Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes


aegypty masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Di Indonesia,
demam berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun 1968 di DKI
Jakarta dan Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga propinsi di
Indonesia.1
Pada tahun 2008 didapatkanangka kesakitan 58,85/ 100.000 penduduk.
Angka kematian menurun dengan stabil dari 41% pada tahun 1968 menjadi
kurang dari 2% sejak tahun 2000, dan pada tahun 2008 angka kematian menurun
menjadi 0,86%.Semua serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia, namun
serotipe virus den-3 masih dominan menyebabkan kasus dengue yang berat dan
fatal.1
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile
illness ), demam dengue, demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah
dengue disertai syok ( dengue shock syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi
klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD dan
DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es
yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent
dengue infection dan demam dengue ) merupakan dasarnya.2
Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup
pada kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok
pada DBD, dengue shock syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskular yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi
organ. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan adekuat pada fase awal syok
merupakan dasar utama pengobatan DSS. Prognosis kegawatan DBD tergantung
pada pengenalan, pengobatan yang tepat segera dan pemantauan ketat syok. Oleh
karena itu peran dokter sangat membantu untuk menurunkan angka kematian.3

1
KASUS

1. IDENTITAS PENDERITA
 Nama : Anak AA
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tanggal lahir : 02 Februari 2009
 Usia : 6 tahun 10 bulan
 Agama : Islam
 Tanggal masuk : 8Desember 2015

2. ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Kaki dan tangan dingin
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kaki dan tangan dingin dengan panas (+)
telah dialami sejak 4 hari SMRS, panas timbul mendadak dan terus
menerus namun turun dengan pemberian obat penurun panas. Menggigil
(+), kejang (-), sakit kepala (+). Ibu pasien mengatakan anaknya terasa
dingin ketika malam hari. Pasien juga mengalami muntah (+) sebanyak 3
kali 1 hari SMRS dan 1 kali di UGD, isi muntah makanan padat dan cair,
lendir (+), darah (-), tidak menyemprot. mimisan (-), gusi berdarah (-)
perdarahan tempat lain (-). Muntah didahului oleh sakit perut, sakit perut
dirasakan diseluruh bagian perut. BAB biasa, warna kuning. BAK
berkurang sejak demam. Batuk (-), sesak (-), flu (-). Pasien tidak memiliki
riwayat keluar kota sebelumnya.
 Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien belum pernah menderita gejala
seperti ini sebelumnya
 Riwayat penyakit keluarga : di dalam keluarga tidak ada yang sakit
seperti ini.
 Riwayat Persalinan : Anak lahir normal, dibantu bidan, BBL (?), PBL
(?). tidak ada masalah saat lahir

2
 Anamnesis makanan : Pasien mengkomsumsi ASI dari 0-2 tahun,
susu formula 6-sekarang, bubur mulai usia 4 bulan, dan makanan dewasa 1
tahun- sekarang
 Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Polio Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG Usia 3 bulan
- Vaksin DPT Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak Usia 9 bulan

3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Lethargi
 Berat Badan : 14 Kg
 Tinggi Badan : 102 cm
 Status Gizi : Gizi baik (CDC 93%)
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 140 Kali/menit, kecil lemah
- Suhu : 37,6o C
- Respirasi : 24 kali/menit
- TD : 80/60 mmhg
 Kulit : ruam (-), RLT (+), CRT > 2detik
 Kepala : Normosefal, mata cekung (+), anemis (+), konjungtiva
pucat (-/-), scleraikterik (-),Rhinorrhea (-), otorrhea (-), Lidah kotor (-),
bibir pecah-pecah (+), tonsil sulit dinilai
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru

3
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, massa (-), distensi (-), cicatrix (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen
- Palpasi : Organomegali (+) Hepatomegali, nyeri tekan (-)
- Genital : Tidak ditemukan kelainan, terpasang kateter urine.
- Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral dingin (+),
edema (-)
- Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
- Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik
- Refleks : Fisiologis (+), Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (IGD, tanggal 8 Desember 2015)
Darah Rutin
Red Blood Cell 5,93. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 44,8 % (35,0-55,0%)
Platelet 22. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 8,1.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 15,1 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Laboratorium (Catelia, tanggal 9 Desember 2015)


Red Blood Cell 6,18. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)

4
Hematocrit 44,7 % (35,0-55,0%)
Platelet 9. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 8,37.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 15,5 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Laboratorium (Catelia, tanggal 10 Desember 2015)


Red Blood Cell 4,27. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32 % (35,0-55,0%)
Platelet 44. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 8,05.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 10,8 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Laboratorium (Catelia, tanggal 11 Desember 2015)


Red Blood Cell 4,46. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32,6 % (35,0-55,0%)
Platelet 102. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 9,13.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 11,3 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

