Pendahuluan
Definisi
Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending
dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut
Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang
terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf
perifer, radiks, dan nervus kranialis.
Sejarah
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan
oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi
akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan
khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian
jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan
oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk
menegakkan diagnosa SGB selain berdasarkan gejala klinis,pemeriksaan CSS, juga
adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa.
Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG.
Epidemiologi
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling
dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana
terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa
penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan
dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d
Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang.
Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah
3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam,
5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian
Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III
(dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama.
Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita
3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana
terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.
Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik:
o keganasan
o systemic lupus erythematosus
o tiroiditis
o penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal
Patogenesa
Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf
tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama
berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul
pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa
limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan
pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi
telah hancur.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah
infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan
epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat
akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag
yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan
akson.
Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului
parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin
pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dangejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Diagnosa Banding
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan
dengan keadaan lain, seperti:
Mielitis akuta
Poliomyelitis anterior akuta
Porphyria intermitten akuta
Polineuropati post difteri
Terapi
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi).
Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan
mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat
bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance
0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
2. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Prognosa
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian
kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan
tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lian:
pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
progresifitas penyakit lambat dan pendek
pada penderita berusia 30-60 tahun
DAFTAR PUSTAKA
Hurwitz E.S. Guillain-Barre Syndrome and the 1978-1979 influenza vaccine. The New
England Med. (304); 1557-1561
Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher
Van der Meche et all. 1992. A randomized trial comparing intravenous globulin and
plasma exchange injury Guillain-Barre Syndrome. The New England Journal
of Med. 326(April 23); 1123-1129
Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990. Guillain-Barre Syndrome, optimum
management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99
Visser L.H. et all. 1995. Guillain-Barre Syndrome without sensory loss (acute motor
neuropathy). A subgroup with specific clinical, electrodiagnostic and
laboratory features. Brain (118); 841-847