Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Bronkoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran
pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop.11 Bronkoskopi dimulai pada abad
ke Sembilan belas oleh Gustav Killian yang memeriksa trakea dengan laringoskop
pada tahun 1.898. Kemudian Killian memakai esofagoskop untuk mengeluarkan
benda asing dari trakea dan menyebutnya bronkoskopi langsung. Bronkoskop ini
dikembangkan oleh Jackson sebagai bronkoskopi kaku menjadi suatu tindakan baku
untuk diagnosis dan terapi. Mula-mula tindakan ini digunakan untuk memastikan dan
mengangkat benda asing dalam trakea dan bronkus, termasuk tumor kecil.
Penggunaannya semakin luas sejalan dengan perkembangan bedah toraks1,9.

Pada tahun 1960 Dr. Shigeto Ikeda memperkenalkan Bronkoskopi Serat Optik
Lentur (BSOL) yang tujuan utamanya adalah sebagai alat diagnostik. Sejak akhir
tahun 1966 BSOL telah menggantikan bronkoskopi rigid sebagai alat untuk tindakan
diagnostik dan terapeutik.9

Bronkoskopi adalah prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang


mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan
paru-paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Dengan
menggunakan bronkoskopi, dapat dilihat kelainan didalam trakea dan bronkus dengan
langsung, dapat mengambil jaringandari lumen untuk pemeriksaan sitologi,
histopatologi dan mikrobiologi, maupun jamur1,9

Bronkoskopi merupakan salah satu upaya penting dalam bidang paru karena
alat ini dapat digunakan diagnostik dan terapeutik. Penulisan referat ini bertujuan
untuk memberikan penjelasan tentang pengertian bronkoskopi dan cara pengunaan
bronkoskopi.

1
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS TRAKEO-BRONKIAL

A. Bronkus

Trakea bercabang dua di setinggi torakal 4 menjadi bronkus utama kanan dan
kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina terletak lebih kekiri dari garis
median , sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri.
Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang seperempat lebih luas dari
bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus utama kiri,
panjangnya pada orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan.
Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5cm dan mempunyai cincin tulang rawan
sebanyak 9-12 buah. 1,5

Bronkus utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah,
sedangkan bronkus utama kiri membentuk sudut 45 derajat kekiri dari garis tengah.
Dengan demikian bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea,
sehingga benda asing eksogen yang masuk kedalam bronkus akan lebih mudah
masuk kedalam lumen bronkus utama kanan dibandingkan dengan bronkus utama kiri
(pada orang yang sedang berdiri). Faktor lain yang mempermudah masuknya benda
asing kedalam bronkus utama kanan ialah kerja otot, trakea yang mendorong benda
asing itu ke kanan. Seain itu udara inspirasi kedalam bronkus utama kanan lebih besar
dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri. 1,5

Dinding bronkus terdiri dari cincin tulang rawan yang pada bagian
posteriornya umumnya terdiri dari membrane. Oleh karena itu ketika inspirasi lumen
bronkus berbentuk bulat sedangkan ketika ekspirasi lumen berbentuk menyerupai
ginjal. Semakin ke distal tuang rawan bronkus makin menghlang sehingga bronkus
terminal dan alveolar tidak mempunyai cincin tulang rawan. 1,5

2
1. Cabang Bronkus

Paru pada dasarnya merupakan kumpulan dari cabang-cabang bronkus.


Bronkus utama kanan bercabang menjadi 3 buah lobus yakni superior, medius dan
inferior sedangkan, bronkus utama kiri bercabang menjadi 2 lobus yakni superior dan
inferior. Tiap lobus mempunyai bronkus sekunder (bronkus lobaris). Tiap lobus
diliputi oleh pleural visceral yang masuk ke fisura yang dalam di celah antara lobus
dan hilus. 1,5

Tiap lobus bercabang menjadi segmen bronkopulmoner. Segmen ini


mempunyai bronkus tertier dan pembuluh darah tersendiri. Lobus superior kanan
mempunyai 3 buah segmen yani apical, posterior dan anterior. Lobus medius kanan
mempunyai segmen lateral dan medial. Lobus inferior kanan mempunyai sebuah
segmen apical dan 4 buah segmen basal. Segmen-segmen basal tersebut adalah basal
medial, basal anterior, basal lateral dan basal posterior. 1,5

Lobus superior kiri mempunyai 2 cabang sesuai dengan kobus superior kanan
dan lobus medius kanan. Cabang superior mempunyai dua segmen yakni segmen
apical posterior dan segmen anterior. Cabang inferior atau disebut lingual mempunyai
segmen superior dan inferior. Lobus inferior kiri bercabang menjadi segmen apical
dan 4 buah segmen basal yakni segmen basal medial, basal anterior, basal lateral, dan
basal posterior dan segmen basal anterior merupakan bagian dari segmen basal antero
medial. Ukuran traktus trakeo-bronkial pada orang dewasa, pria wanita serta pada
anak-anak dan bayi berbeda. Ukuran ini berlainan pada cadaver dan pada manusia
yang masih hidup. Pada tindakan bronkoskopi untuk mengetahui jarak dari suatu
lokasi diukur dari baris gigi depan atas. 1,5

3
Gambar 1. Percabangan Bronkus5

C. Fisiologi traktus trakeo-bronkial

Fungsi traktus trakeo-bronkial terdiri atas fungsi konduksi dan ventilasi.


