BAB 1
PENDAHULUAN
persentase 9,1 %. Selain itu, diare juga menempati peringkat ke-2 penyebab
kematian balita dengan persentase 15,3 % (Depkes RI, 2007).
Selain angka kematian, angka kejadian diare pun masih tinggi di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data Depkes RI yang menunjukkan bahwa
penyakit diare menempati peringkat pertama dari pola 10 penyakit terbanyak
pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh Indonesia, dengan persentase 7,52%
(Depkes RI, 2007).
Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, diare
merupakan penyakit dengan frekuensi KLB yang cukup tinggi, bahkan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, dilaporkan terjadinya KLB diare
sebanyak 741 kasus dengan jumlah kematian 19 orang (CFR = 2,56%). Tercatat
182.922 penderita diare yang ditemukan melalui laporan rutin di sarana kesehatan
maupun laporan kader kesehatan. Dari jumlah tersebut, 96.033 kasus (52,5%)
adalah kasus balita (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Diare sebenarnya penyakit yang dapat sembuh dengan tuntas jika
dilakukan penanganan yang tepat dan cepat. Namun, jika penanganan terlambat
diberikan ataupun tidak sesuai, maka keadaan dapat memburuk akibat komplikasi
yang terjadi. Salah satu komplikasi diare yang paling sering adalah dehidrasi.
Menurut Simadibrata, dkk. (2006), kematian yang terjadi kebanyakan
berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak, termasuk balita. Hal ini
sehubungan dengan kesehatan pada usia tersebut yang rentan terhadap dehidrasi
sedang-berat.
Berdasarkan data di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang diare dan
penanganannya pada bayi dan balita di Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih
Kabupaten Batubara Propinsi Sumatera Utara tahun 2011.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak
dapat diamati langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Skiner, yang dikutip oleh Notoatmodjo, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar. Perilaku
terjadi melalui suatu proses yakni adanya stimulus terhadap organisme kemudian
organisme tersebut akan memberikan reaksi. Oleh karena itu, teori Skiner ini
disebut juga sebagai teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons
(Notoatmodjo, 2003).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian-
penilaian terhadap sesuatu, baik dengan menggunakan kriteria sendiri, maupun
kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat menentukan derajat dehidrasi pada
anak yang mengalami diare.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara langsung ataupun
memberikan angket berisi pertanyaan mengenai materi yang ingin diukur dari
responden (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3.2 Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, hanya
dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup. Sikap dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum
berupa suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi suatu tindakan.
perlu pengetahuan dan sikap positip serta dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para
petugas kesehatan, dan juga undang-undang untuk memperkuat perilaku
masyarakat tersebut.
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Hiswani (2003) mengemukakan bahwa diare didefenisikan sebagai
peningkatan frekuensi, keenceran dan volume tinja. Istilah diare digunakan bagi
keadaan pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dengan konsistensi
yang lembek dan cair. Diare sering terjadi secara tiba-tiba dan perkembangannya
cepat sekali. Frekuensi buang air meningkat dengan cepat bahkan dapat mencapai
sampai dua puluh kali.
Pada saat diare, tinja dapat berbentuk cair atau setengah cair karena
kandungan airnya yang lebih banyak, biasanya lebih dari 200 gram/jam atau
200ml/jam. Frekuensinya bisa lebih dari 3 kali per hari (Simadibrata, dkk., 2006).
Selain konsistensinya yang encer, warna feses bisa menjadi hijau. Feses juga
dapat bercampur dengan darah, lendir, ataupun keduanya (Ngastiyah, 2005).
Menurut WHO (2009), dikatakan diare apabila pengeluaran tinja yang
encer atau cair sebanyak 3 kali atau lebih per hari, ataupun lebih sering daripada
yang biasanya. Biasanya ini merupakan gejala infeksi gastrointestinal, yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, ataupun parasit. Infeksinya tersebar
melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi, atau dari orang ke orang
sebagai akibat hygiene yang buruk.
b. Diare kronik (diare persisten), yaitu diare yang berlangsung selama lebih
dari 14 hari.
