Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian kretinisme
Kretinisme adalah gangguan akibat kegagalan kelenjar tiroid yang
memproduksi hormon tiroid atau hipotiroidisme (Kumorowulan, 2010).
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak yang terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid . Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam
perkembangan fisik maupun mental.
Kretinisme adalah perawakan pendek pada anak-anak akibat kurangnya
hormon tiroid dalam tubuh.
Kretinisme juga merupakan gejala kekurangan iodium di intrauterin pada
masa awal setelah bayi di lahirkan. Biasanya terjadi pada daerah gondok
endemic. Pertumbuhan bayi tersebut sangat terhambat, wajahnya kasar dan
membengkak, perut kembung dan membesar. Kulitnya menjadi tebal dan
kering dan seringkali mengeriput, lidahya membesar dan bibirnya tebal dan
selalu terbuka.

B. Jenis-jenis kretinisme
1. Kretin sporadic
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital
berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena
defisiensi yodium tetapi kelenjar tiroid janin yang gagal dlam
memproduksi hormon tiroid secara cukup karena berbagai macam sebab.
Kretin Sporadik Ialah terdapatnya penderita-penderita kretin pada
daerah yang bukan endemik goiter (daerah gondok endemik). Jadi pada
penderita kretin sporadik tidak pernah terjadi kekurangan Iodine sejak
mulai hidupnya, tetapi terjadi gangguan faal dari glandula thyroid.
Menurut Krupp-chatton (1973) dikatakan bahwa penderita kretin
sporadik akan terdapat glandula thyroid yang mengalami rudimenter. Jadi
pada penderita kretin sporadic ini yang sangat jelas dan menonjol adalah
gejala-gejala hypothyroidisme.

1
2. Kretin endemic
Menurut Djokomoeljanto (1974) terjadinya kretin endemik
disebabkan oleh karena kekurangan lodine selama kehamilan dan saat-saat
berikutnya, tetapi tak selalu menyebabkan hypothyroidisme post—natal.
Umumnya terdapat di daerah gondok endemik.
ini berarti bahwa selama dalam kandungan anak telah mengalami
cidera dan setelah lahir anak tersebut dapat saja mempunyai hormon
thyroid yang cukup untuk pertumbuhan selanjutnya. Cidera di dalam
kandungan ini dapat menyebabkan gangguan neurologik yang lebih luas
misalnya : paresis, mata juling, gangguan waktu berjalan dan sebagainya.
Kretin endemik adalah istilah gabungan untuk beberapa
perkembangan yang abnormal, yang secara geografik kebetulan bersamaan
dengan adanya gondok endemik dan disebabkan oleh laesi yang didapat
sebelum atau segera sesudah kelahiran. Lebih tepat didefinisikan sebagai
ekses dari kelainan- kelainan yang ditemukan pada populasi gondok yang
tidak mendapat pencegahan yang cukup terhadap gondok. (Symposium
Penyakit Kelenjar Gondok 1975). Syndrom kretin endemik dapat dikenal
dari dua komponen utama.
a. Type nervosa. Terdapat kerusakan pada susunan saraf pusat yang
terdiri dari : Retardasi mental, Gangguan pendengaran type perseptiv
(tuli saraf), Kerusakan batang otak, dan Retardasi neuromotorik.
b. Type myxoedema. Pada type ini yang paling menyolok adalah tanda-
tanda hypothyroid, yang berupa: Gangguan pertumbuhan,
Myxoedematosa, Rambut kering dan kasar, Tonus otot yang lembek,
Penimbunan lemak di pangkal leher, sehingga leher kelihatan, lebih
pendek, Perut buncit dan sering terdapat Hernia Umbilicalis
Untuk membedakan kedua type tersebut diatas sangatlah sukar
sekali, karena kita harus mengadakan pemeriksaan khusus serta
pemeriksaan laboratorium khusus.