Saluran konduksi adalah trakea, bronkus sampai bronkus terminalis. Sedangkan
untuk ventilasi adalah bronkus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus yang
berjumlah 300 juta pada orang dewasa. 1,5

Traktus trakeo-bronkial berguna untuk :

1. Ventilasi
Ventilasi trakeo-bronkial berguna untuk pasase udara (konduksi) setelah dari
hidung –faring-laring, sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke bronkus
respiratorius. Duktus alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
1,5

2. Drenasi Paru

4
Drenase secret dari paru ke traktus trakeo-bronkial, kemudian ke faring
dilakukan oleh mekanisme gerakan silia, batuk, hembusan mendehem.
Dengan bersihnya saluran napas dari secret maka udara napas akan lancar
masuk ke alveolus tempat terjadinya pertukaran udara. Bila drenase secret
terganggu, secret akan menyumbat saluran napas, dan menimbulkan kelainan
pada bagian distal dari sumbatan itu. 1,5
3. Daya perlindungan paru
Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :
a. Mukus
Mukus berasal dari sel goblet yang menjaga agar selaput lendir trakea dan
bronkus selalu basah dan licin. Akan tetapi mucus ini, tidak bersifat
melembabkan udara pernapasan karena dalam perjalanannya melalui hidung
udara ini 90-95% dipenuhi oleh uap air. Kelembaban eksternal perlu di
berikan bila dilakukan intubasi endotrakea atau trakeostomi. Secret berupa
mucus membentuk palut-lendir untuk menangkap partikel , debu dan
mikroorganisme yang teraspirasi. Secret bergerak kearah laring dan faring
oleh mekanisme gerak silia dan batuk. 1,5
b. Mekanisme muko-siliar
Udara pernapasan yang masuk kedalam traktus trakeobronkial sering
mengandung partikel debu dan organisme. Pada orang yang bernapas melalui
hidung, partikel debu dan mikroorganisme telah disaring di hidung dan
nasofaring , sedangkan yang bernapas melalui mulut, sistem penyaringan
tersebut belum terlaksana. Di laring dan trakea mukosa diliputi oleh epitel
torak bersilia kecuali di pita suara. Epitel torak bersilia diliputi oleh palut-
lendir tipis . palut-lendir ini selalu dibentuk kembali oleh secret dari kelenjar
mukosa. Gerak silia yang efektif tergantung pada komposisi dan viskositas
mucus. Kekeringan menyebabkan degenerasi dan kerusakan silia. Demikian
juga pada perubahan panas dan perubahan pH akan mempengaruhi gerak silia.
1,5

5
c. Kontraksi otot bronkus
Serat-serat otot licin dari trakea sampai bronkiolus bila berkontraksi
menyebabkan lumen trakea dan bronkus menyempit. Traktus trakeo bronchial
dipersarafi oleh nervus vagus dan saraf simpatis yang berasal dari jantung dan
paru. Stimulasi saraf simpatis menyebabkan otot bronkus relaksasi. Bila
terdapat udara yang merangsang masuk kedalam traktus trakeo bronchial
maka akan terjadi kontraksi otot bronkus sehingga lumen menyempit.
Kontraksi otot bronkus juga disebabkan oleh refleks nasobronkial. Bila ada
stimulasi pada selaput lendir hidung akan terjadi refleks yang menyebabkan
kontraksi otot bronkus. Refleks ini ditimbulkan oleh udara dingin, gas yang
mengiritasi, asap dan oleh stimulasi listrik serta mekanik. Iritasi pada mukosa
laring akan menyebabkan refleks laringobronkial dan refleks batuk yang
mengakibatkan terjadi kontraksi otot bronkus. Stimulasi korteks serebri
didaerah didaerah lobus frontalis yang mengontrol otot wajah menyebabkan
kontraksi otot bronkus. Refleks bronkodilator dapat disebabkan oleh infeksi
bronkus, sedangkan hipoksia menyebabkan timbulnya kontraksi otot bronkus
dengan menyempitnya lumen serta naiknya resistensi saluran napas. 1,5
d. Refleks batuk
Refleks batuk timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang
terdapat pada lapisan epitel. Batuk berguna untuk mengeluarkan secret serta
partikel yang ada dalam lumen trakea dan bronkus. 1,5

e. Makrofag alveolar

Mikroorganisme yang terdapat pada alveolus akan dimakan oleh makrofag


yang terdapat pada alveolus ini. 1,5

4. Mengatur keseimbangan kardiovascular1,5


5. Mengatuur tekanan intra pulmonary1,5

6
Gambar 2. Penampakan Trakea dan Bronkus melalui Bronkoskopi13

7
BAB III

BRONKOSKOPI

1. Definisi Bronkoskopi
Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang
tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi
adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan. 11

Bronkoskopi merupakan prosedur medis sebagai alat diagnostic dan


terapeutik yang dilakukan untuk melihat saluran pernapasan atas dan bawah meliputi
adanya kelainan atau tidak, untuk mengambil contoh jaringan atau sekret, untuk
membersihkan jalan napas, dan sebagainya. 11

2. Sejarah Bronkoskopi

Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, melakukan


bronkoskopi yang pertama pada tahun 1898, dengan menggunakan endoskopi kaku
untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan (mainsterm bronkus).
Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan mencegah dilakukannya
tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini diterima secara medis
sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik ini terus dikembangkan
Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas. Sebagai hasil dari inovasi dan
pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia, Killian secara umum dikenal sebagai
Bapak Bronkoskopi.3,10

Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di


Philadelphia,mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan
“tabung” endoskopi. Pada tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan
menambah ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan atau

8
iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi baru serta alat-alat
tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau
pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya
prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini
masih digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan buku
monumentalnya yang berjudul “Tracheobronchoscopy, Esophagology dan
Bronchoscopy”. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan
endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology. Dia
dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika.3,4

Pada tahun 1950-an, perkembangan teknologi untuk fiber optic endoskopi mulai
berkembang. Sampai dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopi rigid banyak
digunakan oleh ahli bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda memperkenalkan
bronkoskopi fleksibel (FB) dengan teknologi pencitraan serat optik. Hal ini
merupakan revolusi dalam bidang bronkoskopi. Kemampuan untuk flexi distal ujung
bronkoskopi memungkinkan bronchoscopist (operator bronkoskopi) untuk mencapai
ke hampir semua bagian dari saluran nafas yang lebih kecil dari pohon
tracheobronchial (segmen bronkus atau saluran udara lebih kecil). 3,4

Sejak diperkenalkan penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto Ikeda,


bronkoskopi serat optik telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih 500.000
prosedur telah dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi prosedur yang
tetap oleh ahli paru dan juga sebagai alat diagnostik bagi ahli bedah toraks, anestesi
dan juga intensivist. 4

3. Jenis Bronkoskopi

Bronskoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran


pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop. Bronkoskop dapat dimasukkan ke
saluran pernapasan melalui hidung atau mulut ataupun melalui lubang trakeostomi.