(Guandalini, et al., 2009)
2. Mekanisme patofisiologik
a. Diare osmotik, yaitu diare yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan
osmotik intralumen usus halus.
b. Diare sekretorik, yaitu diare yang disebabkan oleh diare yang disebabkan
oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit usus serta menurunnya
asbsorpsi.
(Simadibrata, dkk., 2006)
3. Penyebab
a. Infeksi
b. Non-infeksi
(Simadibrata, dkk., 2006)
2.2.3 Etiologi
Diare disebabkan oleh banyak banyak faktor, antara lain infeksi (bakteri,
parasit, dan virus), faktor makanan, faktor maldigesti, imunodefisiensi, dan faktor
psikologis.
1. Infeksi
a. Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan. Faktor ini merupakan
penyebab utama infeksi pada anak.
Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersenia
enterocolytica, Campilobacter jejuni, V. Parahemolicus, Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dan
lain-lain.
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Cytomegalovirus, Echovirus,
virus HIV, dan lain-lain.
Parasit: protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporodium parvum, Balantidum coli), parasit (A. Lumbricoides,
2.2.4 Epidemiologi
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal-oral antara lain
melalui makanan/ minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh pada 4-6 bulan pertama
kehidupan. Bayi yang tidak diberi ASI mempunyai risiko menderita diare lebih
besar daripada bayi yang diberi ASI secara penuh dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman karena botol susah dibersihkan.
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Ilmu Kedokteran Pencegahan/ Ilmu
Kedokteran Komunitas
Universitas Sumatera Utara
Laporan Penelitian UPT-PTC Indrapura 14
c. Menyimpan makanan yang telah dimasak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman
akan berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar. Air dapat tercemar dari sumbernya
ataupun pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi jika
tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Orang sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidak berbahaya padahal tinja bayi dapat
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Penyakit diare selain disebabkan oleh virus juga disebabkan oleh bakteri,
misalnya Vibrio cholera. Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui
perantaraan makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut. Di dalam
lambung, bakteri dibunuh oleh pertahanan lambung, yakni asam lambung. Akan
tetapi, apabila jumlah bakteri cukup banyak, bakteri dapat lolos sampai ke dalam
usus dua belas jari (duodenum). Di dalam duodenum, bakteri berkembang biak
sehingga jumlahnya mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan
usus halus. Bakteri kemudian akan berhasil mencairkan lapisan lendir yang
menutupi permukaan sel epitel usus dengan memproduksi enzim mucinase,
sehingga bakteri dapat masuk kedalam membran (dinding) sel epitel. Di dalam
membran, bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit A dan sub
unit B. Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan
bersentuhan dengan membran sel, serta merangsang produksi CAMP (Cyclic
Adenosine Monophosphate). CAMP berguna untuk merangsang sekresi cairan
usus di bagian kripta villi dan menghambat cairan usus di bagian apikal villi,
tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel usus. Sebagai akibat rangsangan sekresi
cairan yang berlebihan tersebut, volume cairan di dalam lumen usus akan
bertambah banyak. Cairan ini akan menyebabkan dinding usus akan
meningkatkan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk
mengalirkan cairan ke usus besar.
juga terlihat lemah dan pucat, serta dapat terjadi perubahan tanda-tanda vital yaitu
nadi dan pernafasan semakin cepat (Ngastiyah, 2005; Suriadi, dkk., 2001).
2.2.7 Komplikasi
Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak. Hal
ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain: (Ngastiyah, 2005)
1. Renjatan hipovolemik
2. Hipokalemik
Gejalanya ialah meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, dan
perubahan elektrokardiogram.
3. Hipoglikemia
4. Intoleransi sekunder
Komplikasi ini terjadi akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktase.
