Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Enuresis nokturnal, umumnya dikenal sebagai mengompol yang terjadi

selama proses tidur pada anak usia lima tahun ke atas. Mengompol dapat menjadi

masalah baik bagi anak karena dapat menjadi sumber malu, dan merepotkan bagi

orang tua bila terjadi terus-menerus. 1

Enuresis berlangsung melalui proses berkemih yang normal (normal

voiding), tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat, yaitu berkemih di tempat

tidur atau menyebabkan pakaian menjadi basah. Secara normal usia

perkembangan anak lebih lima tahun, anak akan miksi sebanyak 5-8 kali/hari dan

akan menolak miksi bukan ditempatnya. 2

Prevalensi tertinggi enuresis nokturnal terjadi pada populasi anak usia

prasekolah yaitu 15-20%, anak usia 6 sampai 7 tahun 5-10%. Enuresis lebih. 1

Penyebab enuresis nokturnal tidak diketahui secara pasti, namun ada

beberapa kemungkinan terdapat beberapa faktor yakni faktor genetik, faktor tidu

dimana anak tertidur lelap dan enggan bangun untuk miksi, kapasitas kandung

kemih yang lebih kecil dari anak lainnya, defisiensi antidiuretik hormon (ADH)

yang berfungsi dalam pengendalian produksi urin. 1,8

Dalam penegakkan diagnosis enuresis nokturnal, perlu diketahui pola

berkemih yang rinci anak dan perihal mengompol anak. Selain itu riwayat

penyakit sebelumnya seperti diabetes insipidus, penyakit ginjal kronik, infeksi

saluran kencing, adanya konstipasi, dan keadaan psikologis anak juga penting

1
untuk diketahui untuk membuktikan enuresis nokturnal pada anak bukan oleh

karena penyebab lain. 2

Penatalaksanaan paling penting dalam penanganan enuresis nokturnal pada

anak (mengompol) adalah perubahan perilaku, latihan dan orang tua diharapkan

tidak menghukum atau memarahi anak. 2,3

Enuresis nokturnal dapat sembuh spontan tanpa diobati pada 10-20% kasus

pertahun karena enuresis bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses

maturasi yang dapat sembuh spontan dengan bertambahnya umur. 8

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Enuresis berasal dari bahasa yunani yaitu “enourein” yang berarti

mengosongkan urin. Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak

disadari (involunter) yang terjadi pada anak-anak yang seharusnya

pengendalian kandung kemihnya sudah tercapai (biasanya usia 5 tahun ke

atas), dengan frekuensi berkemih minimal 2 sampai 3 kali dalam seminggu,

dalam periode minimal 3 bulan. 1

Berdasarkan waktu, enuresis dapat diklasifikasikan menjadi : 1

1. Enuresis nokturnal yaitu enuresis yang terjadi hanya pada saat anak

dalam keadaan malam hari.

2. Enuresis diurnal yaitu enuresis yang terjadi pada saat anak dalam

keadaan bangun, yakni siang hari.

Berdasarkan awal terjadinyaenuresis diklasifikasikan menjadi : 1

1. Enuresis primer adalah keadaan dimana anak belum pernah berhenti

mengompol sejak lahir.

2. Enuresis sekunder adalah keadaan dimana terjadi 6 bulan sampai 1 tahun

kontrol pengosongan kandung kemih menjadi normal (anak tidak

ngompol) kemudian anak kembali ngompol.

3
Enuresis nokturnal (ngompol) adalah pengeluaran air kemih yang tidak

disadari (involunter) saat malam hari yang terjadi pada anak-anak yang

seharusnya pengendalian kandung kemihnya sudah tercapai (biasanya usia 5

tahun ke atas), dengan frekuensi berkemih minimal 2 sampai 3 kali dalam

seminggu, dalam periode minimal 3 bulan. 2,3,4

Enuresis berlangsung melalui proses berkemih yang normal (normal

voiding), tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat, yaitu berkemih di

tempat tidur atau menyebabkan pakaian menjadi basah. 2

2.2 Anatomi dan Fisiologi Normal Kandung Kemih

2.2.1 Anatomi kandung kemih

Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang berfungsi

sebagai penyimpanan urin. Pada laki-laki terletak tepat dibelakang simphisis

pubis dan didepan rektum, sedangkan kandung kemih wanita terletak

dibawah uterus dan didepan vagina. 5,6

Struktur kandung kemih berupa:

1. Dinding, dengan empat lapisan, yaitu:

a. Serosa, merupakan lapisan terluar yang berupa perpanjangan lapisan

peritoneal rongga pelvis.

b. Otot detrusor, yaitu lapisan tengah yang tersusun dari berkas-berkas

otot polos yang membentuk sudut agar kontraksi kandung kemih

serentak ke segala arah.

