontrol oleh valve. Sebelum udara dialirkan ke alat penukar panas jenis
pelat oleh kompresor, udara terlebih dahulu dipaskan oleh pemanas udara (heater) sampai
temperatur sekitar 360-400
0
C. Udara pendingin yang dialirkan memiliki temperatur sama
dengan temperatur ruang dan pada tekanan atmosferik. Sedangkan laju alir udara diukur
dengan rotameter.

Gambar 7 Skema rangkaian peralatan percobaan

Termometer diletakkan pada aliran masuk dan keluar udara dan flue gas untuk
mengetahui perubahan temperatur yang terjadi pada penukar panas jenis pelat.

V.1.1 Alat Penukar Panas Saluran Jamak
Alat penukar panas saluran jamak memiliki spesifikasi aliran berupa saluran
jamak banyak laluan (multipass) untuk aliran udara pendingin dan saluran tunggal untuk
aliran flue gas. Dengan adanya saluran jamak ini, perpindahan panas berlangsung secara
bertahap sehingga laju penurunan temperatur flue gas lebih teratur.
Fluida panas (flue gas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah udara yang
berasal dari kerangan (valve) yang dipanaskan oleh alat pemanas udara (heater) dan
udara ambient sebagai fluida dingin. Rancangan alat penukar panas saluran jamak
ditampikan pada gambar 8 dan gambar 9 berikut:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 16 dari 26


Gambar 8 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi udara

Gambar 9 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi flue gas
V.1.2 Alat Penukar Panas Berlawanan Arah (Counter Current Plate Heat
Exchanger)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah berlawanan dan keluar sistem
dalam arah yang berlawanan juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 10 dan gambar 11.
Dengan skema peralatan tersebut diharapkan hasil yang diperoleh dapat memenuhi
rentang bilangan Reynolds antara 10-400 seperti yang ditekankan Marriot (1971).
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 17 dari 26


Gambar 10 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi udara

Gambar 11 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi flue gas



V.1.3 Alat Penukar Panas Bersilangan Arah (Cross Current Plate Heat Exchanger)
Bila kedua fluida mengalir sepanjang permukaan perpindahan panas dalam
gerakan yang tegak lurus satu dengan lainnya, maka penukar panasnya dikatakan berjenis
aliran silang (cross flow). Pada sistem ini, udara bergerak menyilang melalui matriks
perpindahan panas yang dilalui flue gas.
Aliran fluida panas dan dingin pada penukar panas pelat beraliran silang yang
akan digunakan pada percobaan ini tidak saling bercampur (unmixed). Hal ini disebabkan
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 18 dari 26

oleh adanya sekat yang memisahkan aliran kedua fluida tersebut. Skema peralatan
penukar panas pelat beraliran silang ini ditampilkan pada gambar 12.

Gambar 12 Alat penukar panas jenis pelat bersilangan arah

V.2 Bahan/ Zat Kimia
Fluida udara panas/ flue gas yang bertemperatur sekitar 400
0
C dan fluida
pendingin berupa udara bertemperatur ruang.

V.3. Langkah Percobaan
Diagram alir praktikum perpindahan panas konveksi ini disajikan pada gambar
13 berikut:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 19 dari 26


Pemilihan jenis pelat
yang akan digunakan
Percobaan pendahuluan berupa kalibrasi
rotameter dan termometer
Percobaan I dan II pada jenis pelat
multipass dengan variasi laju alir fluida
panas dan fluida dingin
Percobaan III dan IV pada jenis pelat
counter current dengan variasi laju alir
fluida panas dan fluida dingin
Percobaan V dan VI pada jenis pelat
cross current dengan variasi laju alir
fluida panas dan fluida dingin
Penentuan karakteristik perpindahan
panas berupa Q, U, h, N
RE
, dan N
NU