9
Saat ini dikenal ada 2 macam alat bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku atau
bronkoskopi rigid dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur.4,8

a. Bronkoskopi Rigid / Bronkoskopi Kaku


Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari
bahan metal. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-14 mm, tebal dinding bronkoskop
berkisar 2-3 mm.4 Terdapat dua macam penyinaran pada bronkoskopi rigid yakni
lampu yang diletakkan didistal (ujung bronkoskop) atau di proksimal. Lampu
proksimal terletak pada gagang bronkoskop yang diproyeksikan dari tepi lensa okuler
ke distal bronkoskop.1 Pada beberapa bronkoskop kaku memiliki diameter yang sama
dari proksimal ke distal, namun beberapa bronkoskopi lainnya memiliki ujung yang
miring yang berfungsi dalam mengangkat epiglotis, tindakan intubasi yang lebih
aman ketika melewati pita suara, dan membantu pelebaran striktur jalan napas.
Sebagian besar bronkoskop berupa tabung logam kosong sementara beberapa lainnya
memiliki saluran kecil tempat dilewati teleskop, kateter instrument lainnya yang
digunakan untuk penghancuran tumor, eksisi tumor, pelebaran dan pengangkatan
benda asing.4

Gambar 3. Bagian Bronkoskop Rigid4

10
Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran
nafas akibat penyakit neoplastik dan non-neoplastik. Indikasi lain yakni manajemen
hemoptisis masif, pelebaran striktur jalan napas, pelepasan gumpalan dan sumbatan
serta pengangkatan benda asing yang besar dan sentral, sementara benda yang lebih
kecil dan lebih jauh dapat diangkat dengan bronkoskop fleksibel. Bronkoskopi kaku
juga berperan dalam diagnosis lesi endobronkial, ketika spesimen yang diperoleh dari
bronkoskopi fleksibel tidak cukup. Pada pediatrik, bronkoskop kaku digunakan
sebagai alat diagnostik dan terapeutik, meskipun saat ini umumnya menggunakan
bronkoskopi fleksibel yang dipercaya lebih aman2,12,13. Penggunaan bronkoskopi
kaku dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan koagulopati yang tidak
terkontrol, tuntutan ventilasi atau oksigenasi yang tinggi. Potensi komplikasi
termasuk cedera pada gigi dan gusi, trakea dan perdarahan hebat.10,13

11
Gambar 4 Bronkoskopi kaku13

b. Bronkoskopi Serat Optik


Bronkoskopi serat optic merupakan gabungan serat-optik (gelas) yang
menyalurkan cahayanya ke ujung distal bronkoskop. Bronkoskopi ini bersifat lentur,
sehingga dapat dimasukkan kedalam cabang bronkus. Ahli endoskopi masa kini
mengatakan bahwa bronkoskop ini lebih baik dari bronkoskop kaku.1 Bronkoskopi
serat optik lentur berbentuk tabung tipis, lentur, mempunyai panjang 600mm. Karena
kelenturannya, bronkoskopi ini dapat melihat ke atas sampai dengan sudut 120o dan
melihat ke bagian bawah sampai sudut 180o. Terdapat tiga kategori ukuran
bronkoskopi serat optik yakni ukuran pediatrik, dewasa, dan terapeutik. Lingkup
pediatrik memiliki diameter luar 2,8 mm dan lebar 1,2 mm. Terdapat ukuran saluran
yang lebih kecil yang memungkinkan untuk melewatnya instrumen kecil seperti
penyikat sitologi dan forsep biopsi, serta instrumen untuk pengisapan dan
pengumpulan bronchoalveolar lavage (BAL).9

Bronkoskop dewasa memiliki diameter luar 4,9-5,5 mm dan ukuran saluran


kerja 2,0 mm. Port yang bekerja dengan ukuran ini meliputi forceps atau jarum
biopsi, dan memilikki kemampuan pengisapan yang lebih besar, serta beberapa bahan

12
pembantu diagnostik dan terapi lainnya. Bronkoskopi terapeutik memiliki lebar
saluran kerja terbesar yakni 2,8-3,2 mm dan ukuran diameter luar 6,0-6,2 mm.
Saluran kerja yang lebih besar (> 3 mm) diperlukan untuk pemasangan perangkat
laser atau elektrokauter.9