5. RESUME
Pasien laki-laki 6 tahun 10 bulandatang dengan kaki tangan dingin dengan
panas (+) yang telah dialami sejak 4 hari SMRS, panas timbul mendadak
dan terus menerus namun turun dengan pemberian obat penurun
panas,sakit kepala (+). Ibu pasien mengatakan anaknya terasa dingin
ketika malam hari. Pasien juga mengalami muntah (+) sebanyak 3 kali 1
hari SMRS dan 1 kali di UGD. Muntah didahului oleh sakit perut, sakit
perut dirasakan diseluruh bagian perut. BAK berkurang sejak demam.
Dari pemeriksaan fisik, denyut nadi: 140 kali/menit, lemah, Suhu:37,6oC,
Respirasi: 24 kali/menit, tekanan darah 80/60 mmHg, CRT > 2detik. Mata
cekung (+), anemis (+), bibir pecah-pecah, akral dingin.
Laboratorium: Platelet 22. 109/L , hematocrit 44,8 %.

5
6. DIAGNOSIS
Dengue Shock Sindrome(DSS)

7. TERAPI
Medikamentosa:
- O2 2 liter per menit
1
- IVFD Ringer asetat 20 cc/kgbb/30 menit 300 cc/30 menit , 200 tpm
nilai kembali: nadi 140 kali/menit kecil, lemah syok belum teratasi
Ringer asetat guyur 300 cc/30 menit 2
, 200 tpmnilai: nadi 102
kali/menit, lemah syok teratasi, selanjutnya :
- IVFD 10 cc/kgbb/jam  140 cc/jam 
140 cc/jam  46 tpm
-  nilai KU, tanda vital, diuresis  keadaan membaik  jumlah cairan
diturunkan secara bertahap menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kgbb/jam  hentikan
IVFD setelah 48 jam syok teratasi
- pasang kateter urine
- observasi keadaan umum, tanda vital dan diuresis
Non medikamentosa
- tirah baring
- minum air banyak
- asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya

8. ANJURAN
- Darah lengkap
- IgG – IgM anti dengue

FOLLOW UP
Catelia, 9 Desember 2015
Subjek (S) : Panas (-),batuk (+), BAK warna merah, sakit perut kanan
atas, sakit kepala
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit berat

6
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 80 kali/menit, cukup kuat
o Respirasi : 32 kali/menit
o Suhu : 36,80C
o TD : 80/50 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
- mata anemis (+), cekung (+), bibir kering
- perdarahan (-), organomegali (-)
- akral hangat
e. Pemeriksaan Penunjang
f. Laboratorium (Catelia, tanggal 9 Desember 2015)
- Red Blood Cell 6,18. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
- Hematocrit 44,7 % (35,0-55,0%)
- Platelet 9. 109/L (150-450 109/L)
- White Blood Cell 12,37.109/L (3,5-10,0 109/L)
- Hemoglobin 15,5 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Syok Sindrom Dengue


Plan (P) :
- IVFD cairan 10 cc/kgbb/jam  140 cc/jam  2 cabang infus
140 cc/jam  46 tpm
- Transfusi trombosit

Catelia, 10 Desember 2015


Subjek (S) : Panas (+), napas cepat, sedikit sesak, BAK kemerahan (-),
makan sedikit, badan dan mata bengkak
Objek (O) :
g. Keadaan Umum : Sakit sedang
h. Kesadaran : Compos mentis
i. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 98 kali/menit, kuat angkat
o Respirasi : 36 kali/menit
o Suhu : 37,80C
o TD : 90/50 mmHg
j. Pemeriksaan Fisik

7
-
mata anemis (+), cekung (+), bibir kering
-
perdarahan (-), organomegali (-)
-
abdomen:
 bentuk cembung
 nyeri tekan (+) hipokondrium kanan
- akral hangat
- takar urine 1250 cc
k. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Catelia, tanggal 10 Desember 2015)
Red Blood Cell 4,27. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32 % (35,0-55,0%)
Platelet 44. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 18,05.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 10,8 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Syok Sindrom dengue teratasi (Post DSS >24 jam)
Plan (P) :
- IVFD Ringer laktat5cc/kgbb/jam 70 cc/jam 24 tpm
- Paracetamol syr 3 x 1 cth (5 ml)

Catelia, 11 Desember 2015


Subjek (S) : Panas (-),sesak (-) mata bengkak, BAK sudah tidak merah,
sudah mau makan
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Denyut Nadi : 88 kali/menit, kuat angkat
b. Respirasi : 36 kali/menit
c. Suhu : 36,30C
d. TD : 100/60 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
- mata anemis (+), cekung (+), bibir kering
- perdarahan (-), organomegali (-)
- akral hangat
- takar urine 2200 cc
- Pemeriksaan Penunjang