Pengolahan data dan
analsis hasil percobaan

Gambar 13 diagram alir percobaan perpindahan panas secara konveksi

V.4 Metoda Pengukuran
Parameter percobaan diperoleh datanya dari termometer/termokopel yang
dipasang pada aliran inlet dan outlet baik untuk fluida panas/ flue gas maupun fluida
dingin. Sedangkan pengukuran variabel percobaan diperoleh dari pengukuran laju alir
fluida dengan flowmeter yang sudah dikalibrasi. Kalibrasi flowmeter dilakukan pada
percobaan pendahuluan dengan menggunakan orifice meter.
Parameter yang diamati adalah:
1. temperatur masuk flue gas (T
h,i
)
2. temperatur keluar flue gas (T
h,o
)
3. temperatur masuk udara pendingin (T
c,i
)
4. temperatur keluar udara pendingin (T
c,o
)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 20 dari 26

Sedangkan variabel percobaan yang digunakan pada percobaan ini adalah laju alir massa
flue gas (m
h
) dan laju alir massa udara pendingin (m
c
).

V.5 Data Literatur
Data-data literatur berikut diperlukan dalam pengolahan data pada praktikum
Modul Perpindahan Panas antara lain:
1. Densitas fluida sebagai fungsi suhu
2. Kapasitas panas (Cp) fluida sebagai fungsi suhu
3. Viskositas fluida sebagai fungsi suhu
4. Konduktivitas fluida sebagai fungsi suhu
5. Titik didih fluida sebagai fungsi tekanan

V.6 Data Percobaan
Berdasarkan parameter-parameter percobaan pada butir V.3 nilai data-
data berikut harus didapat dari percobaan:
1. Data kalibrasi termometer
Termometer No. T es mencair (
0
C) T air mendidih (
0
C)


2. Data kalibrasi rotameter
Skala t (s) Laju alir


3. Data Percobaan Utama yang terdiri dari:
1. Kalor yang dipindahkan fluida panas
2. Kalor yang dipindahkan fluida dingin
3. Suhu awal dan akhir fluida dingin
4. Suhu awal dan akhir fluida panas
5. Suhu awal dan akhir dinding media pertukaran panas
Jenis aliran panas : counter current / co-current
1 2 3 4 5 6 7
m
h
(L/s)
m
c
(L/s)
Q
h
(kal)
Q
c
(kal)
T
hi
(
0
C)
T
ho
(
0
C)
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 21 dari 26

T
ci
(
0
C)
T
co
(
0
C)
T
wi,1
(
0
C)
T
w1,2
(
0
C)
T
wo
(
0
C)


V.7 Analisis Data Percobaan
Dari penjabaran di atas, diketahui bahwa data percobaan yang diperoleh berupa
T
h,i
, T
h,o
, T
c,i
, T
c,o
, laju alir flue gas (v
f
) dan laju alir udara pendingin (v
u
). Dari data
percobaan ini dapat dihitung nilai dari parameter-parameter karakteristik perpindahan
panas. Paraemeter-parameter karakteristik perpindahan panas meliputi laju perpindahan
panas Q, fluks kalor hilang q
loss
, koefisien peprindahan panas keseluruhan U, dan
koefisien perpindahan panas konveksi h. Maisng-masing parameter dijelaskan pada
bagian berikut:

V.7.1 Laju Perpindahan Panas Q
Laju perpindahan panas dapat dinyatakan sebagai berikut:
) T (T * Cp * m Q
i o
=
Untuk fluida pendingin:
) T (T * C ) T (T * Cp * m Qc
i c, o c, c i c, o c, c c
= =
Sedangkan, untuk flue gas:
) T (T * C ) T (T * Cp * m Q
o h, i h, h i h, o h, h h h
= =
dimana:
Q = Laju perpindahan panas, kcal/s
m = laju alir massa, kg/s
Cp = kapasitas panas fluida, kcal/kg.K
T = temperatur fluida
C = kapasitas perpindahan panas, kcal/s.K
c
= pada sisi fluida dingin (cold)
h
= pada sisi fluida panas (hot)
i
= pada sisi inlet
o
= pada sisi outlet
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 22 dari 26

Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas dapat dihitung laju
perpindahan panas baik untuk fluida panas maupun fluida dingin (Q
c
dan Q
h
). Dari data
vu dan vf dapat kita hitung mh dan mc dengan persamaan:
A * v * m
h h
=
dimana:
v = laju alir linier fluida, m/s
= densitas fluida, kg/m
3

A = luas bidang kontak, m
2


V.7.2 Fluks Kalor Hilang (q
loss
)
Dalam proses perpindahan panas, tidak semua kalor terlibat dalam proses. Ada
sebagian kalor yang lepas ke lingkungan yang cukup mempengaruhi proses perpindahan
panas tersebut. Fluks kalor yang hilang ini didefinisikan sebagai:
( )
loss
o i
j
loss
q
B
T - T
* k
A
Q
= = |
.
|

\
|

dimana:
Q = laju alir kalor, kcal/s
T = suhu, K
i
= masuk (in)
o
= keluar (out)
k
j
= kondukstivitas termal jaket
B = tebal kaowol
A = luas permukaan perpindahan panas
Dengan diperolehnya nilai qloss untuk masing-masing fluida maka dapat
dihitung Q
operasi
untuk masing-masing fluida dengan persamaan:
Q
operasi
= Q qA,
dimana notasi + berlaku untuk fluida idngin dan notasi berlaku untuk fluida panas.

V.7.3 Koefisien Peprindahan Panas
Koefisien perpindahan panas yang terlibat dapat dibagi menjadi koefisien
perpindahan panas kleseluruhan U, dan koefieien perpindahan panas konveksi, h.
Penentuan nilai U dilakukan dengan menggunakan persamaan:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 23 dari 26

LMTD
operasi
T Ft a
Q
U

=
. * *

Nilai Qoperasi adalah nilai fluks kalor nyata yang telah dikoreksi dengan qloss. A
menunjukkan luas area peprindahan panas. Nilai Ft diperoleh dari persamaan
( )
( )
( )
( )
i c, i h,
i c, o c,
i c, o c,
o h, i h,
T T
T T
H dan
T T
T T
Z

= dan Gambar.... Nilai T


LMTD
dihitung dengan
persamaan:
|
|
.
|

\
|

=
2
1
2 1
LMTD
T
T
ln
T T
T
Penentuan nilai h untuk salah satu sisi menggunakan persamaan:
c h
h
1
k
x
h
1
U
1
+ + =
Dimana U diperoleh dari persamaan di atas, x adalah tebal dinding pelat, k adalah
konduktivitas termal bahan, dan hh dan hc asing-masing adalah koefisien perpindahan
konveksi untuk sisi flue gas dan sisi fluida dingin.
Nilai h
h
dan h
c
adalah besaran yang ingin dicari secara bersamaan. Karena ada 2
variabel yang hendak dicari, maka perlu adanya penurunan persamaan. Penurrunan
persamaan yang dimaksud adalah:
( )
( )
1 '
k
k
d
d
k
k
d
d
1
U'
h
1
U'
h
h
1
h
1
U'
1
h
1
h
1
h
h
h
1
U'
1
h
1
dan
h
1
h
1
k
x
U
1
c
h
h
c
c
h
h
c
1
,
1
,
h
h
h
h
h
c
c
h
h c
c h
= =
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
(
(

=
(

= =
=
+ = +
a
N
N
b
c RE
h RE

Dengan lebih sederhana persamaan tersebut menjadi:
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 24 dari 26

( )
( )

)

(
(

+ =
b
c RE
h RE
hi
N
N
U
1
,
1
,
h
1 ' h
dengan
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
2 1
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2
2
,
1
,
2
1
,
1
,
1
2
,
1
,
2 h
1
,
1
,
1 h
' ' 1 ' 1 '
1 ' 1 '
1 '
1 '
1
sehingga
1 ' h
1 ' h
h h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
b
c RE
h RE
h
U U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
N
N
U
=