4
c. Submukosa, berupa jaringan ikat dibawah mukosa dan berhubungan

dengan muskularis.

d. Mukosa, yaitu lapisan terdalam berupa epitel transisional.

2. Trigonum vesicae merupakan area halus, triangular, dan relatif tidak

dapat berkembang yang terletak secara internal dibagian dasar kandung

kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari tiga lubang yaitu dua disudut atas

berupa muara ureter dan satu pada apex berupa uretra. 5,6

Inervasi kandung kemih berasal dari plexus vesicalis dan plexus

prostaticus yang merupakan bagian hypogastrium inferior. Inervasi terdiri

dari :

1. Serabut motoris yang bersifat parasimpatis untuk persarafan otot

destrusor melalui nervus erigentes. Preganglion neuron parasimpatis

berlokasi pada nervus parasimpatis sakral di medula spinalis pada level

sakral-2 sampai dengan sakral-4.

5
2. Serabut sensoris yang bersifat simpatis melalui nervus hypogastricus

akan terangsang pada peregangan kandung kemih sehingga memberi

rasa penuh, terbakar dan sesak kencing. Inervasi simpatis pada kandung

kemih dan uretra berasal dari intermediolateral nuclei di region

torakolumbal (torakal-10 sampai lumbal-2) pada medula spinalis.

3. Serabut simpatis untuk mempersarafi pembuluh darah. Inervasi somatik

pada rhapdospinkter uretra dan beberapa otot perineal yang diatur oleh

nervus pudendal. Serabut-serabut ini berasal dari sfingter motor neuron

yang berlokasi di cabang ventral medula spinalis sakral (sakral-2 sampai

dengan sakral-4) yang disebut nukleus onufis.

Refleks detrusor memulai kontraksi involunter dari otot kandung

kemih karena peregangan dinding dan terjadi melalui serabut aferen dan

eferen sistem parasimpatis dari nervus splanchnicus pelvicus. Refleks

detrusor menjadi aktif bila terisi 100-150 cc urin. 5,6

Persarafan kandung kemih ini dikendalikan oleh :

1. Medula Spinalis

Pengandalian kandung kemih dan pengeluaran air kemih melalui

sistem simpatis dan parasimpatis. Parasimpatis berasal dari medula spinalis

sakral 2-4, yang keluar dari plexus pelvikus dan sakralis, menuju kandung

kemih sebagai nervus pudendal yang akan menyebabkan kontraksi pada

otot-otot detrusor dan dilatasi sfingter interna. Sedangkan saraf simpatis

berasal dari medula spinalis torakal 11 sampai lumbal 2, melalui plexus

6
hypogastricus. Reseptor simpatis terdiri dari reseptor α dan β. Reseptor α

terletak di bagian leher kandung kemih dan otot polos sekitar pangkal uretra

yang menyebabkan kontraksi bagian bawah kandung kemih, sehingga

menghambat pengosongan kandung kemih. Bila terjadi inhibisi, maka

relaksasi leher kandung kemih dan bagian proksimal uretra, sehingga

terjadilah miksi. Reseptor β berada di korpus kandung kemih, perangsangan

reseptor ini mengakibatkan relaksasi otot-otot detrusor sehingga terjadi

pengisian. Inhibisi menyebabkan kontraksi otot detrusor dan peningkatan


5,6
tekanan kandung kemih diikuti pengosongan kandung kemih.