5. Kejang
Kejang dapat terjadi pada terjadi pada dehidrasi hipertonik.
6. Malnutrisi energi protein
Muntah dan diare yang lama dan kronik dapat mengakibatkan terjadinya
malnutrisi pada anak.
7. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan komplikasi klinik terpenting dari diare dan
merupakan sasaran terapi (Juffrie, dkk., 2003). Dehidrasi dapat timbul jika diare
berat dan asupan oral terbatas karena muntah, terutama pada anak-anak
(Simadibrata, dkk., 2006).
Untuk seluruh anak yang mengalami diare, status dehidrasi harus
ditentukan apakah anak mengalami dehidrasi berat, dehidrasi ringan-sedang, atau
tanpa dehidrasi. Penetapan derajat dehidrasi akan menentukan terapi yang akan
diberikan.
Klasifikasi derajat dehidrasi, antara lain:
a. Dehidrasi berat
2.2.8 Terapi
Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Anak
yang mengalami diare tidak boleh diberikan obat antidiare dan antimuntah karena
obat tersebut tidak mengobati diare dan beberapa diantaranya berbahaya. Obat-
obat berbahaya tersebut antara lain antispasmodik (codein, opium tinctur,
diphenoxylate, loperamide) atau obat untuk muntah (chlorpromazine). Di antara
obat tersebut ada yang dapat mengakibatkan lumpuhnya gerakan usus atau
mengakibatkan anak tidur terus secara tidak normal. Beberapa juga berakibat
fatal, terutama jika diberikan pada bayi. Obat antidiare lainnya, walaupun tidak
membahayakan tetapi tidak efektif untuk mengobati diare, misalnya kaolin,
pada Rencana Terapi A, cairan diberikan sedikit demi sedikit tetapi sering dari
mangkuk atau cangkir atau gelas. Jika anak muntah, pemberian cairan dihentikan
sementara dan ditunggu sepuluh menit, kemudian pemberian cairan dilanjutkan
dengan lebih lambat. Pemberian ASI tetap dilanjutkan selama anak
menginginkannya.
Setelah tiga jam, dilakukan penilaian ulang dan ditentukan kembali derajat
dehidrasi anak. Setelah itu, dipilih terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan. Jika bayi berumur kurang dari enam bulan, pemberian ASI
dilanjutkan selama bayi menginginkannya. Jika anak berumur enam bulan atau
lebih, pemberian makan dapat dimulai di klinik.
b. Rencana terapi C
Prinsip rencana terapi C adalah penanganan dehidrasi berat dengan cepat.
Untuk bayi, ASI sebaiknya tetap diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah pemberian cairan intravena secepatnya. Jika anak masih bisa minum, oralit
diberikan per oral sementara infus dipersiapkan. Kepada anak diberikan cairan
ringer laktat (jika tidak tersedia dapat diganti dengan cairan NaCl) sebanyak 100
ml/kg berat badan, dengan pedoman sebagai berikut:
Untuk bayi (di bawah umur 12 bulan), pada 1 jam pertama diberikan
sebanyak 30 ml/kg, kemudian diberikan sebanyak 70 ml/kg selama 5 jam
berikutnya.
Untuk balita (12 bulan sampai 5 tahun), pada 30 menit pertama diberikan
sebanyak 30 ml/kg, kemudian diberikan sebanyak 70 ml/kg selama 2 jam 30
menit berikutnya.
Setiap 1-2 jam, anak diperiksa kembali. Apabila status hidrasi belum
membaik, tetesan intravena diberikan lebih cepat. Selain itu, oralit juga tetap
diberikan (5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak). Kemudian, pasien diperiksa lagi setelah enam jam
untuk bayi atau setelah 3 jam untuk anak, derajat dehidrasi kembali ditentukan
dan diberikan rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
Apabila tidak ada yang dapat memberikan cairan intravena secepatnya
kepada anak yang mengalami dehidrasi berat, maka anak harus segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan terdekat yang dapat ditempuh paling lama 30 menit. Jika anak
masih dapat minum, maka sepanjang perjalanan anak tetap diberikan cairan oralit.
Apabila tidak ada fasilitas kesehatan sebagai tempat rujukan yang dapat
ditempuh dalam 30 menit, maka yang dapat dilakukan adalah memasang pipa
nasogastrik untuk rehidrasi. Oralit diberikan diberikan per oral melalui pipa
nasogastrik sebanyak 20 ml/kg/jam selama enam jam (total 120 ml/kg). Anak
diperiksa kembali setiap 1-2 jam. Jika anak muntah terus menerus atau perut
makin kembung, cairan diberikan lebih lambat. Jika setelah tiga jam keadaan anak
membaik, maka anak segera dirujuk untuk mendapatkan pengobatan intravena.
Sesudah enam jam, anak diperiksa kembali dan diklasifikasikan derajat
dehidrasinya, lalu ditentukan rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
Apabila pemasangan pipa nasogastrik pun tidak mungkin dilakukan, maka
anak harus dirujuk segera untuk mendapatkan pengobatan intravena ataupun
pemasangan pipa nasogastrik.
3. Memberi makanan
Anak yang mengalami diare tetap diberikan makanan untuk memberikan
gizi pada anak dan agar anak tetap kuat dan pertumbuhannya tidak terganggu,
serta mencegah berkurangnya berat badan. Makanan diberikan sesuai dengan
yang dianjurkan.
Anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan
sehat, antara lain:
Umur 0-6 bulan
ASI diberikan sesuai dengan keinginan anak, paling sedikit delapan kali
sehari, pada pagi, siang, dan malam hari. Sebaiknya anak tidak diberikan
makanan ataupun minuman lain selain ASI.
Umur 6-9 bulan
Pemberian ASI tetap dilanjutkan. Selain itu, pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dapat dimulai. Makanan yang diberikan adalah
bubur susu, pisang, pepaya lumat halus, air jeruk dan air tomat saring. Secara
bertahap, sesuai pertambahan umur, diberikan bubur tim lumat ditambah telur/
ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/
Selain itu, anak juga diberikan makanan yang bergizi sebagai selingan
sebanyak dan diberikan dua kali sehari di antara waktu makan.
4. Pemberian tablet Zinc
Semua anak diare harus mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan waktu
yang telah ditentukan, kecuali bayi muda. Satu tablet mengandung 20 mg Zinc,
sehingga dosis untuk pemberian tablet Zinc, antara lain:
Bayi berumur 2 – 6 bulan diberikan setengah tablet
Bayi dan anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 1 tablet
Untuk memberikan tablet Zinc pada anak, tablet dilarutkan dengan sedikit
air atau ASI dalam sendok teh. Setelah 30 detik, tablet akan larut dan segera
diberikan kepada anak. Apabila anak muntah setengah jam setelah pemberian
tablet Zinc, diulangi pemberiannya dengan cara memberikan potongan lebih kecil
yang dilarutkan dan diberikan beberapa kali hingga satu dosis penuh. Pemberian
tablet Zinc dilakukan selama sepuluh hari, meskipun diare telah berhenti. Bila
anak mengalami dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tablet Zinc tetap
diberikan segera setelah anak bisa minum atau makan.
5. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi
(Depkes RI, 2000; Depkes RI, 2004; Depkes RI, 2008; WHO, 2005; Hidayat,
2005).
BAB 3
METODE PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Waktu dilakukannya penelitian mulai dari pemilihan judul hingga penyampaian
hasil adalah mulai 24 Januari 2011 hingga 5 Maret 2011.
atau balita, ataupun yang pernah mempunyai bayi atau balita. Kriteria ekslusi
adalah ibu yang tidak bersedia menjadi responden.
Tindakan ibu
Sikap ibu yaitu respon yang diberikan ibu terhadap informasi yang
didapatnya mengenai diare dan penanganannya.
f. Tindakan ibu
Tindakan ibu yaitu perbuatan yang dilakukan ibu kepada bayi atau
balitanya yang mengalami diare.
3.8 Instrumen
Instrument yang digunakan adalah kueisioner yang berisi pertanyaan-
pertanyaan tertutup, yang dibagi sebagai berikut:
a. 11 pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan responden tentang diare dan
penanganannya
b. 8 pertanyaan mengenai sikap responden tentang diare dan penanganannya
c. 8 pertanyaan mengenai tindakan ibu tentang diare dan penanganannya.
1. Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan berupa pertanyaan tertutup dengan jumlah
pertanyaan sebanyak 11 buah. Sistem skor dapat dilihat pada tabel 3.1.
Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 11 pertanyaan, maka jumlah
total nilai maksimal adalah 46, dengan klasifikasi menggunakan modifikasi skala
pengukuran Pratomo (1966) sebagai berikut:
Kategori baik : apabila nilai yang diperoleh responden > 75% atau total
nilai > 35
Kategori sedang : apabila nilai yang diperoleh oleh responden 40% - 75%
atau total nilai 19 - 33
Kategori buruk : apabila nilai yang diperoleh < 40% atau total nilai 0 – 18
3. Tindakan
Pengukuran tindakan berupa pertanyaan tertutup dengan jumlah
pertanyaan sebanyak 8 buah. Sistem skor dapat dilihat pada tabel 3.3.
Berdasarkan total nilai yang diperoleh, maka jumlah total nilai maksimal
adalah 8, dengan klasifikasi menggunakan modifikasi skala pengukuran Pratomo
(1966) sebagai berikut:
Kategori baik : apabila nilai yang diperoleh responden > 75% atau total
nilai > 6
Kategori sedang : apabila nilai yang diperoleh oleh responden 40% - 75%
atau total nilai 4 - 5
Kategori buruk : apabila nilai yang diperoleh oleh responden < 40% atau
total nilai < 3
Tabel 3.3 Sistem Skor untuk Kueisioner Tindakan
No. Skor
1. A=1 B=0
2. A=1 B=0
3. A=0 B=1
4. A=0 B=1
5. A=1 B=0
6. A=1 B=0
7. A=0 B=1
8. A=1 B=0
Kegiatan Hari ke :
Kegiatan Hari ke:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Penyusunan Proposal
2. Penyusunan Instrumen
3. Persiapan Lapangan
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan data
6. Analisa data
7. Penyusunan laporan
BAB 4
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN PROGRAM PUSKESMAS
Tabel 4.1.
Distribusi Penduduk di Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten
Batu Bara Tahun 2010
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 2120 47,94
2 Perempuan 2302 52,06
Jumlah 4422 100
Sumber: Data Profil Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara tahun
2010
7 Sipare-Pare 1295 6
8 Pasar Lapan 1020 6
9 Sukaraja 711 6
10 Aras 904 9
11 Tanah Merah 671 4
12 Pematang Panjang 1055 12
13 Sukaramai 463 7
J U M LA H 11.121 95
A. Pemerintahan Kecamatan
1. Jumlah Pegawai Kantor Kecamatan : 19 pegawai
a. Pegawai Golongan IV : 1 pegawai
b. Pegawai Golongan II : 5 pegawai
c. Pegawai Golongan II : 13 pegawai
d. Pegawai Golongan I : - pegawai
B. KEPENDUDUKAN
1. Jumlah Kepala Keluarga : 11.121 KK
2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
2.1. Jumlah laki-laki : 24.281 orang
2.2. Jumlah perempuan : 24.249 orang
3. Penduduk Menurut Kewarganegaraan
3.1. WNI
- laki-laki : 23.836 orang
- perempuan : 23.925 orang
3.2. WNA
- laki-laki : - orang
- perempuan : - orang
4. Penduduk Menurut Agama
4.1. Islam : 33.148 orang
4.2. Katholik : 4.163 orang
- Lansia
- Promosi Kesehatan
- Unit Kesehatan Sekolah
Perawatan
Penunjang
- Laboratorium
- Farmasi
Pencatatan dan Pelapor
1. Pengertian
Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat dipindahkan dari
orang atau hewan sakit dari reservoir benda-benda yang mengandung bibit
penyakit lainnya ke manusia sehat.
2. Sasaran
Seluruh lapisan masyarakat.
3. Tujuan
1. Mencegah terjangkitnya penyakit
2. Meningkatkan kesehatan yang optimal
3. Menurunkan angka kematian dan kesakitan
Kegiatan
Mencari kasus sedini mungkin untuk melakukan pengobatan
Memberi penyuluhan di daerah wabah sekitar puskesmas
Mengadakan imunisasi antara lain : BCG, DPT, campak
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Pengamatan dan Pemberantasan
Penyakit.
Mengumpulkan dan menganalisis data tentang penyakit
Melaporkan penyakit menular
Menyelidiki di lapangan untuk melihat ada tidaknya laporan yang masuk,
menembus kasus-kasus untuk mengetahui sumber penularannya.
Tindakan untuk memutuskan rantai penularannya
Menyembuhkan penderita hingga sehat
Pendidikan kesehatan
Tabel 4.3.
Data 10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air
Putih Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara Desember 2010
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Karakteristik Responden
Tabel dan Diagram 5.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Desa Tanah Tinggi
Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara
Propinsi Sumatera Utara
Tahun 2011
No. Usia N %
1. 24-26 tahun 3 6.0
2. 27-29 tahun 16 32.0
3. 30-32 tahun 10 20.0
4. 33-35 tahun 7 14.0
5. 36-38 tahun 6 12.0
No Pendidikan N %
1. SD 23 46.0
2. SMP 18 36.0
3. SMA 9 18.0
4. Akademi/Perguruan Tinggi 0 0
Total 50 100.0
b. Pengetahuan
Variabel pengetahuan dalam penelitian ini didasarkan pada 11 pertanyaan
dalam kuesioner mengenai pemahaman responden mengenai diare dan
penanganannya.
c. Sikap
Variabel sikap dalam penelitian ini adalah pandangan responden terhadap
diare dan penanganannya. Pengukuran dari variabel sikap didasarkan pada 8
pertanyaan.
Keterangan: Berdasarkan tabel dan diagram di atas, masih ada 32% responden
yang menyatakan setuju dengan pernyataan sikap bahwa diare
berbahaya dan tidak perlu diobati.
d. Tindakan
Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah perbuatan yang dilakukan
ibu kepada bayi atau balitanya yang mengalami diare. Pengukuran dari variabel
tindakan didasarkan pada 8 pertanyaan.
Persentase
No. Pengetahuan Responden Jumlah (orang)
(%)
1. Tindakan Baik 40 80.0
2. Tindakan Sedang 8 16.0
3. Tindakan Buruk 2 4.0
Total 50 100
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
1. Mayoritas pengetahuan responden mengenai diare dan penanganannya
pada bayi dan balita masih buruk yaitu sebanyak 24 orang (48%),
2. Mayoritas sikap responden mengenai diare dan penanganannya pada
anak dan balita tergolong baik yaitu sebanyak 27 orang (54%),
3. Mayoritas tindakan responden mengenai diare dan penanganannya
pada anak dan balita tergolong baik yaitu sebanyak 40 orang (80%)
6.2. Saran
1. Untuk lebih menambah wawasan kepada masyarakat setempat
mengenai diare dan penanganannya, maka perlu diadakan promosi
kesehatan berupa penyuluhan, baik dilakukan oleh tenaga kesehatan
maupun peneliti lain yang hendak melakukan penelitian di desa
tersebut.