Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Invaginasi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak.
Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya datang dalam keadaan
yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan.
Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian. Di
negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam
keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian, sehingga
sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan
reseksi usus. Rendahnya pengetahuan orang tua penderita tentang kesehatan
menyebabkan keterlambatan memeriksakan penderita ke dokter atau oleh karena
keterlambatan dokter dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1
dari 13.000 penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki
dibandingkan wanita sekitar 3:1. Pada neonatus sebesar 0,3%. Sebagian besar
invaginasi terjadi dibawah umur 2 tahun dengan puncak kejadian berkisar antara
umur 6 bulan sampai 1 tahun.9.1
Invaginasi terjadi karena salah satu segmen usus masuk ke dalam segmen
usus yang lain di dekatnya, dimana bagian usus yang prolap tersebut disebut
intususeptum, sedangkan bagian usus yang menerima segmen usus yang prolaps
tersebut disebut intususcipien. Biasanya intususceptum letaknya lebih proksimal
dari intususcipien, alasannya karena aksi peristaltik usus halus dimulai dari
segmen proksimal ke segmen distal4.9.
Mesenterium pada intususceptum yang tertekan akan menurunkan aliran
darah ke bagian usus yang lain dan terjadi pembengkakan pembuluh darah
dinding usus dan secara cepat menyebabkan terjadinya obstruksi. Jika aliran darah
pada daerah invaginasi terhenti terjadi iskemik jaringan usus sehingga terjadi
nekrosis jaringan usus akibatnya terjadi gangren dan pada akhirnya terjadi
perforasi dan peritonitis4.9.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Invaginasi adalah masuknya usus ke dalam segmen di bawahnya yang
berdekatan. Biasanya berasal dari ileum terminal atau katup ileosekal yang
berakibat invaginasi ileokolik. Meskipun jarang (2 : 1000 kelahiran hidup),
invaginasi merupakan penyebab tersering obstruksi usus pada 2 tahun pertama
kehidupan5.9.

2. Epidemiologi
Insiden invaginasi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup, dengan
rasio laki-perempuan 3:2. Insiden terbesar dari invaginasi idiopatik adalah pada
bayi berusia 9-24 bulan. Sebuah kejadian musiman telah dijelaskan, dengan
puncak pada musim semi, musim panas, dan tengah musim dingin. Periode ini
sesuai dengan puncak dalam terjadinya gastroenteritis musiman dan infeksi
saluran pernapasan atas1.6.

3. Etiologi
Menurut kepustakaan, 90-95 % invaginasi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
“infantile idiophatic intussusceptions”. Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,
etiologi idiopatik dari invaginasi berkisar antara 42-100%8.2.
Definisi dari istilah invaginasi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian
terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk
menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang
diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip
yang dapat diidentifikasi saat pembedahan. Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan
yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch),
yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau rotavirus1.

2
Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah bahwa hal
itu terjadi karena peyer patch yang membesar, hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai
pada pasien yang memerlukan operasi. Kemungkinan Peyer patch yang membesar
adalah reaksi terhadap invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi, masih tidak
jelas1.9.
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (usia lebih dari dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau “lead point”
seperti: inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum
Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers
syndrome, dan duplikasi intestinal1.6.8.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi,
yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama,
diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. Menurut kepustakaan lain 90
– 95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik, beberapa penelitian
juga melaporkan bahwa usia 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke
padat, peubahan pola makan di curigai sebagai penyebab invaginasi . Pada anak
umur > 2 tahun di sebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma, dan
divertikel Meckeli7.4.

4. Patofisiologi
Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat
disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai “lead point” atau oleh pola
yang tidak teratur dari peristaltik (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan

3
elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat
mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya
invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan
nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan
relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa
antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas
intestinal dengan intususepsi3.1.
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi
ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam
caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intususeptum menjadi oedem dan kaku.
Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi
dan perforasi usus3.8.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis invaginasi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
current jelly stool3.8.
Teori lain menyebutkan bahwa adanya gangguan pasase usus (obstruksi)
baik partial maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal
yang lebih mobile menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus
bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi,
mengakibatkan terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat
kembali normal sehingga terjadi invaginasi. Penyebab terjadinya intususepsi
sebagian besar tidak diketahui. Dua puluh persen dari kasus intususepsi timbul
setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang
menimbulkan pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan
didorong masuk oleh peristalsis ke dalam usus yang lebih distal dengan

4
mesenterium. Hal ini kemudian diikuti terjadinya kongesti vena dan limfa yang
akan menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah yang
tercampur mukus (current jelly stool). Selanjutnya, jika tekanan kongesti
melampaui tekanan arteri maka akan terjadi nekrosis9.1.

Gambar 1. Invaginasi usus

5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan foto. Namun pada kebanyakan pustaka mengatakan
bahwa pemeriksaan dengan contras enema lah yang paling reliable untuk
membuat diagnosis intususepsi pada anak.
Gambaran klinis
1. Nyeri.
Anak, yang tadinya sepenuhnya normal tiba – tiba berteriak dan memekik
kesakitan, kakinya dilipat ke arah bagian yang sakit. Serangan ini berakhir
dalam beberapa menit, kemudian hilang. Kembali lagi dalam 1 jam pertama,
selanjutnya lebih sering. Sakit perutnya dapat ringan atau berat sekali sehingga
menyebabkan renjatan, pucat dan pingsan. Dapat didahului diare, sebagai
akibat iritasi usus yang umumnya mengalami obstruksi parsial.