2. Otak

Otak memiliki pusat-pusat pengendali miksi yang diliputi pusat

perangsang miksi berupa pons anterior dan hipotalamus posterior, dan pusat

inhibisi pada otak tengah. Pada saat miksi, pusat-pusat ini akan

mempermudah pusat miksi di medula spinalis sakral untuk memulai refleks

miksi serta inhibisi kontraksi otot sfingter eksternum kandung kemih,

sehingga terjadilah pengeluaran urin. 5,6

2.2.2 Fisiologi miksi

Miksi atau urinisasi merupakan proses pengosongan kandung kemih.

Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung

kemih. Aliran ini dipengaruhi oleh gaya tarik bumi, selain itu juga kontraksi

peristaltik otot polos dalam dinding ureter. Karena urin secara terus menerus

7
dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan

yang cukup. 7

Mekanisme miksi bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis

juga impuls saraf volunter. Pada pengeluaran urin dibutuhkan kontraksi aktif

otot detrusor, maka:

- Bagian otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi

sebagai sfingter uretra internal yang diinervasi oleh neuron parasimpatis.

- Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot

perineal transversa dibawah kendali volunter. Selain itu bagian

pubokoksigeus pada otot elevator juga berkontriksi dalam pembentukan

sfingter.

Rata-rata pengeluaran urin adalah ± 1,5 liter per hari, walaupun bisa

berkurang hingga kurang dari 1 liter per harinya dan meningkat hingga

mendekati 20 liter per hari. 5,7

Refleks berkemih terjadi dengan cara:

- Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls

parasimpatis yang menjalankan melalui saraf splanknik pelvis ke

kandung kemih.

- Refleks perkemihan menyebabkan otot detrusor kontraksi dan relaksasi

sfingter internal dan eksternal.

8
Pada anak-anak, miksi merupakan sebuah refleks lokal spinal dimana

pengosongan kandung kemih dengan pencapaian tekanan kritis. Sedangkan

pada dewasa, refleks ini dibawah kontrol volunter sehingga dapat diinhibisi

oleh otak. Selama miksi, proses yang terjadi berupa:

- Refleks detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot

tersebut sehingga timbul keinginan untuk miksi.

- Relaksasi otot puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit

sehingga penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama

uretra melebar.

- Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan kandung kemih

untuk mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan tindakan valsava.

- Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot sfingter uretra eksterna

dan dasar panggul akan mengeluarkan sisa urin dalam uretra, setelah itu

otot detrusor relaksasi kembali untuk pengisian urin selanjutnya.

Frekuensi normal berkemih untuk anak usia 5 tahun ke atas adalah

antara 3 sampai 7 kali per hari. Kapasitas kandung kemih mengalami

peningkatan pada 8 tahun pertma kehidupan.

Gangguan pada sistem saraf pusat atau komponen saluran kemih

bagian bawah dapat menyebabkan tidak sempurnanya pengeluaran dan

retensi urin atau tidak dapat menahan miksi, atau gejala-gejala kompleks

kandung kemih yang berlebihan dengan karakteristik berupa sesak dan

miksi berulang-ulang dengan atau tanpa inkontinensia urin. 7

9
Berkemih dapat dicegah dengan kontraksi sfingter uretra eksterna

yang disadari. Namun, jika kandung kemih terus menerus diisi dan teregang,

maka kontrol sudah tidak mampu lagi mengendalikan. 7

Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai walaupun kandung kemih

belum tergang oleh relaksasi volunter sfingter uretra eksterna dan diafragma

pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun,

yang secara simultan membuka sfingter uretra eksterna dan meregangkan

kandung kemih. Pengaktifan reseptor-reseptor regang menyebabkan

kandung kemih berkontraksi melalui refleks miksi. Pengosongan kandung

kemih secara volunter dapat dibantu oleh kontruksi dinding abdomen dan

diafragma pernafasan yang meningkatkan tekanan intraabdominal sehingga

memeras kandung kemih untuk mengosongkan isinya. 7

2.2.3 Perkembangan pendendalian kadung kemih

Kematangan seorang anak untuk dapat mengendalikan kandung kemih

tergantung dari :

- Kapasitas kandung kemih yang adekuat

- Pengendalian sfingter eksterna kandung kemih secara sadar untuk

memulai dan mengakhiri miksi.

