Anda di halaman 1dari 28

Reading

SARIAssignment
KEPUSTAKAAN - 2 Acc Supervisor

Divisi Kardiologi
Divisi Kardiologi

Dr. AndriDr.
Sunata
Andri Sunata Dr. Rahmad Isnanta, Sp.PD-KKV

Penyakit Arteri Perifer

Andri Sunata

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

1. Pendahuluan
Penyakit Arteri Perifer merupakan bentuk yang paling sering dijumpai dari
Peripheral Vascular Disease yang dikarakteristikkan dengan suatu kondisi penyakit
arterisklerotik oklusif pada arteri yang menyuplai ekstrimitas bawah seperti (aorta
abdominal, iliakus, femoral, dan tibia). Peripheral Arterial Disease (PAD) mengenai
sekitar 16 % usia dewasa diatas 55 tahun. Di Amerika lebih sekitar 8-10 juta penderita
PAD yang insidennya meningkat setiap tahunnya. Peripheral Arterial Disease
merupakan faktor resiko mayor pada amputasi ekstrimitas bawah.1,2,3,4,7 PAD dengan
nilai Ankle Brachial Index ≤0,9 berhubungan dengan resiko morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler dan serebrovaskuler.4
Penyakit Arteri Perifer secara umum merupakan suatu gangguan akibat
tersumbatnya suplai aliran darah ke ekstirmitas bawah atau atas. Dengan penyebab
tersering adalah atherosklerosis akibat trombosis, emboli, vaskulitis, fibromuskular
displasia, atau entrapment. Terminologi dari peripheral arterial disease kurang
spesifik karena melibatkan suatu kelompok penyakit yang mempengaruhi pembuluh
darah termasuk kondisi selain atherosklerosis seperti penyakit arteri renal, dan
penyakit arteri karotid, insufisiensi vena, dan kelainan limpatik.1,2
Prevalensi dari PAD bervariasi tergantung pada studi populasi, metode
diagnosis yang digunakan, dimana gejala termasuk beberapa estimasi. Kebanyakan
studi epidemiologi menggunakan pengukuran noninvasif, Ankle Brachial Index (ABI)
untuk mendiagnosis PAD. Prevalensi PAD berdasarkan nilai abnormal ABI kira-kira
6% dari pasien umur > 40 tahun sampai 15-20% pada usia >65 tahun. Prevalensi PAD
lebih banyak pada pria dibanding wanita pada studi kasus. Ras kulit hitam
mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras kulit putih.1,4,7

2. Penyakit Arteri Perifer


2.1 Definisi
Penyakit Arteri Perifer yang sering disebut juga Peripheral vascular Disease
adalah manifestasi yang paling sering dari aterosklerosis sistemik dengan lumen arteri
ekstrimitas bawah terjadi penyumbatan progresif dengan adanya plak
aterosklerosis.4,7

2.2 Faktor Resiko


Faktor resiko yang dapat dimodifikasi dihubungkan dengan atherosklerosis
koroner yang juga berkontribusi pada aterosklerosis sirkulasi perifer. Merokok,
diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi meningkatkan resiko PAD. Data dari
penelitian observasi menunjukkan resiko dua sampai empat kali lipat prevalensi PAD
pada perokok dibanding yang bukan perokok. Terdapat hubungan dosis respons
terhadap lamanya hidup dengan paparan merokok dengan insidensi PAD yang
simptomatik. 1,3,4,5

Tabel 1. Odd ratio dari faktor resiko PAD4


Faktor resiko Odd ratio 95% CI
Merokok 4,46
Diabetes melitus 2,71
Hipertensi 1,75
Hiperkolesterolemia 1,68
Hiperkromosisteinemia 1,92
Penyakit Ginjal Kronis 2,00
Resistensi Insulin 2,06
C-reactive protein 2,20

Faktor resiko Peripheral arterial Disease sama dengan atherosclerosis dapat berupa :
Ras
The National Health and Nutrition Examination Survey, USA menemukan bahwa
kejadian Peripheral arterial disease lebih sering dijumpai pada ras kulit hitam ( 7,8 %)
daripada yang kulit putih ( 4,4%).
Gender
Peripheral arterial disease akan sedikit meningkat pada pria dengan pernbandingan
2:1. Studi yang lain juga menyatakan distribusi yang sama, antara pria dan wanita.
Usia
Peningkatan usia akan mempengaruhi insiden dan prepalensi PAD. Dimana semakin
tinggi usia akan meningkatkan resiko terjadinya peripheral arterial disease.
Merokok
Hal ini telah diketahui dari Studi Edinburg Artery Study menemukan meningkatnya
3,7 kali lipat kejadian Klaudikasio intermitten pada yang merokok, sementara pada bekas
perokok menjadi 3 kali lipat.
Diabetes Mellitus
Banyak studi menunjukan hubungan yang cukup kuat kejadian Peripheral arterial
disease dengan Diabetes Mellitus meningkat 2 kali lipat, dan setiap peningkatan 1% HbA1c
akan meningkatkan 26 % kejadian PAD. Pada pasien DM perjalanan penyakitnya lebih
buruk.
Hipertensi
Hipertensi berhubungan dengan penyakit kardiovaskular, termasuk didalamnya
PAD.namun kecenderungan hipertensi menjadi PAD, lebih rendah dibanding Diabetes dan
merokok.
Dislipidemia
Pada Studi Framingham, nilai kolesterol lebih besar 270 mg/dl berhubungan dengan
kejadian Klaudikasio intermitten lebih besar 2 kali lipat, dan nilai HDL sebagai prediktor
kejadian PAD. Studi lain memperlihatkan pasien PAD memiliki kadar Trigliserida, VLDL,
IDL tang lebih tinggi dan nilai HDL yang lebih rendah.
Status Hipervicositas dan Hiperkoagulasi
Peningkatan kadar plasma Fibrinogen, sebagai faktor resiko thrombosis berhubungan
dengan PAD pada beberapa studi. Status hiperviscositas dan hiperkoagulasi dapat sebagai
marker prognosis yang lebih buruk.
Hiperhomosisteinemia
Prevalensi hiperhomosisteinemia tinggi pada populasi penyakit pembuluh darah, dan
sebagai faktor resiko yang kuat kejadian PAD daripada CAD. Dijumpai 30% PAD memiliki
kadar homosisteinemia yang tinggi.
Insuffisiensi ginjal kronik
Ada hubungan insuffisiensi ginjal kronik dengan PAD, pada studi HERS ( Heart and
Estrogen / Progestin Replacement Study ) berhubungan dengan kejadian PAD yang akan
datang pada wanita postmenopause.
Studi terbaru, Scott G. Prushik, dkk menyatakan bahwa kejadian klaudikasio intermitten pada
orang tua menjadi faktor resiko terjadinya klaudikasio di usia muda pada anaknya,setelah
ditelusuri ditemukannya variasi genetik pada kromosom 15q24,9q33 sebagai faktor
resikonya.
2.3 Patofisiologi6,7