5
2. Darah dari rektum.
Pada umumnya, anak dengan invaginasi terdapat tinja yang menyerupai jeli
kismis kemerahan(tinja berupa mukus yang berwarna kemerahan).
3. Konstipasi.
Konstipasi dapat terjadi karena obstruksi tidak komplet, atau karena
intususepsinya kemudian berkurang dan terjadi penyembuhan spontan.
4. Muntah.
Sering terjadi satu atau dua kali, tetapi tidak terlalu hebat, kecuali pada kasus
yang dibiarkan tidak diobati1.9.
Pada pemeriksaan Fisik
1. Perut tegang dan sensitif bila di tekan; dalam keadaan biasa,
dinding perut lemas tetapi sensitif terutama disekitar lokasi kolon.
Biasanya lebih mudah di periksa dalam keadaan anak tertidur.
2. Disekitar lokasi kolon dapat di raba massa berbentuk sosis. Pada
waktu perut terasa nyeri, benjolan teraba lebih keras.
3. Signe de Dance. Pada daerah inguinal kanan terasa seperti kosong,
karena sekum berpindah masuk ke kolon. Tanda ini nilainya
meragukan.
4. Pada auskultasi terdengar suara borborigmi yang keras.
5. Pada kasus lanjut, intususepsi dapa teraba per rektum. Kadang –
kadang, jarang sekali, dapat keluar melalui anus1.9.
Trias Invaginasi :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat
kaki (craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah
(lapisan dalam) yang disebut currant jelly stool5.

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan


sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.

6
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
Kriteria Mayor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau
tidak ada sama sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup
hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi
perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada
pemeriksaan “Rectal Toucher“.
Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3)1.2.
2. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri.
Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat untuk
mendeteksi adanya perforasi. Gambaran x- ray pada invaginasi tingkat lanjut

7
terlihat air fluid level. Pemeriksaan rontgen dengan pemberian barium enema
yang diikuti oleh x – ray akan memperlihatkan kelainan anatomi pada usus.
Selain sebagai diagnostik pemberian barium enema bisa sebagai terapi2.

Barium enema (Colon in loop) Pada pemeriksaan barium enema atau


colon in loop tampak filling defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan
kontras tidak dapat melewati segmen usus proksimal. Gambaran khas invaginasi
adalah “Coiled Spring appearance”. Gambaran lain adalah cut off bayangan
barium pada lokasi invaginasi1.
Ultrasonografi (USG)
Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG
memberikan gambaran khas berupa “target’s appearance” atau gambaran seperti
kue donat.

8
Dengan menggunakan berbagai investigasi (misalnya, radiografi polos,
ultrasonografi abdomen, barium enema, CT scan, dan MRI), dan akhirnya setelah
laparotomi, intususepsi dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Enterocolic: ileokolika (jenis yang paling dominan dari intususepsi
terlihat pada bayi dan balita); ileo-ileokolika; ileocaecal;
2. Enteroenteric: jejunojejunal, jejunoileal, ileo-ileal; atau
3. Colocolic: caecocolic, colocolic1.2.

6. Diagnosis banding
 Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
 Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
 Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
 Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
 Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah1,7

7. Penatalaksanaan
Reduksi bagian intususepsi harus dikerjakan secepatnya. Penundaan akan
mengakibatkan strangulasi pembuluh darah dan bahaya gangren usus, yang
memerlukan tindakan reseksi. Pengobatan intususepsi pada anak-anak adalah
keadaan darurat, baik oleh nonoperative atau operasi metode. Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan iskemia dan nekrosis usus, perforasi usus,
peritonitis, shock, dan mungkin kematian. Pengurangan Nonoperative (NOR)
adalah yang pertama garis pendekatan di mana fasilitas yang tersedia; jika itu
gagal, berikutnya langkah logis adalah manajemen operasi. Kontraindikasi untuk
penggunaan NOR dalam pengobatan anak dengan intususepsi adalah peritonitis
jelas, pneumoperitoneum sekunder untuk usus perforasi, shock, perut buncit

9
terlalu (relatif kontraindikasi), usus halus intususepsi seperti ileo-ileal. Pada bayi
maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi
pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi
cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari
kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari
cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan1.9
1. Reposisi secara non operatif
Dengan menggunakan barium enema atau udara atau NaCL yang
dimasukkan melalui rektal kemudian diikuti oleh X – ray. Mula – mula tampak
bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan
tekanan hidrostatik sebesar 1 meter air,barium di dorong ke arah proksimal. Tidak
boleh dilakukan pengurutan atau penekanan di perut sewaktu dilakukan reposisi
hidrostatik ini. Pengobatan dianggap berhasil jika barium sudah menapai ileum
terminalis. Pada saat itu pasase usus kembali normal.
2. Reposisi secara operatif
Kadang – kadang reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur
kurang dari 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Reposisi langsung dengan operasi
tanpa dilakukan dengan reposisi barium terlebih dahulu jika telah terjadi perforasi,
peritonitis, dan tanda – tanda obstruksi. Keadaan ini biasanya pada invaginasi
yang sudah berlangsung 48 jam. Demikian pula pada kasus – kasus relaps.
Kejadian invaginasi berulang setelah reposisi barium sekitar 11% dan 3% pada
operasi tanpa reseksi usus. Biasanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih
kembali setelah dihangatkan dengan larutan fisiologik. Jika terjadi invaginasi
ulang maka langsung dilakukan reposisi secara operatif1.9.