Gambar 5 Saluran pernapasan patologi yang diamati dengan bronkoskopi


serat optic13

Gambar 6 Bronkoskopi serat optic12

13
1) Kelebihan bronkoskop optic
a) Dengan mempergunakan bronkoskop serat optic, karena bersifat lentur, rasa
nyeri minimal, dapat dilakukan dengan analgesia lokal saja. 1
b) Bronkoskop dapat dimasukkan melalui rongga mulut atau rongga hidung ,
juga dimasukkan melalui bronkoskop kaku, apabila perlu memeriksa
cabang-cabang bronkus. Pada keadaan darurat, dapat melalui pipa
endotrakea atau juga kanul trakeostomi. 1
c) Bronkoskop serat optic dapat dimasukkan kedalam cabang bronkus karena
kelenturannya, sehingga dapat dilakukan biopsy atau penyikatan untuk
pemeriksaan sitologi pada tumor ganas yang terdapat dalam segmen atau
subsegmen bronkus. 1
d) Pasien yang tidak dapat merebahkan diri (kalau telentang akan sesak napas)
pada pasien dengan kelainan jantung, maka bronkoskopi dilakukan pada
pasien dalam posisi duduk. 1
e) Pasien dengan trismus, tidak dapat membuka mulut, maka bronkoskopi serat
optic dimasukkan melalui hidung. 1
f) Pasien dengan kelainan vertebra servikal, sehingga tidak dapat dilakukan
ekstensi leher pada pemeriksaan dengan bronkoskopi kaku, maka dilakukan
pemeriksaan dengan bronkoskopi serat optic.1
1) Kekurangan bronkoskop optic
a) Penglihatan sering buram, oleh karena lensa kena hembusan napas atau
tertutup secret , meskipun sebelumnya telah diberikan obat untuk
pencegahannya. Diusahakan untuk menyemprotkan air melalui saluran di
bronkoskop, dan kemudian diisap melalui alat pengisap pada dinding
bronkoskop. Kadang-kadang cara ini tidak banyak berhasil , sehingga perlu
bronkoskopi dikeluarkan dan dibersihkan di luar, setelah itu dimasukkan lagi
kedalam laring dan trakea. Tindakan ini bila dimasukkan melalui
bronkoskopi kaku. 1

14
b) Secret yang kental kadang-kadang tidak dapat diisap melalui alat pengisap
yang ada di bronkoskop serat optic. 1
c) Untuk mengeluarkan benda asing dari traktus trakeobronkial terbatas,
meskipun beberapa benda dapat dikeluarkan dengan alat khusus untuk
bronkoskop serat optic, seperti cunam, atau semacam keranjang kecil. 1
d) Untuk mengontrol perdarahan yang difus terkadang sukar, hampir tidak
dapat dilihat sumber perdarahan karena lumen tertutup darah. 1
e) Tanpa adanya pipa endotrakea di trakea, resusitasi jantung paru sulit
dilakukan. 1

3. Indikasi Bronkoskopi
Tujuan melakukan prosedur bronkoskopi adalah untuk pemeriksaan bronkus
dan cabang-cabangnya dengan tujuan diagnostik maupun pengobatan. Bronkoskopi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk diagnostic maupun terapi.1,11

a. Hemoptisis
Hemoptisis yang darahnya banyak keluar, atau yang berulang meskipun tiap kali
darahnya sedikit dengan atau tanpa kelainan pada pemeriksaan radiologic, pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, perlu dilakukan pemeriksaan
bronkoskopi untuk mencari sumber perdarahan. Bronkosikopi tidak perlu ditunda
ketika pasien berdarah, melainkan prosedur pelaksanaannya dilakukan dengan hati-
hati yang berfungsi untuk menghisap darah keluar. Perdarahan yang mkasif dapat
diatasi dengan kateter balon yang dimasukkan melalui pipa endotrakea atau
bronkoskop hingga dilakukan torakotomi. Diagnosa banding pada hemoptisis adalah
karsinoma bronkus, bronkoadenoma, metastase tumor ganas ke bronkus, tuberculosis
paru, granuloma bronkus, bronkiektasi dan abses paru.1,11,13
b. Batuk kronis
Batuk iritatif yang terus menerus dan tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai
kemungkinan adanya benda asing di traktus trakeo bronchial. Pada bronchitis kronik

15
dan tumor bronkus batuk berlangsung kronik dan kadang mengandung sputum kental.
Diagnosa banding adalah bronchitis kronik, tuberculosa paru, benda asing pada trakea
atau bronkus, karsinoma bronkus dan bronkoadenoma.1,11,13
c. Wheezing
Mengi atau wheezing yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
keadaan baru maupun sudah lama perlu dilakukan bronkoskopi. 1,13

d. Kelainan radiologic
Pneumonia yang menetap dan berulang serta atelektasis, pada pemeriksaan radiologic
tampak sebagai sumbatan bronkus. Keadaan ini merupakan indikasi dilakukan
bronkoskopi. Pada gambaran abses paru dan tumor bronkus juga diperlukan
bronkoskopi, dan pada tiap lesi dilakukan biopsy dan penyikatan. 1,13

e. Kelainan ekstra-torakal
Beberapa kelainan ekstra-torakal yang memerlukan bronkoskopi adalah pembesaran
getah bening di leher dan aksial sebagai metastase tumor ganas, eritema nodosum,
sumbatan vena cava superior, jari gada, dan osteo-artropati pulmoner hipertrofi,
perubahan suara, karena kelumpuhan saraf rekuren yang disebabkan oleh pembesaran
kelenjar getah bening yang menekan saraf rekuren, karsinoma esophagus, untuk
melihat apakah terdapat metastase ke bronkus, penyakit dan tumor ganas tiroid yang
mempengaruhi traktus trakeo-bronkial. 1,13

Sebagai tindakan terapi bronkoskopi dilakukan pada keadaan :

a. Benda asing

Sumbatan trakeobronkial oleh benda asing berupa padat atau cai harus segera
dikeluarkan dengan bronkoskopi. Benda asing cair yang tidak dapat dikeluarkan
dapat menjadi komplikasi abses paru atau peradangan lain. Yang umum ialah telah
terjadinya edema selaput lendir trakea atau bronkus, sehingga menyulitkan
pengisapan zat yang teraspirasi atau pengeluaran benda asing.1