(
(

(
(

(
(

+ =

(
(

(
(

(
(

+
=

(
(

+ =

(
(

+ =

Dengan memasukkan nilai variabel N
RE
dan U baik sisi fluida panas maupun sisi fluida
dingin, dapat diperoleh nilai b. Dengan ketentuan notasi h dan c berlaku untuk fluida
panas dan dingin, serta notasi 1 dan 2 menyatakan data percobaan ke-1 dan ke-2. Dengan
diperolehnya nilai b dapat dihitung nilai h
h
dan h
c
.

V.8 Variabel Keadaan
Langkah berikutnya adalah menentukan nilai variabel keadaan yang terlibat, N
RE

dan N
NU
untuk masing-masing sisi fluida panas maupun fluida dingin. Nilai N
RE
dihitung
dengan

.d.v
N
RE
= dan nilai N
NU
dengan persamaan
w
w
NU
T T
dy
dT
D.
k
hD
N

|
|
.
|

\
|
= =
Setelah memperoleh nilai masing-masing variabel keadaan, dapat ditentukan korelasi
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 25 dari 26

antara N
RE
dan N
NU
dengan menggunakan persamaan: ) (N ln b a ln ) (N ln
RE NU
+ =
Korelasi ini merupakan korelasi yang menunjukkan karakteristik spesifik dari masing-
masing jenis penukar pelat.


V.9 Langkah Pengolahan Data
1. Kalibrasi Termometer
b d
l b, l d,
T - T
T - T
Kalibrasi Faktor =
dimana T
d,l
= titik didih fluida mnurut literatur
T
b,l
= titik beku fluida menurut literatur
T
b
= titik beku air yang terbaca termometer
T
d
= titik didih air yang terbaca termometer
2. Penentuan LMTD
a. Aliran Co-Current
)] T - )/(T T - ln[(T
) T - (T - ) T - (T
LMTD
co ho ci hi
co ho ci hi
=
b. Aliran Counter-Current
)] T - )/(T T - ln[(T
) T - (T - ) T - (T
LMTD
co hi ci ho
co hi ci ho
=
Dimana : T
ho
= suhu keluar fluida panas
T
hi
= suhu masuk fluida panas
T
co
= suhu keluar fluida dingin
T
ci
= suhu masuk fluida dingin
3. Penentuan N
RE
dan N
PR

v d. .
N
RE
=
k
. Cp
N
PR
=
Dimana : = densitas fluida
v = laju alir fluida
d = diameter saluran
Cp = kapasitas panas fluida
= viskositas fluida
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB




Modul 2.04 Perpindahan Panas Halaman 26 dari 26

k = kondukrivitas termal fluida
4. Penentuan koefisien perpindahan panas konveksi (h)
Jika N
RE
< 2100
3
1
PR RE
)
l
d
. .N .(N
d
k
h =
Jika 2100 < <10000
3
1
PR RE
) N . N .
L
d
.
4
k
( 2. .
d
k
h =
Jika >10000
0,023 . N . N .
d
k
h
3
1
PR
0,8
RE
=
Dimana L adalah panjang pipa alat penukar panas.
5. Penentuan koefisien perpindahan panas menyeluruh (U)
a. U teoretis
Do
Di
ho D
Di
Kw
Xw
LMTD
.
1
.
hi
1
1
t Ui,
+ +
=
b. U eksperimen
LMTD
eks
At
T Cp. m.
Ui,

=

Daftar Pustaka
1. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 5
rd
Edition, McGraw-Hill
Book Co., Singapore, 1993, pp. 309-369.
2. Brown, G.G., Unit Operatons, Charles E. Tutle Co., Tokyo, 1960, pp. 415-447.
3. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perrys Chemical Engineers Handbook,
6
th
Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984, Section 11 pp. 11-1 to 11-31
4. Manual Sheet (attached at the rig).

Anda mungkin juga menyukai