Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT

ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

OLEH:

I Gede Agus Narayana


NIM. P07120216059

D IV KEPERAWATAN TINGKAT III/SMT V

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung
akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat
berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru
tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari
gagal jantung kronik (Chronic Heart Failure) yang telah dialami sebelumnya.
ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien
dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang
dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi
atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor
sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology
(ACC) dan American Heart Association (AHA) 2008:
a. Stage A: risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka
yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis
atau obesitas.
b. Stage B: penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C: gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,
fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D: gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi


menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status
fungsional yaitu:
a. Functional Class I (FC I): asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
b. Functional Class II (FC II): hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
c. Functional Class III (FC III): hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan.
d. Functional Class IV (FC IV): ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

Menurut lokasi terjadinya :


a. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi
dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringta dingin,
dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.
b. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mapu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema ekstremitas bawah yang
biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali
(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam
rongga peritonium), anoreksia dan mual dan lemah.

2. Anatomi Fisiologi

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada
(cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan
kanan.

Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan
perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan
perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi
cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional
jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium
mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi
kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena
mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang
mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium
atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus
yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel.
Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam
jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran
darah.

Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup
SL (semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup
SL terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup
AV antara atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan
antara atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral).
Katup AV hanya membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi
mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi
katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang
menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari
katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis
dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Pembuluh Darah Besar Pada Jantung


Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung
yaitu :
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor
dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2
yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke
kedua paru-paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.

f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.

Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan
paru-paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel
kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui
vena-vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari
jantung ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari
keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui
berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke jantung (atrium kanan)
melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas kembali ke jantung melalui
vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung
melalui vena cava inferior.

3. Tanda dan gejala


a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur
setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk
e. Takikardi dan berdebar-debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat
peningkatan tonus simpatik
f. Mudah lelah (fatigue), terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat
jarigan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk
g. Batuk-batuk, terjadi akibat edema pada bronchus dan penekanan bronchus
oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan
berbusa, kadang disertai bercak darah
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.
j. Adanya suara jantung P2, S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat
dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris
k. Ascites, akibat pembengkakan pada hepar (hepatomegali) sehingga
menyebabkan tekanan pada pembulh portal meningkat sehingga cairan
terdorong keluar rongga abdomen
l. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari, terjadi karena perfusi ginjal dan
curah jantung akan membaik saat istirahat

4. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna
mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac
output) menurun.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam
ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan
meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru
akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

5. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batuk-batuk
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.

6. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme
kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik
dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard
akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk
memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan
akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel
kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh
tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan
memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada
edema perifer.
PATHWAY
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat
Menurunnya kontraktilitas
Palpitasi dan takikardi
Kegagalan jantung berkompensasi
Menurunnya isi sekuncup Menurunnya kekuatan
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung

Gagal ventrikel kanan Gagal ventrikel kiri


Penurunan sirkulai O2 ke Kongesti paru
Kongesti visera & jaringan perifer jaringan & meningkatnya
Cairan darah perifer energy yang digunakan untuk Cairan terdorong ke
Pembesaran vena di hepar tidak terangkut bernafas dalam paru

Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Edema pada Penimbunan cairan


Kelebihan dalam alveoli
abdomen Mudah lelah bronkus
volume cairan
& letih
Batuk Edema paru
Distensi abdomen Intoleransi
aktivitas Dispneu & ortopneu
Acites
Ketidakefektifan
bersihan jalan