16
b. Mengisap secret yang ada dalam bronkus

Sekret akibat peradangan pada bronchitis kronis, bronkiektasis, dan abses paru,
mungkin kental dan menyumbat saluran trakeobronkial. Secret disebut benda asing
endogen yakni benda asing yang berasal dari dalam tubuh sendiri. Dengan
bronkoskopi, secret dapat diisap, kemudian dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk memeriksa jenis kuman, serta uji resistensi.1,13

c. Penyumbatan bronkus oleh secret kental

Dengan fisioterapi seringkali tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sedangkan


1
dengan bronkoskopi dapat dilakukan pencucian dengan hasil yang memuaskan.
Misalnya pada keadaan kolaps paru yang gagal dilakukan fisioterapi, dapat dilakukan
bronkoskopi dikombinasikan dengan larutan saline atau mukolitik (mis. N-
acetylcysteine) dapat digunakan untuk mengobati jalan nafas. Penggunaan
bronkoskopi rutin segera pasca-lobektomi dapat mencegah atelektasis.13

d. Menyemprotkan obat

Menyemprotkan obat kedalam lumen bronkus pada kasus bronkiektasis, setelah


sekretnya telah dihisap keluar.1

e. Melebarkan bronkus (businase)

Penyempitan saluran trakeobronkial dapat dilebarkan dengan cara bronkoskopi


kemudian dengan dilatators (busi) lumen dapat diperlebar.1

f. Mengeluarkan tumor
Mengeluarkan tumor jinak endobronkial seperti papiloma, osteo-kondroma,
lipoma, dan neurofibroma.1

17
4. Kontraindikasi Bronkoskopi
Kontraindikasi untuk melakukan bronkoskopi terbagi menjadi kontraindikasi
relatif, risiko bertambah oleh tindakan bronkoskopi dan kontraindikasi absolut.1
a. Kontraindikasi relatif

Pada beberapa keadaan, merupakan kontraindikasi, apabila tindakan bronkoskopi


hanya untuk tindakan diagnostic. Tetapi apabila indikasinya untuk terapi,
bronkoskopi dapat dikerjakan seperti kasus dengan prognosis buruk, pasien yang
lemah dan tua, hipertensi pulmonum, keadaan kardio-pulmonum yang buruk,
aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat pecah bila dilakukan bronkoskopi dengan
bronkoskop kaku, tetapi bila dilakukan dengan bronkoskop serat optic lebih aman
meskipun tetap harus berhati-hati, trauma atau ankilosis vertebra servikal.1

b. Risiko akan bertambah pasca-bronkuskopi

Pada asma bronchial, bronkoskopi akan menambah sumbatan bronkus, uremia dapat
menyebabkan bahaya perdarahan pasca biopsy, hemoptisis mengakibatkan
perdarahan akan bertambah apabila tindakan bronkoskopi tidak hati-hati, pada abses
paru dapat berbahaya jika abses pecah sehingga seluruh traktus trakea-bronkial terisi
oleh nanah, pada imunosupresan bahaya peradangan pasca bronkoskopi, obstruksi
vena kava superior, kemungkinan edema laring pasca bronkoskopi.1,7

c. Kontraindikasi absolut

Bronkoskopi sebaiknya tidak dikerjakan pada keadaan penyakit perdarahan, pasien


yang mudah terjadi perdarahan tidak boleh dilakukan bronkoskopi sebab ada
kemungkinan terjadi hematoma intralumen atau perdarahan yang sukar diatasi. Pada
pasien yang demikian dapat tumbuh gumpalan darah sepanjang traktus
trakeobronkial, pada pasien hipoksemia, hiperkapnia akut, pasien aritmia jantung,
infark miokard akut, dekompensasi jantung. Beban tambahan pada bronkoskopi dapat
mengakibatkan dekompensasi yang lebih buruk. Pada pasien dengan radang akut

18
saluran napas (laringo-trakeo-bronkitis akut) tidak dilakukan bronkoskopi karena
dapat menyebabkan terganggunya ventilasi udara. Pada beberapa kasus tertentu
seperti pada keadaan sumbatan saluran trakea dan bronkus oleh benda asing, masih
dipertimbangkan bronkoskopi setelah ditanggulangi keadaan yang menyebabkan
kontraindikasi. Keuntungan dan risiko harus dipertimbangkan sebaik-baiknya
tergantung pada keadaan pasien. 1,7,13

5. Komplikasi Bronkoskopi
Pemakaian bronkoskopi kaku dan serat optic memiliki komplikasi yang sama.
Pada bronkoskopi kaku memiliki komplikasi tambahan berupa gigi goyah atau lepas,
trauma pada mukosa saluran napas, edema subglotik dan perdarahan. Pada
perdarahan di bronkus utama lebih baik penanggulangannya dengan bronkoskop kaku
karena lebih mudah terlihat tempat perdarahan serta dapat dilakukan aplikasi topical
untuk menghentikan perdarahan.1,6,7,13
Komplikasi yang mungkin terjadi pada bronkoskopi, oleh obat premedikasi dan
anestesi (umum) adalah depresi pernapasan, apneu, hipotensi, sinkope, reaksi alergi.
Pada analgesia lokal mungkin terjadi henti napas, spasme laring, spasme bronkus,
reaksi alergi, mual dan muntah. 1,6,7,13
Secara umum dapat terjadi komplikasi berupa trauma laring, hipoksia, hiperkarbia,
spasme bronkus. Gejala kardiovaskuler berupa aritmia atrial dan ventrikuler, iskemia
miokard, angina, dan henti jantung. Komplikasi dapat pula berupa peradangan dengan
kenaikan suhu badan oleh bakterimia, pneumonia, kontaminasi isi rongga abses
intrabronkial serta peradangan oleh basil tuberculosa paru, jamur dan virus. Pada
penyikatan bronkus dan biopsy bronkus atau paru dapat terjadi perdarahan, perforasi
bronkus atau paru, pneumothoraks, sikat patah atau cunam patah. Pada aspirasi jarum,
komplikasi yang mungkin terjadi ialah perdarahan, perforasi pembuluh darah besar,
hemo-mediastinum, pneumo-mediastinum, pneumothoraks. Terapi laser endobronkial
dapat menyebabkan hipoksia, perdarahan, perforasi esophagus, bronkus atau paru,
terbakar dan menyebabkan kematian. Pada pencucian bronco-alveolar, dapat terjadi