8
Laboratorium (Catelia, tanggal 10 Desember 2015)
Red Blood Cell 4,27. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32 % (35,0-55,0%)
Platelet 44. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 18,05.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 10,8 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Syok Sindrom dengue teratasi (Post DSS >24 jam)
Plan (P) :
- IVFD Ringer laktat 3 cc/kgbb/jam  42 cc/jam  10 tpm

Catelia, 12 Desember 2015


Subjek (S) : Panas (-), makan baik, bengkak berkurang
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Denyut Nadi : 86 kali/menit, kuat angkat
b. Respirasi : 30 kali/menit
c. Suhu : 36,70C
d. TD : 100/70 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
- mata anemis (+)
- perdarahan (-), organomegali (-)
- abdomen datar, nyeri berkurang
- akral hangat
- takar urine 2400 cc
e. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Catelia, tanggal 12 Desember 2015)
Red Blood Cell 4,46. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32,6 % (35,0-55,0%)
9
Platelet 102. 10 /L (150-450 109/L)
White Blood Cell 9,13.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 11,3 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Syok Sindrom dengue teratasi (Post DSS >24 jam)
Plan (P) :
- IVFD Ringer laktat 3 cc/kgbb/jam  42 cc/jam  10 tpm

9
Pukul 13.00 WITA
- S: keluhan berkurang
- O: N: 100 kali/menit, S: 36,8, R: 28 kali/menit, TD: 110/60 mmHg,
trombosit 102.000/mm3, Hct 32,6%
- A: DBD post DSS
- P: AFF Infus, pasien diperbolehkan rawat jalan

10
DISKUSI

Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis


dan kriteria diagnosis laboratoris.4 Berdasakan kriteria diagnosis klinis dapat
dibagi kriteria diagnosis klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue
(DBD), demam berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue/DSS), dan
expanded dengue syndrome. Pada kasus ini, diagnosis demam berdarah dengue
dengan syok (sindrom syok dengue/DSS) dapat ditegakkan berdasarkan penilaian
klinis pada pasien yaitu terdapat warning sign (tanda bahaya) disertai adanya
tanda-tanda kegagalan sirkulasi (syok). Warning sign yang terjadi pada kasus ini
adalah adanya nyeri perut disertai adanya muntah; lethargi, dan oliguria,
sedangkan dari pemeriksaan fisik, didapatkan pasien dalam keadaan syok
(kegagalan sirkulasi) yaitu keadaan umum gelisah, dengan tekanan darah 80/60
mmHg, nadi yang cepat, frekuensi napas cepat, akral dingin dan perfusi jelek
(CRT>2 detik).
Untuk kriteria laboratoris, dari pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukosit yang berada dalam batas
normal, nilai hemoglobin dan hematocrit yang cenderung meningkat serta
didapatkan trombositopenia yaitu sebesar 22.000/mm3 (pemeriksaan tanggal 8
Desember 2015), 9.000/mm3 (pemeriksaan tanggal 9 desember 2015) dan
44.000/mm3 (pemeriksaan tanggal 10 Desember 2015). Hal ini menunjukkan
salah satu dari kriteria laboratoris DBD. Hemoglobin dan hematokrit yang
meningkat menunjukkan adanya hemokonsentrasi. Peningkatan kadar hematocrit
merupakan bukti adanya kebocoran plasma. Hal ini memperkuat diagnosis DBD.
Selain itu pada pasien ini didapatkan tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti nadi
yang lemah, perfusi yang menurun dan akral dingin yang lembab, sehingga dapat
ditegakkan bahwa pasien ini mengalami DBD dengan syok (syok sindrom
dengue).
Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa pada sindrom
syok dengue, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum
pasien dapat tiba-tiba memburuk yaitu penurunan suhu tubuh (fase kritis) yaitu

