Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SERI REAKSI BOWEN

(MINERAL DAN PETROLOGI)

Disusun Oleh:

JIMMY H. KASSIUW

710018176

04

1
Jurusan Teknik Pertambangan

Institut Teknologi Nasional

Yogyakarta

2018/2019

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Kata Pengantar................................................................................……3


1.2. Latar Belakang..............................................................................……..4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Bowen Reaction Series…………………………………………....5

2.2 Penjelasan tentang Bowen Reaction Series............................……5

1. Deret Continuous………………………………………...…7

2. Deret Discontinuous…………………………………...…...7

2.3 Nama Nama group Mineral-mineral ……………………………...8

2.4 Rumus rumus Kimia………………………………………………13

2.5 Sistem Kristal ……………………………………………..………13

BAB III PENUTUP

3.1 Daftar Pustaka…………………………………………...………..20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bowen Reaction Series Dalam
penyusunan dan pembuatan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini tidak
akan terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak,oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada:

- Semua rekan-rekan yang telah membantu saya dalam mengumpulkan sistem


kristal terkait makalah ini;
Saya menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan yang
disebabkan oleh kemampuan saya yang sangat kurang, untuk itu saya mengharapkan
kritik dan saran bagi yang membaca yang bersifat membangun sehingga dapat
menyempurnakan makalah ini.

4
Yogyakarta, 15 Mei 2019

5
1.2 Latar Belakang

Untuk mempelajari semua tentang Bumi, dapat kita mulai dari pembentuk bumi
yang paling dasar yaitu mineral. Mineral dapat kita jumpai disekitar kita, dapat
berwujud sebagai batuan, tanah, atau pasir yang telah diendapkan pada dasar
sungai.Beberapa mineral tersebut dapat mempunyai nilai ekonomis karena didapatkan
dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti
emas dan perak. Kecuali beberapa jenis mineral yang memiliki sifat, bentuk tertentu
dalam keadaan padatnya, sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya.
Apabila kondisinya memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata,
dan diasumsikan sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai “kristal”.

Seperti halnya ilmu-ilmu lainya,geologi ini memiliki konsep dan metodologi yang
komprehensif sebagai sebuah disiplin ilmu.Oleh karena itu,pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang keilmuan mahasiswa sangat diperlukan untuk memperoleh
relevansi diantara ilmu-ilmu lain.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bowen Reaction Series

2.2. Penjelasan tentang Bowen Reaction Series

Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan kristalisasi
dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian.
Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu:

1. Golongan mineral berwarna gelap atau mafik mineral.


2. Golongan mineral berwarna terang atau felsik mineral.

7
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya
membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin
cepat. Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan
mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya Pembentukan mineral
dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen.
Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali dapat terbentuk
dalam temperature yang sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut
jenuh oleh SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksan
merupakan pasangan ”Incongruent Melting”; dimana setelah pembentukkannya
Olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur dapat
menurun terus jika pembentukkan mineral berjalan sesuai dangan temperaturnya.
Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk dalam temperatur yang
rendah.
Mineral yang berada disebelah kanan dapat diwakili oleh mineral kelompok
Plagioklas, karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite
adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak
terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin dapat terbentuk
pada suhu menengah dan terdapat batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan
mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albit, mineral ini banyak tersebar
pada batuan asam seperti granit atau rhyolite. Reaksi berubahnya komposisi
Plagioklas ini merupakan deret : “Solid Solution” yang merupakan reaksi kontinue,
artinya kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan
menerus. Dalam hal ini Anorthite adalah jenis Plagioklas yang kaya Ca, sering disebut
Juga "Calcic Plagioklas", sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na
( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ).
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Feldspar
ke mineral Muscovit dan yang terakhir mineral Kwarsa, maka mineral Kwarsa
merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral
Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang
sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.
Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa
mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal
sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan

8
dapat menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju
pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian
atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas
merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas
adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).

1. Deret Continuous

Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar


yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan
peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–
Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar
9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh
pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C
feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.

2. Deret Discontinuous

Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu
mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan
melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral
Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C.
Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk). Sekitar
11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran
suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C
Biotit mulai terbentuk.

Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada
tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang
terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk
sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.Deret ini berakhir dengan

9
mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan
dalam pembentukan mineral.

Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium
dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica.
Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar.
Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan
magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz
(kuarsa).Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk dalam deret reaksi
karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan independent.

2.3 Kelompok Kelompok Mineral


Berdasarkan beberapa sifat sifat tertentu yang dimiliki oleh mineral, maka
mineral-mineral yang ada di alam ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok mineral. Bedasarkan hal tersebut, James D. Dana, seorang Professor Yale
University pada tahun 1873 mengelompokkan mineral dalam beberapa kelompok
berdasarkan kemiripan komposisi kimia dan struktur kristal menjadi 8 kelompok,
yaitu :

1. Unsur bebas
2. Sulfida (Mengandung S)
3. Oksida (Mengandung Oksigen)
4. Halida
5. Karbonat
6. Sulfat (Mengandung SO4)
7. Phosfat
8. Silikat

1. Unsur Bebas
Mineral-mineral dalam kelompok ini hanya tersusun oleh unsur tunggal (native
element). Unsur-unsur dalam native element ini terbagi menjadi 3 sub
kelompok,antara lain logam, semilogam, dan nonlogam. Kelompok native element
umumnya very malleable and ductile, serta memiliki specific gravity range yang
besar.
 · Logam, contohnya :

10
Tembaga (Cu), sistem kristal isometrik
 Semilogam, contohnya :

Arsenik (As), sistem kristal Heksagonal


Bismuth (Bi), sistem kristal Heksagonal

 · Nonlogam,contohnya :

Belerang (S), sistem kristal orthorombic

2. Sulfida (Mengandung S)

Kelompok ini dicirikan dengan adanya anion S2- . Kelompok sulfida merupakan
kombinasi antara logam atau semilogam dengan belerang (S). Biasanya terbentuk
pada urat batuan atau dari larutan hidrotermal.

Beberapa contoh mineral sulfida :

Argentite (Ag2S) Kalkosit (Cu2S) Bornite (Cu3FeS4)


Galena (PbS) Alabandite (MnS) Sphalerite (ZnS)
Kalkopirit (CuFeS2) Cinnabar (HgS) Pyrite (FeS2)
Marcasite (FeS2) Arsenopyrite (FeAsS) Molybdenite (MoS)
Niccolite (NiAs) Realgar (AsS) Stibnite (Sb2S3)

Beberapa manfaat dari mineral kelompok sulfida :

11
a. Galena (PbS) : digunakan dalam industry cat, penyimpanan baterai, easily fussible
alloy, perkakas. Merupakan sumber utama metallic lead dan juga bijih perak.

b. Argentite (Ag2S), merupakan bijh perak yang penting.

3.Oksida

Mineral oksida dan hidroksida ini merupakan mineral yang terbentuk dari kombinasi
unsur tertentu dengan gugus anion oksida (O) dan gugus hidroksil hidroksida (OH
atau H). Mineral oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung antara
oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral
oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga
lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi,
chrome, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling umum
adalah “es” (H2O), korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).

Seperti mineral oksida, mineral hidroksida terbentuk akibat pencampuran atau


persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan hidroksida (OH). Reaksi pembentukannya
dapat juga terkait dengan pengikatan dengan air. Sama seperti oksida, pada mineral
hidroksida, unsur utamanya pada umumnya adalah unsur-unsur logam. Beberapa
contoh mineral hidroksida adalah goethit (FeOOH) dan limonite (Fe2O3.H2O).

12
Contoh mineral oksida :

SnO2 = Cassiterite

5. Karbonat
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut “karbonat”, umpamanya
persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium karbonat”, CaCO3 dikenal sebagai
mineral “kalsit”. Mineral ini merupakan susunan utama yang membentuk batuan
sedimen.

Carbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. Carbonat
juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua
(caves), stalaktit, dan stalagmite. Dalam kelas carbonat ini juga termasuk nitrat (NO3)
dan juga Borat (BO3).Carbonat, nitrat dan borat memiliki kombinasi antara logam
atau semilogam dengan anion yang kompleks dari senyawa-senyawa tersebut (CO3,
NO3, dan BO3).

Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam kelas carbonat ini adalah dolomite
(CaMg(CO3)2, calcite (CaCO3), dan magnesite (MgCO3). Dan contoh mineral nitrat
dan borat adalah niter (NaNO3) dan borak (Na2B4O5(OH)4.8H2O)
Beberapa contoh mineral karbonat :

13
CaCO3 = Calcite
6. Sulfat
Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO42-). Mineral sulfat adalah kombinasi logam
dengan anion sufat tersebut. Pembentukan mineral sulfat biasanya terjadi pada daerah
evaporitik (penguapan) yang tinggi kadar airnya, kemudian perlahan-lahan menguap
sehingga formasi sulfat dan halida berinteraksi.

Pada kelas sulfat termasuk juga mineral-mineral molibdat, kromat, dan tungstat. Dan
sama seperti sulfat, mineral-mineral tersebut juga terbentuk dari kombinasi logam
dengan anion-anionnya masing-masing.

Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam kelas ini adalah anhydrite (calcium
sulfate), Celestine (strontium sulfate), barite (barium sulfate), dan gypsum (hydrated
calcium sulfate). Juga termasuk didalamnya mineral chromate, molybdate, selenate,
sulfite, tellurate serta mineral tungstate.

7. Posfat
Mineral sebagai persenyawaan Phosphat
Ca5(PO4)3F = Apatite

8. Silikat

Silicat merupakan 25% dari mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang
dikenali. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal.
Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari

14
mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km
dari kerak Bumi).

Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan
beku maupun batuan malihan (metamorf). Silikat pembentuk batuan yang umum
adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-
ferromagnesium.

Beberapa contoh mineral silikat :

Na(AlSi3O8) = Albit (MgFe)2SiO4= Olivine

2.4 Rumus Kimia

15
2.5 Sistem Kristal

Pengertian Kristal
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan
pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan
tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-
bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya
selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang
datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam
permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola
tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-
bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal.
Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan
sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan
yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut
mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

16
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

 tidak termasuk didalamnya cair dan gas


 tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
 terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti


hukum geometri :

 jumlah bidang suatu kristal selalu tetap


 macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
 sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-
hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam
(dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai
kristal.
Proses Pembentukan Kristal
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses
yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut.
Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana
kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :

 Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada
skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau
lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk
kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

 Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa
melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang
berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah
hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari
gunung api dan membeku karena perubahan temperature.

 Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah
pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur
kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya
mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan
dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan
berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur

17
kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali
tekanan dan temperatur.

Sistem Kristalografi
Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan
pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada
perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu
simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal,
Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama
lain (90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral

18
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b
≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚

19
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β
saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:

 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal
Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila
pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,
kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati
satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu

20
d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan
membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap
sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi
α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus
(90˚).

21
Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang
akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite danwitherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini
berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak
lurus (miring).

22
Gambar 6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

 Sfenoid
 Doma
 Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini


adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠
90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar

23
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial
 Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

BAB III

PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini,tentunya masih banyak kekurangannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap kepada pembaca yang budiman sudi bersedia
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis dan khususnya juga kepada pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://linaparanitageo2012.blogspot.com/2012/12/mineral-silikat-dan-non-silikat.html

http://bumi-is-earth.blogspot.com/2011/05/berdasarkan-senyawa-kimiawinya-
mineral.html

http://petroclanlaboratory.weebly.com/bowen-reaction-series.html

http://jojogeos.blogspot.com/2012/12/mineral-silika-dan non-silika.html

http://wahyusyah.multply.com/journal/item/44/PENGELOMPOKAN-MINERAL-
LENGKAP

http://anakgeotoba.blogspot.com/2010/04/klasifikasi-mineral.html

24
http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/02/sifat-kimiawi-mineral.html

25

Anda mungkin juga menyukai