10
8. Komplikasi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan aliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, dan tidak adanya absorbsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat. Muntah serta defekasi disertai
darah dan lendir merupakan sumber utama kehilangan cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok hipotensi, syok hipovolemik, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Komplikasi pascaoperasi
termasuk terulangnya intususepsi, perforasi usus selama NOR dari intususepsi,
bedah infeksi situs, kebocoran anastomosis, kerusakan anastomosis,
enterocutaneous fistula, pasca operasi obstruksi usus perekat, dan hernia
insisional.

9. Prognosis
Pada beberapa kasus dapat terjadi reduksi spontan, tetapi biasanya
diperlukan tindakan reduksi segera, untuk mencegah gangren usus dan
menghindari tindakan reseksi usus. Di seluruh dunia, mortalitas keseluruhan
intususepsi adalah sekitar 1%, dan mendekati nol dengan NOR dari intususepsi.
Jika pasien tertangani dalam 24 jam, mortalitas hanya 1-3% tetapi jika
terjadi invaginasi berulang maka mortalitas naik menjadi 3-11%. Pada umumnya,
sebagian besar intussusceptions pada anak-anak, terutama bayi dan balita, yang
idiopatik dan sulit untuk mencegah. Oleh karena itu, pencegahan bertujuan untuk
mendidik orang tua atau pengasuh tentang penyakit ini dan potensi bahaya
sehingga anak-anak akan dibawa ke rumah sakit awal. Pengasuh medis primer
juga perlu dididik untuk meningkatkan indeks mereka kecurigaan untuk diagnosis
dini dan intervensi.

11
BAB III
KESIMPULAN

Invaginasi atau disebut juga intususepsi pada anak dan bayi jarang terjadi
tetapi merupakan penyebab terbanyak obstruksi usus pada anak – anak.
Intususepsi adalah suatu invaginasi usus ke dalam segmen di bawahnya yang
berdekatan. Biasanya berasal dari ileum terminal atau katup ileosekal yang
berakibat intususepsi ileokolik. Invaginasi umumnya terjadi pada bayi usia antara
3 – 12 bulan dengan rata – rata kejadian pada usia 7 – 8 bulan. Kebanyakan
idiopatik (90%), tetapi pada anak dengan umur >4 tahun kebanyakan disebabkan
oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma, dan divertikel Meckeli.
Trias Invaginasi :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat kaki
(craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) yang disebut currant jelly stool.

Penanganan invaginasi dilakukan secepatnya melalui dua cara :


1. Non – operatif. Jika intususepsi terjadi kurang dari 24 jam, dengan
menggunakan reduksi barium enema dimasukkan melalui rektal
kemudian diikuti oleh X – ray.
2. Operatif. Jika reduksi barium enema gagal dan intususepsi terjadi 48 jam.
Atau tanpa reduksi barium enema terlebih dahulu jika telah terjadi
perforasi dan peritonitis. Maka langsung dilakukan tindakan reposisi
secara operatif.
Jika pasien tertangani dalam 24 jam, mortalitas hanya 1 -3% tetapi jika terjadi
invaginasi berulang maka mortalitas naik menjadi 3 – 11%. Pada beberapa kasus
dapat terjadi reduksi spontan, tetapi biasanya diperlukan tindakan reduksi segera.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ameh a Emmanuel, dkk. Surgery Pediatric a comprehensive text for


Africa. South Africa : Global Help, 2011
2. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children:
Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global Perspective.
Geneva, Switzerland: World Health Organization, 2002
3. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan
13 [cited 2014 juli 15]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
4. Chandrawati, pertiwi febriani.Invaginasi.fakultas kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang
5. Dasar – dasar pediatri/ David Hull, Derek I. johnston; alih bahasa, Hartono
Gunadi; editor bahasa Indonesia, Daulika Yusna, Huriawati Hartanto.
Ed.3. Jakarta; EGC, 2008
6. Irish M.S , Mei 2013, Pediatric Intussuseption Surgery, Medscape
Reference, http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview , 15
Juli 2014
7. Sander Aleq Mochammad. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
8. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama
timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama
rawatan pada penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik
Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011
9. Zakaria, Iskandar, Agustus 2007. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan
Terapi Invaginasi, JKS 2007; 2: 99-108,
http://jks.unsyiah.ac.id/index.php/JKU/article/view/38/37, 15 Juli 2014

13

Anda mungkin juga menyukai