Patofisiologi yang dipertimbangkan pada pasien dengan PAD bergantung pada


keseimbangan sirkulasi suplai nutrisi ke otot skeletal dan kebutuhan oksigen dan
nutrisi otot skeletal. Klaudikasio intermittent terjadi ketika kebutuhan oksigen pada
otot skeletal selama kegiatan melebihi dari oksigen suplai dan menyebabkan aktivasi
dari reseptor sensorik lokal dengan penumpukan laktat dan sisa metabolik lainnya.
Pasien dengan PAD mempunyai oklusi singel atau multiple pada arteri yang
menyuplai tungkai. Aliran darah dan konsumsi oksigen pada saat istirahat adalah
normal, tetapi lesi obstruktif membatasi aliran darah dan oksigen selama metabolik
membutuhkan oksigen dan nutrisi berlebih pada saat latihan.pasien dengan Critical
Limb Ischemic mempunyai lesi penyumbatan yang multipel dan sering mempengaruhi
arteri proksimal dan distal. Sehingga pada saat istirahat tidak dapat mencukupi
kebutuhan oksigen dan nutrisi yang cukup.9

Tabel 2. Petimbangan patofisiologi pada PAD4,5,9


Faktor yang mempengaruhi suplai darah ke ekstrimitas
Lesi yang membatasi aliran (derajat stenosis, Inadekuat pembuluh darah kolateral
Gangguan Vasodilatasi (penurunan nitric oxide dan menurunnya respons dari
vasodilator)
Meningkatnya vasokontriksi (tromboxane, serotonin, angiotensin II, endotheline,
norepinephrine)
Rhoelogy abnormal (menunrunnya deformobilitis sel darah merah, meningkatnya
adhesive leukosit, agregasi platelet, mikrotrombosis, meningkatnya fibrinogen)
Pengaruh struktur dan fungsi otot skeletal
Denervasi axonal dari otot skeletal
Hilangnya tipe II, serat nyeri glycolytic fast-twich
Kerusakan aktivitas enzim mitokondria

Aterosklerosis melibatkan beberapa fakstor yang berhubungan sangat erat seperti


gangguan lipid, aktivitas platelet, trombosis, disfungsi endotel, inflamasi, stress
oksidatif, aktivasi otot polos vaskuler, proses remodeling dan genetik.

Aktivitas platelet dan trombosis4,9


Aktivitas platelet dan trombosis telah lama dikenal sebagai komponen penting
aterosklerosis. Terjadinya PAD yang akut dapat dijelaskan setelah terjadinya erosi
atau ruptur plak, kolagen subendotel, komponen lipid, faktor prokoagulan seperti
tissue factor dan faktor pembekuan Von willebrand terpapar di pembuluh darah.
Platelet secara cepat menempel pada dinding pembuluh darah lewat glikoprotein (GP)
Ia/IIa dan GP Ia/IX yang diikuti agregasi melalui perikatan dengan fibrinogen dan
terpaparnya GP IIb/IIIa pada platelet yang teraktivasi. Platelet juga kaya akan sumber
Nitric Oxide (NO) yang apabila defisiensi terjadi trombosis.

Disfungsi Endotel
Endotel vaskular meupakan pusat kontrol yang penting utnuk vaskular. Regulasi
endotel pada proses ini bertumpu pada produksi mediator autocrine dan paracrine
termasuk NO, prostaglandin, faktor endothelium-derived hypolirizing, endothelin, dan
angiotensin II. Zat-zat ini menjaga keseimbangan antara vasodilatasi dan
vasokontriks, trombosis dan antikoagulansia, dan modulasi inflamasi. Diantara
mediator ini NO yang paling baik karakteristiknya, diproduksi oleh NO sintetase di
endotel eNOs atau NOS III, NO adalah vasodilator yang paling poten. Vasokontrikor
yang poten seperti angiotensin II dan endothelin mempunyai kerja yang antagonis
dengan NO untuk menjaga mekanisme keseimbangan dan kontrol terhadap modulasi
endotel dari fungsi vaskuler. Relevansi klinis dari disfungsi endotel bahwa adanya
disfungsi endotel secara signifikan juga menunjukkan terjadinya penyakit arteri
koroner dan dapat memperkirakan informasi prognosis pasien dengan penyakit
jantung koroner. Disfungsi endotel vaskuler juga dapat memprediksi adanya PAD. 4,9

