Anda di halaman 1dari 4

MENYANTUNI KAUM DHUAFA

Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang
bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa)
atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim
untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi,
bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya
akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab
orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah
atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya
degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang
miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin
itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api
neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada
kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti
duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid,
kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan
keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’
ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya . Memuliakannya . Tidak
boleh berlaku sewenang-wenang. Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut
dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya .
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak
yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang
memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari
telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan
anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku
sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak,
bahaya, cap kita adalah pendusta agama (Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang
berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7

Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak
dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak
mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain . Jadi orang seperti inilah, yang
menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya
makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i.
dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan : Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw
bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak
memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir
kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi
kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi
untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi
sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari
meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta . Dan
sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus
sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk
memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api .Untuk itu, dalam kondisi yang
melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan
jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab,
- Pertama, seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan
meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk
tidak meminta-minta lagi
- Kedua, seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-
minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak
- Ketig,a seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara
kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta,
sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau
memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi.
kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan
mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan
berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan
mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa
kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim
berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak
akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal
dunia(HR Bukhari dan Muslim )
Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta-
minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka
sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan
sedikit saja atau akan memperbanyaknya (HR Muslim ) Selain tiga hal diatas, Rasul
menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda
Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama,
kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan
gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan
dosa kezhaliman.

Keutamaan mennyantuni kaum duafa


Mengurus atau menjaga serta mengayomi anak yatim sebagai kaum duafa memiliki
berbagai keutamaan, diantaranya:
a. Allah SWT akan menyelamatkan ia dari berbagai kesusahan di hari kiamat serta diberikan
kegembiraan dikala manusia yang lainnya mengalami kesulitan. Allah berfirman: “Dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang
yang ditawan……. Sesungguhnya kami takut akan siksa Tuhan kami pada suatu hari yang (di
hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan, Maka Allah memelihara mereka dari
kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan
hati” (Qs. Al Insan: 8-11)
b. Pengurus anak yatim akan bersama Rasulullah r tinggal dalam surga, hal ini sebagaimana
sabda beliau:
‫أنا وكافل اليتيم في الجنة كهاتين وأشار بأصبعيه يعني السبابة والوسطى الترمذي‬
“Aku dan yang mengurus anak yatim di surga seperti ini, beliau memberikan isyarat dengan
kedua jarinya yaitu jari telunjuk dan jari kelingking” (HR. At Tirmidzi)
c. Melembutkan hati yang keras, hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah t
ia berkata:
‫أن رجال شكا إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قسوة قلبه فقال امسح رأس اليتيم وأطعم المسكين‬
“Sesungguhnya seseorang datang mengadu kepada Rasullah r atas keras hati yang
dialaminya, beliau bersabda: Usaplah kepala anak yatim dan beri makanlah orang-orang
miskin”. (HR. Ahmad)

Anda mungkin juga menyukai