Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi system saraf pusat. Hal ini dapat terjadi pada 2-
5% populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5
tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun.
Infeksi yang terjadi pada jaringan cranial seperti tonsillitis, otitis media
akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang diohasilkan oleh mokroorganisme yang menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka
orang tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal
pada anak yang mengalami kejang dema. Tindakan awal itu antara lain :Saat
timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman seperti di
lantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti
gelas,pisau. Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut
liadah anak menekuk atau tergigit maka diberikan tong spatel yang dibungkus
dengan kassa atau kain, kalau tidak ada dapat diberikan sendok makan yang
dibalut dengan kassa atau kain bersih. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela
dan pintu di buka supaya terjadi pertukaran oksigen lingkungan.
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang dialami oleh anak (suhu rectal di natas 38° celcius). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar cranial seperti
tonsillitis, farangitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status kesehatan
biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih menjalani aktifitas
sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya, dan pergi ke sekolah.
Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi
penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau dibuktikan dengan tes

1
Glasgow Coma Scala yang hasilkan berkisar antara 5-10 dengan tingkat
kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma. Kemudian ada
gangguan jalan napas yang dibujktikan dengan peningkatan frekwensi pernafasan
> 30 x/menit dengan irama cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup
faring. Pada kebutuhan rasa aman dan nyaman anak mengalami gangguan
kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak
mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang berisiko terjadinya cidera
fisik maupun fisiologi. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi di
atas anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih banyak
berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan
teman sebaya
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kejang demam?
2. Apa penyebab kejang demam?
3. Apa saja manifestasi klinik kejang demam?
4. Bagaimana patofisiologi kejang demam?
5. Bagaimana pathway atau pohon masalah dari kejang demam?
6. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam di rumah sakit?
7. Bagaimana komplikasi kejang demam ?
8. Bagaimana Antisipasi Agar Tidak Terjadi Kejang Demam Berkelanjutan?
9. Bagaimana konsep dan aplikasi asuhan keperawatan kejang demam?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kejang demam
2. Untuk mengetahuipenyebab kejang demam
3. Untuk mengetahuimanifestasi klinik kejang demam
4. Untuk mengetahuipatofisiologi kejang demam
5. Untuk mengetahui pathway atau pohon masalah dari kejang demam
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam di rumah sakit
7. Untuk mengetahui komplikasi kejang demam

2
8. Untuk mengetahui Antisipasi Agar Tidak Terjadi Kejang Demam
Berkelanjutan
9. Untuk mengetahui konsep dan aplikasi asuhan keperawatan kejang demam

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini sebagai
berikut :

1. Manfaat Praktis
Secara teoritis makalah ini dapat menambah wawasan atau pengetahuan
pembaca mengenai asuhan keperawatan bayi/anak dengan kejang
demam(pengkajian,diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
evaluasi) .
2. Manfaat Teoritis
Makalah ini dapat menjadi pedoman bagi pembaca yang sedang
melaksanakan praktik keperawatan anak terlebih tentang asuhan keperawatan
bayi/anak dengan kejang demam(pengkajian,diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, evaluasi) .

3
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
2.2 Penyebab Kejang Demam
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain: infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis media akut, bronchitis.
Menurut Arif Mansjoer, 2000 penyebab kejang demam menurut Buku
Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan
penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi
sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,
bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.

4
2.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380 C
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetic.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Living-stone
juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang
demam. Ada 7 (tujuh) kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum(tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelaianan.
6. Pemeriksaan Elektro Enchephaloghraphy dalam kurun waktu 1 minggu atau
lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
7. Frekuwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
2.4 Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsillitis, otitis
media akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus
dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu hipotalamus akan

5
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan konraksi otot.
Naikknya suhu hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi
pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ektremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan
nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus.
2.5 Pathway
Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Tonsik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain (hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, einfrin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan
cepat
Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Penurunan respon rangsangan dari luar spasma otot mulut, lidah, bronkus

resiko cedera resiko penyempitan atau penutupan jalan


nafas

(sumber :Riyadi dan Sujono,2009)

6
2.6 Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien di rumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan di diazepam intravena secara
perlahan dengan paduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg
dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, di atas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali pemberian dengan maksimal dosis
pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada
anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg
suntikan.
Setelah pemberian petama diberikan masih timbul kejang 15 menit
kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis
yang sama. Apabila masih kejang maka di tunggu 15 menit lagi kemudian
diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara
intramuskuler.
2. Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiperektensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat
dilakukan intubasi endotrakel atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan
dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena
pmantauan intake atau output cairan selam 24 jam perlu dilakukan, karena
pada penderita yang berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu
pada pasien dengan peningkatan tekanan itrakranial juga pemberian cairan
yang mengandung natrium (Na Cl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata
untuk anak terlihat pada tabel sebagai berikut:

7
UMUR BB Kg KEBUTUHAN CAIRAN/
Kg BB
0-3 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-130
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
5. Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan
metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu
tubuh) ke benda yang mempunyai derajat lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti
anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta área pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan
pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/Kg/BB/Hari (terbagi dalam
3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-
obatan untuk mengurangi edem otak seperti deksametason 0,5-1 ampul setiap
6 jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperektensi tetapi lebih tinggi
dari anggota tubuh yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur bagian
kepala lebih kurang lebih 15 derajat (posisi tubuh pada garis lurus).
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis
awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1 tahun, 75 mg
pada anak usia 1 tahun keatas dengan teknik pemberian intramuskuler. Setelah

8
itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg / kg
BB/ hari (terbagi dalam kedua kali pemberian), hari berikutna 4-5 mg /Kg
BB/ hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab, karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang
adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran
pernafasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rontgent,
pemeriksaan kultul jaringan, pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan
penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi
penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memeilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan
kejang demam.

2.7 Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna&Nataprawira(2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan
kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan
listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif
sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl
D Asparate(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk
ke sel otak yang merusak sel neuron secara irreersible
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus

4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan nafas

9
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secara spontan
atau teratur
2.8 Antisipasi Agar Tidak Terjadi Kejang Demam Berkelanjutan
1. Memberi anak banyak minum
2. Mengompres anak dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan
siku selama 10-15 menit
3. Memakaikan pakaian atau selimut yang tipis dan longgar
4. Memberi obat penurun panas ( antipiretik), parasetamol sebagai
lini pertama dan ibuprofen diberikan sesuai dosis dan berat badan
anak
5. Penggunaan ibuprofen perlu hati-hati karena terdapat efek
samping nyeri lambung
6. Memberikan obat anti kejang (antikonvulsan)
7. Pemberian diazepam oral saat anak demam dapat menurunkan
resiko berulang kejang, demikian juga pemberian diazepam rektal
pada suhu >38,5 C, pemberian antikonvulsan harus sesuai
petunjuk dan resep dokter

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data,
analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan
data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan
yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber
data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi),

10
wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang
lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat
kabar).

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :


A. Data Subjektif
a) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang
tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
b) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
 Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
 Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

11
- Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
- Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
- Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile ?
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya ?
c) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang terjadi untuk pertama kali? Apakah ada riwayat trauma
kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
e) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

12
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau
dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan
lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
f) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
g) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
h) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah

13
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.
i) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya
perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan
dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
j) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
 Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis ?Bagaimana pandangan terhadap
penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
 Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari ?
 Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing. BAB:
ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
 Pola aktivitas dan latihan

14
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ?
Aktivitas apa yang disukai ?
 Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun
tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan
tidur siang ?
B. Data Objektif
a) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b) Pemeriksaan Fisik
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan
ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, strimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

15
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
 Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

16
 Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan perjalanan patofisiologi dan manifestasi klinik yang muncul
maka diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kejang
demam adalah :
a. Risiko tinggi obstuksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring
oleh lidah, spasme otot bronkus.
b. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksigen daarah.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus
atau pada tempat lain.
d. Risiko gangguan pertumbuhan berhubungan dengan penurunan asupan
nutrisi.
e. Risiko gangguan perkembangan berhubungan dengan peningkatan
frekuensi kekambuhan.

17
f. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan respon terhadap
lingkungan.
3. Intervensi
a. Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh
lidah, spasme otot bronkus.
Hasil yang diharapkan adalah frekuensi pernafasan 28 – 35 kali permenit,
irama pernafasan regular dan tidak cepat, anak tidak terlihat terengah-engah.
Rencana tindakan :
1. Monitor jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan setiap 15
menit pada saat penurunan kesadaran.
Rasional : frekuensi pernafasan yang meningkat tinggi dengan irama yang
cepat adalah sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda
asing. Contohnya lidah
2. Tempatkan anak pada posisi semifowler dengan kepala hiper-ekstensi.
Rasional : posisi semifowler akan menurunkan tekanan intrabdominal
terhadap paru-paru. Hiper-ekstensi membuat jalan nafas dalam posisi lurus
dan bebas dari hambatan.
3. Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang
Rasional : mencegah lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas
4. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat.
Rasional : mengurangi tekanan terhadap rongga thorak sehingga terjadi
keterbatasan pengembangan paru.
5. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contohnya pemberian diazepam
dengan dosis rata—rata 0.3 mg/KgBB/kali pemberian.
Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang
cepat di sistem persarafan pusat sehingga dapat terjai penurunan spasma
pada otot dan persarafan perifer.
b. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen
darah.