- Pengendalian pusat miksi diotak untuk merangsang atau menghambat

miksi pada berbagai tingkat kapasitas kandung kemih.

10
Adapun usia perkembangan kandung kemih, yaitu:

- Neonatus, berkemih terjadi secara spontan dan merupakan refleks

medula spinalis. Bila jumlah urin bertambah, kandung kemih

mengembang dan terjadi refleks yang menimbulkan kontraksi otot

detrusor dan relaksasi otot sfingter eksternum kandung kemih.

- Usia 1-2 tahun, kapasitas kandung kemih bertambah serta maturasi

lobus frontalis dan parietalis otak. Sehingga anak sudah menyadari bila

kandung kemih penuh tapi belum mampu mengendalikan miksi.

- Usia 2,5 tahun, anak sudah tahu cara dan guna miksi sehingga anak

sudah dapat mengendalikan kandung kemih sesuai tempat dan waktu

miksi.

- Usia 3 tahun, anak akan pergi ke kamar mandi bila ingin miksi dan

sudah dapat menahan miksi dalam waktu yang cukup lama, terutama

saat bermain dan biasanya akan miksi sekitar 8-14 kali/hari. Pada usia

ini usia ini anak sudah dapat mengendalikan miksi pada siang hari, pada

malam hari 75% anak usia 3,5 tahun sudah tidak mengalami nocturnal

enuresis (mengompol).

- Usia 4,5 tahun, anak sudah dapat mengendalikan kandung kemih secara

lengkap.

- Usia 5 tahun, anak akan miksi sebanyak 5-8 kali/hari dan akan menolak

miksi bukan ditempatnya.

11
Pengisian kandung kemih, selain memicu refleks kandung kemih juga

menyebabkan rasa secara sadar bahwa kandung kemih penuh juga

menyebabkan timbulnya keinginan untuk miksi. Persepsi kandung kemih

yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas,

sehingga memberi peringatan bahwa proses miksi akan dimulai. Akibatnya,

kontrol volunter terhadap miksi yang dipelajari selama toilet training pada

masa anak-anak dini dapat mengalahkan refleks miksi. Sehingga

pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang

bersangkutan dan bukan pada saat pengisian kandung kemih pertama kali

mencapai titik yang menyebabkan pengaktifan reseptor regang. Apabila saat

miksi tidak tepat sementara refleks miksi sudah dimulai, pengosongan

kandung kemih dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan

sfingter eksterna dan diafragmapelvis sehingga impuls eksitatoris volunter

yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik

refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat

sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak keluar. 7

2.3 Epidemiologi

Kejadian tertinggi enuresis nokturnal terjadi pada populasi anak usia

prasekolah yaitu 15-20%, anak usia 6 sampai 7 tahun 5-10%. Enuresis lebih

sering terjadi pada anak laki-laki dengan prevalensi yakni 60%, jika

dibandingkan anak perempuan. 1

12
2.4 Etiopatogenesis

Penyebab enuresis nokturnal tidak diketahui secara pasti, namun ada

beberapa kemungkinan yang diduga menjadi penyebab timbulnya enuresis

nokturnal.

2.4.1 Faktor genetik

Sejumlah penelitian melaporkan prevalensi yang tinggi pada

keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami enuresis. Sekitar

77% anak mengalami enuresis bila kedua orang tuanya enuresis, 43-

44% anak-anak mengalami enuresis jika salah satu orang tuanya

enuresis, dan 15% anak enuresis bila kedua orang tua sama sekali tidak

enuresis. 1,8

2.4.2 Faktor tidur

Tidur yang sangat dalam (deep sleep) akan menyebabkan anak tidak

terbangun saat kandung kemih sudah penuh. 1,8

2.4.3 Kapasitas kandung kemih kecil

2.4.4 Kurangnya kadar antidiuretik hormon (ADH)

Antidiuretik hormon (ADH) berfungsi dalam pengendalian produksi

urin. Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi

sedikit urin pada malam hari. Pada anak yang mengalami enuresis,

diduga tubuhnya tidak memproduksi ADH dalam jumlah yang

mencukupi, sehingga ketika sedang tidur, tubuhnya menghasilkan

banyak urin (poliuria) yang membuat anak menjadi ngompol. 1,8

13
2.4.5 Toilet training yang kurang

Latihan pola buang air kemih yang baik (toilet training) yang kurang

dapat terjadi pada ank yang mengalami keterlambatan perkembangan

misalnya terlambat berjalan, adanya faktor stres (perceraian orang tua,

kelahiran saudara) selama periode perkembangan anak antara usia 2-4

tahun. 1,8

2.5 Manifestasi klinis dan Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

Untuk menentukan adanya enuresis nokturnal perlu ditanyakan hal

berikut :

