254
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
254—263
cerita
anak-‐anak
juga
sudah
dilakukan
anak
harus
sederhana
dan
mudah
di-‐
oleh
Pusat
Bahasa
(sekarang
Badan
mengerti
oleh
anak.
Bahasa),
dengan
cara
menuliskan
cerita
Dalam
perkembangannya,
sastra
anak-‐anak
dari
berbagai
provinsi
di
anak-‐anak
pada
umumnya
ditulis
oleh
Indonesia.
Perkembangan
cerita
anak-‐ orang
dewasa.
Knowles
(1996:1)
me-‐
anak
dalam
media
massa
tahun
1980-‐an
ngatakan
bahwa
sastra
anak
adalah
kar-‐
dapat
dikatakan
lebih
baik
dibandingkan
ya
yang
pembaca
sasarannya
anak
dan
dengan
tahun-‐tahun
sebelumnya.
Selan-‐ penulisnya
orang
dewasa.
Senada
de-‐
jutnya,
sastra
anak
berkembang
dengan
ngan
Knowles,
Sarumpaet
(1996:29—
terbitnya
buku
inpres
yang
dikelola
oleh
32)
juga
membedakan
sastra
anak
dari
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudaya-‐ sastra
orang
dewasa.
Sastra
anak
mem-‐
an.
Pada
tahun
1980-‐an,
banyak
muncul
punyai
kekhasan
tersendiri,
seperti
dari
pengarang
cerita
anak,
yang
kemudian
gaya
ceritanya
yang
bersifat
langsung
booming
pada
tahun
1990-‐an.
Berbagai
dan
tidak
berbelit-‐belit.
Deskripsinya
penerbit
berbondong-‐bondong
mener-‐ singkat,
dinamis,
dan
alur
sebab
akibat-‐
bitkan
cerita
anak.
nya
jelas.
Selain
itu,
sastra
anak
juga
di-‐
Sastra
anak
adalah
salah
satu
genre
tandai
oleh
adanya
unsur
yang
berman-‐
dari
khazanah
sastra
Indonesia,
yang
faat,
seperti
pengetahuan
umum,
kete-‐
mempunyai
kekhasaan
tersendiri
kare-‐ rampilan,
dan
hal-‐hal
yang
membantu
na
selain
keindahannya,
isinya
juga
perkembangan
anak.
mempunyai
misi
mendidik
dan
mencer-‐ Sesuai
dengan
misi
dan
slogannya,
daskan
anak.
Sastra
ini
secara
emosional
majalah
Bobo
mempunyai
rubrik
yang
psikologis
dapat
ditanggapi
dan
dipa-‐ berhubungan
dengan
pelajaran
di
seko-‐
hami
oleh
anak
dan
pada
umumnya
be-‐ lah,
khususnya
pelajaran
kelas
I—VI
SD.
rangkat
dari
fakta
yang
konkret
dan
Selain
itu,
ada
juga
yang
berisi
hiburan
mudah
diimajinasikan.
Berdasarkan
psi-‐ dan
permainan
yang
mendidik.
Rubrik
kologi
anak,
masa
perkembangan
anak
pendidikan
adalah
Our
English
Page,
dibagi
menjadi
tiga,
masa
prenatal,
masa
yang
berisi
pelajaran
bahasa
Inggris
bayi,
masa
kanak-‐kanak
pertama
(usia
yang
disesuaikan
untuk
anak
usia
SD
3—6
tahun)
dan
masa
kanak-‐kanak
ke-‐ yang
dapat
digunakan
dalam
percakap-‐
dua
(6—12
tahun),
dan
masa
remaja
an
sehari-‐hari.
Kosa
kata
mudah
dipa-‐
(12—18
tahun).
Pada
usia
6—12
tahun,
hami
sehingga
anak-‐anak
mudah
mem-‐
perkembangan
anak
yang
paling
penting
pelajarinya.
Gambar
yang
ditampilkan
adalah
senang
bermain,
senang
berke-‐ juga
bagus
sehingga
menarik
untuk
dili-‐
lompok,
dan
mulai
mencari
perhatian
hat.
Selanjutnya,
rubrik
“Pengetahuan”.
(Hawardi,
2001:39)
Rubrik
ini,
untuk
memperluas
wawasan
Nurgiyantoro
(2004:109—110)
pembaca
tentang
kejadian
alam
dan
ling-‐
mengungkapkan
bahwa
sastra
anak
da-‐ kungan
sehari-‐hari.