Hambatan
pertukaran gas
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Hematologi: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: K, Na, Cl, Mg
3) Enzim jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati : bun, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa gas darah
b. EKG (elektrokardiogram) untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung dan melihat adanya :
1) Penyakit jantung koroner: iskemik, infark
2) Pembesaran jantung (LVH: Left Ventricular Hypertrophy)
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thorax untuk melihat adanya:
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran
dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup
jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
e. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic
peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
f. Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
g. Skan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
h. Kateterisasi jantung: Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I: non farmakologi
b. FC II & III: diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi:
a. Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alcohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal: digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal: furosemide (lasix).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal: natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload).
Misal: captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dan lain-lain
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin)
1. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
2. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.
9. Komplikasi
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
b. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
c. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian (Anamnesa )
1) Biodata
Pada biodata bisa diperoleh data seperti nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
2) Keluhan utama
Perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien. Kaji apakah pasien
mengalami sesak nafas, nyeri dada, palpitasi, fatigue dan pusing atau sinkop
a) Sesak nafas (dispnea)
Tentukan apakah sesak timbul saat istirahat, saat aktivitas, saat berbaring
(ortopnea: membaik bila tidur dengan bantal tambahan) atau saat malam
hari. Tentukan apakah mendadak atau bertahap. Apakah baru saja terjadi?
Dispnea akibat edema pulmonal (gagal jantung) dapat menyebabkan
keluhan terbangun dari tidur secara tiba-tiba (paroxymal nocturnal dispnea,
PND). Pada saat istirahat, orang dengan berat badan 70 kg, normalnya
bernafas sebanyak 12-15 kali per menit. Orang biasanya tidak akan begitu
merasa sampai akhirnya laju pernafasannya naik sampai dua kalinya dan
dispnea akan terasa setelah meningkat tiga kalinya. Ortopnea disebabkan
oleh kongesti pulmonal pada saat berbaring. Pada posisi itu, akan ada
redistribusi darah dari ekstremitas ke paru-paru. Pada orang normal, tidak
masalah, tapi bagi mereka yang memiliki penyakit sehingga darah tidak bisa
dipompa keluar oleh ventrikel kiri, terjadi penurunan kapasitas vital dan
pemenuhan paru-paru sehingga nafasnya memendek.
b) Nyeri dada
Pada nyeri dada, dapat dipakai rumus SOCRATES yang ditentukan adalah
site (lokasi), onset, character (tajam, diremas, ditekan), radiation (menjalar
ke leher, lengan dan rahang), association (terkait dengan rasa mual, pusing
atau palpitasi), timing (apakah bervariasi waktunya dalam satu hari),
exacerbating and relieving factor (faktor pencetus dan pereda, apakah
mereda atau memburuk pada dengan bernafas atau perubahan postur),
severity (keparahan, apakah mempengaruhi aktivitas harian atau tidur)
c) Palpitasi
Palpitasi berarti terdapat kesadaran yang mneingkat mnegenai denyut
jantung, dengan sensasi berlebihan. Dengan kata lain, secara subjektif
pasien merasa berdebar-debar. Kita bisa meminta pasien untuk menentukan
iramanya, apakah konstan atau intermitten. Denyut yang prematur atau
ekstrasistol memberikan sensasi denyutan yang menghilang.
d) Rasa pusing/nyeri kepala
Rasa pusingnyeri kepala, hipotensi postural, aritmia paroksimal dan
penyakit serebrovaskular umum terjadi pada hipertensi dan gagal jantung
e) Sinkop
Sinkop yang terjadi umumnya vasovagal yang dicetuskan terutama oleh
ansietas. Sinkop kardiovaskular biasanya disebabkan oleh perubahan tiba-
tiba irama jantung, misalnya blokade jantung, aritmia paroksimal (serangan
stokes-adam)
f) Lain-lain
Kelelahan bisa terjadi pada gagal jantung, aritmia dan obat-obatan (misalnya
beta-blocker). Edema dan rasa tidak nyaman di abdomen bisa terjadi karena
peningkatan CVP (tekanan vena sentral) maupun gagal jantung. Nyeri
tungkai saat berjalan dapat disebabkan oleh klaudikasio dan penyakit
vaskular. Riwayat penyakit yang perlu dipehatikan berkaitan dengan
kelainan jantung saat ini diantaranya adalah infark miokard (MI), hipertensi,
diabetes dan demam rematik. Juga, perlunya mengetahui riwayat
pengobatan dan kepatuhan pasien. Tinjau kembali tekanan darah, kadar
lipid, rontgen toraks dan EKG sebelumnya. Riwayat keluarga dengan
hipertensi, diabetes, stroke serta kematian dini juga perlu diperhatikan.
Untuk merokok, perlu dipastikan lama dan jumlahnya (1pak/hari untuk 1
tahun) dan konsumsi alkohol. Sementara itu, pekerjaan akan berkaitan
dengan tingkat stres, kurang bergerak aktif atau tidak.