1) Pola berkemih yang rinci : sejak kapan anak dapat berkemih sendiri,

frekuensi dan lama berkemih, pancaran urin, keluhan saat berkemih,

bangun malam saat berkemih.

2) Perihal mengompol : siang atau malam, frekuensi dalam semalam

atau seminggu, pola tidur, riwayat keluarga dengan enuresis.

3) Riwayat penyakit sebelumnya seperti diabetes insipidus, penyakit

ginjal kronik, infeksi saluran kencing, adanya konstipasi, dan

keadaan psikologis anak. 2

Pada enuresis nokturnal gejala yang dikeluhkan berupa pengeluaran

urin dimalam hari, tanpa adanya rasa panas atau terbakar, dan warna

urin tetap jernih. 2

14
2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi daerah abdomen untuk

melihat distensi abdomen karena retensi urin dalam kandung kemih,

tetapi biasanya pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

Pengamatan saat berkemih juga diperlukan untuk menilai kekuatan dan

kualitas urin. Pemeriksaan neurologis meliputi refleks sfingter, sensasi

perineal, tonus anal, pemeriksaan daerah punggung, serta refleks

lumbosakral untuk menilai adanya kelainan medula spinalis. 2

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Urinalisis meliputi berat jenis urin untuk menyingkirkan poliuria

sebagai penyebab enuresis, glukosa (glukosuria) oleh karena diabetes.

Bila ada dugaan infeksi maka biakan urin perlu dilakukan. 2

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) III, pedoman diagnostik enuersis (F98.0) adalah :

1. Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air kecil tanpa kehendak pada

siang dan/atau malam hari, yang tidak sesuai dengan usia mental anak, dan

bukan akibat dari kurangnya pengendalian kandung kemih akibat gangguan

neurologis, serangan epilepsi, atau kelainan struktural pada saluran kemih.

2. Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan

variasi normal usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan

pengendalian kandung kemihnya. Namun demikian, enuresis tidak lazim

15
didiagnosis terhadap anak dibawah usia 5 tahun atau dengan usia mental

kurang dari 4 tahun.

3. Bila enuresis berhubungan dengan suatu gangguan emosional atau perilaku,

yang lazim merupakan diagnosis utamanya, hanya bila terjadi sedikitnya

beberapa kali dalam seminggu.

4. Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengan enkopresis, dalam hal ini

enkopresis yang diutamakan. 9

2.6 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari enuresis nokturnal dapat berupa :

1) Enuresis diurnal.

Enuresis diurnal merupakan keadaan enuresis atau pengeluaran air kemih

yang tidak disadari (involunter) yang terjadi pada siang hari.

2) Obstruksi saluran kemih bagian bawah

Pada obstruksi saluran kemih bagian bawah terjadi penurunan pancaran

urin, nyeri saat miksi, dan anak sering miksi pada siang ataupun malam

hari, disertai adanya demam dan distensi kandung kemih.

3) Infeksi saluran kemih

Adanya infeksi saluran kemih akan menimbulkan gejala peningkatan

frekuensi miksi pada siang dan malam hari, nyeri saat miksi, demam, dan

pada urinalisis dijumpai adanya bakteri.

16
2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dimulai dengan terapi perilaku. Farmakoterapi

merupakan terapi lini kedua dan hanya diperuntukan bagi anak yang gagal

dengan tatalaksana terapi perilaku.

2.7.1 Non-Farmakologi

1) Meningkatkan motivasi anak untuk memperoleh kesembuhan, dengan

memberikan pujian atau sistem hadiah (reward sysitem) pada setiap

keberhasilan anak tidak mengompol.