Rubrik
ini
sangat
pat
berkisah
tentang
kehidupan,
baik
ke-‐ bermanfaat
karena
orang
tua
yang
juga
hidupan
manusia,
binatang,
tumbuhan,
membaca
rubrik
ini
menjadi
kreatif,
maupun
kehidupan
lain
termasuk
makh-‐ bahkan
menggunakan
rubrik
ini
untuk
luk
dari
dunia
lain.
Namun,
kandungan
membuat
soal
ketika
ada
acara
temu
ke-‐
cerita
yang
dikisahkan
harus
berang-‐ luarga.
Ada
juga
kuis
seperti
lomba
“Ce-‐
kat
dari
sudut
pandang
atau
kaca
mata
pat
Tepat”,
yang
dapat
digunakan
se-‐
anak
sesuai
dengan
pemahaman
emo-‐ hingga
jika
ada
acara
dapat
berlangsung
sional
dan
pikiran
anak.
Oleh
karena
itu,
sangat
seru
karena
soal-‐soal
yang
diba-‐
bahasa
dan
alur,
karakter
tokoh
sastra
cakan
sangat
menantang.
255
Cerita
Pendek
Anak
dalam
Majalah
…
(Nurweni
Saptawuryandari)
256
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
254—263
257
Cerita
Pendek
Anak
dalam
Majalah
…
(Nurweni
Saptawuryandari)
terbit
dan
tersebar
hampir
di
seluruh
wi-‐ yaitu
rumah
(sepuluh
cerpen),
kelas/se-‐
layah
Indonesia.
Jumlah
cerita
anak
yang
kolah
(satu
cerpen),
jalan/halaman
seko-‐
ditulis
dalam
satu
tahun
berjumlah
lah
(sebelas
cerpen),
rumah
sakit
(satu
enam
puluh
buah,
yang
di
dalamnya
me-‐ cerpen),
dan
halaman
rumah
(satu
cer-‐
nampilkan
keberagaman
isi
dan
tema.
pen).
Latar
sosial
menengah
ke
atas
(li-‐
Dari
enam
puluh
cerita
dipilih
menjadi
ma
cerpen)
dan
latar
menengah
ke
ba-‐
dua
puluh
empat
cerita
yang
dikumpul-‐ wah
(19
cerpen)
kan
berdasarkan
tema
yang
sesuai
de-‐ Cerita
anak-‐anak
beralur
sorot
sa-‐
ngan
dunia
pendidikan
anak-‐anak.
Peng-‐ ma
(flash
back)
dan
alur
lurus
jumlahnya
kaji
berangkat
dari
pembacaan
dan
pe-‐ sama,
yaitu
duabelas
cerpen.
Dalam
alur
mahaman
cerita
anak.
Kemudian
meng-‐ sorot
balik,
peristiwa
dimulai
dengan
identifikasikan
dan
mendeskripsikan
gerakan
peristiwa
dari
tengah,
kemu-‐
masing-‐masing
cerita,
mulai
dari
tokoh,
dian
bergerak
ke
peristiwa
awal
sampai
alur,
dan
tema.
Berdasarkan
deskripsi
dengan
penyelesaian.
Peristiwa
awal
da-‐
tersebut,
diidentifikasi
kemiripan
watak
ri
alur
sorot
balik,
biasanya
dimulai
de-‐
dan
sikap
tokoh,
alur
serta
tema.
Se-‐ ngan
konflik
dan
gerakan
peristiwa
biasa
lanjutnya,
dari
analisis
itu
dapat
dilihat
(bukan
konflik).
tokoh,
alur,
dan
tema
yang
mempunyai
Secara
keseluruhan
cerpen
anak-‐
kemiripan,
yang
kemudian
dikelompok-‐ anak
majalah
Bobo
mengandung
tema
kan
menjadi
satu.
Misalnya,
sikap
dan
pendidikan
berupa
pendidikan
budi
pe-‐
watak
tokoh
A
dalam
cerita
anak
ber-‐ kerti
dan
moral.
Pendidikan
budi
pekerti
judul
A,
sama
dengan
tokoh
B
dalam
ce-‐ adalah
pendidikan
kesusilaan
yang
men-‐
rita
anak
berjudul
B,
yaitu
mempunyai
cakup
segi-‐segi
kejiwaan
dan
perbuatan
sikap
jujur.