18
Hasil yang di harapkan : jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral
teraba hangat,. Hasil pemeriksaan AGD : PH darah 7, 3.5 – 7, 4.5, PO2 80 –
104 MmHg. PCO3 35-45 MmHg, HCO3- 21 – 25.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer
Rasional : kapiler kecil relative mempunyai volume darah yang relative
kecil dan cukup sensitive sebagai tanda terhadap penurunan oksigen
darah.
2. Pemberian oksigen dengan memakai maske atau nasal bi-canul dengan
dosis rata-rata 3 litter/menit.
Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari
oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian
dengan masker karena mempunyai presentase sekitar 35% yang dapat
masuk ke saluran pernafasan.
3. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik
maupun cahaya.
Rasional : rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persarafan yang
dapat menaikkan kebutuhan oksigen jaringan.
4. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (
ventilasi memenuhi seperempat dari luas ruangan)
Rasional : meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah
hipoksemia jaringan.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau
pada tempat lain.
Hasil yang diharapkan : suhu tubuh perektal36-370C, kening anak tidak teraba
hangat atau panas, tidak terdapat pembengkakan, tidak ada kemerahan pada
tonsil dan telinga. Data penunjang hasil laboratorium angka leukosit 5000 –
11000 mg/dL
Rencana tindakan :
1. Pantau suhu tubuh anak setiap 30 menit.

19
Rasional : peningkatan suhu tubuh yang melebihi 390C dapat beresiko
terjadinya kerusakan sel saraf pusat karena akan meningkatkan
neurotransmitter yang dapat meningkatkan eksitasi neuron.
2. Kompres anak dengan alcohol atau air dingin
Rasional : pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media
yang digunakan untuk mengompres karena suhu tubuh relative lebih
tinggi.
3. Beri pakaian yang tipis dari bahan yang halus seperti katun.
Rasional : pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari
tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada
anak karena panas yang tinggi akan membuat kulit sensitive terhadap
cidera.
4. Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian intravena dengan
kebutuhan seperti yang telah ditentukan.
Rasional : cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel
tubuh tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi. Cairan intravena
juga berfungsi mengembalikan cairan yang banyak hilang lewat proses
evaporasi ke lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian antiperetik (aspirin dengan dosisi 60 mg/tahun/kali
pemberian) antibiotic (sesuai dengan jenis golongan mikroorganisme
penyebab yang umum dapat digunakan adalah penisiline)
Rasional : antiperetik akan mempenngaruhi ambang panas pada
hipotalamus. Antiperetik juga akan mempengaruhi penurunan
neurotransmitter seperti prostagalandin yang berkontribusi timbulnya
nyeri saat demam.
d. Resiko gangguan pertumbuhan berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi
Hasil yang diharapkan : orangtua anak menyampaikan anaknya sudah
gampang makan, porsi makan yang dihabiskan setiap kali makan misalnya 1
porsi habis (rata-rata 700 kkal perhari), berat badan anak pada daerah hijau (di
KMS)

20
Rencana tindakan :
1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak
Rasional : berat badan sebagai salah satu indicator jumlah massa sel
tubuh, kalua berat badan rendah menunjukan terjadi penurunan jumlah
dan massa sel tubuh yang tidak sesuai dengan umur. Asupan kalori
sebagai bahan dasar pembentukkan massa sel tubuh.
2. Ciptakan suasana menarik dan nyaman saat makan seperti dibawa
keruangan yang banyak gambar untuk anak sambal diajak bermain.
Rasional : dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap
selera makanan sebagai dampak rasa senang pada anak.
3. Anjurkan orang tua memberikan makan pada anak dengan porsi sering
dan sedikit (setiam jam anak diprogramkan makan)
Rasional : mengurangi massa makanan yang banyak pada lambung yang
dapat menurunkan rangsangan nafsu makan pada otak bagiian bawah.
4. Anjurkan orang tua memberikan anak makan pada kondisi makanan masih
hangat.
Rasional : makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mucus
pada faring dan mengurangi resiku mual gaster.
e. Resiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi kekambuhan.
Hasil yang diharapkan : anak terlihat aktif berinteraksi dengan orang disekitar
saat dirawat di rumah sakit, frekuensi kekambuhan kejang demam berkisar 1-
3 kali dalam setahun. Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat perkembangan anak terutama kepercayaan diri dan frekwensi
demam
Rasional; fase ini bila tidak teratasi dapat terjadi krisis kepercayaan diri
pada anak. Frekwensi demam yang meningkat dapat menurunkan
penampilan anak.
2. Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya dirumah sakit yang
melibatkan banyak anak seperti bermain lembar bola.