Inflamasi
Inflamasi merupakan pusat pengaturan dan aterosklerosis, inflamasi yang terjadi
berkembang bersamaan dengan akumulasi LDL (Low Density Lipoprotein) yang
dioksidasi minimal di dinding pembuluh darah arteri. Sel-sel endotelial menampilkan
beberapa molekul adhesi termasuk selektin P dan E. Molekul adhesi intraseluler dan
molekul adhesi molekul 1 vaskuler akan terikat dengan sirkulasi leukosit.
Transmigrasi leukosit ke dalam dinding arteri di mediasi lewat chemottractans seperti
monosit protein kemotaktik. Hal ini memicu masuknya makrofag inflamatori dan sel
T ke dalam dinding arteri. Leukosit-leuosit yang teraktivasi ini akan melepaskan
enzim proteolitik dan suatu varietas peptida growth factor serta sitokin yang
mendgradasi protein matriks dan menstimulasi sel otot polos, sel endothelial, dan
makrofag. Sel-sel busa (foam cell) akan bergabung sebagai akumulasi dari makrofag
LDL yang teroksidasi. Resptor CD 40 dan ligand CD40 dinyatakan pada beberapa sel
inflamasi, termasuk makrofag, sel limfosit T dan B, sel endotelial, sel otot polos
vaskuler dan fibroblas. Dikatakan bahwa sistem ini berperan pada adhesi leukosit,
degenerasi matriks degenerasi yang diinduksi sitokin. Terputusnya sinyal jalur CD40
mrngurangi produktivitas aterosklerosis. Proses inflamasi dapat mendahului proses
disrupsi plak dan trombosis.4,9

Stress oksidatif

Setiap komponen pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik menunjukkan


peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) terutama anion superoksid (O2)
yang dihasilkan sel otot polos pembuluh, sel endotel, fibroblas dan inflitrasi leukosit.
Produksi ROS akan mempengaruhi transkripsi gen, kerusakan DNA dan peningkatan
produksi faktor transkripsi Inflamasi. Dua contoh diantaranya oksidasi LDL dan
endotel yang bersifat scavanger, hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya LDL
yang telah teroksidasi di lesi aterosklerotik (Oxidized LDL). Oxodized LDL ini akan
menginduksi proses aterogenesis, termasuk transkripsi gen preatrogenik, dan
mempromosikan sel otot polos vaskuler yang akan mengalami apoptosis.4,8,9

2.3.1. Gangguan Hemodinamik pada penyakit arteri perifer ( PAD )3,4,7


Sebagaimana diketahui bahwa pasien dengan penyakit arteri periper ( PAD )
disebabkan oleh lesi oklusif aterosklerosis pada arteri ekstremitas bawah.Sejumlah arteri bisa
saja terlibat. Hal ini mempengaruhi aliran darah.Faktor yang mempengaruhi aliran darah
antara lain derajat dan panjang stenosis, viskositas darah, dan kecepatan aliran darah. Pada
gambar dibawah ini tampak penyumbatan arteri akan menyebabkan aliran turbulen,
ketidakseimbangan fungsi endotel, ketidakseimbangan oksigen.
Gambar 1. Perbandingan aliran darah normal dan PAD 4
Pada waktu istirahat aliran darah ke otot skeletal pada penderita PAD adalah normal, tetapi
pada waktu kegiatan akan terjadi gangguan sirkulasi dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan metabolik. Aliran darah yang diperlukan untuk kerja otot pada waktu
istirahat sekitar 2ml /100g / menit, tetapi bila kerja otot maksimaldiperlukan aliran darah 50-
60 ml / 100g / menit. Keadaan ini terutama terjadi karena penimbunan sisa – sisa metabolik.
Sementara karena adanya stenosis, kebutuhan tersebut tidak mencukupi.3,5

2.3.2. Mekanisme stress oksidatif pada penyakit arteri perifer ( PAD )


Iskemik pada otot yang terjadi pada penyakit arteri perifer dihubungkan dengan stress
oksidasi. Pelepasan oksigen radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan otot dan pembuluh
darah pada penyakit arteri perifer. Iskemik yang berulang selama aktifitas dan referfusi
selama rekoveri dapat mencetuskan pelepasan oksidan yang mengakibatkan kerusakan pada
sel endotel, mitochondria otot, serat otot dan akson motorik distal. Mitokhondria adalah
sumber utama radikal bebas pada sel, sehingga mutasi somatik DNA pada mitochondria
petanda yang penting terjadinya kerusakan oleh oksidan. Mutasi ini telah diperlihatkan pada
pasien PAD. Sebagai contoh, pasien dengan PAD terjadi mutasi pada DNA 4977
mitochondria. Peningkatan level stress oksidan lokal dan sistemik dapat memperlihatkan
penurunan fungsi.8,9

2.3.3. Perubahan pada metabolisme otot rangka


Pada orang sehat, otot mitokondria berhubungan dengan uptake oksigen, dalam
menggambarkan kapasitas oksidatif otot yang menentukan kemampuan latihan. Pada PAD
terjadi keterbatasan aktivitas berjalan dan kualitas hidup. Terjadi perubahan aktivitas enzim
pada metabolisme oksidatif pada otot rangka yang akan mengakibatkan kerusakan oleh
radikal bebas dan akan menurunkan NADH dehidrogenase di mitokondria yang
mengakibatkan gangguan metabolism pada otot rangka. Disamping itu terjadi perubahan
metabolism carnitine sehingga terjadi penumpukan acylcarnitine,yang berakibat acyl-CoAs
tidak efektif dioksidasi, yang pada akhirnya berakibat iskemia, denervasi dan kelemahan
otot.8,9