Demikian
pula
dengan
alur
manusia.
Manusia
susila
adalah
manusia
dan
tema,
sehingga
tampak
bagaimana
yang
sikap
lahiriah
maupun
batiniahnya
pesan
yang
ingin
ditampilkan
oleh
penu-‐ sesuai
dengan
norma-‐norma
etik
dan
lisnya
melalui
cerita
tersebut.
moral,
sesuai
dengan
norma-‐norma
umum
dan
norma-‐norma
sehari-‐hari
da-‐
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
lam
masyarakat
(Poerwakawatja,
1982:
Tokoh-‐tokoh
yang
ditampilkan
didomi-‐ 51).
Selanjutnya,
dalam
buku
Pedoman
nasi
oleh
tokoh
anak-‐anak
yang
berusia
Pelaksanaan
Pendidikan
Karakter
(2011:
10—12
tahun.
Selanjutnya,
beberapa
to-‐ 2),
proses
pendidikan
karakter
didasar-‐
koh
dewasa
dan
orang
tua.
Watak
tokoh
kan
pada
totalitas
psikologis
yang
men-‐
utama
dalam
cerpen
majalah
Bobo
di-‐ cakup
potensi
individu
manusia
(kogni-‐
tampilkan
dalam
dua
bentuk
watak
yang
tif,
afektif,
psikomotorik)
dan
fungsi
so-‐
berimbang,
yaitu
watak
bulat
(17
cer-‐ siokultural
dalam
konteks
interaksi
ke-‐
pen)
dan
watak
datar/flat
character
(tu-‐ luarga,
satuan,
masyarakat,
dikelompok-‐
juh
cerpen).
Tokoh
yang
berwatak
bulat
kan
menjadi
empat,
yaitu
1)
olah
hati
mempunyai
perkembangan
watak
kare-‐ (beriman
dan
bertakwa,
jujur,
anamah,
na
tokoh
ini
mempunyai
watak
yang
adil,
bertanggung
jawab,
berempati,
be-‐
beragam
atau
berubah
dari
awal
cerita
rani
mengambil
risiko,
pantang
menye-‐
sampai
akhir
cerita.
Watak
datar
tidak
rah,
rela
berkorban,
dan
berjiwa
patri-‐
mengalami
perkembangan
atau
peru-‐ otik);
2)
olah
rasa/karsa
(
ramah,
saling
bahan
watak
atau
statis
dari
awal
cerita
menghargai,
toleran,
peduli,
saling
me-‐
sampai
akhir
cerita.
nolong,
nasionalis,
kosmopolit,
menguta-‐
Latar
tempat
lebih
didominasi
da-‐ makan
kepentingan
umum,
bangga
me-‐
lam
cerita
anak-‐anak
ini
daripada
latar
ngutamakan
bahasa
dan
produk
Indo-‐
sosial.
Latar
tempat
ragamnya
banyak,
nesia,
dinamis,
kerja
keras,
dan
beretos
258
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
254—263
kerja);
3)
olah
pikir
(cerdas,
kritis,
ino-‐ keberadaannya
berubah
menjadi
baik
vatis,
ingin
tahu,
berpikir,
terbuka,
pro-‐ dan
peduli
terhadap
bulan
setelah
men-‐
duktif,
berorientasi
ipteks,
dan
reflektif);
dapat
wawasan
dari
Papanya.
Tokoh
dan
4)
olah
raga
(bersih
dan
sehat,
di-‐ aku,
akhirnya
menjadi
paham
dan
me-‐
siplin,
sportif,
tangguh,
andal,
berdaya
ngerti
mengapa
bulan
seperti
itu.
tahan
bersahabat,
koorperatif,
ceria,
dan
tangguh).
“Keesokan
harinya
aku
bercerita
pa-‐
Ada
empat
cerpen
yang
mengan-‐ da
Papa,
aku
bermusuhan
dengan
bu-‐
dung
nilai
pendididikan
berupa
peduli
lan.
Sebab
bulan
selalu
melotot
pada-‐
lingkungan
alam,
yaitu
“Bulan,
Maafkan
ku.
Tapi,
Papa
malah
tertawa.
Kemudi-‐
an
Papa
menerangkan.
Katanya
bulan
Aku”,
“Pohon
Belimbing
Rini”,
“Cerita
itu
sebenarnya
baik.