19
demam, pneumonitis, perdarahan bronchial, spasme bronkus, seta pneumothoraks.
Pada saat pengambilan benda asing, dapat terjadi hemoptisis massif dan obstruksi
saluran napas. 1,6,7,13
Tabel 1. Komplikasi bronkoskopi serat optik13

6. Persiapan Pemasangan
Sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan, harus dipersiapkan beberapa persiapan
yang penting meliputi persiapan terhadap penderita termasuk pemberian premedikasi
sebelum tindakan bronkoskopi dan persiapan peralatan pendukung yang dibutuhkan
untuk bronkoskopi. Pengelolaan penderita yang akan dilakukan bronkoskopi adalah
sangat penting dan membutuhkan pendekatan multidisiplin serta komunikasi yang
baik. Evaluasi sebelum tindakan bronkoskopi mencakup indikasi untuk prosedur
bronkoskopi, tindakan yang akan dilakukan, risiko tindakan yang dapat terjadi pada
pasien dan persetujuan dari pihak pasien terhadap prosedur tindakan yang akan
dilakukan terhadapnya. Beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap pasien
sebagai persiapan sebelum dilakukan prosedur bronkoskopi antara lain pemeriksaan

20
faal hemostasis, foto toraks, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), analisa gas
darah, elektrolit dan spirometri. 7,13

Evaluasi kardiovaskuler terutama dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit


jantung koroner yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat
meningkatkan risiko pada saat tindakan bronkoskopi berlangsung. Mengetahui
riwayat penyakit pasien secara akurat dengan memperhatikan adanya faktor risiko
adalah hal yang sangat membantu untuk menyusun rencana prosedur tindakan yang
akan dilakukan saat bronkoskopi berlangsung. Beberapa pemeriksaan darah rutin
yang dilakukan pada pasien yang akan dilakukan bronkoskopi meliputi hitung darah
lengkap, parameter koagulasi terutama pada pasien yang mendapat terapi
antikoagulan dan pasien dengan perdarahan aktif atau pada pasien yang dicurigai
adanya gangguan perdarahan secara klinis, penyakit hati, disfungsi ginjal,
malabsorpsi dan gangguan kekurangan gizi atau gangguan koagulasi lainnya. Pada
pasien yang sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi, obat anti diabetes dan obat-
abatan saluran napas harus tetap diberikan. Hipoksemia dapat terjadi pada saat
tindakan bronkoskopi. Hal ini harus diantisipasi dengan pengelolaan oksigen
tambahan pada pasien. Pasien dengan hipoksemia yang sudah ada sebelumnya akan
membutuhkan oksigen tambahan.7,13

British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan beberapa hal yang harus


diperhatikan untuk keselamatan pasien sebelum bronkoskopi7:
a. Memberikan informasi secara lisan dan tertulis kepada pasien tentang prosedur
yang akan dilakukan. 7
b. Pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada pasien dengan penyakit paru
obstruksi. 7
c. Pemberian suplementasi oksigen dan atau sedasi intravena dapat menyebabkan
peningkatan kadar CO2 arteri oleh karena itu pemberian sedasi harus dihindari
pada penderita yang terjadi peningkatan kadar CO2 arteri pra-bronkoskopi dan
suplementasi oksigen dipertimbangkan dengan sangat berhati-hati. 7

21
d. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum bronkoskopi untuk yang memiliki
katup jantung prostesis atau dengan riwayat endokarditis. 7
e. Pada penderita dengan riwayat infark miokard, bronkoskopi harus dihindari
minimal 6 minggu setelah riwayat serangan terakhir. 7
f. Penderita asma harus diberi bronkodilator sebelum tindakan bronkoskopi
dilakukan. 7
g. Pemeriksaan trombosit dan fungsi pembekuan darah harus rutin dilakukan pada
pasien dengan riwayat perdarahan. 7
h. Jika diperkirakan bahwa spesimen biopsi mungkin diperlukan pada bronkoskopi,
antikoagulan oral harus dihentikan setidaknya 3 hari sebelum bronkoskopi atau
penderita dapat diberi vitamin K. 7
i. Jumlah trombosit, waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial harus
diperiksa sebelum melakukan biopsi transbronkial. 7
j. Tidak makan minimal 4 jam dan tidak minum air minimal 2 jam sebelum
tindakan bronkoskopi. 7
k. Akses intravena harus terpasang sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan. 7
l. Penggunaan sedasi harus diberikan setelah mendapat persetujuan dari pasien. 7
m. Atropin tidak secara rutin diperlukan sebelum bronkoskopi. 7
Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) saat pemasangan bronkoskopi :
a. Pasien harus dipantau dengan oksimetri7
b. Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mencapai saturasi oksigen minimal
90% dan untuk mengurangi risiko aritmia selama prosedur berlangsung dan
selama masa pemulihan setelah tindakan selesai dilakukan. 7
c. Jika scope bronkoskopi dimasukkan melalui hidung maka sebaiknya diberikan
lidokain gel 2% untuk anastesi mukosa hidung. 7
d. Pemantauan EKG harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat penyakit
jantung dan mereka yang dalam keadaan hipoksia meskipun telah diberi
suplementasi oksigen. Tersedia alat untuk resusitasi jantung paru. 7
Evaluasi pada pasien setelah dilakukan bronkoskopi :