Gambar 2 : Skema Patofisiologi Peripheral Arterial Disease6


2.4 Gambaran Klinis3,4,5,7

Pasien dengan PAD merasakan klaudikasio atau nyeri, panas, kebas, rasalelah pada kaki
yang disebabkan oleh aktifitas, dan berkurang dengan segera dengan beristirahat, atau pada
keadaan yang berat nyeri pada keadaan istirahat. Lokasi nyeri bergantung pada bagian atas
tempat terjadinya stenosis. Tipe Nyeri pada bokong, paha, dan tungkai terjadi pada pasien
dengan lokasi stenosis pada arteri aorta dan iliaka. Nyeri pada betis disebabkan penyumbatan
pada arteri femoralis dan poplitea. Klaudikasio pada pergelangan kaki dapat terjadi akibat
penyumbatan pada arteri tibialis dan peroneal. Sama juga penyumbatan pada ateri subclavia,
axila, dan brachial dapat menyebabkan kaludikasio di bahu, lengan atas dan bawah.
Berdasarkan gejala klinisnya, dan dikonfirmasi dari Ankle Brachial Index ( ABI ),
Tabel 3. Klasifikasi Fontaine membagi PAD dalam emapat kelas, yaitu :
Kelas I : Tidak jumpai gejala.
Kelas II : Klaudikasio Intermittent
IIa : Nyeri dirasakan setelah berjalan > 200 m
IIb : Nyeri dirasakan setelah berjalan < 200 m
Kelas III : Nyeri pada saat malam atau beristirahat
Kelas IV : Nekrosis atau Gangrene
Sementara itu, kategori klinis dari modifikasi Rutherford pada critical limb iskemik
diklasifikasikan menjadi: Tabel 4.
Klas Kaetgori Gambaran Klinis
0 Asimtomatik
I 1 Klaudikasion ringan
2 Klaudikasio sedang
3 Klaudikasio berat
II 4 Nyeri iskemik saat istirahat
5 Hilangnya jaringan minor, luka yang tidak sembuh, gangrene fokal
dengan ulkus yang luas
III 6 Hilangnya jaringan mayor sampai ke bagian metatarsal, atau
kehilangan fungsi kaki

Gejala yang menyerupai Klaudikasio intermitten juga cukup banyak, walaupun bukan
dari masalah stenosis pembuluh darah .Hal ini dapat kita lihat pada tabe 5 berikut :
Gambar 3 : Perbandingan gejala klaudikasio intermitten dengan penyakit lain 3
Penyebab non aterosklerotik Nyeri kaki pada saat aktivitas

Gambar 4 Diagnosa banding Chronic Limb Ischaemic


2.5. DIAGNOSIS 1,2,3,10
2.5.1. Anamnesa
Dalam menegakan diagnosis Klaudikasio intermitten mempunyai tahapan yang sama
dengan mendiagnosa penyakit lainnya. Gejala yang spesifik seperti kram pada betis dan
hilang dengan istirahat perlu dianamnesa dengan seksama. Dahulu sebagai acuan dipakai
questionare WHO / Rose Questionnaire on Intermittent Claudication, lalu dimodifikasi the
Edinburgh Claudication Questionnaire. Dimana model ini memiliki sensitifitas 91,3% dan
spesifitasnya mencapai 99,3%. 2,3
Gambar 5 : Model Edinburgh pada Klaudikasio intermitten 2

2.5. 2. Pemeriksaan Fisik


2. 5. 2.1. Inspeksi
Perubahan warna kulit terutama terlihat pada daerah yang paling distal yaitu jari – jari
kaki. Perubahan ini berupa menipisnya kulit, penebalan kuku, kering dan hilangnya rambut
pada jari kaki, akibat iskemi kronis pertumbuhan kuku melambat, menebal berwarna seperti
lumpur dan berubah bentuk. Sebagai akibat reabsorbsi lemak subkutan dan kehilangan bulu,
jari menjadi keriput dan mengkilat, otot menjadi atrofi karena iskemik dan tidak dipakai.
Disamping itu dengan posisi telentang dan kaki diangkat maka terjadi perubahan warna
menjadi kepucatan pada telapak kaki. Terkadang dapat kita jumpai nekrosis atau ulserasi., 1,5
2.5.2.2. Palpasi
Palpasi arteri sangat penting sebagai cara tepat untuk menilai keadaan arteri. Pada
tungkai yang diperiksa yaitu a. Femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis, dan arteri tibialis
posterior. Pulsasi arteri periper dapat dievaluasi waktu istirahat dan segera setelah latihan
jalan. Bila terdapat penyempitan disebelah proksimal maka pulsasi arteri tersebut menghilang
sesudah latihan. Hal ini disebabkan karena vasodilatasi arteri yang menuju otot sehingga
terjadi peningkatan aliran darah ke otot, akibatnya aliran darah ke distal berkurang dan
pulsasi didistal tak teraba.1,2,5

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG1,2,3, 8,10,11


2.6.1. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah ini pada dasarnya dilakukan dengan manset yang
diletakkan disebelah proksimal dari arteri dan disebelah distalnya aliran darah dapat
dideteksi. Ada beberapa alat untuk deteksi pulsasi ini antara lain : Doppler Ultrasound,
plestimography, stain gauge dan clearance zat radio aktif. Doppler Ultrasound merupakan
cara paling mudah untuk menentukan adanya aliran darah
2.6.2. Pengukuran Ankle Brachial Index ( ABI )
Merupakan tes skrinning yang baik buat penyakit arteri perifer, terutama dengan
keluhan klaudikasio intermitten. Berdasarkan ESC guidelines 2011,diagnosis and treatment
of peripheral artery disease menempatkan pemeriksaan ABI sebagai pemeriksaan non invasif
paling utama dalam diagnosis Periperal artery disease, termasuk dalam level class I B. 1,2,5
Gambar 6 : Cara dan interpretasi pengukuran ABI5
Jika nilai ABI menunjukkan hasil yang abnormal ( ABI ≤ 90 mmHG ) sudah menunjukkan
adanya penyakit arteri perifer dan mungkin saja diikuti dengan gejala klaudikasio intermitten.
Namun bila kita menyangkaan suatu PAD, namun pengukuran ABI normal saat pasien
istirahat maka perlu kita lanjutkan pengukuran sewaktu exercise.
2. 6.3. Treadmill Test
Treadmill test adalah tes yang baik dalam menguji kemampuan fungsional seseorang,
dalam hal ini jarak timbulnya gejala, sampai berapa jarak maksimum yang bisa ditempuh. Ini
berguna kepada tes ABI pada istirahat menunjukkan nilai yang masih ragu, tapi menunjukan
gejala klinis yang jelas dengan Periperal artery disease. Disamping itu pemeriksaan ini
mampu membedakan klaudikasio vascular dengan klaudikasio neurogenik. Pemeriksaan ini
dikaitkan dengan pengukuran nilai ABI sebelum dan sesudah latihan. Penurunan tekanan >
20 % dengan segera setelah latihan menunjukkan permasalahan arteri. Bagi yang tidak dapat
melakukan treadmill test dapat dilakukan pedal flexion test.1,3,5
2.6.4. Ultrasound Duplex
Salah satu tekhnik non invasive duplex ultrasonografi memiliki akurasi > 80% dalam
mendeteksi adanya pengurangan diameter pembuluh darah arteri >50% atau adanya suatu
sumbatan.13 Sensitivitas duplex ultrasound dalam mendeteksi adanya stenosis dan sumbatann
total sebesar 92% dan 95%, dengan spesifitas 97 % sampai 99 %, juga dapat menentukan
lokasi sumbatan dengan tepat.3
2.6.4. Magnectic Resonance Angiography ( MRA )
MRA menggunakan medan magnet untuk membuat sinyal atomic yang berbeda pada
jaringan lunak untuk memperoleh informasi mengenai morfologi sistem arteri dan menilai
fungsi aliran darah. MRA dilakukan untuk konfirmasi diagnostik, menentukan lokasi
penyakit, panjang stenosis dan identifikasi sumbatan total. Panduan ACC/AHA, MRA sangat
bermanfaat dalam menentukan lokasi dan keparahan stenosis dan dapat membantu
menentukan keputusan antara tindakan revaskularisasi secara endovascular atau bedah.1

2.6.5. Computed Tomographic Angiography ( CTA )


Merupakan tekhnik pencitraan vascular dengan menggunakan sinar X untuk
menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi . Dapat melihat visualisasi jaringan lunak dan
organ sekitar pembuluh darah yang lebih baik. Sensitifitasnya lebih dari 90 % untuk
mendeteksi adanya stenosis > 50 % pada pembuluh darah ekstremitas bawah. 6

Gambar 7 : pemeriksaan CTA dan MRA a. femoralis superfial6

2.6.6. Arteriografi
Arteriografi merupakan pemeriksaan integritas vaskuler yang invasif , komplikasi
yang terjadi dapat berupa perdarahan, atau infeksi. Merupakan patokan emas pada
pemeriksaan vascular karena dengan jelas akan memberikan informasi mengenai ada
tidaknya sumbatan atau penyumbatan , luas sumbatan, irregular dinding arteri serta ada
tidaknya kolateral. Kelemahannya tidak bisa memberi keterangan tentang hemodinamik,
sehingga bila ditemukan kelainan pada arteri lebih dari satu tempat, maka tempat yang
menyebabkan keluhan tersebut tidak dapat diterangkan dengan cara arteriografi ini. 1,3,5

2.7. PENANGANAN PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE1,2,5,6,8,10


Berdasarkan AHA Guidelines tahun 2011, tentang penatalaksanaan Klaudikasio
intermitten mencakup pengendalian faktor resiko, exercise/ latihan, farmakoterafi dan bahkan
samapai ke tindakan invasive atau pembedahan.Belakangan ini, kita sering mendengar
tentang pengobatan dengan pendekatan sistem yang baru.
2.7.1. Penanganan faktor resiko
2. 7. 1.1. Berhenti Merokok
Merokok dapat membuat kecanduan , dimana lebih besar 10 kali dibanding heroin,
sedangkan 20 kali lebih besar dari kokain. Pada studi prospektif memperlihatkan adanya
hubungan angka kejadian kardiovaskular pada perokok . Pendekatan dapat dilakukan
konsultasi dan parmakologi. Varenicline sebagai nikotin replacement terafi dan bupropion
dilaporkan efektif dalam penghentian merokok.
2. 7. 1.2. Kontrol lipid dan gula darah
Temuan akhir – akhir ini bahwa perburukan klaudikasio intermitten dapat diturunkan
dengan menggunakan obat penurun lemak. Diet rendah lemak dan target penurunan LDL
kolesterol < 100 mg/dl, Trigliseride < 150 mg/dl.
Berdasarkan American Diabetes Association, kadar gula darah pada penderita
klaudikasio intermitten haruslah terkontrol dengan baik,dengan target tercapainya HbA1c <
7%, kadar glukosa puasa 80 – 120 mg/dl dan kadar post prandial 180 mg/dl.

2.7. 2. Latihan Fisik 1.5,7,8,9


Latihan fisik telah memperlihatkan keadaan perbaikan pada penderita klaudikasio
intermitten pada penderita PAD. Sebuah metaanalisis studi baik secara random ataupun tidak
melihat keuntungan latihan fisik dalam memperbaiki/ mengurangi sakit saat berjalan rata –
rata 180 % dan waktu berjalan lebih baik rata – rata 120 %. Latihan yang memberi hasil
optimal dilakukan selam 30 menit , dengan durasi minimal 3 kali seminggu. Latihan fisik
sangat baik dilakukan dengan supervisi.
Pada tahun 2012, CLEVER studi yang membandingkan penatalaksanaan klaudikasio
intermitten dengan latihan fisik dengan supervisi dibandingkan dengan stenting,
menghasilkan latihan fisik lebih unggul daripada stenting dalam hal perbaikan kondisi dari
penderita klaudikasio intermitten pada penderita PAD baik dari segi kualitas hidupnya
maupun kemampuan berjalannya.

2. 7. 3. Pengaruh Latihan fisik pada gejala Klaudikasio intermitten pasien PAD23,24


Pengaruh perbaikan terhadap klaudikasio intermitten dengan latihan fisik telah
diperlihatkan berbagai studi dan percobaan pada manusia dan hewan. Adapun mekanisme
perbaikan itu dapat melalui cara :
- Pembentukan kollateral dan meningkatkan aliran darah
Latihan fisik mempengaruhi angiogenesis dengan menghasilkan pelepasan vascular
endothelial growth factor RNA messenger ( VEGF mRNA). Setelah delapan minggu
terjadinya peningkatan yang berlebih pada VEGF mRNA. Gardner dan kawan-
kawan, dengan latihan dapat meningkatkan aliran darah.23
- Perubahan mikrosirkulasi dan fungsi endotel dimana latihan fisik akan meningkatkan
aktivitas Nitrit Oxide dan prostaciclin dan fungsi pembuluh darah otot. Hal ini dapat
mengakibatkan vasodilatasi endotel. Disamping itu, latihan fisik dapat memberikan
hasil baik terhadap perbaikan lipid profile, tekanan darah, metabolisme gula, dimana
faktor – faktor tersebut dapat memperburuk fungsi endotel.24
- Pada latihan fisik dapat memperbaiki viskositas darah, fungsi agregasi, penurunan
adenosine plasma.
- Latihan fisik dapat menurun kan fungsi iskemia yang ditandai dengan peningkatan
radikal bebas dan memperbaiki faktor resiko serta penurunan marker inflamasi .

2. 7. 3. Program Latihan fisik pada Klaudikasio intermitten 23,24


1. Latihan : pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 – 10 menit.
2. Tipe Latihan : treadmill dan walking track, lebih baik ditambahkan dengan latihan
Beban ringan.
3. Intensitas : pasien berjalan sampai klaudikasio kemudian istirahat.
4. Durasi : Pola latihan – istirahat – latihan, latihan dilakukan 35 - 50 menit,
peningkatan
Setiap 5 menit.
5. Frekuensi : treadmill atau track walking 3 sampai 5 kali per minggu.

Gambar 8 : Mekanisme Latihan fisik dapat memperbaiki gejala Klaudikasio intermitten 7

2. 7. 4. Kombinasi latihan dengan obat – obatan


Latihan fisik merupakan penanganan awal yang tepat pada pada pasien dengan
klaudikasio intermitten, Hal ini sangat didukung dengan meletakan Latihan fisik dengan
supervisi pada level I A pada AHA, ESC, TASC II guidelines. Ada studi metaanalisis
mengatakan latihan fisik dikombinasi dengan obat – obatan lebih baik, dibanding dengan
latihan fisik saja.Latihan fisik dengan supervisi lebih baik dibanding dengan latihan fisik
standar.22
2.7.4. Farmakologi
2.7. 4. 1. Terapi Antiplatelet3,4,15
Merupakan suatu terapi yang dapat diberikan untuk menurunkan resiko kejadian
Miocard infark, stroke, dan kmeatian vaskular lainnya. Begitu juga pada pasien PAD dengan
simptomatik , Klaudikasio Intermittent, dan Critical Limb ischaemia. Aspirin diberikan 1 kali
sehari dengan dosis 75 mg sampai 325 direkomendasikan aman untuk menurunkan resiko
Miocard infark, stroke dan individu dengan aterosklerotik pada ekstrimitas PAD. Clopidogrel
dengan dosis 75 mg perhari juga direkomendasikan dan efekstif sebagai pengganti terapi anti
platelet. Terapi juga sangat bermanfaat pada PAD dengan nilai ABI yang borderline 0,91-
0,99. Kombinasi antara aspirin dan clopidogrel juga menurunkan resiko kardiovaskular.
2.7. 4. 2. Cilostazol 1,2,4,5
Merupakan salah satu phospodiesterase inhibitor yaitu antitrombotik yang
menghambat agregasi platelet dan mempunyai aksi sebagai vasodilator. Cilostazol telah
menunjukkan manfaat yang cukup besar terhadap terapi klaudikasio intermitten pada pasien
PAD, dengan anti agregasi platelet pada sel endotel manusia in vitro melalui interaksi dengan
prostacyclin dan adenosine yang dilepaskan dari sel endotel. Dalam penelitian dilaporkan
bahwa cilostazol secara signifikan sebagai penghambat agregasi platelet, dengan
menghambat induksi ADP dan asam arachidonat dengan dosis 200 mg sehari selama 7 hari.
Tidak seperti aspirin, cilostazol menghambat tidak hanya agregasi platelet skunder, tetapi
juga ADP dan agregasi platelet primer yang dipengaruhi kolagen. Obat ini juga dapat
menurunkan kadar trigliseride, dan meningkatkan aliran darah jaringan. Semua studi tentang
cilostazol mempunyai efek yang signifikan pada jarak berjalan. Dosis 50 mg meningkatkan
maksimal walking distance sebanyak 36 m , 70 m pada yang 100 mg.
2. 7.4. 3. Pentoxifyllin 1
Obat ini bekerja secara kompetitif non selektif penghambat phosphodiesterase, yang
meningkatkan cAMP intraselular, menghambat TNF dan leukotrien dan mengurangi
inflamasi. Disamping itu, pentoxifillin memperbaiki sel-sel darah, dan mengurangi viskositas
darah serta agregasi platelet dan pembentukan thrombus. Pentoxifillin dapat memperbaiki
klaudikasio intermitten dengan adanya perbaikan pada jarak jalan. Pada penelitian Meta
analisis dosis 300 mg – 1600mg, menunjukan perbaikan pada klaudikasio intermitten.
2. 7.4. 4. Obat penurun Lemak 1,2,3,6
Studi menunjukan simvastatin dapat memperbaiki klaudikasio intermitten, Aronow
memperlihatkan perbaikan 42% setelah 1 tahun pengobatan, dan Mondillo studi
memperlihatkan peningkatan jarak berjalan maksimal selama 3 bulan dan 6 bulan . Hal yang
sama diperlihatkan anti lipid lainnya, policasanol, avasimbe.
2. 7.4. 5. Ronalazine, dichloroacetate, glukosa insulin potassium, L-carnitine.
Obat – obat ini mempengaruhi metabolism otot. Sebuah study memperlihatkan
ranolazine memperbaiki kemampuan latihan. L-carnitine dapat sebagai sumber carnitine yang
berfungsi sebagai buffer CoA acyl, carnitine mempengaruhi oksidasi glukosa. L-arginine
dapat memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah dan aliran darah otot pada pasien PAD.
Pada pasien klaudikasio intermitten dengan PAD, supplemen L- arginine tidak secara
konsisten menunjukan perbaikan pada treadmill.

2. 8. Endovascular dan Bedah Revascular16


Endovaskular dan bedah revaskular pada pasien dengan klaudikasio intermitten harus
diberikan pada pasien dengan klaudikasio intermitten yang gagal dengan pengobatan optimal
sebelumnya. Pertimbangan yang cermat mencakup ketidakmampuan pasien, kualitas hidup
kedepan. Secara umum , angioplasty ( stenting ) efektif dilakukan pada stenosis yang pendek
dan tunggal. Sebaliknya, jika stenosis kita temukan panjang dan melibatkan banyak segmen
sebaiknya dilakukan pembedahan revascular.
Tindakan endovascular dapat mencakup Percutaneous ballon angioplasty dan
stenting, serta thrombolitik terapi.
Sebagai acuan TASC Working group telah membagi oklusi pada kaki dibagi atas
aortoiliaca dan infrainguinal, berdasarkan hal ini kita dapat mempertimbangkan tindakan
endovascular atau bedah revascular untuk menjadi pilihan. Dapat disimpulkan bahwa pada
semua yang tergolong TASC tipe A endovascular sebagai pilihan terafi. Tipe B terapi yang
lebih sering dipakai adalah endovascular akan tetapi tidak didukung dengan evidence based
yang cukup. Tipe C lebih sering dipakai Pembedahan tetapi evidence based masih kurang.
Sementara tipe D pembedahan masih merupakan pilihan tindakan.27
Gambar 9 : Klasifikasi TASC Aorto – iliaca lesion, CIA ( Common iliac artery),EIA (
External iliac artery ), CFA ( Common Femoral artery ) AAA ( Abdominal Aortic Aneurysm
) 27
Gambar 10 : Klassifikasi TASC lesi femoral poplitea, CFA = Common femoral artery, SFA
= superficial femoral artery.27

2. 9. Terapi Extracorporeal Shock wave 20


Terapi ini menggunakan generator gelombang yang dipandu dengan ultrasound,
bukan merupakan tindakan invasif. Pada juni 2012, terapi ini dinyatakan bermanfaat dalam
penatalaksanaan PAD. Studi ini dilakukan oleh Fukashi serikawa, dkk, dengan menunjukan
hasil yang baik pada pasien klaudikasio intermitten. Mekanisme terapi in I memacu
terjadinya angiogenesis in vivo dengan merangsang VEGF dan eNOS, membantu dalam
meningkatkan stromal derived factor 1, meningkatkan sel progenitor.
2. 10. Terapi Rekombinan Fibroblast growth factor -221
Studi TRAFFIC memperlihatkan pemberian rekombinan fibroblast growth factor-2 (
rFGF-2 ) dapat memperbaiki klaudikasio intermitten. Sebagaimana diketahui bahwa rFGF-2
adalah mitogen untuk sel – sel endotel, mempercepat angiogenesis dan memperbaiki perfusi
ke jaringan iskemi. Pada studi ini didapati perbaiki jarak tempuh dan peningkatan kualitas
hidup pada Peripheral arterial disease.20

Gambar 11. Alogaritma Pedoman penanganan PAD4


2.11. Acute Limb Ischemia
Terjadinya penyumbatan arteri secara tiba-tiba yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke tungkai atas atau tungkai bawah. Temuan klinis yang didapat pada pasien
berhubungan dengan lokasi penyumbatan arteri dan tingkat penurunan aliran darah yang
menyebabkan iskemik. Pemeriksaan yang didapat berupa nyeri pada saat istirahat,
berkembang cepat dalam waktu yang singkat menyebar sampai ke bagian distal yang
tersumbat. Iskemi ini akan menyebabkan rasa sensorik perifer dan gangguan motorik. Jika
gejala terjadi lebih dari 2 minggu maka dapat dipikirkan Chronic Limb Ischemia. Korelasi
gejala ini sering disingkat dengan 6 P: Pain, Parasthesias, Pallor, Pulselessness,
Poikilothermia, dan Paralysis. Penyebab tersering adalah emboli yang berasal dari jantung
akibat atrial fibrilasi, ataupu dari ventrikel, paradoxical emboli, trombosis arteri, trauma
arteri, aneurisma, atherosclerosis aorta dan sebagainya. Dengan lesi predileksi tersering
dibagian femoral 28%, Lengan 20%, Aorta iliaka 18%, Poplitea 17 % dan lainnya.

Gambar 12.Kategori Klinis Acute Limb Ischemia4,25


2.12. KESIMPULAN

Penyakit Arteri Perifer secara umum merupakan suatu gangguan akibat tersumbatnya
suplai aliran darah ke ekstirmitas bawah atau atas. Dengan penyebab tersering adalah
atherosklerosis akibat trombosis, emboli, vaskulitis, fibromuskular displasia, atau entrapment.
Terminologi dari peripheral arterial disease kurang spesifik karena melibatkan suatu
kelompok penyakit yang mempengaruhi pembuluh darah termasuk kondisi selain
atherosklerosis seperti penyakit arteri renal, dan penyakit arteri karotid, insufisiensi vena, dan
kelainan limpatik.

Diagnosis Peripheral arterial disease mencakup anamnesa, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan lanjutan. Anamnesa yang baik dengan berdasarkan pola Edinburgh,
pemeriksaan fisik yang teliti, biasanya efektif dalam menegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan Penyakit arteri perifer mencakup pengendalian faktor resiko, latihan
fisik dengan supervisi dan farmakologi, bila gejala masih dijumpai maka dapat dilakukan
revaskularisasi invasif yaitu endovascular dan pembedahan. Penatalaksanaan terbaru dapat
berupa Terapi Extracorporeal Shock wave dan Terapi Rekombinan Fibroblast growth factor -
2.
DAFTAR PUSTAKA

1. Criqui. M, Ninomiya, J. The Epidemiology of Peripheral Arterial Disease. Vascular


Medicine. A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Elsivier. Saunders.2006;
Chap 14: 223-238
2. Rooke TW,Hirsch AT,et all : 2011 ACCF/AHA Focused Update of the Guideline for
the Management of patients with Peripheral Artery
disease.Circulation.2011;124:2020-2045
3. Tendera M, Aboyans V et all: ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of
peripheral artery diseases: European Heart Journal (2011)32,2851-2906
4. Libby. P, Creagar. MA, : Peripheral Artery disease. Braunwald’s Heart Disease A
Textbook of Cardiovascular Medicine. 10 ed. Elsivier. Saunders. 2015;58: 1312-1331
5. Beckman. JA, Creager. MA. Peripheral Arterial Disease : Clinical Evaluation.
Vascular Medicine. A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Elsivier.
Saunders.2006; 17: 255-270
6. Gornik. HL, Creager. MA. Medical Treatment of Peripheral Arterial Disease.
Vascular Medicine. A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Elsivier.
Saunders.2006; 18: 271-292
7. Philip. F, Peripheral Arterial Disease. Manual of Cardiovascular Medicine. 4ed.
Lippincott Williams & Wilkins a Wolter Kluwer. 2013; 27:480-492
8. Lilly LS : pathofisiology of Heart Failure: peripheral arteri disease,New York,wolters
kluwer,ed ke-4,USA;2007
9. Hiatt. W, Brass. E. Pathophysiology of Intermittent Claudication. Vascular Medicine.
A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Elsivier. Saunders. 2006 ; Chap 15 :
239-247
10. Wennberg. P, Rooke, T. Diagnosis and Management of Disease of the Peripheral
Arteries and Veins. Hurst the heart Manual of Cardiology. Mcgraw-Hill. 2010. Chap
44 : 721-731
11. Schmieder FA, Camerota AJ : Intermittent Claudication : Magnitude of the problem,
patient evaluation, and therapeutic strategies.Am J Cardiol 2001;87(suppl):3D-13D
12. Norgen L, Hiat WR, Dormandy JA,Harris KA,Fowkes FGR:Inter-Society Consensus
for the Management of peripheral arterial disease (TASC II
):doi:10.1016/j.jvs.2006.12.037:S5A-S66A
13. Hiatt WR:Pathophysiology of intermittent Claudication in Peripheral Arterial
Disease:cardiologyrounds.2006;10.1:1-4
14. A National Clinical Guidance. Diagnosis and Management of Peripheral arterial
disease. Scotish Intercollegiate Guidelines Network. Oct. 2006
15. Hankey GJ, Norman PE, Eikelboom : Medical Treatment of peripheral arterial
disease.JAMA. 2006;295:547-553
16. Comerato AJ : Endovascular and Surgical Revascularization for Patients with
Intermittent Claudication.Am J Cardiol 2001;87( suppl): 34D-43D
17. Sewart KJ,Hiatt WR et all : Exercise Training for Claudication.N Engl J
Med,vol.347,No24:1941-1951
18. Murphy TP, Cutlip DE,et all: Supervised Exercise versus Primary Stenting for
Claudication Resulting From Aortoiliac Peripheral Artery Disease:Six-month
outcomes From the Claudication: Exercise Versus Endoluminal Revascularization
(CLEVER)Study.Circulation.2012;125:130-139
19. Beebe HG, Dawnson DL,et all: A New Pharmacologial Treatment for Intermittent
Claudication: Arch Intern Med.1999;159:2041-2050
20. Serizawa F, Ito K, Kawamura K,et all : Extracorporeal Shock wave Therapy Improves
the Walking Ability of Patients with Peripheral Artery Disease and Intermittent
Claudication : Circ J 2012; 76: 1486-1493
21. Lederman RJ, Mendelsohn FO,et all : Theurapetic angiogenesis with recombinant
fibroblast growth factor 2 for intermittent claudication (the TRAFFIC study):a
randomized trial.Lancet 2002;359:2053-58
22. Prushik SG, Farber Alik,et all: Parenteral Intermittent Claudication as Risk Factor for
Claudication in Adults:Am J Cardiol 2012;109:736-741.
23. White. C, Clinical Practice. Intermittent Claudication. N Engl J
Med,vol.356,No12:1241-1250
24. Deghischer. S, Labs. KH, et al. Physical training for intermittent claudication: a
Comparison of structured rehabilitation versus home based training. Vascular
Medicine.2002. 7:109-115
25. Reinecke. H, Unrath. M, et al. Peripheral arterial disease and critical limb ischaemia:
still poor outcomes and lack of guidance adherence. Europhean Heart journal. 2015.
36: 932-938
26. Haddadian. B, Allaqaband, S. Et al. Peripheral Vascular and Cerebrovascular Disease.
Cardiology An Illustrated. Vol 1. Jaype Brothers Medical Publisher. 2013. Chap 64:
1145-1229
27. Patterson. D, Belch. J. Pathophysiology of of Critical Limb Ischemia. Vascular
Medicine. A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Elsivier. Saunders. 2006 ;
Chap 16 : 248-253

Anda mungkin juga menyukai