Ia
tidak
pernah
yang
Paling
Menyeramkan”,
dan
“Khaya-‐
melotot.
Bahkan,
ia
menerangi
kita
di
lanku
Sebelum
Tidur”.
Cerpen
“Pohon
waktu
malam,
Bulan
itu
tempatnya
Belimbing
Rini”
menggambarkan
kese-‐ tinggi
…
sekali.
Itulah
sebabnya
jika
kita
dihan
dan
keprihatinan
tokoh
Rini
ketika
berjalan,
sepertinya
dia
selalu
mengi-‐
pohon
belimbing
di
samping
rumahnya
kuti
kita.”
akan
ditebang.
Tokoh
Rini
mengganggap
“Malam
harinya,
jendela
kamar
kubu-‐
pohon
belimbing
telah
memberikan
ba-‐ ka.
Tapi
bulan
tak
ada
di
langit.
Kutung-‐
nyak
kenangan
suka
dan
duka.
Di
bawah
gu-‐tunggu,
tapi
ia
tetap
tak
muncul.
Aku
pohon
belimbing
pula
Rini
suka
menum-‐ jadi
sedih.
Pasti
bulan
marah
padaku.
pahkan
kesedihan
jika
menilai
nilai
jelek
Dia
sudah
lelah
menerangi
malam,
tapi
aku
masih
marah-‐marah
padanya.
Aku
di
sekolah.
Rini
merasakan
kesejukan
jadi
ingin
menangis.”
dan
keteduhan
jika
sudah
mengeluarkan
“Bulan
tidak
pernah
marah.
Apalagi
pa-‐
isi
hatinya
di
bawah
pohon
belimbing.
da
anak
yang
baik.
Dia
tidak
muncul
Melalui
daun-‐daun
belimbing
yang
ter-‐ dari
balik
tertutup
awan.
Sebentar
lagi
tiup
angin
pula,
Rini
menganggap
bahwa
dia
pasti
kelihatan,”
kata
Papa
suasana
di
lingkungan
rumahnya
men-‐ (Parengkuan,
1983:9)
jadi
nyaman.
Tokoh
Susi
dalam
“Susi
Cucu
Ka-‐
”Rini
melepaskan
diri
dari
belaian
ibu-‐ kek”
mengungkapkan
keinginannya
un-‐
nya.
Lalu
diayunkan
langkahnya
de-‐ tuk
tidak
dijemput
sekolah
lagi
oleh
ka-‐
ngan
gontai
ke
pohon
belimbingnya.
keknya.
Susi
ingin
naik
angkutan
umum
Pohon
belimbing
yang
menyimpan
ba-‐
dengan
ditemani
oleh
bibinya.
Keinginan
nyak
cerita
tentang
suka
dukanya
itu
dielus-‐elusnya,
Sudah
ratusan
kali
Rini
tersebut
tentu
saja
ditentang
kakeknya.
tertawa
gembira
di
bawah
pohon
itu.
Namun,
Susi
dapat
mengungkapkan
ala-‐
Dan,
entah
sudah
berapa
kali
pula
dia
sannya.
Nilai
demokratis
terungkap
me-‐
melampiaskan
dukanya
di
situ.
Kalau
di
lalui
ucapan
Susi
dan
kakek.
sekolah
mendapat
nilai
jelek,
Rini
du-‐
duk
menyesali
diri
di
situ.
Kalau
Sisca
“Biar.
Kan
kakek
bisa
istirahat
sekali-‐
memusuhi,
Rini
akan
mencari
sebab
sekali.
Misalnya
seminggu
tiga
kali
Susi
musababnya
di
situ
pula.”
(Parengkuan,
diantar
kakek
dan
selebihnya
naik
bis,“
1983:60)
kata
Susi.
“Jadi
kakek
tidak
bosan.”
Peduli
lingkungan
alam
diungkap
“Kakek
tertawa
dan
menggeleng-‐ge-‐
juga
melalui
tokoh
aku
dalam
cerpen
lengkan
kepala”
“Kamu
lucu,
Susi.
Pintar
mengatur.
Tapi
“Bulan,
Maafkan
Aku”.
Tokoh
aku
yang
kakek
tidak
pernah
bosan
mengantar
awalnya
menganggap
bulan
bersikap
dan
menjemput
Susi,“
kata
kakeknya.
kurang
baik
karena
sering
mengikuti
(Parengkuan,
1983:14)
259
Cerita
Pendek
Anak
dalam
Majalah
…
(Nurweni
Saptawuryandari)
Dita
(“Maaf,
Tidak
Punya
Uang
Ke-‐ “Tidak,
Bu.