21
Rasional : meningkatkan interaksi anak terhadap teman sebaya tanpa
melalui paksaan dan doktrin dari orangtua.
3. Beri anak reward apabila anak berhasil melakukan aktifitas positif
misalnya melempar bola dengan tepat dan support anak apabila belum
berhasil.
Rasional : meningkatkan nilai positif yang ada pada anak dan
memperbaiki kelemahan dengan kemauan yang kuat.
f. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan.
Hasil yangdiharapkan : anak tidak terluka saat atau jatuh saat serangan kejang.
Rencana tindakan :
1. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan
matras.
Rasional : menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada
lurusnya jalan nafas.
2. Pasang pengaman dikedua sisi tempat tidur
Rasional : mencegah anak terjatuh.
3. Jaga anak saat timbul serangan kejang.
Rasional : menjaga jalan nafas dan mencegah anak terjatuh

4. Implementasi
Implementasi yang dilaksanankan adalah implementasi yang sudah sesuai
dengan intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya.

5. Evaluasi
a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan menilai
respon anak atau pasien langsung setelah tindakan keperawatan dilakukan.
b. Evaluasi sumatif adalah proses evaluasi yang dilaksanakan diakhir proses
keperawatan.

22
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 Aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam


ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.M DENGAN KEJANG DEMAM
DI RUANG CEMPAKA III RSUP SANGLAH
1. Pengkajian
Ruangan : Cempaka III
Tgl. / Jam MRS : 24 Januari 2018 / 12.58 WITA
Dx. Medis : Kejang Demam
No. Reg. : 56-64-13
Tgl/Jam Pengkajian : 26 Januari 2018
I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : An.M
2. Anak yang ke :1
3. Tanggal lahir/umur: Denpasar ,10 juli 2017/ 2 tahun
4. Jenis kelamin : Laki-laki
B. Orang ua
1. Ayah
a. Nama : Tn.K
b. Umur : 42 tahun
c. Pekerjaan : PNS
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Denpasar
2. Ibu
a. Nama : Ny.A
b. Pekerjaan : PNS
c. Pendidikan : SMA

23
d. Agama : Hindu
e. Alamat : Denpasar

II. GENOGRAM

III. ALASAN DIRAWAT


a) Keluhan utama : Keluarga pasien mengatakan paien mengalami
kejang dan panas
b) Riwayat penyakit : Pasien panas sejak tanggal 21 Januari 2018,
pilek tetapi tidak batuk. Pasien sering muntah dan kejang 3 kali di
rumah sehingga orang tuanya membawa pasien ke RSUD
Wangaya dan pasien dirawat satu malam. Pada jam 11.00 pasien
kejang lagi sehingga dirujuk ke RSUP Sanglah.
IV. RIWAYAT ANAK (0-6 TAHUN
A. Perawatan dalam masa kandungan
Dilakukan pemeriksaan kehamilan sekali dalam seminggu di
puskesmas , pada saat pemeriksaan bayi terkesan normal,selama hamil
ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan, imunisasi TT dilakukan dirumah
sakit, tidak memiliki riwayat penyakit keturunan

24
B. Perawatan pada waktu kelahiran
Umur kehamilan 36 minggu dilahirkan di RSUD Wangaya , ditolong
oleh dokter dan bidan, kelahiran berlangsung normal kurang lebih 3
jam BB lahir 3 kg
V. KEBUTUHAN BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. Bernafas
Saat pengkajian keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami
kesulitan dalam bernafas
B. Makan dan minum
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya makan 3x sehari
dengan nasi,sayur sup, daging ayam/ikan, buah pepaya/pisang, anak
dilarang makan yang pedas,kebiasaan makan termasuk cara
menyajikan makanan: duduk dilantai dan cara menyajikannya
ditempatkan di piring serta menyajikan makanan dengan bentuk yang
bervariasi,anak diberi makanan selingan biskuit regal kadang diselingi
dengan susu tambahan 2-3 gelas dot
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya diberi makan bubur 2x
sehari, makan tidak habis,lebih sering minum susu tambahan
C. Eliminasi(BAB/BAK)
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya BAK 4x/hari dengan
warna kuning jernih,bau khas,tidak terdapat darah dan tidak disertai
nyeri saat BAK,tempat pembuangan dijamban rumah,dibantu
keluarga. Pasien BAB 1x/hari berwarna kuning kecoklatan,bau
khas,tidak terdapat darah,tidak berlendir,konsistensi padat lunak,saat
BAB dan tidak ada nyeri
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya BAK 3x/hari dengan warna
kuning kecoklatan,bau khas,tidak terdapat darah dan tidak disertai
nyeri saat BAK. Pasien BAB 1x/hari berwarna kuning kecoklatan,bau
khas,tidak terdapat darah,tidak berlendir, konsistensi padat lunak

25
D. Aktifitas
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya senang bermain dengan
teman sebayanya, anak berkumpul dengan keluarga sehari 2-3 jam
penuh , pasien suka bermain bola
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya hanya bermain dengan
ibunya, pasien tidak dapat berkumpul dengan keluarganya , pasien
sering menangis karena takut tubuhnya terancam, klien membawa bola
mainannya
E. Rekreasi
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan ketika ada waktu senggang
anaknya sering jalan-jalan di dekat rumah bersama
keluarganya,kadang-kadang bermain ditaman bunga
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya hanya berbaring ditempat
tidur, rewel
F. Iatirahat dan Tidur
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya tidur malam 9 jam dan
tidur siang 2 jam sehari, pasien bangun pagi jam 04.00 wita dan disore
hari pada jam 16.oo wita, pasien mempunyai kebiasaan sebelum tidur
harus diusap punggungnya oleh ibunya, saat pasien tidur elalu terjaga
ole ibunya
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya tidur malam jam sering
terbangun dan tidur siang 1 jam sehari,pasien bangun pagi jam 4 dan
disore hari pada jam 3, pasien mempunyai kebiasaan sebelum tidur
harus diusap punggungnya oleh ibu
G. Kebersian Diri
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya dimandikan keluarga 2
kali sehari dibak mandi,menggunakan sabun dan dikeringkan
menggunakan handuk kering, cuci rambut 2 kali dalam seminggu,
gunting kuku seminggu sekali yang dilakukan oleh keluarga

26
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya dimandikan menggunakan
waslap 2 kali sehari, gunting kuku belum pernah sejak masuk rumah
sakit
H. Pengaturan Suhu Tubuh
Sebelum dan saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya demam
I. Rasa Nyaman
Sebelum sakit hubungan pasien dengan orang tua dan keluarganya
sangat baik dan saat dikaji pasien lebih nyaman ditemani oleh ibunya
J. Rasa Aman
Sebelum dan saat pengkajian ibu pasien mengatakan merasa aman
karena ia selalu menemani anaknya dibantu suaminya, ibu pasien
mengatakan bed sudah aman dan terpasang pengaman
K. Belajar (Anak dan Orang Tua)
Sebelum sakit ibu mengatakan sering mengajarkan anaknya hal-hal
tertentu seperti berbicara, bermain, belajar bernyanyi, belajar
berhitung dll
L. Prestasi
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah pandai
bernyanyi, sering bertanya-tanya dan saat sakit anaknya hanya terdiam
di tempat tidurnya
M. Hubungan Sosial Anak
Sebelum sakit ibu mengatakan dalam keluarga orang yang paling
dekat dengan anaknya adalah ibu, orang yang paling disegani yaitu
neneknya, hubungan dan komunikasi anak dengan orang tuanya sangat
baik dan saat sakit ibu mengatakan anaknya hanya ingin dekat
bersama ibunya saja
N. Melaksanakan ibadah
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan baru dilatih doa –doa pendek
dan saat dikaji ibu pasien mengatakan pasien belum bisa

27
melakukannya dan untuk kesembuhan anaknya ibu pasien melakukan
pesembahyangan
VI. PENGAWASAN KESEHATAN
Bila sakit pasien selalu diajak ke Puskesmas Densel II oleh keluarganya,
karena keluarga pasien sangat takut jika penyakit pasien menjadi parah
Imunisasi (1-5 tahun)

Frekue Reaksi
Jenis Waktu Tempat
NO nsi setelah
imunisasi pemberian Imunisasi
(kali) pemberian
Puskesma
1. BCG Usia 2 bulan 1 -
s
Usia 2 bulan,
DPT Puskesma
2. 4 bulan, 3 -
(I,II,III) s
6 bulan
Lahir, usia 2
Polio Puskesma
3. bulan, 4 bulan, 4 -
(I,II,III,IV) s
dan 6 bulan
Puskesma
4. Campak Usia 9 bulan 1 -
s

VII. KESEHATAN LINGKUNGAN


Lingkungan disekitar pasien sengat mendukung untuk menjalani
pengobatan
VIII. PERKEMBANGAN ANAK(0-6 tahun)
 Motorik kasar
Berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh, seperti pasien mampu
merangkak,duduk, latihan berjalan
 Motorik halus

28
Berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, seperti
mencoret-coret, memegang suatu benda dll
 Bahasa
Kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
 Personal sosial
Berhubungan dengan tingkah laku sosial, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, seperti anak mau bermain dengan pasien lainnya
IX. PERKEMBANGAN FISIK
A. Kesan Umum : composmentis
B. Warna Kulit : sawo matang,kulit bersih
C. Suara waktu menangis : normal
D. Tonus Otot : normal
E. Turgor kulit : elastis
F. Udema ( ada/tidak) di : tidak ada benjolan
G. Kepala

Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala:
a. Warna rambut : hitam kecoklatan
b. Penyebaran : merata
c. Mudah rontok : tidak
d. Kebersihan rambut : bersih
Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada: tidak ada
Nyeri tekan : ada / tidak ada : tidak ada
Tekstur rambut : kasar/halus : halus

H. Mata

29
Inspeksi
a. Pelpebra : tidak edema
b. Sklera : tidak ikterus
c. Konjungtiva : anemis
d. Pupil : isokor, pupil mengecil saat diber rangsangan
cahaya
e. Posisi mata : simetris
f. Gerakan bola mata : simetris
g. Penutupan kelopak mata : menutup rapat
h. Keadaan bulu mata : melengkung keatas
i. Keadaan visus : -
j. Penglihatan : tidak kabur
Palpasi
Tekanan bola mata : tidak teraba benjolan
Data lain :-

I. Hidung

Inspeksi
a. Posisi hidung : tepat ditengah antara kedua mata
b. Bentuk hidung : simetris
c. Keadaan septum : lurus ditengah
d. Sekret / cairan : tidak ada
Data lain :-

J. Telinga

Inspeksi
a. Posisi telinga : simetris, tepat disamping kiri dan
kanan kepala
b. Ukuran / bentuk telinga : normal simetris kanan dan kiri

30
c. Aurikel : tipis dan lembut
d. Lubang telinga : bersih
e. Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan uji pendengaran
a. Rinne : -
b. Weber : -
c. Swabach :-

K. Mulut

Inspeksi
e. Gigi
 Keadaan gigi : pasien belum mempunyai gigi
 Karang gigi / karies : pasien belum mempunyai gigi
 Pemakaian gigi palsu : pasien belum mempunyai gigi
f. Gusi : warna merah, tidak tampak radang atau
benjolan abnormal
g. Lidah : sedikit kotor
h. Bibir
 Sianosis / pucat / tidak : tidak sianosis
 Basah / kering / pecah : basah
 Mulut berbau / tidak : mulut tidak berbau
i. Tenggorokan
 Warna mukosa : merah muda
 Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
 Nyeri menelan : tidak ada nyeri menelan
Data lain :-

31
L. Leher

Inspeksi
Kelenjar thyroid : tidak membesar
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : tidak teraba
b. Kaku kuduk / tidak : tidak teraba kaku kuduk
c. Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Data lain :-

M. Thoraks

j. Bentuk dada : simetris


k. Irama pernafasan : reguler
l. Pengembangan di waktu bernapas : ada pengembangan saat
inspirasi dan mengempis saat ekspirasi
m. Tipe pernapasan : pernapasan dada
Data lain :-
Palpasi
a. Vokal fremitus :-
b. Massa / nyeri : tidak teraba massa
Auskultasi
a. Suara nafas : Vesikuler
b. Suara tambahan :-
Perkusi : sonor

N. Jantung

Palpasi
Ictus cordis : 4-5 kiri
Perkusi

32
Pembesaran jantung : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi
BJ I: terdengar BJ 1 tunggal
n. BJ II: terdengar BJ 2 tunggal
o. BJ III: -
p. Bunyi jantung tambahan: -
Data lain

O. Abdomen
Datar, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
hepar
P. Ekstremitas

Ekstremitas atas
q. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : bergerak normal, tidak tampak
kelainan
- Pergerakan abnormal :-
- Kekuatan otot kanan / kiri :5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
- Koordinasi gerak : gerak terkoordinasi
r. Refleks
- Biceps kanan / kiri : positif
- Triceps kanan / kiri : positif
s. Sensori
- Nyeri : positif, menarik saat diberi rangsang nyeri
- Rangsang suhu : positif, menarik saat diberi rangsang suhu
dingin
- Rasa raba : positif

33
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : belum dapat berjalan
- Kekuatan kanan / kiri :5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
b. Refleks
- KPR kanan / kiri : positif
- APR kanan / kiri : positif
- Babinsky kanan / kiri : positif
c. Sensori
- Nyeri : positif
- Rangsang suhu : positif
- Rasa raba : positif
- Data lain :-

Q. Alat kelamin : laki-laki, tanpa bersih dan tidak ada kelainan


R. Anus : ada lubang anus, tanpa bersih dan tidak ada kelainan
S. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1.BB : 8 kg
2.TB : 70 cm
3.Lingkar kepala : 43 cm
4.Lingkar dada. : 52 cm
5.Lingkar lengan : 11,7 cm

T. Gejala kardinal
1.Suhu :38 ,4 C
2.Nadi :146 x/menit
3.Pernafasan :32 x/menit
4.Tekanan darah :- mmhg

34
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap (26 Januari 2018)
1. LED (Laju Endap Darah) 1 jam 7 mm (Normal P: 0-10 W:0-20)
2. HB 6,0 g (Normal P:14-18 W:12-15)
3. Leukosit 5.000/mm (Normal 4000-10.000)
4. Hematokrit 21% (Normal P:40-17 W:37-48)
5. Trombosit 267.000/mm (Normal: 150.000-400.000)
Urine Lengkap (28 Januari 2018)
Sedimen
1. Eritrosit: 0-1 (Normal : 0 – 1 /lpb)
2. Leukosit: 0-1 (Normal: 0 – 4 /lpb)
3. Epitel: positif post (Normal: 5 – 15 /lpk)
4. Silinder: negatif (Normal: Negatif)
5. Kristal: negatif (Normal: Negatif)
6. Lain-lain: negatif (Normal: Negatif)
Terapi saat ini
1. Infus Dextrose + 0,225 Ns 800cc/24 jam
2. Cefotaxim 3x250 mg via IV bolus
3. Paracetamol 3x1 hari @120 mg/5 ml (bila perlu)

35
XI. ANALISIS DATA

No Tgl Data Fokus Standar Normal Etiologi Problem


1 26 DS : - Tubuh klien Proses infeksi Hipertermia
janu 1. Ibu pasien mengatakan tidak panas
ari bahwa tubuh pasien teraba Proses
2018 - tidak kejang penyakit(infeksi)
panas dan kejang, pilek
tetapi tidak batuk - tidak pilek
DO : Pirogen
1. Pasien teraba panas
2. TTV didapatkan denyut
As arakidonat
nadi 146x / menit, suhu
38,4 oC, pernapasan 32
x/ menit Termostat p
3. Pasien tampak
dikompres di dahi dan Produksi panas
kedua ketiaknya

Hipertermia

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Terang dan


No Tanggal Muncul Diagnosa Keperawatan
Tanda Tangan
1 26-1-2018 Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit (infeksi) ditandai dengan
DS :
1. Ibu pasien mengatakan bahwa tubuh
pasien teraba panas dan kejang, pilek
tetapi tidak batuk

36
DO :
1. Pasien teraba panas
2. TTV didapatkan denyut nadi 146x /
menit, suhu 38,4 oC, pernapasan 32 x/
menit
3. Pasien tampak dikompres di dahi dan
kedua ketiaknya

XII. RENCANA KEPERAWATAN


1. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) ditandai


dengan Ibu pasien mengatakan bahwa tubuh pasien teraba
panas dan kejang, pilek tetapi tidak batuk, Pasien teraba panas,TTV
didapatkan denyut nadi 146x / menit, suhu 38,4 oC, pernapasan 32 x/
menit,Pasien tampak dikompres di dahi dan kedua ketiaknya

37
2. RENCANA KEPERAWATAN

No Tgl/Ja Dx Kep Tujuan & kriteria


m hasil Intervensi Rasional Nama
/TTD
1 26 Hipertermi Tujuan: 1. Kaji tanda dan 1. Untuk
berhubung Setelah dilakukan
januar gejala adanya mengidentifikas
an dengan tindakan asuhan
i 2018 proses keperawatan peningkatan i pola demam
penyakit selama 2x24 jam
suhu tubuh klien
(infeksi) tidak terjadi
ditandai hipertermi dengan 2. Monitor ttv 2. Untuk acuan
dengan Kriteria Hasil:
suhu setiap 10 mengetahui
Ibu pasien a. Suhu tubuh
mengataka menit kesadaran
pasien dalam
n bahwa
3. Beri dan umum klien
tubuh rentang normal
pasien anjurkan pasien 3. Untuk
36,5-37,5
teraba
untuk kompres Membantu
panas dan derajat celcius
kejang, hangat pada menurunkan
b. Pasien tampak
pilek
dahi, lipatan panas tubuh
tetapi nyaman
tidak paha dan aksila 4. Pakaian tipis
batuk,
4. Anjurkan dapat
Pasien
teraba pasien untuk mengurangi
panas,TT
memakai evaporasi
V
didapatkan pakaian tipis 5. Peningkatan
denyut
dan menyerap metabolisme
nadi 146x
/menit, keringat menyebabkan
suhu 38,4
o 5. Beri dan kehilangan
C,
pernapasa anjurkan pasien cairan sehingga
n 32 x/
untuk banyak beresiko
menit,Pasi
en tampak minum untuk dehidrasi
dikompres
menghindari 6. Untuk
di dahi
dan kedua dehidrasi Membantu
ketiaknya

