Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KASUS (MASALAH UTAMA)


Harga Diri Rendah

2.2 PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan
diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal
diri (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
(Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak
diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya
(Barry, dalam Yosep, 2009).
2. Etiologi
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberikan kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan dan pergaualan. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuannya (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

1
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), faktor-faktor yang
mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan
faktor presipitasi sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan
orangtua, harapan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
kertergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performasi adalah stereotype
peran gender, tuntuan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktivitas yang menurun (Damaiyanti & Iskandar,
2012).
3. Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancauan Depersonalisasi
positif Rendah Identitas

Gambar 2.1 Rentang Respon Konsep Diri


Sumber: Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refikasi Aditama.

4. Klasifikasi

2
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan
dalam waktu lama.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), tanda dan gejala harga diri
rendah kronik adalah sebagai berikut:
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis.
d. Penurunan produktivitas.
e. Penolakan terhadap kemampuan diri.
6. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995).
Konsep diri terdiri atas komponen : citra diri, ideal diri, harga diri,
penampilan peran dan identitas personal. Respons individu terhadap
konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari
adaptif sampai maladatif.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan
harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu
sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika
kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima
penghargaan dari orang lain.

3
Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menaksirkan kejadian yang mengancam.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran, yaitu :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif
yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan
keperawatan.
Sedangkan menurut hasil riset Malhi (2008, dalam Yosep, 2009),
menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-
cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam
mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang
rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak
optimal. Dalam tinjauan Life Span Teori (Yosep, 2009), penyebab
terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan,

4
jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal sekolah, pekerjaan dan
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan konsep diri yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga diri rendah, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang

5
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan
untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok
bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah
dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan
Sadock,1998,hal.728).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan
konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi
dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. (Keliat dan
Akemat,2005,hal.49).

e. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang

6
adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
5) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).

2.3 POHON MASALAH


Isolasi Sosial
Effect

7
Harga Diri Rendah Kronik
Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif
Causa

Gambar 2.2 Pohon Masalah Harga Diri Rendah Kronik


Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refikasi Aditama.

2.4 MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah, masalah keperawatan yang diangkat
menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), diantaranya:
a. Harga diri rendah kronik;
b. Koping individu tidak efektif;
c. Isolasi sosial.
2. Data Yang Perlu Dikaji
Menurut Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2012), data yang perlu
dikaji pada klien dengan gangguan konsep diri, diantaranya:
a. Faktor predisposisi
1) Citra tubuh
a) Kehilangan / kerusakan bagian tubuh.
b) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh.
c) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur
dan fungsi tubuh.
d) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.

2) Harga diri
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten,
terlalu dituruti, terlalu dituntut.
d) Persaingan antara keluarga.

8
e) Kesalahan dan kegagalan berulang.
f) Tidak mampu mencapai standar.
3) Ideal diri
a) Cita-cita yang terlalu tinggi.
b) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Ideal diri samar atau tidak jelas.
4) Peran
a) Stereotipe peran seks.
b) Tuntutan peran kerja.
Harapan peran kultural
5) .Identitas diri
a) Ketidakpercayaan orang tua.
b) Tekanan dari teman sebaya.
Perubahan struktur sosial
b. .Faktor presipitasi
1) Trauma.
2) Ketegangan peran perkembangan.
3) Transisi peran situasi.
Transisi peran sehat sakit
c. .Perilaku
1) Citra tubuh
a) Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu.
b) Menolak bercermin.
c) Tidak mau mendiskusikan kerterbatasan atau cacat
tubuh.
d) Menolak usaha rehabilitasi.
e) Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.
f) Menyangkal cacat tubuh.
2) Harga diri rendah
a) Mengkritik diri sendiri/orang lain.
b) Produktivitas menurun.
c) Gangguan hubungan.

9
d) Merasa diri paling penting.
e) Desktruktif pada orang lain.
f) Merasa tidak mampu.
g) Merasa bersalah dan khawatir.
h) Mudah tersinggung/marah.
i) Perasaan negatif terhadap tubuh.
j) Ketegangan peran.
k) Pesimis menghadapi hidup.
l) Keluhan fisik.
m) Penolakan kemampuan diri.
n) Pandangan hidup bertentangan.
o) Destruktif terhadap diri.
p) Menarik diri secara sosial.
q) Penyalahgunaan zat.
r) Menarik diri realitas.
3) Kerancauan identitas
a) Tidak ada kode moral.
b) Kepribadian yang bertentangan.
c) Hubungan interpersonal yang eksploitatif.
d) Perasaan hampa.
e) Perasaan mengambang tentang diri.
f) Kerancuan gendur.
g) Tingkat ansietas tinggi.
h) Tidak mampu empati terhadap orang lain.
i) Masalah estimasi.
4) Depersonalisasi

Tabel 2.1 Depersonalisasi (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2012)


Afektif Perseptual Kognitif Perilaku
 Kehilangan identitas.  Halusin  Bingung.  Pasif.

 Perasaan terpisah dari asi dengar dan  Disorientasi  Komunik


diri. lihat. waktu. asi tidak sesuai.
 Perasaan tidak  Bingun  Gangguan  Kurang

10
realistis. g tentang berpikir. spontanitas.
 Rasa terisolasi yang seksualitas  Gangguan  Kehilang
kuat. diri. daya ingat. an kendali
 Kurang rasa  Sulit  Gangguan terhadap
berkesinambungan. membedakan penilaian. impuls.

 Tidak mampu mencari diri dari orang  Kepribadia  Tidak


kesenangan. lain. n ganda. mampu
 Ganggu memutuskan.
an citra tubuh.  Menarik
 Dunia diri secara
seperti dalam sosial.
mimpi.
d. Mekanisme koping
1) Pertahanan jangka pendek
a) Aktivitas yang dapat memberian pelarian sementara
dari krisis, seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
b) Aktivitas yang dapat memberikan identitas
pengganti sementara, seperti ikut kegiatan sosial, politik, dan
lain-lain.
c) Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk
membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam
kehidupan, seperti penyalahgunaan obat.
2) Pertahanan jangka panjang
a) Penutupan identitas.
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi, dan potensi individu.

b) Identitas negatif.
Asumsi identitas yang tidak wajarr untuk dapat diterima oleh
nilai-nilai harapan masyarakat.
3) Mekanisme pertahan ego
a) Fantasi.
b) Disosiasi.

11
c) Isolasi.
d) Displacement.
e) Marah/amuk pada diri sendiri.
2.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah

2.6 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuannya
yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tabel 2.2 Rencana Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik (Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K

12
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek 1. Mendiskusikan masalah ynag
positif yang dimiliki klien. dirasakan keluarga dalam merawat klien.
2. Membantu klien menilai kemampuan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
klien yang masih dapat digunakan. harga diri rendah yang dialami klien
3. Membantu klien memilih kegiatan yang beserta proses terjadinya.
akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien. 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien
4. Melatih klien sesuai dengan kemampuan harga diri rendah.
yang dipilih.
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keerhasilan klien.
6. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien. merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Melatih kemampuan kedua. 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan klien memasukkan merawat langsung kepada klien harga diri
kedalam jadwal kegiatan harian. rendah.
SP3K
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up klien setelah
pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.


Refika Aditama.

13
Yusuf, Fitriyasari & Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika

http://www.askepkeperawatan.com/2015/10/askep-jiwa-harga-diri-rendah-
kronis_30.html

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama

14

Anda mungkin juga menyukai