22
a. Suplementasi oksigen setelah tindakan bronkoskopi diperlukan pada beberapa
pasien dengan penurunan fungsi paru-paru dan pasien yang mendapat sedasi 7
b. Jika dilakukan biopsi transbronkial maka harus dilakukan pemeriksaan foto toraks
minimal 1 jam setelah tindakan selesai dilakukan untuk mendeteksi komplikasi
terjadinya pneumotoraks. 7
c. Pasien yang dilakukan tindakan biopsi transbronkial harus diberi tahu secara lisan
dan tertulis tentang kemungkinan terjadinya pneumotoraks. 7
d. Beritahukan kepada pasien yang mendapat sedasi, pasien usia tua, pasien yang
dilakukan tindakan biopsi tranbronkial harus diawasi dalam 24 jam setelah
tindakan dilakukan. 7

7. Prosedur Pemasangan Bronkoskopi


Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah,
detak jantung, frekuensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi).
Penderita harus diberikan oksigen selama dan setelah tindakan bronkoskopi. 13,14

Pasien yang akan menjalani bronkoskopi dengan bronkoskop kaku sebaiknya


dengan posisi supine / terlentang dengan diletakkan bantalan di bahu dan didahului
dengan pemberian premedikasi, kemudian dilakukan general anestesi. Sedangkan
pada bronkoskop serat optic, terdapat tiga cara untuk melakukan bronkoskopi serat
optik, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans oral) atau melalui tabung
endotrakeal (ETT). Elastisitas bronkoskopi serat optik memungkinkan bronkoskop
melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina dan membagi
bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian bronkoskopi serat optik masuk ke bronkus
dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua segmen pada
trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi. Karina dinilai
ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna, ukuran dan patency.
Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi. 13,14

23
Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-tanda
vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi
apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk
dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ketidaknyamanan karena alergi terhadap
obat yang diberikan selama prosedur biasa dijumpai setelah tindakan bronkoskopi.
Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi selesai dilakukan. 13,14

Gambar 6 Pemasangan bronkoskop 14

24
8. Anestesi pada Pemasangan Bronkoskopi
Anastesi saluran napas harus dilakukan sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan.
Bronkoskopi kaku dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Selain itu,
anastesi umum juga dilakukan pada penderita yang akan dilakukan bronkoskopi serat
optik dengan prosedur tindakan diagnostik dan terapi yang memerlukan waktu yang
panjang, pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi dan pada pasien anak-anak.
Tindakan ini harus dilakukan oleh seorang Bronchoscopist yang berpengalaman di
ruang operasi. Bronkoskopi serat optik telah digunakan di lebih dari 95% dari semua
prosedur bronkoskopi dan telah menjadi modalitas dalam diagnostik maupun terapi.
Bronkoskopi serat optik digunakan secara luas karena mudah dilakukan, memiliki
komplikasi yang lebih ringan, lebih nyaman dan lebih aman, dapat menggunakan
anestesi lokal dan dapat menjangkau ke percabangan bronkus yang lebih distal. 3,9
Dalam pelaksanaan bronkoskopi pertama kali, Killian telah menggunakan kokain
sebagai zat anastesi lokal. Saat ini beberapa obat anastesi lokal telah banyak
digunakan antara lain lidokain, tetrakain (2%), benzokain(10-20%) dan kokain(4-
10%). Obat anastesi yang paling umum digunakan adalah lidokain. Obat anastesi
lokal memblok saraf-saraf pada saluran pernapasan dan menghilangkan sensasi
sepanjang jalan saraf yang dipersarafinya. Saluran pernapasan dipersarafi oleh
percabangan nervus kranialis yang keluar dari vertebra torakalis ke V, IX dan X yang
memberi sensasi ke saluran pernapasan. Sedangkan mukosa nasal di persarafi oleh
pleksus sfenopalatina yang terdiri dari percabangan nervus maksillaris dan nervus
trigeminalis. Serat saraf ini berjalan di bawah mukosa sepanjang dinding lateral nares
posterior ke turbinate tengah. Sensasi pada 2/3 anterior lidah ditimbulkan oleh
percabangan serabut saraf yang berasal dari nervus kranialis ke-V dan 1/3 posterior
lidah dan mukosa faring menuju ke pita suara dipersarafi oleh saraf glossofaringeus
melalui pleksus faring. Sedangkan pita suara, trakea dan bronkus dipersarafi oleh
nervus laringeus superior dan nervus laringeus recurrent yang merupakan
percabangan dari nervus vagus. 3,5,9

25
Cara melakukan tindakan anastesi lokal dapat diberikan dengan cara
spray/semprotan, nebulisasi, injeksi transkrikoid atau injeksi transtrakea, atau
spray/semprotan langsung melalui bronkoskop atau disebut juga cara spray as you go
dengan menggunakan dosis lidokain1%.7 Kumur lidokain dapat diberikan sebelum
melakukan tindakan anastesi secara spray/semprotan. Hal ini bertujuan untuk
melakukan pembiusan pada daerah mulut dan daerah posterior lidah. Kombinasi
lidokain kumur dan lidokain yang diberikan ke lidah bagian posterior memberikan
anastesi yang efektif untuk faring, laring dan trakea pada pasien yang dilakukan
intubasi dengan serat optic. Dalam teknik spray/semprotan lidokain, pasien di
posisikan duduk, mulut dan faring secara berurutan di semprotkan dengan obat
anastesi. Obat anastesi disemprotkan dengan sebuah alat berbentuk tabung
melengkung yang berfungsi sebagai penyemprot obat anastesi lidokain dengan dosis
4% atau 10%, 0,5 sampai 1 ml perkali semprotan dengan urutan penyemprotan mulai
dari pangkal lidah (untuk memblokir pangkal saraf laring), epiglottis, pita suara, dan
trakea. Jika bronkoskopi dimasukkan melewati hidung, diberikan anestesi lokal
lidokain 2% pada hidung. 3,9
Kanula diposisikan dengan sebuah cermin laring tidak langsung sebagai pemandu
yang dihangatkan terlebih dahulu. Semprotan diberikan sampai pasien batuk.
Pemberian secara semprotan membutuhkan pengalaman tersendiri sebab cara
semprotan dengan memegang lidah pasien harus dilakukan selembut mungkin untuk
menghindari rasa sakit akibat pegangan yang terlalu kuat. Oleh karena itu pegangan
lidah dapat dilakukan oleh pasien sendiri dan jika kurang memadai maka
operator/asisten dapat memegangnya secara hati-hati. Penyebaran zat anastesi
didaerah lidah dan pangkal lidah tergantung pada arah semprotan yang dilakukan.
Pengalaman operator menentukan sebaran semprotan dan keberhasilan tindakan
anastesi. Semprotan harus merata mulai daerah pangkal lidah dari kanan ke kiri serta
kearah pita suara dan trakea bagian proksimal dibawah pita suara. 3,9
Anastesi lokal untuk nasofaring dan laring dapat juga dilakukan dengan cara
nebulisasi. Umumnya digunakan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan alat nebul

