Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Pengertian
Hiperemesis gravidarum adalah mual (nausea) dan muntah sebagai suatu gejala
yang wajar yang terjadi pada kehamilan trimester 1,  6 minggu kehamilan. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari dan gejala ini biasa berlangsung  10 minggu.
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah
lebih dari 10 kali dalam 24 jam,sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-
hari (Arief B, 2009)

B. Etiologi
Hiperemesis gravidarum belum diketahui factor penyebab secara pasti. Adapun factor
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, Beberapa factor
predisposisi yang ditemukan :
1. Sering terjadi pada primigravida , molahidatidosa dan kehamilan ganda hal ini
menimbulkan dugaan bahwa factor hormone memegang peranan, karena pada
kedua keadaan tersebut hormone Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan
2. Faktor organik, karena masuknya vilik horialis dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu
terhadap perubahan ini. Alergi juga disebut sebagai salah satu factor organic
karena sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak
3. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun
hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan
pasti, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab
sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual
dan muntah. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat
membantu mengurangi frekwensi muntah klien

C. Faktor Resiko
Faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum adalah :
1. Kehamilan sebelumnya dengan hiperemesis gravidarum
2. Berat badan tinggi
3. Kehamilan multiple
4. Penyakit trofoblastik nuliparitas
5. Merokok berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk hiperemesis
gravidarum
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :
1. Faktor predisposisi yang sering ditemukan adalah primigravida, mola hidatidosa dan
kehamilan ganda.
a) Frekuensi yang tinggi pada mola hitadosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan
bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut
hormon Khorionik gonadotrophin dibentuk berlebihan. Level Hormon HCG yang
tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat
memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah. Peningkatan level
estrogen mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan muntah.
b) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan
faktor organik.
c) Perubahan GI track. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan
ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asama (keluarnya
asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap
makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah.
d) Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut
sebagai salah satu faktor organik.
e) Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15
g lemak jenuh setiap harinya
f) Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini walaupun
hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Stress dan kecemasan dapat memicu terejadinya morning sickness. Rumah tangga
yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat
memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan
menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan
memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah
klien.
g) Infeksi H. Pylori. Reaksi tubuh terhadap infeksi H. Pylori pada wanita hamil, dapat
berupa kerusakan langsung pada mukosa lambung yang disebabkan oleh perubahan
dalam pH lambung atau melewati reaksi immunologik.
Manifestasi infeksi H. pylori bisa merupakan akibat dari perubahan pH lambung
karena peningkatan akumulasi cairan yang disebabkan peningkatan hormon steroid
pada wanita hamil. Perubahan pH pada saluran pencernaan diduga dapat
menyebabkan manifestasi infeksi subklinis H. pylori yang menimbulkan gejala
gastrointestinal. Lambung merupakan sebuah organ yang berisi cairan asam, yang
menyebabkan sebagian besar mikroorganisme tidak mampu berkolonisasi di sini.
Namun penelitian membuktikan bahwa masih cukup banyak spesies bakteri yang
dapat memanfaatkan lambung sebagai tempat tinggal mereka. Salah satu di antaranya
adalah kuman H. pylori. H. pylori mempunyai sifat khusus, tinggal di bawah lapisan
mukus di permukaan epitel atau di mukosa lambung. Bakteri H. pylori ini mempunyai
mekanisme resistensi asam, khususnya urease yang akan menguraikan urea menjadi
karbon dioksida dan ammonia. Ammonia dapat menetralisir asam hidroklorida dan
dengan netralisasi asam di lambung maka bakteri dapat mencapai epitel gaster.
Infeksi H. pylori membutuhkan interaksi yang kompleks dari faktor bakteri dan
host. Beberapa peneliti mengidentifikasi protein bakteri yang diperlukan untuk
kolonisasi H. pylori pada mukosa lambung, termasuk protein yang aktif dalam
pengangkutan organisme ke permukaan mukosa (misalnya, flagellin, yang disandikan
pada gen flaA dan flaB). Begitu berada di dalam mukosa lambung, bakteri memicu
hypochlorhydria dengan mekanisme yang tidak diketahui. Enzym urease yang
dihasilkan bakteri mengubah lingkungan untuk mempermudah kolonisasi.
Kemudian terjadi perlekatan melalui interaksi antara glycolipid permukaan sel dan
adhesin yang spesifik terhadap H. pylori. Juga ada peranan protein yang disebut
cecropin, yang dihasilkan H. pylori sehingga menghambat pertumbuhan organisme
pesaing, dan juga oleh adenosinetriphosphatase tipe P yang membantu mencegah
alkalinisasi berlebihan.
Begitu melekat pada mukosa lambung, H. pylori menyebabkan cedera jaringan
dengan rangkaian kejadian yang kompleks yang tergantung pada organisme dan host.
H. pylori, seperti halnya semua bakteri Gram negatif, mempunyai lipopolisakarida di
dalam dinding selnya, yang bertindak merusak keutuhan mukosa. Lebih jauh lagi, H.
pylori melepaskan beberapa protein patologi yang memicu cedera sel. Sebagai contoh
misalnya, protein CagA, yang dihasilkan cytotoxic-associated gene A (cagA), adalah
protein yang sangat immunogenik.
Selain itu, produk protein vacuolating cytotoxin A gene (vacA) yang kontak
dengan epithelium diketahui terkait dengan cedera mukosa. Perubahan kekebalan
humoral selama hamil juga bisa menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi H. pylori pada kehamilan. Begitu kolonisasi mukosa lambung terjadi, sifat-
sifat immunogenik dari H. pylori memicu reaksi inflamasi yang menyebabkan
manifestasi klinik dari infeksi. Proses ini diperantarai oleh faktor host, termasuk IL- 1,
2, 6, 8 dan 12, interferon gamma, TNF-, limfosit T dan B serta sel-sel fagositik.
Faktor ini mengantarai cedera melalui pelepasan spesies oksigen reaktif dan cytokin
inflamasi. Selain menyebabkan cedera lokal mukosa lambung, H. pylori mengubah
sekresi lambung normal. Banyak studi menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi H.
pylori mengalami peningkatan kadar gastrin serum, yang pada gilirannya
menyebabkan peningkatan output asam. Kondisi ini menyebabkan atrophy sel-sel
parietal yang bertanggung jawab dalam memproduksi asam dan sel-sel yang
memproduksi gastrin dari antrum yang menstimulasi sekresi asam dan akhirnya
menghasilkan achlorhydria.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada hiperemesis gravidarum umumnya adalah :
1. Muntah yang hebat
2. Haus
3. Dehidrasi
4. BB menurun (>1/10 normal)
5. Keadaan umum menurun
6. Peningkatan suhu tubuh
7. Ikterik
8. Gangguan kesadaran, delirium
9. Biasanya terjadi pada minggu ke 6-1

Hyperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3


tingkatan, yaitu :
a. Tingkat 1 : Ringan
Mual muntah terus sehingga penderita lemah, tidak mau makan, nadi meningkat
sampai sekitar 100 denyut permenit, tekanan darh sistolik menurun, BB menurun,
nyeri di epigastrium, turgor menurun, lidah kering, mata cekung.
b. Tingkat 2 : Sedang
Mual dan muntah yang hebat sehingga keadaan umum penderita lebih parah :
lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor, gejala dehidrasi
semakin jelas, nadi kecil an cepat, suhu badan naik, tensi semakin menurun, mata
cekung, icterus ringan, BB menurun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi.
Aseton dapt tercium dalam hawa pernapasan, dan dapat terjadi asetonuria
c. Tingkat 3 : Berat
Keadaan umum wanita tersebut makin menurun, tanda dehidrasi makin tampak,
muntah berkurang, tekanan darh menurun, nadi makin kecil dan cepat, suhu badan
meningkat. Gangguan faal hati termanifestasi dari gejala icterus. Keadaan menurun
dari somnolen sampai koma, komplikasi pada susunan saraf pusat (ensefalopati
wernicke) dengan gejala : nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini
akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Hiperemesis
gravidarum ada yang kronik dan ada yang akut. Hiperemesis gravidarum kronik
yaitu kemunduran terjadi dengan lambat laun. Hiperemesis gravidarum akut yaitu
kemunduran terjadi dalam beberapa hari misalnya 1 minggu.

E. Patofisologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada
trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak
yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam
hidroksidabutirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu
dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah kejaringan berkurang.
Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen kejaringan berkuang pula
tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbanganelektrolit,
dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-
weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal (Fadlundkk).

F. Pathway
G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Langkah yang paling baik adalah pencegahan, sehingga emesis gravidarum yang
dijumpai pada wanita hamil tidak berkembang menjadi hyperemesis gravidarum.
Peran bidan dan perawat adalah
memberi penyuluhan kepada calon ibu dalam menghadapi gangguan mual dan
muntah pada awal kehamilannya. Para calon ibu perlu diyakinkan bahwa
kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis dan gangguan mualmuntah
ini akan menghilang setelah kehamilan 4 bulan (16 minggu). Ibu dianjurkan untuk
makan lebih sering dengan porsi kecil dan menghindari makanan berlemak, terlalu
manis dan yang berbau
serta berbumbu merangsang makanan yang mengandung karbohidrat (biskuit
kering, roti bakar) lebih baik dari pada gula-gula dan coklat sebagai sumberenergi.
Untuk mengurangi keluhan mual muntah, wanita hamil tersebut dianjurkan untuk
makan biskuit atau roti kering / bakar dengan teh hangatsebelum turun dari tempat
tidur dan melaksanakan aktivitas.

Apabila muntah terus berlanjut dan menganggu kehidupan sehari-hari,wanita tersebut


perlu dirawat inap di RS, dengan penatalaksanaan sebagai berikut :

2. Obat-obatan
Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital, vitamin yang dianjurkan
adalah vitamin B1 dan B6. Anti histamika juga dianjurkan seperti dramamin, ovamin pada
keadaan lebih kuat diberikan antimetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpasmin.

3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara
baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke
dalam kamar penderita. Sampai muntah berhenti dan penderita mau makan, tidak diberikan
makan/minum selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan
berkurang atau hilangtanpa pengobatan.

4. Terapin Psikologi
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan
konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

5. Cairan Parenteral
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat
dan protein dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari.
Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin
C dan bila ada kekurangan protein, dapatdiberikan pula asam amino secara intravena.

6. Penghentian Kehamilan
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifestasi
komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan
takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangan
untuk mengakhiri kehamilan keadaan yang memerlukan pertimbangan gugur kandung
diantaranya.
1. Gangguann Kejiwaan
- Delirium
- Apatis, somnolen sampai koma
- Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicle
2. Gangguann Penglihatan
- Pendarahan retina
- Kemunduran penglihatan
3. Gangguan Faal
- Hati dalam bentuk ikterus
- Ginjal dalam bentuk anuria
- Jantung dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat
- Tekanan darah menurun

7. Diet Hyperemesis Gravidarum


Tujuan
Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen
tubuh dan mengontrol asidosissecara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat
gizi yang cukup.

Syarat
Diet Hyperemesis Gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya :
1. Karbohidrat tinggi
2. Lemak rendah
3. Protein sedang
4. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan
keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
5. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering
dalam porsi kecil
6. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan
malam dan selingan malam
7. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan gizi pasien

Macam-macam Diet
Ada 3 macam diet pada Hyperemesis Gravidarum,
yaitu :
a) Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari
roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan
tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet
ini zat gizi yang terkandung didalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu
lama.
b) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah
sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan
bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan
makanan.Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat
memenuhikebutuhan gizi kecualikebutuhan energi.
c) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet
diberikansesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah
a) Roti panggang, biskuit, crackers.
b) Buah segar dan sari buah.
c) Minuman botol ringan, sirop, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer.

Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I,II, III adalah makanan yang
umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang
mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna,
dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.

H. PemeriksaanPenunjang
 Kadar potassium, sodium, klorida, dan protein menurun
 Hemoglobin dan hematokrit menurun
 Urinalisis : adanya keton dan kadang-kadang adanya protein
 Kadar vitamin dalam darah menurun
 BUN, non protein nitrogen, uric acid meningkat

I. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Ikterik
3. Takikardi
4. Alkalosis
5. Menarik diri, depresi
6. Ensefalopati wernicke yang ditandai oleh adanya nistagmus, diplopia, perubahan
mental
7. Suhu tubuh meningkat

DAFTAR PUSTKA

Arief.B. 2009.BukuSakuMaternitasEdisi 3. ECG. Jakarta


Wiknjosastro H. 2005. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Prawirohardjo. 2005.IlmuKebidanan, Jakarta; TridasaPrinter.
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: SalembaMedika. Hlm. 39-40.

Anda mungkin juga menyukai