3) Riwayat penyakit sekarang


Kaji apakah gejala terjadi pada waktu-waktu tertentu saja seperti sebelum
atau sesudah melakukan aktivitas fisik
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah gejala berhubungan dengan pola hidup dan aktivitas fisik yang
berlebihan. Kaji apakah ada riwayat penyakit hipertensi, infark miokard,
diabetes dan demam rematik serta perlu juga mengetahui riwayat pengobatan
dan kepatuhan pasien
5) Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga yang mempunyai riwayat penyakit seperti hipertensi,
infark miokard, diabetes dan demam rematik.

b. Pemerikasaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan umum, nadi,
tekanan darah, dan pemeriksaan dada
1) Pemeriksaan Umum
a) Tangan
Yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
(1) Tremor
Tremor dapat terjadi baik pada orang normal maupun menjadi penanda
keadaan patologis, utamanya yang bersifat neurologis
(2) Sianosis perifer
Warna biru, deoksihemoglobin >5 g/dL. Misalnya terjadi pada
vasokonstriksi, syok, gagal jantung serta tidak tampak pada anemia. Selain
itu, hawa dingin juga bisa menyebabkan sianosis perifer. Juga saat ada
obstruksi vena atau arteri. Penyebab sianosis sentral juga menyebabkan
sianosis perifer
(3) Pulsasi kapiler bantalan kuku (Quincke’s sign)
Terjadi pemucatan pada kulit di akar kuku saat dilakukan penekanan di
ujung kuku. Terjadi pada regurgitasi aorta dan tirotoksikosis
(4) Splinter hemorrhage di bawah kuku
Ada sebuah perdarahan kecil yang biasanya berbentuk garis pada kuku.
Bisa terjadi karena trauma, endokarditis, dan infektif

(5) Jari tabuh


Jari tabuh bisa disebabkan karena karsinoma bronkus, infeksi/fibrosis paru
dan penyakit jantung sianosik
b) Wajah dan leher
Pemeriksaan konjungtiva untuk mengetahui adanya anemia atau tidak
sedangkan lidah atau bibir untuk mengecek sianosis sentral. Sianosis sentral
bisa disebabkan karena saturasi oksigen dalam arteri menurun. Hal tersebut
bisa karena kadar oksigen yang rendah, penyakit paru, pirau (shunt) jantung
kanan ke kiri. Polisitemia dan kelainan hemoglobin dan methemoglobinemia
juga menyebabkan sianosis. Kelopak mata dapat diperiksa untuk mengetahui
apakah terdapat xantelasma berupa plak kuning yang dapat berarti terdapat
hiperlipidemia. Retina diperiksa untuk mengetahui adanya kerusakan akibat
hipertensi. Kelenjar getah bening atau tiroid diperiksa untuk mengetahui
tanda-tanda penyakit sistemik
c) Abdomen
Palpasi pembesaran atau nyeri tekan hati (hepatomegali), ascites (peningkatan
CVP, gagal jantung) dan splenomegali (endokarditis infektif)
d) Ektremitas bawah, pergelangan kaki
Yang perlu dinilai adalah adanya edema serta tanda-tanda penyakit vaskular
perifer
2) Nadi
Sebagai perbandingan, denyut nadi yang normal berkisar antara 60-90 x/menit,
melambat seiring usia serta pada atlet. Disebut takikardi jika frekuensi di atas
100x/menit dan bradikardi jika frekuensi di bawah 60x/menit. Dalam keadaan
latihan jasmani atau suhu badan yang tinggi nadi menjadi cepat.
Bandingkan nadi pada radialis dengan denyutan apeks. Jika terjadi penundaan,
ada kemungkinan terjadi fibrilasi atrium. Juga dengan nadi femoral/ektremitas
bawah, yang jika terjadi penundaan bisa dicurigai aterosklerosis maupun
stenosis aorta. Jika terjadi perubahan frekuensi nadi pada saat bernafas, tidak
menjadi masalah karena memang suatu hal yang normal (aritmia sinuns). Pada
pemeriksaan nadi,yang perlu kita perhatikan adalah apakah terdapat denyut
nadi yang irreguler serta karakternya.
a) Denyut irreguler
Denyut yang irreguler dapat terjadi pada ekstrasistol (menghilang saat
aktivitas), blokade jantung derajat dua. Sementara itu irreguler bisa terjadi
pada fibrilasi atrium yang tidak berubah saat aktivitas. Bila tidak teratur,
menunjukkan beberapa kemungkinan diantaranya:
(1) Sinus aritmia
Keadaan normal di mana pada inspirasi denyut nadi lebih cepat daripada
ekspirasi
(2) Ekstrasistolik
Keadaan di mana terdapat sekali-sekali denyut nadi yang datang lebih
cepat (prematur) disusul dengan istirahat yang panjang. Kadang-kadang
denyut prematur tidak teraba pada arteri radialis seolah-olah denyut nadi
terhenti sesaat
(3) Fibrilasi atrial
Keadaan di mana denyut nadi sama sekali tidak teratur (tidak ada irama
dasar). Dalam keadaan ini, harus dihitung denyut jantung dan
dibandingkan dengan frekuensi nadi dan biasanya frekuensi nadi lebih
rendah sehingga terdapat pulsus defisit
(4) Blok atriovantrikular
Keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus SA diteruskan ke
ventrikel sehingga ventrikel tidak berkontraksi. Biasanya terdapat
bradikardi pada kondisi ini
b)Karakter (karotis)
(1) Bergelombang atau lemah, kemungkinan terjadi gagal jantung, syok,
penyakit katup
(2) Penngkatan lambat terjadi pada stenosis aorta
(3) Kuat atau menghentak (bounding) berarti curah tinggi sementara jika
dikuti penurunan tajam (kolaps, water hammer) berarti curahnya
sangat tinggi
(4) Denyut nadi berubah-ubah lemah/kuat (pulsus alternans) yang bisa
menandakan adanya gagal jantung kiri. Denyut nadi yang lemah
disebabkan oleh kontraksi miokard yang memburuk dan sampai pada
arteriradialis yang kecil dibandingkan denyut nadi yang kuat. Selain
gagal jantung, pulsus alternans juga dapat terjadi pada kasus penyakit
arteri koronaria, hipertensi dan takikardi paroksimal. Namun, harus
dibedakan dengan pulsus bigeminus di mana denyut normal diikuti
oleh denyut prematur yang lemah. Bisa juga diartikan sebagai keadaan
nadi di mana dua denyut berturut-turut, kemudia disusul pause yang
lebih lama (nadi mendua). Keadaan ini dapat terjadi pada intoksikasi
digitalis
(5) Pulsus paradoksus, merupakan denyut yang jelas melemah saat
inspirasi, bisa terjadi pada tamponade jantung, asma berat, perikarditis
restriktif. Pada ekspirasi, denyut nadi kembali keras. Dalam keadaan
normal, kadang-kadang pada inspirasi denyut nadi akan melemah
sedikit (disebabkan darah sebagian terisap ke rongga dada) dan
kembali keras pada akhir inspirasi (pulsus paradoxus dynamicus)
Bila denyut nadi tetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru
kembali normal pada awal ekspirasis disebut pulsus parodoxus
mechanicus. Keadaan ini dapat terjadi pada perikardium adhesiva
3) Tekanan darah
Saat istirahat, tekanan sistolik arterial dewasa normalnya <150 mmHg, diatolik
<90mmHg. Sistolik bisa meningkat seiring usia serta pada ansietas (white coat
syndrome). Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan untuk
mengukur tekanan atrium kanan secara tidak langsung. JVP akan meningkat
pada gagal jantung dan kelebihan volume. Normalnya adalah berkisar 6-8
mmH2O. Jika kurang dari 5 mmH 2O dapat berarti hipovolemik sementara jika
lebih dari 9 mmH2O dapat berarti terdapat gangguan pada pengisian kardiak.
Tekanan atrium dan vena (gelombang α) yang merefleksikan sistol atrium
dapat meninggi pada kasus hipertensi pulmonal, stenosis katup pulmonal dan
stenosis katup trikuspid. Jika tidak ada gelombang α, dapat berarti fibrilasi
atrium. Selama dua per tiga akhir sistol, tekanan atrium akan meningkat akibat
pengisian vena (gelombang v). Jika terlalu tinggi, dicurigai terjadinya
regurgitasi trikuspid. Waktu tekanan vena jugularis dibandingkan dengan
tekanan arteri karotis, suara jantung S1, S2 serta EKG.
4) Pemeriksaan Dada
Pada pemeriksaan dada, pasien diposisikan dengan nyaman pada tempat tidur
dengan dada membentuk sudut 450. Periksalah apakah adanya parut berkas
pembedahan dan deformitas
a) Palpasi
Denyutan apeks biasanya pada ruang sela iga kelima, garis midklavikula
(area mitral). Bisa terdapat beberapa variasi, di antaranya:
(1) Menghilang: bisa terjadi pada obesitas, hiperinflasi, efusi pleura
(2) Tergeser: kardiomegali, pneumotoraks
(3) Tapping (menyentak): stenosis mitral
(4) Ganda: hipertrofi ventrikel
(5) Heaving (sangat kuat dan stabil): kelebihan tekanan (hipertensi),
stenosis aorta
(6) Parasternal heave: hipertrofi ventrikel kanan
b) Auskultasi
Bunyi jantung ada dua yaitu S1 dan S2. S1 terjadi karena
penutupan katup mitral dan trikuspidalis sedangkan S2 terjadi karena
penutupan aorta dan arteri pulmonalis. Bunyi S1 yang kencang dapat
menandakan adanya stenosis katup AV serta ada pemendekan interval
PR. Jika lembut, dapat dicurigai adanya regurgitasi mitral, PR yang
panjang serta gagal jantung.
Sementara itu, pada bunyi S2 jika suaranya kencang berarti
mengalami hipertensi sistemik atau pulmonal dan splitting normal pada
inspirasi atau olahraga terutama anak muda. Splitting yang lebar bisa
terjadi pada aktivasi yang tertunda (misal right bundle branch block) atau
terminasi sistol RV. Splitting terbalik aktivasi tertunda (misal left bundle
branch block) atau terminasi sistol LV (hipertensi, stenosis aorta)
Selain S1 dan S2 ada suara S3 yang dapat terdengar karena
pengisian cepat ventrikel pada orang muda atau penderita gagal jantung
pada pasien dengan umur >30 tahun. S4 mendahului S1 terdengar akibat
kekakuan ventrikel dan pengisian abnormal selama sistol atrium.
Murmur merupakan suara yang terdengar akibat alian darah
turbulensi. Murmur sistolik lembut umum terjadi dan tidak berarti apa-
apa pada orang muda (40% anak-anak usia 3-8 tahun) dan saat latihan
fisik. Sementara itu, murmur diastolik selalu bersifat patologis. Sebagian
besar murmur yang berbahaya disebabkan oleh defek katup. Murmur
vaskuler (bruit) dapat mengindikasikan terjadinya stenosis (misal ada
karotis, abdominal aorta maupun arteri renalis)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung
Definisi: Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
Batasan karakteristik:
 Perubahan frekuensi/irama jantung
 Aritmia
 Bradikardi, takikardi
 Perubahan EKG
 Palpitasi
 Perubahan preload
 Penurunan tekanan vena central (central venous pressure, CVP)
 Penurunan tekanan arteri paru (pulmonary artery wedge pressure,
PAWP)
 Edema, keletihan
 Peningkatan CVP
 Peningkatan PAWP
 Distensi vena jugular
 Murmur
 Peningkatan berat badan
 Perubahan afterload
 Kulit lembab
 Penurunan nadi perifer
 Penurunan resistansi vaskuler paru (pulmonary vascular resistence,
PVR)
 Penurunan resistansivaskuler sistemik (sistemik vascular resistence,
SVR)
 Dispnea
 Peningkatan PVR
 Peningkatan SVR
 Oliguria
 Pengisian kapiler memanjang
 Perubahan warna kulit
 Variasi pada pembacaan tekanan darah
 Perubahan kontraktilitas
 Batuk, crackle
 Penurunan indeks jantung
 Penurunan fraksi ejeksi
 Ortopnea
 Dispnea paroksimal nokturnal
 Penurunan LVSWI (left ventricular stroke work index)
 Penurunan stroke volume indeks (SVI)
 Bunyi S3, S4
 Perilaku/emosi
 Ansietas, gelisah
Faktor yang berhubungan :
 Perubahan afterload
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan preload
 Perubahan irama
 Perubahan volume sekuncup
b. Kelebihan volume cairan
Definisi: Peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik:
 Bunyi nafas adventislus
 Gangguan elektrolit
 Anasarka
 Ansietas
 Azotemia
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan status mental
 Perubahan pola pernafasan
 Penurunan hematokrit
 Penurunan hemoglobin
 Dispnea
 Edema
 Peningkatan tekanan vena sentral
 Asupan melebihi haluaran
 Distensi vena jugularis
 Oliguria
 Ortopnea
 Efusi pleura
 Refleksi hepatojugular positif
 Perubahan tekanan arteri pulmonal
 Kongesti pulmonal
 Gelisah
 Perubahan berat jenis urin
 Bunyi jantung S3
 Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
Faktor yang berhubungan :
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium

c. Intoleransi aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi psiklogis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan
Batasan karakteristik:
 Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
 Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
 Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
 Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
 Dispnea setelah beraktivitas
 Menyatakan merasa letih
 Menyatakan merasa lemah
Faktor yang berhubungan:
 Tirah baring atau imobilisasi
 Kelemahan umum
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Batasan karakteristik:
 Tidak ada batuk
 Suara nafas tambahan
 Perubahan frekuensi nafas
 Perubahan irama nafas
 Sianosis
 Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
 Penurunan bunyi nafas
 Dispnea
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Batuk yang tidak efektif
 Orthopneu
 Gelisah
 Mata terbuka lebar

Faktor yang berhubungan:


 Lingkungan
 Perokok pasif
 Mengisap asap
 merokok
 Obstruksi jalan nafas
 Spasme jalan nafas
 Mokus dalam jumlah berlebihan
 Eksudat dalam jalan alveoli
 Materi asing dalam jalan nafas
 Adanya jalan nafas buatan
 Sekresi bertahan/sisa sekresi
 Sekresi dalam bronchi
 Fisiologis
 Jalan nafas alergi
 Asma
 Penyakit paru obstruktif kronik
 Hiperplasi dinding bronkial
 Infeksi
 Disfungsi neuromuskular

e. Gangguan pertukaran gas


Definisi: Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolar-kapiler
Batasan karakteristik:
 pH darah arteri abnormal
 pH arteri abnormal
 Pernafasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman)
 Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
 Konfusi
 Sianosis (pada nenonatus saja)
 Penurunan karbondioksida
 Diaforesis
 Dispnea
 Sakit kepala saat bangun
 Hiperkapnia
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Iritabilitas
 Nafas cuping hidung
 Gelisah
 Samnolen
 Takikardi
 Gangguan penglihatan
Faktor yang berhubungan:
 Perubahan membran alveolar-kapiler
 Ventilasi-perfusi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
keperawatan hasil
1. Penurunan Setelah diberikan asuhan NIC :
Perawatan Jantung (4040)
curah jantung keperawatan selama 3x24
1. Observasi Keluhan Px
diharapkan tanda vital 2. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi,
dalam batas yang dapat durasi)
3. Catat adanya disritmia jantung
diterima (disritmia
4. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
terkontrol atau hilang)
cardiac output
dan bebas gejala gagal 5. Monitor status kardiovaskuler
6. Monitor status pernafasan yang menandakan
jantung dengan kriteria
gagal jantung
hasil:
7. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
NOC:
perfusi
- Keefektifan Pompa
8. Monitor balance cairan
Jantung (0400) 9. Monitor adanya perubahan tekanan darah
- Status Sirkulasi 10. Monitor respon pasien terhadap efek
(0401) pengobatan antiaritmia
- Tanda-tanda Vital 11. Atur periode latihan dan istirahat untuk
(0802) menghindari kelelahan
12. Monitor toleransi aktivitas pasien
13. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
1. Tanda Vital dalam
ortopneu
rentang normal
14. Anjurkan untuk menurunkan stress
(Tekanan darah, Nadi, Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
respirasi)
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
2. Dapat mentoleransi 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
aktivitas, tidak ada berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
kelelahan
3. Tidak ada edema paru, bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
perifer, dan tidak ada
setelah aktivitas
asites
6. Monitor kualitas dari nadi
4. Tidak ada penurunan
7. Monitor adanya puls paradoksus
kesadaran 8. Monitor adanya puls alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2 Ketidakefektif Setelah diberikan asuhan NIC :


Pengisapan Lendir pada Jalan Nafas (3160)
an bersihan keperawatan selama 3x24
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
jalan nafas jam diharapkan klien 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dapat menunjukkan suctioning.
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
keefektifan jalan napas
suctioning
dengan kriteria hasil :
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
NOC :
- Status Pernafasan: dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Ventilasi (0403)
- Status Pernafasan: memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
Kepatenan Jalan
tindakan
Nafas (0410)
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
- Pencegahan
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
Aspirasi (1918)
nasotrakeal
1. Mendemonstrasikan 8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
batuk efektif dan suara
suction
nafas yang bersih,
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
tidak ada sianosis dan pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
dyspneu (mampu saturasi O2, dan lain-lain
Manajemen Jalan Nafas (3140)
mengeluarkan sputum,
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
mampu bernafas
jaw thrust bila perlu
dengan mudah, tidak 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ada pursed lips) ventilasi
2. Menunjukkan jalan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
nafas yang paten jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
(klien tidak merasa
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tercekik, irama nafas, 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
frekuensi pernafasan
tambahan
dalam rentang normal,
8. Lakukan suction pada mayo
tidak ada suara nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
abnormal)
3. Mampu Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
mengidentifikasikan
keseimbangan.
dan mencegah factor
12. Monitor respirasi dan status O2
yang dapat
menghambat jalan
nafas