26
melalui face mask atau mouthface. Nebulizer lazimnya digunakan sebagai alat untuk
terapi inhalasi dengan tujuan pengobatan, namun dengan perkembangannya,
nebulizer juga digunakan sebagai alat untuk memasukkan berbagai zat aktif untuk
kepentingan medis. Nebulizer merupakan alat yang relatif murah dibandingkan alat
terapi inhalasi lainnya. Sediaan zat yang digunakan umumnya berbentuk larutan yang
mengandung zat aktif. Nebulizer dapat mengubah partikel zat aktif menjadi partikel
yang berukuran sangat kecil sekitar 5 μm, dapat menghantarkan partikel zat aktif
sampai ke alveolus serta mudah dihirup dengan bernapas biasa. Dengan nebulizer
pasien hanya bernapas biasa sambil menghirup uap nebul yang mengandung obat
anastesi. Obat dapat mencapai sasaran sampai kesaluran napas yang kecil sehingga
dosis yang diberikan dapat lebih rendah dibandingkan cara pemberian lainnya serta
menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak dinginkan. 3,9

Gambar 7. Penyemprotan anestesi

27
BAB IV
KESIMPULAN

Bronkoskopi merupakan prosedur medis sebagai alat diagnostic dan terapeutik


yang dilakukan untuk melihat saluran pernapasan atas dan bawah meliputi adanya
kelainan atau tidak, untuk mengambil contoh jaringan atau sekret, untuk
membersihkan jalan napas, dan sebagainya.
Bronskoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran
pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop. Bronkoskop dapat dimasukkan ke
saluran pernapasan melalui hidung atau mulut ataupun melalui lubang trakeostomi.
Saat ini dikenal ada 2 macam alat bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku dan
Bronkoskopi Serat Optik Lentur.
Tujuan melakukan prosedur bronkoskopi adalah untuk pemeriksaan bronkus dan
cabang-cabangnya dengan tujuan diagnostik maupun pengobatan.26,27 Prosedur
bronkoskopi secara rutin dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan-kelainan
endobronkial.
Prosedur bronkoskopi yang dilakukan memiliki kontraindikasi absolute dan
relative dan dapat menimbulkan komplikasi mulai dari reaksi inflamasi saluran napas,
perdarahan maupun perforasi saluran napas yang dapat menyebabkan pneumotoraks
ataupun pneumomediastinitis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1) Soepardy.E, Iskandar.N, Bashiruddin.J, Restuti.R, 2007. Balai Penerbit FK.UI :


Jakarta.
2) Eber.E, L.Juan, Pacheco.A, Blic.J. 2017. Interventional bronchoscopy in
children. ERS Official document : p1-16
3) Chadha.M, Khulsthestra.M, Biyani.A. 2015. Anesthesia for bronchoscopy. IJA :
p365-573
4) Yamus.L, Batra.H. 2018. Indications and complication of rigid bronchoscopy.J.
Expert Review of Respiratory Medicine
5) Burdet.E, Mitchell.V. 2008. Anatomy of the larynx, trachea and bronchi. Elsevier
: p329-333
6) Leiten. E, Marius.E, Bakke.P, Eagan.P. 2016. Complications and discomfort of
bronchoscopy : sistematica review. J.Europian Clinical Respiratory: p1-7
7) Rand.D, J. Blakley, R.Booton, N.Chaudhri, V.Gupta, S.Khalid, S.Mandal,
J.Martin, J.Mills, N.Navani, M.Munavvar. 2013. Guideline for diagnostic
flexible bronchoscopy in adults. J.BTS : p1-27
8) Assad.A, Clum.S, Rumbak.M. 2017. Fiberoptic bronchoscopy complications.
J.Respiratory medicine and Lung disease:p1-4
9) Tyler.J, Paradis, Jeniffer.D, Brandon,H. 2016. The role of bronchoscopy in the
diagnosis of air way disease. Review article : J Thorac Dis 2016;8(12):3826-
3837
10) Dumoulin,E. 2018. Recent advances in bronchoscopy . F1000 Faculty Rev: p1-6
11) AARC Guideline. 2007. Bronchoscopy assisting. Respiratory Care January. Vol.
52. No. 1 : p75-82
12) Multimedia Manual Of Cardio-Thoracic Surgery. 2019. Operative rigid
bronchoscopy.MMCTS : p1-14

29
13) S.Kabadayi, MC, Bellamy. 2017. Bronchoscopy in critical care. BJA Education,
17 (2): 48– 56
14) Daniel.G, Nicastri. MD, Todd.S, Weiser, MD. 2012. Rigid bronchoscopy :
Indications and techniques. Elsevier : p45-51

30

Anda mungkin juga menyukai