11
pada hari sakit ke 4-5 (rentang hari 3-7) yang merupakan puncak kobocoran
plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemia dan sering kali didahului
dengan warning sign. Muntah dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma. pasien tampak lesu, tetapi umumnya tetap sadar. Bila syok
terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok terkompensasi). Adanya
hipovolemi menyebabkan tubuh melakukan mekanisme kompensasi melalui jalur
neurohumoral agar tidak terjadi hipoperfusi pada organ vital. Sistem
kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isi sekuncup
(stroke volume), laju jantung (heart rate) dan vasokontriksi perifer. Pada fase ini
tekanan darah biasanya belum turun namun telah terjadi peningkatan laju jantung.
Oleh karena itu takikardia yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai turun,
walaupun tekanan darah belum banyak turun, harus diwaspadai kemungkinan
anak jatuh ke dalam syok. Tahap selanjutnya, apabila perembesan plasma terus
berlangsung atau pengobatan tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan
mempertahankan sirkulasi ke organ vital dengan mengurangsi sirkulasi ke daerah
perifer (vasokontriksi perifer), secara klinis ditemukan ekstremitas teraba dingin
dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi berbercak (mottled), pengisian waktu
kapiler (CRT) memanjang lebih dari 2 detik. Dengan adanya vasokontriksi
perifer, terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan diastolic meningkat
sedang tekanan sistolik tetap sehingga tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik
dan diastolic) akan menyempit kurang dari 20 mmHg. Pada tahap ini system
pernafasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea (takipnea tanpa
peningkatan kerja otot pernafasan). Kompensasi system keseimbangan asam basa
berupa asidosis metabolic namun nilai pH masih normal dengan tekanan
karbondioksida rendah dan kadar bikarbonat rendah. Keadaan pada fase ini pada
umumnya anak tetap sadar, sehingga dokter yang kurang berpengalaman mungkin
tidak mengetahui bahwa pasien sudah berada dalam keadaan kritis. 4
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan
plasmadapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanyaperembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah

12
terjadinyasyok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fasefebris) ke fase penurunan suhu (fase afebris). Oleh karena itu pada
periode kritis tersebut diperlukan pengawasan klinis dan pemantauan kadar
hematokrit dan jumlah trombosit.Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan
diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Kunci keberhasilan
tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokterdapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fasekritis, fase syok) dengan
baik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan
simtomatik. Terapi suportif yang diberikan adalah pemberian O2 melalui nasal
kanul 2 literpermenit. Pemberian oksigen harus selalu dilakukan pada semua
pasien syok.Saturasi oksigen pada pasien harus dipertahankan > 92%, oleh karena
itu untukpemantauan diperlukan pemasangan pulse oximetry untuk mengetahui
saturasioksigen dalam darah.
Selain itu juga dilakukan pemasangan infus cairan intravena berupa ringer
asetat mL dalam 30 menit pertama. Ringer asetat adalah salah satu larutan
kristaloidyang direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Pengobatan awal cairan
intravenapada keadaan syok adalah dengan larutan kristaloid 20 ml/kg berat badan
dalam 30menit. Pada pasien ini berat badannya adalah 14 kg sehingga didapatkan
jumlahcairan yang diberikan adalah 300 ml dalam 30 menit dengan tetesan infus
sebesar 200tetes per menit makro. Apabila syok belum teratasi dan atau
keadaanklinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, dilakukan
pemberian cairan kristaloid kedua atau koloid 10-20 mg/kgbb dalam 30 menit
kedua. Pada pasien ini kondisi membaik setelahdilakukan pemberian cairan ringer
asetet kedua sehingga jumlah cairan yang diberikan dikurangimenjadi 140 ml
dalam 1 jam (10 ml/kgBB/jam). Jika kondisi tetap stabil danmembaik maka cairan
diturunkan menjadi 70 ml/jam (5 ml/kgBB/jam) atau 24 tpm atau Jikadalam 24
jam kondisi membaik dan stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi 42ml/jam (3
ml/kgBB/jam) atau 10 tpm makro dan dalam 48 jam setelah syok
teratasipemberian terapi cairan dapat dihentikan.

13
Selain medikamentosa tidak lupa juga diberikan terapi non
medikamentosa, yaitu minum air yang banyak (minimal 1 gelas setiap 2 jam),
mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatanpencegahan DBD dengan
3M menutup, menguras, mengubur barang-barang yangdapat menampung air;
menganjurkan agar pasien memakai repellan untuk mencegahgigitan nyamuk,
khususnya saat berada di lingkungan sekolah; dan menjaga asupannutrisi yang
seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.3
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 48 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit
stabil,tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan
cenderung meningkat, serta tidak dijumpai adanya distress pernafasan. 4 Pada
pasien ini, pada hari ke-4 perawatan, didapatkan nilai trombosit 102.000/mm3,
terjadi penurunan hematocrit dari nilai awal, bebas panas selama 2 hari tanpa
diberikan parasetamol, dan nafsu makan membaik, sehingga pasien dapat
dipulangkan.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit
pada pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam,
karenaorgan-organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat
adanyamanisfestasi perdarahan. Untuk quo ad sanactionam bonam karena
kekambuhan padaDBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus
dengue.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulya Rahma, 2009. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue


di Indonesia. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM FKUI Jakaarta.
Sari Pediatri Vol.10, No.6, April 2009
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-6-12.pdf
2. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Halaman 176-208.
3. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
4. Sri Rezeki H., Ismadijanto, 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai