OLEH:
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung
akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat
berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru
tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari
gagal jantung kronik (Chronic Heart Failure) yang telah dialami sebelumnya.
ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien
dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang
dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi
atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor
sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology
(ACC) dan American Heart Association (AHA) 2008:
a. Stage A: risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka
yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis
atau obesitas.
b. Stage B: penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C: gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,
fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D: gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
2. Anatomi Fisiologi
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada
(cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan
kanan.
Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan
perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan
perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi
cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional
jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium
mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi
kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena
mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang
mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium
atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus
yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel.
Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam
jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran
darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup
SL (semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup
SL terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup
AV antara atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan
antara atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral).
Katup AV hanya membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi
mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi
katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang
menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari
katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis
dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan
paru-paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel
kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui
vena-vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari
jantung ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari
keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui
berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke jantung (atrium kanan)
melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas kembali ke jantung melalui
vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung
melalui vena cava inferior.
4. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna
mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac
output) menurun.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam
ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan
meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru
akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
5. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batuk-batuk
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.
6. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme
kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik
dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard
akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk
memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan
akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel
kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh
tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan
memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada
edema perifer.
PATHWAY
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat
Menurunnya kontraktilitas
Palpitasi dan takikardi
Kegagalan jantung berkompensasi
Menurunnya isi sekuncup Menurunnya kekuatan
kontraksi otot jantung
Hambatan
pertukaran gas
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Hematologi: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: K, Na, Cl, Mg
3) Enzim jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati : bun, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa gas darah
b. EKG (elektrokardiogram) untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung dan melihat adanya :
1) Penyakit jantung koroner: iskemik, infark
2) Pembesaran jantung (LVH: Left Ventricular Hypertrophy)
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thorax untuk melihat adanya:
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran
dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup
jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
e. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic
peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
f. Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
g. Skan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
h. Kateterisasi jantung: Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I: non farmakologi
b. FC II & III: diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi:
a. Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alcohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal: digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal: furosemide (lasix).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal: natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload).
Misal: captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dan lain-lain
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin)
1. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
2. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.
9. Komplikasi
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
b. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
c. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
b. Pemerikasaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan umum, nadi,
tekanan darah, dan pemeriksaan dada
1) Pemeriksaan Umum
a) Tangan
Yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
(1) Tremor
Tremor dapat terjadi baik pada orang normal maupun menjadi penanda
keadaan patologis, utamanya yang bersifat neurologis
(2) Sianosis perifer
Warna biru, deoksihemoglobin >5 g/dL. Misalnya terjadi pada
vasokonstriksi, syok, gagal jantung serta tidak tampak pada anemia. Selain
itu, hawa dingin juga bisa menyebabkan sianosis perifer. Juga saat ada
obstruksi vena atau arteri. Penyebab sianosis sentral juga menyebabkan
sianosis perifer
(3) Pulsasi kapiler bantalan kuku (Quinckes sign)
Terjadi pemucatan pada kulit di akar kuku saat dilakukan penekanan di
ujung kuku. Terjadi pada regurgitasi aorta dan tirotoksikosis
(4) Splinter hemorrhage di bawah kuku
Ada sebuah perdarahan kecil yang biasanya berbentuk garis pada kuku.
Bisa terjadi karena trauma, endokarditis, dan infektif
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung
Definisi: Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
Batasan karakteristik:
Perubahan frekuensi/irama jantung
Aritmia
Bradikardi, takikardi
Perubahan EKG
Palpitasi
Perubahan preload
Penurunan tekanan vena central (central venous pressure, CVP)
Penurunan tekanan arteri paru (pulmonary artery wedge pressure,
PAWP)
Edema, keletihan
Peningkatan CVP
Peningkatan PAWP
Distensi vena jugular
Murmur
Peningkatan berat badan
Perubahan afterload
Kulit lembab
Penurunan nadi perifer
Penurunan resistansi vaskuler paru (pulmonary vascular resistence,
PVR)
Penurunan resistansivaskuler sistemik (sistemik vascular resistence,
SVR)
Dispnea
Peningkatan PVR
Peningkatan SVR
Oliguria
Pengisian kapiler memanjang
Perubahan warna kulit
Variasi pada pembacaan tekanan darah
Perubahan kontraktilitas
Batuk, crackle
Penurunan indeks jantung
Penurunan fraksi ejeksi
Ortopnea
Dispnea paroksimal nokturnal
Penurunan LVSWI (left ventricular stroke work index)
Penurunan stroke volume indeks (SVI)
Bunyi S3, S4
Perilaku/emosi
Ansietas, gelisah
Faktor yang berhubungan :
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan preload
Perubahan irama
Perubahan volume sekuncup
b. Kelebihan volume cairan
Definisi: Peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik:
Bunyi nafas adventislus
Gangguan elektrolit
Anasarka
Ansietas
Azotemia
Perubahan tekanan darah
Perubahan status mental
Perubahan pola pernafasan
Penurunan hematokrit
Penurunan hemoglobin
Dispnea
Edema
Peningkatan tekanan vena sentral
Asupan melebihi haluaran
Distensi vena jugularis
Oliguria
Ortopnea
Efusi pleura
Refleksi hepatojugular positif
Perubahan tekanan arteri pulmonal
Kongesti pulmonal
Gelisah
Perubahan berat jenis urin
Bunyi jantung S3
Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
Faktor yang berhubungan :
Gangguan mekanisme regulasi
Kelebihan asupan cairan
Kelebihan asupan natrium
c. Intoleransi aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi psiklogis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan
Batasan karakteristik:
Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
Dispnea setelah beraktivitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah
Faktor yang berhubungan:
Tirah baring atau imobilisasi
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Batasan karakteristik:
Tidak ada batuk
Suara nafas tambahan
Perubahan frekuensi nafas
Perubahan irama nafas
Sianosis
Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
Penurunan bunyi nafas
Dispnea
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
Batuk yang tidak efektif
Orthopneu
Gelisah
Mata terbuka lebar
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
Suyono, S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001
Gianyar, November 2018
NIP: NIM :
Pembimbing Akademik / CT
NIP :