Doni
akan
menunggu
ru-‐
cil”),
Titin
(“Baju
Seragam
Titin”),
Titin
mah,
menunggu
ibu,
dan
menemani
(“Nilai
Kertas
Kalender
Bekas”)
dan
Rini
Dina”
(Parengkuan,
1983)
(“Rini
Tidak
Malang”)
mengungkapkan
ketegaran
para
tokohnya
dalam
meng-‐ Nilai
kejujuran
terungkap
dalam
hadapi
masalah
kehidupan
sehari-‐hari.
cerpen
“Banyak
Memberi
Banyak
Mene-‐
Melalui
tokoh
Rini
(“Rini
Tidak
Malang”)
rima”,
“Demi
Kebenaran”,
dan
“Aku
pun
digambarkan
bahwa
untuk
sekolah
di-‐ Sayang
Padamu”.
Tokoh
Ilham
(“Demi
butuhkan
biaya
sehingga
dia
membantu
Kebenaran”)
mengungkapkan
keberani-‐
ibunya
berjualan
kue
dan
lontong
di
kan-‐ annya
melaporkan
sikap
dan
perilaku
tin
sekolah.
Rini
melakukan
pekerjaan
Toto
yang
kurang
baik
terhadap
Sari
membantu
ibunya
dengan
senang
hati.
kepada
ibu
guru.
Padahal,
Ilham
melihat
perilaku
Toto
yang
melakukan
pencuri-‐
“Rini
tersenyum
dan
menjawab,
Tidak,
an
pulpen
dan
memindahkannya
ke
tas
aku
tidak
malang.
Aku
senang
mela-‐ Sari.
kukan
tugas
ini.
Dengan
membantu
tu-‐
gas
ibuku,
keluarga
kami
mendapat
“Nanti
aku
ceritakan
di
luar
kelas,
Yuk”
penghasilan
tambahan.
Sungguh
Tuhan
Ilham
beranjak
dari
kursinya.
Dedi
amat
baik.
Kami
hidup
berkecukupan.
mengikuti
langkah
Ilham.
Di
luar
kelas
Bisa
makan
dengan
kenyang
dan
bisa
Ilham
segera
menceritakan
segalanya.
bersekolah.
Aku
bersyukur
kepada
Tu-‐ “Heran,
kenapa
Toto
melakukannya?
han,
karena
keluarga
kami
diberi
kese-‐ Ini
kan
fitnah
namanya,”
ucap
Dedi
hatan
sehingga
bisa
melakukan
tugas
setelah
mendengar
kata-‐kata
Ilham.
kami
setiap
hari.
Kami
tidak
punya
“Sudah
dua
hari
ini
kan
Sari
bermusuh-‐
pembantu,
Jadi
kami
gotong
royong
an
dengan
Toto.
Gara-‐gara
Sari
mela-‐
bekerja
di
rumah.
Dan,
yang
penting
ka-‐ porkan
Toto
merokok
di
kantin
kema-‐
mi
rukun
satu
sama
lain.”
(Parengkuan,
rin
dulu,“
jelas
Ilham.
1983:80)
“Aku
mengerti.
Kasihan
Sari.
Teman-‐te-‐
man
kita
pasti
tetap
menuduh
dia
pen-‐
Cerpen
“Di
mana
Kunci
Itu”,
“Nina”,
curi.”
“Putusan
Doni”,
“Kakekku
Sakit”,
“Susah
“Maka
dari
itu
aku
bermaksud
melapor
Kalau
Marah”,
“Pertaruhan”,
dan
“Sebu-‐ pada
Bu
Geti.”
“Kau
tidak
takut
jika
kemudian
hari
ah
Rahasia”
mengungkapkan
nilai
pendi-‐
Toto
dendam
padamu?”
tanya
Dedi.
dikan
tanggung
jawab,
baik
terhadap
di-‐ “Demi
kebenaran,
aku
tidak
takut.”
Ja-‐
ri
sendiri,
keluarga,
dan
masyarakat.