3 Hambatan Setelah diberikan asuhan NIC :


Manajemen Jalan Nafas (3140)
pertukaran keperawatan selama
1. Pasang mayo bila perlu
gas 3x24 jam diharapkan 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
gangguan pertukaran gas
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
teratasi dengan kriteria
tambahan
hasil : 5. Lakukan suction pada mayo
NOC : 6. Berika bronkodilator bial perlu
- Status Pernafasan: 7. Berikan pelembab udara
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Pertukasan Gas
keseimbangan.
(0402)
9. Monitor respirasi dan status O2
- Status Pernafasan:
Monitor Pernafasan (3350)
Ventilasi (0403) 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
- Tanda-tanda Vital
usaha respirasi
(0802) 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
1. Mendemonstrasikan
supraclavicular dan intercostals
peningkatan ventilasi 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
dan oksigenasi yang
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
adekuat
5. Catat lokasi trakea
2. Memelihara
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
kebersihan paru paru
paradoksis)
dan bebas dari tanda 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tanda distress tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
pernafasan
3. Mendemonstrasikan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
batuk efektif dan suara napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
nafas yang bersih,
mengetahui hasilnya
tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam rentang normal

4 Kelebihan Setelah diberikan asuhan NIC :


Manajemen Cairan (4120)
volume cairan keperawatan selama 3x24
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
jam diharapkan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang
keseimbangan volume akurat
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
cairan dapat
4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi
dipertahankan dengan
cairan (BUN, Hmt , osmolalitas urin )
kriteria hasil : 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
NOC : MAP, PAP, dan PCWP
- Keseimbangan 6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
elektrolit &
(cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asam/basa (0606)
- Keseimbangan asites)
8. Kaji lokasi dan luas edema
Cairan (0601)
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung
- Hidrasi (0602)
intake kalori harian
1. Terbebas dari edema, 10. Monitor status nutrisi
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
efusi, anaskara
12. Batasi masukan cairan pada keadaan
2. Bunyi nafas bersih,
hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
tidak ada dyspneu/
mEq/L
ortopneu
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
3. Terbebas dari distensi
muncul memburuk
vena jugularis, reflek
Monitor Cairan (4130)
hepatojugular (+) 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
4. Memelihara tekanan
dan eliminasi
vena sentral, tekanan 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
kapiler paru, output ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
jantung dan vital sign diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
dalam batas normal diaporesis, disfungsi hati, dll )
5. Terbebas dari 3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
kelelahan, kecemasan
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
atau kebingungan 6. Monitor BP, HR, dan RR
6. Menjelaskan indikator 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan
kelebihan cairan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari edema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
5 Intoleransi Setelah diberikan asuhan NIC :
Terapi Aktivitas (4310)
aktivitas keperawatan selama 3x24
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
jam diharapkan terjadi
Medik dalam merencanakan progran terapi yang
peningkatan toleransi
tepat.
pada klien setelah 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
dilaksanakan tindakan yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
keperawatan selama di RS
yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dengan kriteria hasil :
dan social
NOC :
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
- Konsevasi Energi sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
(0002) diinginkan
- Toleransi terhadap 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
Aktivitas (0005) seperti kursi roda, dll
- Perawatan Diri: 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
Aktivitas Sehari- disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di
hari (ADL) (0306)
waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
1. Berpartisipasi dalam
kekurangan dalam beraktivitas
aktivitas fisik tanpa 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
disertai peningkatan beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
tekanan darah, nadi
diri dan penguatan
dan RR
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
3. Tanda-tanda vital
normal
4. Energy psikomotor
5. Level kelemahan
6. Mampu berpindah
dengan atau tanpa
bantuan alat
7. Status
kardiopulmonari
adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status respirasi
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000

Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan


Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001

NANDA,NIC-NOC.2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jakarta :


MediAction

Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)

Suyono, S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001
Gianyar, November 2018

Pembimbing Praktik / CI Mahasiswa

NIP: NIM :

Pembimbing Akademik / CT

NIP :

Anda mungkin juga menyukai