2) Perubahan kebiasaan

- Mengurangi minum 2 jam sebelum tidur, menghindari minuman

berkafein. Kafein dapat meningkatkan aktivitas jantung serta

mempercepat aliran darah termasuk aliran darah pada ginjal sehingga

meningkatkan aktivitas penyaringan pada ginjal yang akhirnya dapat

meningkatkan produksi urin. Selain itu, kafein dapat menghambat

penyerapan natrium dan air dari intravaskuler ke interstisial sehingga

produksi urin meningkat. Produksi urin yang meningkat akan

meningkatkan volume kandung kemih dan membuat anak sering

miksi.

- Miksi sebelum tidur, dimana anak harus pergi ke toilet untuk buang

air kecil sebelum tidur yang dilakukan setiap malam.

- Retention control training, dimana anak dilatih menahan miksi untuk

memperbesar kapasitas kandung kemih agar waktu antara miksi

menjadi lebih lama.

17
3) Psikoterapi. Psikoterapi berupa konseling pada orang tua bahwa hal ini

akan berhenti seiring dengan perkembangan usia anak yang dibantu

dengan terapi, orang tua diharapkan tidak menghukum atau

mempermalukan anak karena hal tersebut akan memperberat keadaan

anak tersebut. 2,3

2.7.2 Farmakologi

Desmopresin asetat (DDAVP)

Desmopresin asetat merupakan suatu polipeptida sintetik

vasopresin. yang lebih tahan terhadap degradasi enzimatik dan kerjanya

lebih singkat serta lebih kuat dari vasopresin (hormon antidiuretik). Obat

ini berfungsi sebagai hormon antidiuretik yakni mengurangi produksi

urin, sehingga digunakan sebagai terapi farmakologi pada enuresis.

Desmopresin akan mengurangi produksi urin anak selama tidur sehingga

kandung kemih selama tidur tidak penuh dan anak tidak mengompol.

Dosis 5-40 µg sebagai obat semprot hidung, diberikan sebelum tidur.

Desmopresin tersedia dalam bentuk larutan bening yang beirisi 0,1

mg/ml dalam botol 2,5 ml. Desmopresin tidak memiliki efek samping,

sehingga digunakan dalam menanggulangi enuresis nokturnal sampai

anak mampu menahan miksi. 2,3,9

18
2.8 Komplikasi dan prognosis

Enuresis nokturnal dapat sembuh spontan tanpa diobati pada 10-20%

kasus pertahun karena enuresis bukanlah suatu penyakit melainkan suatu

proses maturasi yang dapat sembuh spontan dengan bertambahnya umur. 8

BAB III

PENUTUP

Enuresis nokturnal bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses

maturasi berupa pengeluaran air kemih yang tidak disadari (involunter) saat tidur

malam yang umum terjadi pada anak-anak usia prasekolah serta dapat sembuh

spontan tanpa diobati sejalan dengan bertambahnya usia dan pengendalian

kandung kemih pada anak.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

1. Suarta Ketut, and Suari Made Rini. Enuresis pada Anak, PPDS IKA FK

UNUD. Denpasar, Bali. 2012. Diakses dari http://ppdsikafkunud.com

2. Pudjiadi Antonius, Hegar Badriul, Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman

Pelayanan Medis Jilid 1 : Enuresis. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

2009.

3. Halstead Scott. Enuresis, in: Nelson Textbook of Pediatric, Ilmu Kesehatan

Anak Nelson Edisi 15 Volume II. Jakarta: EGC, 1999.

4. Hidayati Eka Laksmini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) :

Enuresis dan Inkontinensia urin. 2012. Diakses dari http://www.staff.ui.ac.id.

5. Guyton, Arthur C and Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi

11. EGC: Jakarta, 2008.

6. Buku ajar Anatomi Biomedik II, edisi 1. Bagian Anatomi FK UNHAS. 2011.

7. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem, Edisi 6. EGC:

Jakarta. 2012.

8. Robson Lane M. Enuresis. 2016. Diakses dari http://emedicine.medscape.com

9. Setiabudy Rianto. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 : Diuretik dan Antidiuretik.

FKUI. Jakarta. 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai