Oleh
Yohanna Makatangin
NIM 1111011000073
i
ABSTRACT
NAME: YOHANNA MAKATANGIN, NIM: 1111011000073, THE CONCEPT
OF MONOTHEISM’S EDUCATION WHICH IMPLIED IN SURAH AL-
AN’AM VERSE 74-83
ii
KATA PENGANTAR
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
ayahanda senantiasa selalu dalam perlindungan, keridhoan, dan
keberkahan Yang Maha Kuasa.
2. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
4. Bapak H. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Dan ibu Hj. Marhamah
Saleh, Lc. MA selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam. Semoga kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah
kepada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.
5. Bapak Prof. Dr. Salman Harun, MA. selaku pembimbing skripsi yang
telah memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran,
serta motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.
6. Bapak Fauzan, MA selaku dosen pebimbing akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi bagi
penulis.
7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai
materi perkuliahan.
8. Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan
skripsi ini.
9. Nenekku, Ma inah yang selalu mendoakan senantiasa mendukung
cucuknya untuk terus berusaha dalam menggapai apa yang dicita-
citakan penulis. Terima kasih emma, Allah menyayangimu.
10. Adikku tersayang, Andhika Yogaswara Makatangin yang selalu
memberikan semangat begitu juga doa kepada penulis, semoga kita
selalu menjadi anak-anak yang bisa membanggakan kedua orang tua
kita.
iv
11. Ebeku tersayang, Tante Marlina yang tiada henti memberikan
dukungan dan doa kepada penulis, semoga kebahagiaan, kesehatan
dan kesuksesan selalu menyertaimu be.
12. Senior terkece, Njur dan Titi yang secara sukarela memberikan arahan
dan bimbingan bagi penulis. Jasa kalian tak terbalaskan. Semoga
Allah juga senantiasa mempermudah urusan kalian.
13. Kepada sahabat yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan,
serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Gita Diana, Faturrohmah
Aviciena, Anisya Ulfah, Elok Durrotul, Isnin Nadra, Haifa
Khairunnisa, Nur Baiti, Tiarani Rimawaddah, Putik Giri, Fauziah
Suparman, Ainun Novita, Gita Handayani, dan Yolla Diatry Marlian.
Assallah yuwaffiquna, yunajjihuna, wa yuqowwina.
14. Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat
TWO PAI (PAI B) yang selalu ada untuk menemani membimbing dan
terus memberikan semangat kepada penulis, dan juga ketua kelas yang
sangat bertanggung jawab terhadap anggotanya Faisal Zamzami
semoga semua kerja kerasmu mendapat balasan setimpal dari Allah.
15. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah
berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan
pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Robbal `Âlâmîn.
Yohanna Makatangin
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
1. Konsonan Tunggal
No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin
1 ا Tidak 16 ط ţ
dilambangkan
2 ب b 17 ظ ť
3 ت t 18 ع ‘
4 خ ś 19 غ ġ
5 ج j 20 ف f
6 ح h 21 ق q
7 خ kh 22 ك k
8 د d 23 ل l
9 ذ ż 24 م m
10 ر r 25 ن n
11 ز z 26 و w
12 س s 27 ه h
13 ش sy 28 ء `
14 ص ş 29 ي y
15 ض đ 30 ة h
2. Vokal Tunggal
Tanda Huruf Latin
َـ a
ِـ i
ُـ u
vi
vii
3. Vokal Rangkap
Tanda dan Huruf Huruf Latin
ْـَي ai
ْـَـو au
4. Mâdd
Harakat dan Huruf Huruf Latin
َــا â
ْــِي Î
ْـُـو ȗ
5. Tâ’ Marbuţah
Tâ’ Marbuţah hidup translitrasiya adalah /t/.
Tâ’ Marbuţah mati transliterasinya adalah /h/.
Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh
kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu
ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh:
= حديقة الحيواناتhadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât
= المدرسة اإلبحدائيّة al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul
ibtidâ`iyyâh
6. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
َعَّلَم Ditulis ‘allama
ُيُكَّرِر Ditulis yukarriru
7. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.
viii
Contoh:
ُّصالَة
َ = الaş-şalâtu
b. Kata sadang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
ُ = الفََّلكal-falaqu
8. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif, contoh:
ُ = أكَ ّْلثakaltu َ = ُأوْجِيȗtiya
b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh:
= جَأكّلونta’kulȗna ٌ = شَيْئsyai`un
9. Huruf Kapital
Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh:
= القّرآنal-Qur`ân
= المدينة المنوّرةal-Madînatul Munawwarah
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 9
C. Pembatasan Penelitian ....................................................................................10
D. Perumusan Masalah .......................................................................................10
E. Tujuan Penelitian ..........................................................................................10
F. Manfaat Penelitian .........................................................................................10
ix
x
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 88
B. Saran ............................................................................................................... 89
1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial, diakses pada hari kamis 6 Agustus 2015, pukul
17,06 WIB
2
Khalifah Abdul Hakim, Hidup yang Islami Menyeharikan Pemikiran Transendental Akidah
dan Ubudiyah, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), cet ke-1, h. 92
1
2
“Timur dan barat adalah milik Allah, oleh karena itu ke arah manapun
engkau menghadapkan mukamu, disitulah wajah Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Baqoroh : 115 )
3
.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”(Q.S An-Nahl :
36)
Dalam ayat lain disebutkan pula:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, sebelum kamu (Muhammad),
melainkan Kami wahyukan (pula) kepadanya: 'Bahwasanya tidak ada Ilah
(yang hak), melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'."
– (Q.S. Al-Anbiya : 25)
Setiap kali terjadi kesyirikan pada suatu ummat , Allah utus seorang Nabi
untuk mengembalikan manusia kepada aqidah Tauhid dan beriman kepada-
Nya semata, tidak menyekutukan-Nya serta menyingkirkan kesyirikan dan
penyimpangan yang ada pada mereka.
Mereka semua membawa ajaran yang prinsip-prinsipnya sama. Mereka
semua, sejak Rasul pertama sampai dengan Rasul terakhir datang membawa
ajaran Islam, agama yang satu sumbernya dan satu dalam prinsip-prinsip
ajarannya. Karena itu hendaknya manusia harus menjaga keutuhan agama ini
serta memelihara persatuan ummat manusia dengan tidak saling bertentangan
dan berpecah belah.
Menurut Hamka “Pada dasarnya fitrah manusia merasai adanya Maha
kuasa”.3 percaya bahwa Allah lah Sang Pencipta, Pemberi Rizki,
Menghidupkan dan Mematikan, hanya Dialah yang berkah disembah, hakikat
3
Hamka, Filsafat Ketuhanan, ( Surabaya: Karunia 1985), h. 29
4
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta
:Lentera Hati 2002), Vol. 8, h. 504
6
"Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain Allah, tentulah
keduanya (langit dan bumi) itu sudah rusak (dan) binasa. Maka Maha Suci
Allah yang mempunyai 'Arsy (kedudukan yang sangat tinggi dan mulia),
daripada apa yang mereka sifatkan." – (Q.S. Al-Anbiya : 22)
Umat manusia itu pun satu adanya. Sama-sama makhluk yang diberi oleh
Allah akal dan pikiran. Tidak ada kelebihan seseorang daripada seseorang
yang lain, melainkan dengan teguh kepercayaannya dan taqwanya kepada
Allah Yang Maha Esa itu.
Sesungguhnya Allah menyebut tauhid sebagai ruh dan cahaya, sebagai
pedoman bagi kehidupan hakiki, karena tauhid menerangi jalan bagi
pengikutnya mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik kepada cahaya iman,
sebagaimana firman Allah ta’ala:
penyerahan segala yang fana kepada yang abadi, serta penyerahan segala yang
bersifat khusus kepada yang bersifat universal. Seluruh aspek kehidupan orang
yang bertauhid senantiasa terbimbing dan terbentuk oleh pemahaman itu.
Penyerahan diri dalam pengertian inilah yang merupakan satu-satunya sarana
untuk melestarikan dan memelihara kehidupan. Keyakinan dan sikap hidup
inilah yang merupakan makna yang dimaksud dari kata tauhid. Semua makna
yang berlawanan dengannya bukan saja menafikan tetapi sekaligus
mengahancurkan keberadaannya.
”Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah
kepadaku”. (Q.S. Adz- Zariyat ; 56)
Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka di kehidupan
sebagian masyarakat muslimin sekarang ini. Tidak dengan mudah kita
menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. Maka perlu untuk
membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah umat ini. Karena
tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh manusia.
Oleh karena itu, tauhid adalah pegangan pokok dan suatu hal yg sangat
menentukan bagi kehidupan manusia. Dia merupakan landasan bagi setiap
amal yang dilakukan oleh seorang hamba. Menurut tuntunan islam, hanya
tauhid lah yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan
kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
8
5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol 4,
(Jakarta : Lentera Hati, 2001), h. 154
9
dan di amalkan manusia yang hadir dan hidup di jaman sekarang ini.
Karenanya, pembahasan pokok pada skrpsi ini adalah bagaimana metode
pendidikan Tauhid Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur’an ? oleh karena itu,
untuk lebih fokus pada pembahasan dalam skripsi, penulis mengambil judul
“Konsep Pendidikan Tauhid yang Terkandung dalam surat Al-An’am
Ayat 74-83”
B. Identifikasi Masalah
Adapun masalah-masalah yang penulis temukan dalam karya ilmiah ini
adalah sebagai berikut ;
1. Adanya perselisihan manusia disebabkan oleh kesyirikan
2. Terdapat banyak pelencengan akan tauhid
3. Perlunya tauhid murni bagi kehidupan manusia
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam tulisan ini, maka
penulis perlu memberikan batasan permasalahan sebagai berikut :
1. Tafsir ayat al-Qur’an surat QS. al-An’am ayat 74-83.
2. Konsep pendidikan tauhid yang terkandung dalam QS. al-An’am ayat
74-83
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah : “ Bagaimana
konsep pendidikan tauhid berdasarkan kajian tafsir surat al-An’am ayat 74-83
yang meliputi : definisi pendidikan tauhid, urgensi pendidikan tauhid, materi
pendidikan tauhid, asas pendidikan tauhid, tujuan pendidikan tauhid, dan
metode pendidikan tauhid ?.
E. Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan diadakannya penelitian ini adalah : Untuk
mendeskripsikan konsep pendidikan tauhid berdasarkan tafsir QS. al-An’am
ayat 74-83.
10
F. Manfaat penelitian
a. Secara Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan dalam konsep pendidikan tauhid, serta memberikan
kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya dalam pendidikan Agama
Islam.
b. Secara Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para pendidik, orang
tua, serta umat islam agar senantiasa mengajarkan tauhid pada anak-anak,
keluarga, dan masyarakat agar mereka dapat mengetahui dan
mempraktekkan ajaran tauhid yang sesuai dengan ajaran yang benar.
BAB II
KAJIAN TEOROTIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
1
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru , (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2003) , cet-8 , h. 32
2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: PP. al-Mmunawwir, 1989), h.
504
3
Ibid, h. 461 dan 1526
11
12
فالتبية اذن.إ ّن التبية ىي املؤثرات املختلفة الىت توجو و تسيطر على حياة الفرد
6
توجيو للحياة او تشكيل لطريقة معيشتنا
Pendidikan adalah berbagai macam pengaruh guna menghadapi
hidup seseorang. Jadi pendidikan berarti menyongsong kehidupan atau
pembentukan pola hidup kita.
Adapun pendidikan menurut rumusannya al-Ghazali yaitu:
Pendidikan yang benar merupakan sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Pendidikan juga dapat mengantarkan manusia
4
John Dewey, Democracy and Education, (New York : The Masmillan company, 1964), h. 10
5
Soganda Poerbakawatja dan Harahap, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung
1981), cet-2, h. 257
6
Shaleh Abdul Aziz, at Tarbiyah wa Thuruq Tadris, (Mesir : Darul Ma‟arif), h. 13
13
b. Tujuan Pendidikan
7
Asrorun Niam Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam Mengurai Relevansi Konsep al-Ghazali
dalam Konteks Kekinian, (Jakarta : eLsas 2006), h. 57
8
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan berbasis Agama
& Budaya Bangsa, (Bandung : Pustaka Setia 2013), cet. Ke-1, h. 80
14
9
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013),cet-13 h. 3
10
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op.cit., h. 41
11
Asrorun Niam Sholeh, op.cit., h. 78
12
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 2007), h. 46
15
c. Lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan atau bisa kita sebut dengan lingkungan
pendidikan adalah tempat seseorang memperoleh pendidikan secara
langsung atau tidak langsung. Bila kita perhatikan secara seksama,
lembaga pendidikan atau wadah berlangsungnya proses pendidikan
yang ada di sekitar kita ada tiga, yaitu : keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ki hajar Dewantara
bahwasannya ketiga lembaga tersebut sebagai tri pusat pendidikan.13
1. Keluarga
13
Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan (edisi revisi), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
2013), h. 37
16
2. Sekolah
Sekolah sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat
pendidikan, sekolah merupakan lembaga pendidikan utama yang
kedua atau “lanjutan setelah keluarga”14. Pendidikan di sekolah
biasanya disebut pendidikan formal karena ia adalah pendidikan
yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, alat-alatnya disusun
secara jelas, sistematis, dan distandarisasikan.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk
masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan
pelayanan kepada masyrakat dalam mendidik warga negara.
Sekolah dikelola secara formal yang berpegang pada falsafah dan
tujuan pendidikan
3. Masyarakat
Dalam buku „Dasar-Dasar ilmu Pendidikan‟, masyarakat
diartikan sebagai “satu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata-
nilai dan tata-budaya sendiri”.15 Dalam arti sederhana, masyarakat
berarti lingkungan sosial yang berada di sekitar keluarga :
kampung, desa, marga, suku, pulau, dan sebagainya.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan
ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami
dalam masyrakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa
waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari
pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan
tersebut tampaknya lebih luas.
2. Tauhid
a. Pengertian Tauhid
14
Ibid., h. 36
15
Ibid., h. 55
16
Munawwir, op. cit., h. 1542
17
b. Macam-macam Tauhid
20
Ibid.
21
Moh. E. Hasim, Kamus Istilah Islam, (Bandung : Penerbit Pustaka 1987), h. 159
22
Ibid.
23
Ibid., h. 158-159
19
SWT tanpa perantara, serta hanya untuk Dia lah segala bentuk
penyembahan dan pengabdian.
3. Pendidikan Tauhid
a. Pengertian Pendidikan Tauhid
24
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers
2002), h. 40
20
25
M. Yusran Asmuni, ilmu Tauhid , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), h. 42
21
mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah
yang berhak dan dimintai pertolongan-Nya.
26
M. Amin Rais , Cakrawala Islam antara Cita da Fakta, (Bandung ; Mizan, 1987), cet-1, h.
18
22
27
Jalaluddin Rahmat, Islam alternative Ceramah-Ceramah di Kampus, (Bandung : Mizan,
1986), h. 178
23
رأيت رسول هللا صلّى هللا عليو و سلّم أذّن ىف: عن عبيدهللا ابن أيب رافع عن ابيو قال
علي حني ولدتو فاطمة
ٍّّ أذن احلسن بن
24
28
Yusran Asmuni. Op.cit., h. 43
29
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur`an Tafsir Maudhu`i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung : Mizan, 1996), h. 19
30
Ibid., h. 23
25
2. Keesaan Allah
Dalam bukunya „Ilmu Tauhid‟ Yusran Asmuni mengutip
perkataan Sayyid Sabiq yang menjelaskan tentang maksud ke-
Esaan Allah :
Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi
juga esa pada sifat dan af`al (Perbuatan)-Nya. Yang dimaksud
dengan esa pada Zat ialah Zat Allah itu tidak tersusun dari
beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat
berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki
oleh makhluk-Nya. Esa pada af`al berarti tidak seorang pun
yang memiliki perbuatan sebagaiman perbuatan Allah. Ia
Maha Esa dan menyendiri dalam hal menciptakan, membuat,
mewujudkan, dan membentuk sesuatu..31
31
M. Yusran Asmuni, op.cit., h.17
32
Murtadha Muttahari , Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Dari Al-Adl Al
Ilahi, ( Bandung: Mizan 1995), h. 27
33
M. Quraish Shihab, op cit., h. 33
27
34
Hamzah Yaqub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin (Tashawwuf dan
Taqarrub), (Jakarta : CV Atisa, t.t.), h. 177
28
35
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj Ali Mahmudi dan Aunur Rafiq Shaleh, (Jakarta : Robbani
Press 2006), h. 128-133
29
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". (Q.S. Luqman : 13)
Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya,
merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik,
karena pada hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang
36
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Rajawali Prers, 2008), h. 90
30
2. Hadist
Hadist merupakan dasar kedua setelah al-Qur`an. Hadist beisi
petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina
umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa.
Inilah tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam Islam.
Dalam sejarah pendidikan Islam, Nabi Muhammad telah
memberikan pendidikan secara menyeluruh di rumah-rumah dan di
masjid-masjid. Salah satu rumah sahabat yang dijadikan tempat
berlangsungnya pendidikan yang pertama adalah rumahnya Arkam
di Mekkah, sedang masjid yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran adalah masjid Nabawi di Madinah.
Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad dan dilanjutkan oleh pengikutnya, merupakan realisasi
sunnah Nabi Muhammad sendiri. Adapun hadist yang berkaitan
dengan pendidikan tauhid ialah
عن أىب ىريرة أنّو كان يقول قال رسول هللا صلى هللا عليو و سلّم ما من مولود إال
رواه مسلم.يولد على الفطرة فأبواه يهود انّو و ينصر انّو و ميجسانو
Dari Abu Huraira, ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda tidak
ada seorang anak pun kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah
(suci), maka orang taunyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani, dan majusi. (Muttafaq alaih).37
3. Rakyu / Akal
38
Muhammad Daud Ali, op.cit., h. 120-121
39
Ibid., h. 121
40
Ibid.
33
41
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), cet-2, h. 41
42
Armai Arief, op.cit., h. 40
43
Munawwir, op.cit., h. 848, 1468, 1559
44
Nur Uhbiyati, op.cit., h. 99
34
45
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta :
Gema Insani, 1995), 204
46
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang : UIN Malang Press, 2008) Cet-
1, h. 144-145
35
a. Metode Hiwar
Adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara berdiskusi
“Bertanya dan lalu menjawab”47sebagaimana yang digunakan
oleh Al Qur‟an dan hadits-hadits nabi. Dialog inipun terbagi
dalam 3 macam, yakni : dialog khitabi dan ta‟abudi (bertanya
dan lalu menjawab) dialog deskriftif dan dialog naratif
(menggambarkan lalu mencermati), dialog argumentatif
(berdiskusi lalu mengemukakan alasan), dan dialog nabawi
(menanamkan rasa percaya diri, lalu beriman). Untuk yang
terkhir ini, dialog Nabawi sering dipraktekkan oleh sahabat
ketika mereka bertanya sesuatu kepada Rosulullah.
b. Metode Kisah
Metode kisah disebut juga metode cerita yakni cara
mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun
tertulis dengan menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah
Islam, yakin Al-qur‟an dan Hadits.
Pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia
pendidikan karena dengan metode ini, akan memberikan
kekuatan psikologis kepada peserta didik, dalam artian bahwa
dengan mengemukakan kisah-kisah nabi kepada peserta didik,
mereka secara psikologis terdorong untuk menjadikan nabi-nabi
tersebut sebagai uswah (suri tauladan).
Kisah-kisah dalam Al-qur‟an dan Hadits, secara umum
bertujuan untuk memberikan pengajaran terutama kepada
orang-orang yang mau menggunakan akalnya. Relevansi antara
cerita Qur‟ani dengan metode penyampaian cerita dalam
lingkungan pendidikan ini sangat tinggi. Metode ini merupakan
suatu bentuk teknik penyampaian informasi dan instruksi yang
amat bernilai, dan seorang pendidik harus dapat memanfaatkan
47
Ibid.
36
48
Ibid.
37
49
Ibid.
50
Ibid.
38
51
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama 1993),
h. 77
40
Di lain sisi ada pula sebagian anak yang sama sekali tidak
mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuanya disebabkan
orang tua mereka pun tidak menjalankan aturan agama di rumahnya. Hal
ini menyebabkan mereka pun acuh terhadap agama. Dalam kasus ini guru
agama mendapat tugas yang cukup berat dalam meninformasikan nilai –
nilai agama kepada peserta didik. Ketertarikan peserta didik terhadap
pelajaran agama tergantung kepada guru agama itu sendiri. Seperti yang
dikatakan oleh Zakiah Daradjat :
Maka dari itu, pendidikan agama akan berjalan lancar dan sukses
mencapai tujuannya, jika suasana sekolah secara keseluruhan membantu.
Semua guru dalam semua mata pelajaran, perhatian kepala sekolah,
jangan sampai bertentangan dengan tujuan pendidikan agama, dalam
membina jiwa agama pada anak didik. Tentunya pendidikan agama itu
dilakukan secara khusus oleh guru agama yang memenuhi syarat-syarat
kepribadian, teknis, dan ilmiah di atas.
52
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental , h. 97-98
41
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas pada penelitian ini adalah pendidikan tauhid yang
terkandung ayat-ayat al-Qur’an khususnya dalam surat al-An’am ayat 74-
83.
Adapun waktu penelitian dilakukan selama satu semester terhitung
dari tanggal 1 April 2015.
B. Fokus Penelitian
C. Pendekatan Penelitian
1
H.M. Sayuthi Ali., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada Press, 2002), h. 63
42
43
D. Sumber Data
1. Kamus Munawwir
2. Membumikan al-Qur’an (M.Quraish Shihab)
3. Ilmu Tauhid (Yusran Asmuni)
4. Ensiklopedia Islam
5. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (A. Fatah Yasin)
E. Metode Penelitian
1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan
ditafsirkan sebagaimana urutan dalam al-Qur’an , mulai dari surat
al-Fatihah dan surah an-Nass.
2. Menjelaskan makna yang tekandung pada setiap potongan ayat
dengan menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau
dengan menggunakan hadist Rasulullah SAW atau dengan
2
M. Alfatih Suryadilaga,dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : Teras, 2005), cet-1, h. 42
3
Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an , (Bogor : Granada
Sarana Pustaka, 2005) h. 208
45
F. Metode Penulisan
4
M. Alfatih Suryadilaga,dkk, loc.cit.
5
Ibid., h 43
BAB IV
1
Jalaluddin as-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, diterjemahkan oleh Tim Abdul
Hayyie, Sebab Turunnya ayat al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani 2008), h. 229
2
Al Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), cet-1, h. 908
3
Jalaluddin as-Suyuthi, loc.cit.
4
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, diterjemahkan oleh Yasin, Tafsir-Tafsir
Pilihan jilid 2 Al-Maa’idah-Yusuf, (Jakarta : Pustak al-Kautsar, 2011), Cet-1, h.129
46
47
5
M. Quraish Syihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur‟an Vol 4, (Jakarta :
Lentera Hati ), cet-1, h. 155 & 157.
6
Allamah Kamal Faqih dan tim ulama, Nur al-Qur’an: An Enlightening Commentary into the
Light of the Holy Qur’an, diterjemahkan oleh Sri Dwi Hastuti dan Rudy Mulyono, Tafsir Nurul
Quran: Sebuha Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an jilid 5, (Jakarta : Al-Huda, 2004), cet-
1, h. 208
7
Ibid.
8
M. Quraish Syihab, loc.cit.
48
tersebut lemah, tidak kuasa, dan tidak mampu dibandingkan manusia yang
menciptakannya itu. Lalu bagaimana bisa sesuatu yang lebih lemah, dan
lebih tidak kuasa itu bisa disebut sebagai Tuhan ?. Tuhan semestinya
menciptakan bukan diciptakan. Tuhan semestinya lebih Kuat, lebih Kuasa,
lebih Mampu, lebih Pintar, lebih Besar, dan melebihi segala-galanya dalam
hal apapun dibanding manusia itu sendiri. Maka jelas bahwa paman nabi
Ibrahim beserta kaumnya telah melakukan kesalahan dengan menyembah
berhala yang derajatnya bahkan lebih rendah dari manusia.
Meskipun perkataan tersebut adalah perkataan sindiran, bukan berarti
nabi Ibrahim telah berbuat tidak sopan atau tidak baik kepada orang
tuanya. Namun nabi Ibrahim telah berbuat benar dengan memberitahukan
pamanny bahwa ia telah berjalan di jalan yang salah. Maka menjadi wajar
dan wajib bagi nabi Ibrahim berkata dengan tegas kepada pamannya untuk
meninggalkan jalan tersebut sebagai tanda kasih sayang anak kepada orang
tuanya yang tidak ingin pamannya berjalan di jalan yang salah. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikatakan Allamah Kamal Faqih bahwa: “dalam
menghadapi dan berhubungan dengan orang lain, patokannya adalah
kebenaran, bukan usia, pengalaman, maupun banyaknya orang”9.
Hal ini merupakan pesan kepada seluruh ummat manusia bahwa orang
yang melakukan kesalahan haruslah diingatkan, dan dibenarkan, terlebih
dalam masalah akidah. Kewajiban bagi kita untuk berani mengingatkan
orang yang berbuat salah, meskipun orang itu adalah teman, keluarga
bahkan orang tua kita sendiri. Sejatinya, berdakwah haruslah kepada
kerabat-kerabat terdekat terlebih dahulu, maka apabila kita mengabaikan
kesalahan mereka tersebut, menandakan bahwa kita ikut menjerumuskan
mereka ke jalan yang salah.
Temuan Konsep:
9
Allamah Kamal Faqih, loc.cit.
49
Kemudian pada kata sesungguhnya aku
melihat engkau dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata. Upaya
nabi Ibrahim dalam mengingatkan pamannya tersebut disampaikan dengan
cara teguran, beliau memberi penjelasan bahwa hal yang dilakukan
pamannya beserta kaumnya merupakan kesesatan.
2. Ayat 75
“dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami
memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin”.
10
Ibid., h.210
50
besarkan) dalam menyifati”11 Maka maksud dari kata malakut pada ayat
ini adalah “pemilik sebenarnya dan absolut dari langit dan bumi”12
Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya :
Apa yang disampaikan nabi Ibrahim, dan apa yang terdapat dalam jiwa
dan pikirannya menghasilkan keyakinan yang sedemikian kukuh
merupakan hasil bimbingan Allah yang telah memperlihatkan pada nabi
Ibrahim kepemilikan-Nya di langit dan di bumi. Kepemilikan-Nya yang
amat sempurna dan kukuh tersebut mengarahkan jiwa nabi Ibrahim ke
arah yang mengantar beliau menyadari seluruh wujud bersumber dari
Allah SWT.13
Perkataan nabi Ibrahim kepada pamannya merupakan buah
kepercayaannya kepada Allah yang telah didapatkannya melalui arahan
atau petunjuk Allah kepadanya. Petunjuk tersebut adalah segala wujud
yang ada di langit dan di bumi beserta segala keteraturan dan ketetapan
yang berlaku di dalamnya. Seperti beberapa penciptaan yang dibuat
berpasang-pasangan, pria dan wanita, siang dan malam, terang dan gelap,
panas dan dingin, dan berbagai hal lainnya yang menandakan bahwa
penciptaan yang dicipta oleh Pencipta ini amat rapih, tidak berdiri sendiri,
melengkapi satu dengan yang lainnya, saling berkaitan, dan bekerja sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
Lalu kemudian petunjuk-petunjuk tersebut diperlihatkan kepada nabi
Ibrahim agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Quraish Shihab
menjelaskan “kalaupun ketika itu beliau telah yakin, maka itu baru sampai
pada tingkat ilmul yaqin, belum ainul yaqin, apalagi haqqul yaqin”.14 Itu
berarti, ketika nabi Ibrahim berkata kepada pamannya ia pun belum
memiliki kepercayaan yang penuh, kemudian Allah membantunya untuk
mengukuhkan kepercayaannya tersebut dengan membuat nabi Ibrahim
melihat kepada penciptaan-Nya yang amat indah dan sempurna. Sehingga
nabi Ibrahim dapat percaya dengan sepenuh hatinya. Sebagaimana yang
dikatakan Quraish Shihab “Allah SWT menjadikan Nabi Ibrahim as.
11
Muhammad Ali Ash-Shabuni, op.cit., h.190
12
Ibid.
13
Quraish Shihab, op.cit., h 158-159
14
Ibid.
51
(kami yang terdapat) di langit dan bumi adalah bahan ajar atau objek yang
dijadikan nabi Ibrahim sebagai pelajaran dalam mendidik kaumnya, tanda-
tanda keagungan tersebut yang akan menunjukkan pada kekuasaaan Allah,
sehingga, kepemilikan yang ada di langit dan di bumi ini dapat dijadikan
sebagai salah satu materi pendidikan tauhid.
Dan pada kata agar Dia Termasuk orang yang yakin
3. Ayat 76
“ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia
berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia
berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
15
Ibid., h. 160
52
16
Muhammad Ali Ash-Shabuni, loc.cit.
17
Quraish Shihab, loc.cit.
18
Ibid., h. 161
19
Ibid.
20
Allamah Kamal Faqih, op.cit., h. 212
53
Pada kata Saya tidak suka kepada yang tenggelam.
21
Quraish Shihab, op.cit., h.162
22
Allamah Kamal Faqih, op.cit, h. 213
54
4. Ayat 77
23
Muhmmad Ali ash-Shabuni, loc.cit.
24
Ibid.
25
Quraish Shihab, op.cit., h 162-163
55
kata hadza pada ayat ini, ayat lalu, dan yang akan datang bukan saja
untuk menunjuk sesuatu tertentu, tetapi juga mengandung makna
bahwa yang ditunjuk itu adalah sesuatu yang sebelumnya telah dicari,
lalu kini telah ditemukan. Ini serupa dengan ucapan seseorang apabila
mencari sesuatu –katakanlah buku tertentu-kemudian menemukannya
maka ketika itu dia akan berkata „ini dia buku saya” yakni yang saya
cari.26
Namun ternyata, bulan yang lebih besar dan lebih terang itupun sama
saja seperti bintang, ia menghilang ketika waktunya telah habis. Nabi
Ibrahim kembali tidak puas karena tidak kunjung menemukan jawabannya
akan Tuhan.
Akhirnya nabi Ibrahim pun berkata “sesungguhnya jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
sesat”. Maksud dari perkataannya ini adalah “isyarat penolakan
penyembahan bintang-bintang yang lebih dari ucapan yang lalu. Kalau
dalam ayat yang lalu beliau hanya menyatakan ketidaksukaan, disini beliau
telah menetapkan kesesatan bagi yang menyembah bulan apalagi bintang-
bintang.27
Temuan konsep :
Pada kata dia melihat bulan terbt dia
Pada kata memberi petunjuk kepada, merupakan kata kerja yang
26
Ibid., h 163
27
Ibid.
56
juga bisa berasaskan pada akal. Dengan kata lain akal merupakan asas
dalam pendidikan tauhid.
Kemudian pada kata adalah letak
5. Ayat 78
28
Ibid., h. 165
57
Pada kata dia melihat maathari teribt dia
29
Ibid., h. 164
58
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang
mempersekutukan tuhan”.
35
M. Quraish Shihab, Al-Lubab makna, tujuan, dan pelajaran dari surah-surah al-Qur’an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), cet-1, h. 350
60
36
Quraish Shihab, op.cit., h. 167
37
Ibid., h.168
61
38
Ibid.
62
hidayah yang diberikan Allah kepada nabi Ibrahim datangnya melalui akal
sehingga nabi Ibrahim dapat menyimpulkan pencariannya akan Tuhan.
kemudian pada kata yang bermakna dan aku
tidak takut terhadap apa yang kamu persekutukan merupakan materi dari
pendidikan tauhid, materi tersebut tergambarkan pada isi pesan nabi
Ibrahim yang tersirat dalam ayat ini, yaitu bahwa yang berhak dan layak
ditakuti itu hanya Allah SWT. kecuali di kala Tuhanku menghendaki
sesuatu (dari malapetaka) itu. Setelah takut, hamba-Nya senantiasa
berserah diri atas segala keputusan apapun yang Allah kehendahi
untuknya.
Dan pada yang bermakna apakah kamu tidak
39
Ibid., h. 169
63
dapat disimpulkan bahwa akal dapat dijadikan metode dan juga asas dalam
merujuk pada konsep pendidikan tauhid.
7. Ayat 81
“bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu
persekutukan (dengan Allah), Padahal kamu tidak takut
mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah
sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang
lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu
mengetahui?
Bagaimana mungkin aku takut kepada berhala yang kalian sembah itu
? ia bukanlah Tuhan yang akan mendatangkan keburukan kepadaku. Maka
untuk apa aku takut kepadanya ? justru kalian lah yang harus merasa takut,
karena sesungguhnya kalian yang telah menyekutukan Allah. Hanya Allah
yang dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan, tetapi kalian malah
melakukan hal yang bahkan Allah pun tidak memerintahkannya. Kalian
lah yang terancam akan siksa-Nya. Dan jika seperti ini, beritahu kepadaku
siapa di antara kita yang lebih berhak mendapatkan perlindungan dari
Allah ? manakah di antara kita yang lebih berhak atas keamanan dan
ketenangan ?.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa “sikap dan perbuatan mereka
menunjukkan bahwa mereka pada hakikatnya tidak mengetahui, maka
langsung saja nabi Ibrahim melanjutkan dengan menjawab pertanyaannya
itu pada ayat selanjutnya”40
Temuan Konsep :
40
Ibid., h. 171
64
Pada kata
bagaimana aku takut kepada
Pada kata
yang bermakna padahal kamu tidak takut,
Pada kata yang bermakna lebih berhak atas perasaaan
aman menunjukkan tujuan pendidikan tauhid bagi kaum nabi Ibrahim saat
itu, tujuan pendidikan tersebut disampaikan dengan “metode bertanya”
langsung kepada kaumnya agar mereka berfikir sendiri sehingga mereka
mendapat jawaban dengan sendirinya pula.
65
8. Ayat 82
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Menurut pendapat beberapa ahli tafsir dan juga beberapa hadist dan
riwayat yang dikutip oleh Allamah Kamal Faqih menyebutkan bahwa
“makna zulmun pada ayat ini berarti kezaliman. Buktinya terdapat pada
surat luqman:31, …sesungguhnya kemusyrikan adalah kezaliman yang
sangat besar”41
Menurut Quraish Shihab kata lam yalbasu pada ayat di atas
mengandung makna “melakukan dua hal yang serupa tetapi tidak sama
dalam satu waktu. Yang pertama mengakui ketuhanan Allah SWT, serta
kewajarannya untuk disembah, dan kedua mengakui kewajaran selain-Nya
untuk disembah”.42Artinya ialah, mengakui adanya Allah dan meyakini
bahwa Ia-lah yang patut untuk disembah namun disisi yang lain juga
mempercayai ada hal lain yang dapat dipintai pertolongannya, atau
41
Allamah Kamal Faqih, op.cit., h. 222
42
Quraish Shihab, op.cit., h. 172
66
Hanya bagi orang-orang yang percaya kepada Allah saja lah yang
akan mendapatkan kemanan serta hidayat “(petunjuk jalan menuju arah
yang benar dan baik)”45 Yaitu orang-orang beriman yang meminta segala
sesuatunya hanya kepada Allah, dan ia pun hanya takut kepada Allah.
Tidak ada di dunia ini yang layak ditakuti dan layak dimintai pertolongan
kecuali Allah SWT.
43
Sulaiman ath-Tharawana, Dirosah Adabiyah fil Qishshah al-Qur’aniyah, diterjemahkan oleh
Agus Faishal Kariem & Anis Maftukhin dalam Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, (Jakarta:
Qisthi Press, 2004), Cet ke-1, h. 100
44
Quraish Shihab, loc.cit.
45
Ibid., h. 173
67
Temuan Konsep :
Pada kata yang bermakna tidak
9. Ayat 83
“dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki
beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha
mengetahui”.
yang kuat yang datangnya dari Allah. Seluruh rangkaian argumen yang
dibawakan oleh nabi Ibrahim tersebut besertakan dengan metode, materi,
dan tujuan yang terkandung di dalamnya adalah konsep pendidikan tauhid
yang terkandung dalam ayat-ayat ini.
46
Ibid., 174
47
Allamah Kamal Faqih, op.cit., h. 224
69
Pada kata yang berarti Kami berikan kepada
Pada kata yang bermakna Kami tinggikan siapa
Menjadi
Tanda-tanda orang
keagungan yang
Allah di sapenuh
70
at rasa
aman &
petunjuk
dari
Allah
83 Datangnya dari
Allah
Ditinggi
kan
derajatn
ya oleh
Allah
48
Hamdani Ihsan & A. Fuad Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia,
1998), h. 237
72
rusak melahirkan perilaku yang rusak pula, dan perilaku rusak akan
menjerumuskan manusia pada kegelapan. Maka Nabi Ibrahim diutus
kepada mereka dengan tujuan untuk mengajarkan tauhid, beliau mencoba
untuk meluruskan kembali jalan salah yang telah ditempuh kaumnya.
Disinilah letak pentingnya pendidikan bagi kehidupan. Sebagaimana yang
dikatakan Yusran Asmuni “tauhid tidak hanya sekedar memberikan
ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan
kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap
dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai
akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup”.49
Apabila kita meninjau kisah di atas, maka terlihat adanya perbedaan
antara urgensi pendidikan tauhid pada zaman dahulu dan zaman sekarang
ini. Urgensi tauhid pada zaman dahulu ialah untuk menunjukkan ummat
manusia pada jalan yang benar. Meski manusia memiliki fitrah atau naluri
untuk bertuhan, namun mereka tidak tahu jalan yang harus ditempuhnya.
Maka Ajaran tauhid yang di bawa para rasul merupakan bekal, pondasi
bagi ummat manusia dalam mengawali hidup keberagamaannya. Berbeda
pada zaman modern ini, pendidikan tauhid berorientasi untuk meluruskan
kembali pemahaman manusia akan makna tauhid yang hakiki. Melihat
fenomena sekarang ini, masih banyak dijumpai orang yang percaya akan
kekuatan batu, pohon pohon besar, makam orang soleh dan sebagainya,
hal ini menandakan bahwa manusia telah mengulang kembali kesalahan
ummat terdahulu. Setelah apa yang telah dicontohkan oleh para Rasul
beribu tahun yang lalu, tentunya ada beberapa penyimpangan yang
dilakukan oleh ummat muslim khususnya dalam pengamalan „Tauhid‟ di
kesehariannya.
49
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : PT Raja Grafindo,1996), cet-3, h. 7
77
keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi. Dan ketiga yaitu
menjalankan perintah Allah yang terkandung pada ayat-81 yang berbunyi
Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukanNya. Ketiga hal tersebut dapat dijadikan materi
tambahan dalam pendidikan tauhid selain tiga materi yang sudah penulis
sebutkan pada bab sebelumnya yaitu : meyakini adanya wujud Allah,
meyakini keesaan Allah, dan hikmah mengenal Allah.
Pada ayat-74, nabi Ibrahim menegur pamannya yang menyembah
berhala. Berhala adalah sesuatu yang di buat dan diadakan oleh manusia,
maka tidak mungkin berhala tersebut dipertuhankan, sama halnya pada
jaman sekarang, patung-patung dewa, binatang yang dianggap dewa,
pohon pohon keramat, makam orang sholeh, ataupun orang-orang sakti
bukanlah hal yang dapat dimintai apapun daripadanya, karena mereka
bukan Tuhan. Hal yang menjadi penting dan paling utama untuk dibahas
dalam pendidikan tauhid adalah siapakan Tuhan yang benar dan layak
untuk disembah itu?. Sipakah Tuhan yang dapat dimintai pertolongan,
Yang dapat mendatangkan malapetaka? Jawabannya tidak lain adalah
Allah SWT.
Kedua, mengenai kepemilikan Allah atas alam semesta yaitu kita
melihat dan memperhatikan lebih dalam alam semesta ini, merenungkan
segala keteraturan dan ketetapan yang berlaku di dalamnya maka kita
akan sampai pada kesimpulan bahwa pemilik jagad raya ini amat Hebat,
yaitu Allah SWT. Terlebih kita akan semakin bersyukur karena seluruh
yang ada di langit dan di bumi adalah karuni yang Allah sediakan untuk
kita ummat manusia. Dengan pengetahuan ini maka akan membawa
manusia pada penyerahan diri dan penyembahan hanya pada Yang Maha
Kuasa.
Ketiga, menjalankan perintah Allah, yaitu kelanjutan dari keyakinan
yang pada Maha kuasa atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tidak
cukup dengan hanya mengimani, mempercayai adanya Allah dan
meyakini kekuasaan-Nya saja, tapi juga harus diiringi sesudahnya dengan
79
50
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur`an, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005),
cet-1, h. 22
81
51
Hamdani Ihsan & A. Fuad Hasan, op.cit., h. 70
52
Yusran Asmuni, op.cit., h. 41
84
Metode pendidikan pada kisah nabi Ibrahim ini langsung dapat terlihat
pada ayat pertama kajian skripsi ini, yaitu pada ayat-74 ketika nabi
Ibrahim menegur pamannya yang telah menyekutukan Allah. Biasanya
pendidikan dilakukan dengan metode pemberitahuan pada arahan baik
yang selayaknya dilaksanakan, namun pada kisah ini pendidikan juga
bermakna pemberitahuan pada kesalahan yang harus dibenarkan.
Sebagaimana yang telah penulis bahas pada bab sebelumnya bahwa
salah satu metode pendidikan Islam / pendidikan tauhid ialah dengan
metode amtsal . Setelah penulis telaah kisah nabi Ibrahim pada ayat-ayat
di atas, penulis menyimpulkan bahwa nabi Ibrahim menggunakan metode
amtsal dalam memperjelas kesalahan kaumnya. Hal ini tergambar jelas
pada ayat-76,77,dan 78 yang menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim
menggunakan benda-benda langit dalam perumpamaaanya menjelaskan
dan menerangkan definisi Allah.
Di samping itu nabi Ibrahim melakukan dengan sendirinya proses
pendidikan tauhid tersebut, beliau mencari , memperhatikan,
85
Dan terakhir pada ayat 81, pada kalimat Maka manakah di antara
dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari
malapetaka), jika kamu mengetahui? Seolah nabi Ibrahim sedang
menakuti / mengancam kaumnya akan malapetaka yang akan menimpa
mereka karena kesyrikan yang mereka lakukan. dilihat dari caranya,
penulis menyimpulkan bahwa nabi Ibrahim menggunakan metode targhib
wa tarhib yaitu metode mengancam akan siksa Allah atas dosa yang
53
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet-1. h. 74
87
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis penulis pada bab sebelumnya, maka penulis
menyimpulkan bahwa konsep pendidikan tauhid yang tekandung dalam surat
al-An’am ayat 74-83 adalah sebagai berikut :
Dari poin-poin di atas, penulis menarik kesimpulan secara menyeluruh yaitu :
1. Pendidikan tauhid adalah segala macam usaha yang baik bagi diri sendiri
atau orang lain yang bertujuan untuk menyadarkan manusia sebagai
hamba Allah dengan mensucikan diri dari segala bentuk kesyirikan
2. Urgensi pendidikan tauhid ialah agar manusia tidak tersesat dalam
kedzaliman, manusia senantiasa berjalan pada jalan lurus yang akan
mengantarkannya pada tujuan hidupnya yang sesungguhnya yaitu
beriman, dan bertaqwa kepada Allah.
3. Tujuan pendidikan tauhid adalah membantu manusia untuk menjadi
orang-orang yang yakin, mendapat keamanan serta petunjuk dari Allah,
dan mendapat derajat yang layak di sisi Allah, iman, islam, dan ihsan.
4. Tiga materi pendidikan tauhid yang terkandung dalam ayat-ayat ini adalah
sebagai berikut: pertama : Ma’rifat Dzat Allah sebagai Satu-Satu-Nya
Tuhan yang harus disembah, kedua : Pembuktian keEsa-an Allah melalui
perenungan terhadap alam semesta, dan ketiga : Penanaman rasa takut
pada Allah serta ketaqwaan kepada-Nya yaitu dengan cara menjalankan
segala perintahNya saja dan menjauhi segala larangan-Nya.
5. Dalam memperoleh hakikat akan Allah, manusia dapat menempuhnya
melalui jalur rakyu atau akal berikut dengan hati nurani. Setelah al-Qur’an
dan hadist akal juga dapat dijadikan dasar dalam merujuk proses
pelaksanaan pendidikan tauhid.
6. Beberapa metode pendidikan tauhid yang dilakukan nabi Ibrahim dalam
kisah ini adalah sebagai berikut : menegur, membimbing, mencari sendiri
88
89
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah penulis
paparkan, maka ada dua hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan
masukan dan saran dalam upaya meningkatkan pendidikan Islam khususnya.
Adapun saran tersebut adalah :
Pertama, pendidikan pertama yang harus anak dapati sedari kecil tidak
lain adalah pendidikan tauhid, hal pertama yang harus disampaikan dan
diketahui anak adalah semua tentang Allah. Dengan pendidikan tauhid anak
akan mengetahui tujuan hidupnya, sehingga ia senantiasa berada dalam
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Kedua, pendidikan tidak terfokus bagi ummat muslim saja, namun
pendidikan tauhid juga diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka
bumi. Menjadi kewajiban bagi kita, ummat muslim untuk menyeru mereka
yang telah menyekutukan Allah dalam peribadatan. Karena hanya Allah SWT
yang patut dan layak disembah.
DAFTAR PUSTAKA
92
93
Ihsan, Hamdani. Dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka
Setia, 1998, cet-1
Khon, Abdul Majid Khon. Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta:
Kencana, 2014, Cet-2.
Munawwir, Ahmad Warson.Kamus al-Munawwir.Yogyakarta: PP. al-
Mmunawwir, 1989.
Muttahari, Murtadha. Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam. Terj. Dari Al-
Adl Al Ilahi, Bandung: Mizan, 1995.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur`an. Jakarta :UIN Jakarta
Press, 2005, Cet-1
Poerbakawatja, Soganda dan Harahap.Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta : Gunung
Agung 1981, cet-2.
Rahmat, Jalaluddin. Islam alternative Ceramah-Ceramah di Kampus.Bandung :
Mizan, 1986.
94
Rais, M. Amin. Cakrawala Islam antara Cita da Fakta. Bandung ; Mizan, 1987,
cet-1.
Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, terj Ali Mahmudi dan Aunur Rafiq Shaleh, Jakarta :
Robbani Press, 2006.