38
6. Kolaborasi mengurangi
dengan tim panas tubuh
medis dalam pasien
pemberian anti 7. Untuk
piretik mengetahui
7. Monitor intake ketidakseimban
dan output gan tubuh
8. Berikan 8. Untuk
lingkungan memberikan
yang tenang ketenangan
bagi klien bagi klien
untuk
beristirahat

XIII. TINDAKAN KEPERAWATAN


No Tgl/Jam No Implementasi Evaluasi Nama/TTD
Dx
1 26 Januari 2018 1 1. Mengkaji tanda dan gejala S: keluarga pasien
mengatakan pasien
adanya peningkatan suhu
12.00 WITA masih panas
tubuh O: Tubuh pasien
teraba panas

13.00 WITA 1 2. Memonitor ttv suhu setiap S :-


O: Pasien tampak
10 menit
bedrest, TTV Suhu
38,4o C, Nadi
120x/menit, RR
26x/menit
1
14.30 WITA 3. Memberi dan anjurkan S : ibu pasien
mengatakan
pasien untuk kompres
bersedia anaknya

39
hangat pada dahi, lipatan untuk dikompres
O : ibu pasien
paha dan aksila
tampak
mengompres pasien
1
16.00 WITA 4. Menganjurkan pasien S :-
O : pasien tampak
untuk memakai pakaian
nyaman
tipis dan menyerap menggunakan
pakaian tipis
keringat

S :ibu pasien
1 5. Memberi dan anjurkan
16.30 WITA mengatakan
pasien untuk banyak anaknya tidak mau
minum
minum untuk menghindari
O : pasien tampak
dehidrasi tidak ingin minum

1 S :-
18.30 WITA 6. Mengkolaborasi dengan O : pasien tampak
diberikan obat PCT
tim medis dalam
3x1 hari 120 mg
pemberian anti piretik

1 S:-
19.00 WITA 7. Memonitor intake dan O : pasien tampak
meminum sedikit
output
demi sedikit

S:-
1 O : pasien tampak
8. Memberikan lingkungan
19.30 WITA tenang
yang tenang bagi klien

1
27 Januari 2019 1. Mengkaji tanda dan S: keluarga pasien
mengatakan pasien
gejala adanya peningkatan
09.00 WITA sudah tidak panas
suhu tubuh O: suhu tubuh
pasien

40
09.30 WITA 2. Memonitor ttv suhu setiap S :-
O: TTV Suhu 37,3o
10 menit
C, Nadi 110x/menit,
RR 26x/menit
11.00 WITA
3. Memberi dan anjurkan
S : ibu pasien
pasien untuk kompres hangat mengatakan
bersedia anaknya
pada dahi, lipatan paha dan
untuk dikompres
aksila O : ibu pasien
tampak
mengompres pasien
13.00 WITA 4. Menganjurkan pasien S :-
O : pasien tampak
untuk memakai pakaian tipis
nyaman
dan menyerap keringat menggunakan
pakaian tipis

13.30 WITA 5. Memberi dan anjurkan S :ibu pasien


mengatakan
pasien untuk banyak minum
anaknya sudah mau
untuk menghindari dehidrasi minum
O : pasien sudah
tampak mau
minum

S :-
6. Mengkolaborasi dengan
14.00 WITA O : pasien tampak
tim medis dalam pemberian diberikan obat PCT
3x1 hari 120 mg
anti piretik

14.30 WITA S:-


7. Memonitor intake dan
O : pasien sudah
output tampak mau minum

15.00 WITA
8. Memberikan lingkungan S : -
O : pasien tampak
yang tenang bagi klien
tenang

41
XIV. EVALUASI SUMATIF

No Tgl/Jam No dx Evaluasi Nama/TTD


1 27 Januari 2018 1 S : keluarga pasien mengatakan
15.00 WITA anaknya sudah tidak panas
O :TTV Suhu 37,3o C, Nadi
110x/menit, RR 26x/menit,
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi

42
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Dapat
terjadi karena infeksi ekstrakranial seperti tonsillitis, bronchitis, otitis media akut
dll serta dapat disebabkan oleh virus.
Gejala kejang demam biasanya seperti :
• Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380 C
• Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetic.
• Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran).
Saat anak terserang kejang hal pertama yang harus di lakukan adalah
mengamankan anak ke tempat yang aman untuk menghindara cedera saat timbul
kejang.

4.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam pembuatan makalah ini
diharapkan lebih disempurnakan lagi dan isinya lebih lengkap lagi.

43
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media

Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Riyadi, sujono dan Sukarmin.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :

Graha Ilmu

Fuadi.(2010).Faktor resiko bangkitan kejang demam pada anak.Semarang:Universitas

Diponegoro.66-69

Hidayat,A.A.A.(2018).Pengantar ilmu keperawatan anak buku 1.Jakarta:Salemba

Medika

44

Anda mungkin juga menyukai