Me-‐ wab
Ilham
jujur
(Parengkuan,
1983:
lalui
tokoh
Doni
(“Putusan
Doni”)
diung-‐ 45—46).
kapkan
bagaimana
Doni
yang
awalnya
kurang
perhatian
dan
tanggung
jawab
“Jagalah
Ucapanmu”,
“Gara-‐Gara
Ra-‐
terhadap
keluarga,
setelah
melihat
kete-‐ malan”,
dan
“Pak
Kadi
Gila”
mengung-‐
garan
dan
tanggung
jawab
tokoh
Mira,
kapkan
agar
kita
selalu
menjaga
sikap,
Doni
menjadi
sadar
untuk
bertanggung
ucapan,
dan
perbuatan
terhadap
siapa
jawab
juga
terhadap
keluarga
dan
ibu-‐ pun
sehingga
kita
menjadi
disiplin
da-‐
nya
yang
sedang
sakit.
lam
melaksanakan
kehidupan
sehari-‐ha-‐
ri.
Tokoh
Rima
(“Jagalah
Ucapanmu”)
“Kau
belum
berangkat
ke
Semarang,
mengungkapkan
sikap
dan
ucapan
Rima
Doni?”
tanyanya.
yang
kurang
sopan,
baik
terhadap
teman
“Tidak,
Bu.
Doni
tidak
pergi
ke
Sema-‐
maupun
orang
yang
lebih
tua.
Tanpa
di-‐
rang,“
jawab
Doni
mantap
“Lho,
kenapa?
Berangkatlah.
Nanti
kau
duga,
Rima
berucap
kurang
sopan
ten-‐
kecewa,”
kata
Ibu
lembut.
tang
nenek
Luci
dan
ucapan
Rima
260
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
254—263
terdengar
oleh
nenek
Luci.
Akibatnya,
dia
berbuat
seolah-‐olah
habis
berkelahi
Rima
mendapat
hukuman
tidak
diizin-‐ atau
habis
bermain
bersama
teman-‐te-‐
kan
tidur
di
vila
Lusi
oleh
nenek
Lusi.
mannya”
(Parengkuan,
1983:32).
“Tetapi,
pada
sabtu
siang
Rima
pulang
Cerpen
“Laki-‐Laki
Berwajah
Seram”
sekolah
dengan
lesu.
Kata
Lusi,
nenek-‐ mengungkapkan
nilai
religius.
Tokoh
nya
tidak
mengizinkan
Rima
ikut
kali
Elin
yang
semula
khawatir
dengan
kese-‐
ini.
Mungkin
pada
kesempatan
ia
akan
lamatan
diri
dan
barang
yang
dibawanya
diajak.”
selama
naik
kendaraan
umum.
“Tak
biasanya
Rima
menangis
pada
Sabtu
siang
itu.
Ia
menyadari
ucapan-‐ “Elin
menepuk
keningnya.
Dia
sering-‐
nya
yang
sembarangan
itu
yang
menye-‐ kali
dibuat
kesal
dengan
sifat
pelupa-‐
babkan
ia
tidak
diizinkan
ikut.
Selama
nya
ini.
Aduh,
kasihan
juga
laki-‐laki
tadi,
ini
ia
selalu
mengabaikan
nasihat
ibu
telah
dituduh
yang
bukan-‐bukan.
Ah,
dan
kawan-‐kawannya.”
ternyata
hatinya
tak
seburuk
wajahnya.
“Kamu
telah
mendapat
pelajaran
yang
Buktinya,
uangnya
tidak
diambil
dan
berharga,
Rima.
Kamu
sangat
berun-‐ kalungnya
juga
masih
ada.
Bodoh,
me-‐
tung,
sebab
kamu
menyadari
penting-‐ mang
dia
tadi
tak
ingat
pada
kalung
nya
menjaga
ucapan
selagi
kamu
masih
yang
melingkar
di
lehernya?
Kalung
itu
anak-‐anak.
Banyak
orang
dewasa
yang
tidak
hilang,
itu
sudah
menjadi
bukti
baru
menyadari
pentingnya
hal
itu
se-‐ kalau
laki-‐laki
tadi
tidak
berniat
jahat
telah
menderita
banyak
kerugian,
“
Ibu
padanya.
menghibur
Rima.
(Parengkuan,
1983:
“Ah,
gara-‐gara
cerita
Mbak
Lastri,
dia
104—105)
jadi
berpikir
yang
tidak-‐tidak.
Dia
ma-‐
lah
berprasangka
buruk
terhadap
sese-‐
Nilai
kreatif
diungkapkan
melalui
orang.
Mungkin
saja
tasnya
tadi
terkait
tokoh
Gito
(“Nah,
Kan”).
Gito
ingin
mem-‐ pada
sesuatu.
Selain
itu...ah,
tentunya
berikan
kejutan
pada
ibunya.
Ia
secara
lebih
mudah
merampas
kalung
dari-‐
sembunyi-‐sembunyi
membuat
lukisan
pada
mengambil
tas.
Sebab,
siapa
yang
ibunya
dan
akan
diberikan
pada
saat
tahu
kalau
kalung
di
dalam
tas
ada
uangnya?
ulang
tahun.
Tanpa
diketahui
ibunya,
se-‐
“Ah,
bodoh
sekali
aku,”
makinya
pada
tiap
pulang
sekolah
Gito
belajar
melukis
dirinya.
Maafkan,
Ellin,
ya,
Tuhan,”
pin-‐
dahulu
di
sangat.
Ibunya
sering
marah
tanya
kemudian
dalam
doa
karena
pulang
terlambat.
Namun,
Gito
(Parengkuan,
1983:71).
diam
saja
dan
melanjutkan
melukis
di
dalam
kamar.
Ibu
senang
dan
bahagia
Ellin
menduga
atau
berprasangka
ketika
Gito
memberikan
hadiah
lukisan
buruk
terhadap
laki-‐laki
yang
berwajah
sebagai
hadiah
ulang
tahunnya.
seram
di
dalam
bus
akan
mencuri
ba-‐
rang-‐barang
bawannya,
ternyata
aman-‐
“Rencananya
lukisannya
nanti
akan
di-‐ aman
saja.
Ellin
berucap
syukur
kepada
serahkan
pada
mama
(si
tukang
ngo-‐
Tuhan
karena
telah
selamat.
Berikut
ta-‐
mel
menurut
istilah
Gito),
sebagai
hadi-‐
ah
ulang
tahun.
Tinggal
dua
hari
lagi.
bel
nilai-‐nilai
pendidikan
karakter
yang
Karena
itu,
dia
selalu
terlambat
pulang,
terkandung
dalam
kumpulan
cerpen
sebab
sepulang
dari
sekolah
dia
mam-‐ anak
dalam
majalah
Bobo.
pir
dulu
ke
sangggar
lukis
mang
Ikang.
Sudah
beberapa
hari
ini
Gito
belajar
melukis
mamanya
dengan
jelaga.
Teta-‐
pi
dia
tidak
mau
mama
atau
siapa
saja
penghuni
rumahnya
tau
tentang
hal
itu.
Karena
itu,
bila
pulang
terlambat
261
Cerita
Pendek
Anak
dalam
Majalah
…
(Nurweni
Saptawuryandari)
Tabel
Nilai
Pendidikan
Cerita
Anak
ruang
apresiasi,
ekspresi,
dan
kreasi
de-‐
Majalah
Bobo
ngan
berbagai
kemungkinan
penafsiran,
perenungan,
dan
pemaknaan.
Dengan
No.
Nilai
Judul
Cerpen
mengakrabi
sastra,
kita
terlatih
menjadi
Pendidikan
manusia
yang
berbudaya,
yakni
manusia
1
Disiplin
1
“Jagalah
yang
memiliki
kepekaan
nurani
dan
em-‐
Ucapanmu”
pati,
tidak
suka
bermusuhan,
tidak
suka
2
“Pak
Kadi
Gila”
3
“Gara-‐Gara
kekerasan,
tidak
suka
dendam
dan
ke-‐
Ramalan”
bencian.
Sastra
mendorong
dan
melatih
4
“Sebuah
Rahasia”
kita
untuk:
cinta
Tuhan
dan
kebenaran;
2
Tanggung
1
“Di
mana
Kunci
tanggung
jawab,
kedisiplinan,
dan
ke-‐
Jawab
Itu,
Nina?”
mandirian;
amanah;
hormat
dan
santun;
2
“Susah
Kalau
kasih
sayang,
kepedulian,
dan
kerja
sa-‐
Marah”
ma;
percaya
diri
kreatif,
dan
pantang
3
“Kakekku
Sakit”
menyerah,
keadilan
dan
kepemimpinan,
4
“Putusan
Doni”
baik
dan
rendah
hati;
dan
toleransi
dan
5
“Pertaruhan”
cinta
damai.
Oleh
karena
itu,
upaya
me-‐
6
“Sebuah
Rahasia”
ngakrabi
sastra
perlu
dilakukan
sejak
7
“Gara-‐Gara
dini,
agar
kelak
menjadi
sosok
yang
me-‐
Ramalan”
miliki
karakter
dan
kepribadian
yang
3
Tegar
1
“Susi,
Cucu
kuat
sehingga
mampu
mengatasi
berba-‐
Kakek”
gai
persoalan
hidup
dan
kehidupan
de-‐
2
“Maaf,
Tidak
Punya
Uang
ngan
cara
yang
lebih
baik.
Kecil”
Demikian
pula
halnya,
dengan
cer-‐
3
“Rini
Tidak
pen
anak-‐anak
dalam
majalah
Bobo
ta-‐
Malang”
hun
1983,
secara
tersurat
mengungkap-‐
4
“Baju
Seragam
kan
nilai
pendidikan
karakter
berupa
untuk
Titin”
tanggung
jawab,
disiplin,
mandiri,
religi-‐
5
“Nilai
Kertas
us,
kreatif,
cinta
lingkungan
hidup,
dan
Kalender
Bekas”
jujur.
Nilai-‐nilai
tersebut
secara
langsung
4
Jujur
1
“Demi
menjadikan
manusia
sedini
mungkin
Kebenaran”
menjadi
manusia
yang
berbudaya,
ber-‐
2
“Banyak
budi
pekerti
luhur
dan
bijaksana.
Memberi
Banyak
Menerima”
3
“Aku
pun
Sayang
DAFTAR
PUSTAKA
Padamu”
5
Religius
1
“Laki-‐Laki
Hartoko
dan
Rahmanto.
1986.
Pemandu
Berwajah
Seram”
di
Dunia
Sastra.
Jogyakarta:
Yayasan
6
Cinta
1
“Bulan,
Maafkan
Kanisius.
Lingkungan
Aku”
Hawardi,
Reni
Akbar.
2001.
Psikologi
Hidup
Perkembangan
Anak.
Jakarta:
Gra-‐
sindo
SIMPULAN
Knowles,
Murray
dan
Malmkjor.
1996.
Karena
banyaknya
kandungan
nilai
yang
Language
and
Control
in
Children’s
terdapat
dalam
teks
sastra,
sangat
ber-‐ Literature.
London:
Routledge.
alasan
apabila
sastra
dijadikan
sebagai
Nurgiyantoro,
Burhan.
2004.
“Sastra
media
yang
tepat
untuk
membangun
ka-‐ Anak:
Persoalan
Genre”.
Humaniora.
rakter
bangsa.
Sastra
menawarkan
Vol
16,
No.
2,
Juni
2004.
262
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
254—263
Parengkuan,
Vanda,
et
al.
1983.
Kumpul-‐ Ratna,
Nyoman
Kutha.
2006.
Teori,
Meto-‐
an
Cerpen
Bobo.
Jakarta:
Gramedia.
de,
dan
Teknik
Penelitian
Sastra.
Ce-‐
Poerbakawatja,
Soegarda.
1982.
Ensiklo-‐ takan
ke
II.
Jogyakarta:
Pustaka
Pe-‐
pedia
Pendidikan.
Jakarta:
Gunung
lajar.
Agung
Sudjiman,
Panuti.
1988.
Memahami
Ceri-‐
Pusat
Kurikulum.
2009.
Pengembangan
ta
Rekaan.
Jakarta:
Pustaka
Jaya
dan
Pendidikan
Karakter
Budaya
Sarumpaet,
Riris
K.
1996.
Bacaan
Anak-‐
dan
Karakter
Bangsa:
Pedoman
Se-‐ Anak:
Suatu
Penyelidikan
Pendahu-‐
kolah.
Jakarta:
Kementerian
Pendi-‐ luan
ke
dalam
Hikayat,
Sifat,
dan
Co-‐
dikan
Nasional.
rak
Bacaan
Anak
serta
Minat
Anak
Pusat
Kurikulum
dan
Perbukuan.
2011.
pada
Bacaannya.
Jakarta:
Balai
Pus-‐
Pedoman
Pelaksanaan
Pendidikan
taka.
Karakter.
Jakarta:
Kementerian
Pen-‐ Teeuw.
1984.
Sastra
dan
Ilmu
Sastra.
Ja-‐
didikan
Nasional.
karta:
Pustaka
Jaya.
263