2
Menurut (Djokomoeljanto, 1974) dikatakan bahwa dalam
penyelidikan-penyelidikan jarang diketemukan type tersebut yang berdiri
sendiri, tetapi biasanya diketemukan dalam bentuk campuran
Kretin endemik yang disebabkan kekurangan yodium menyangkut 3
hal yaitu epidimologis, klinis dan pencegahannya. Secara epidimologis
kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang berat,
dan secara klinis gejalanya disertai dengan defisiensi mental. Defisiensi
mental meliputi gejala neurologis yang terdiri atas gangguan pendengaran
dan bicara, gangguan berjalan dan sikap berdiri yang klinis; gejala yang
menyolok lain adalah gangguan pertumbuhan (cebol) dan hipotiroidisme.
Dari sisi pencegahan, kretin endemic dapat dicegah dengan menggunakan
yodium, dan jika hal ini dilakukan dengan adekuat maka terjadinya kretin
endemik ini dapat dicegah.

C. Etiologi
1. Kekurangan yodium
2. Kekurangan hormon tiroid
3. Pemakaian obat-obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
4. Tiroiditis hashimoto
5. Sindroma-sindroma dengan salah satu gejala perawakan pendek misalnya
sindroma truner
6. Penyakit-penyakit kronis yang menyebabkan malnutrisi dalam
perkembangan penyakitnya.
Pada Penderita kretin sporadik tidak pernah terjadi kekurangan yodium
sejak mulai hidupnya, tetapi terjadi gangguan faal dari glandula thyroid.
Etiologi kretin sopradik bukan karena defisiensi yodium, tetapi kelenjar
tiroid janin yang gagal dalam memproduksi hormon tiroid secara adekuat
karena berbagai macam penyebab. Problem medik ini dikenal dengan istilah
congenital hypothyroidism. Hormon tiroid ibu selama kehamilan cukup
termasuk yang ditransfer ke fetus melalui plasenta. Pada kretin sopradik
hormon tiroid ibu (T4) mampu melindungi otak janin pada awal kehidupan

3
sedangkam pada kretin endemik tidak karena adanya hipotioridi maternal.
Inilah yang menjelaskan mengapa pemberian T4 pada neonatus pada kasus-
kasus kretin endemik dapat mencegah kerusakan otak dengan hasil yang cukup
baik.

D. Manifestasi klinik
Secara umum, gejala dari kretinisme sebagai berikut:
1. Gangguan perkembangan fisik (cebol)Bibir tebal
2. Lidah tebal
3. Bicara terbata-bata
4. Jarak antara kedua mata lebih besar
5. Kulit kasar dan kering
6. Warna kulit agak kekuningan dan pucat
7. Kepala besar
8. Muka bulat (moon face)
9. Pertumbuhan tulang terlambat
10. Hidung besar dan pesek
11. Tumbuh gigi terlambat
Pengaruh utama defisiensi iodium pada janin adalah kretinisme endemis
yang sangat berkaitang dengan bentuk sporadic. Bentuk kretinisme yang
endemic akan timbul manakala lebih dari 10% penduduk mengasup yodium
<25 μg/hari.
Gejala khas kretinisme terbagi menjadi 2 jenis yakni jenis syaraf (type
nervosa) dan jenis miksedema (Type myxoedema). Jenis yang pertama
menampilkan tanda dan gejala seperti kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia
spastic. Jenis terakhir memperlihatkan tanda khas hipotirodisme, serta
dwarfisme.
Gejala-gejala awal kretinisme tidak mudah dikenali sampai usia 3-4 bulan
setelah lahir. Bila gejala dapat diketahui dalam keadaan dini dan diberi
pengobatan yang baik, maka keadaan dapat menjadi normal

4
Pada Kretin endemik merupakan gangguan akibat kekurangan yodium
yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental serta
gangguan motorik yang tidak dapat disembuhkan.
Kretin sudah timbul sejak lahir, atau menjadi nyata dalam beberapa bulan
pertama dari kehidupan. Manifestasi dini dari kretin antara lain ikterus
fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi, somnolesia, kesulitan
makan dan kesulitan untuk mencapai perkembangan normal. Anak yang
menderita kretin mempunyai ciri-ciri fisik : tubuh pendek, profil kasar, lidah
menjulur keluar, hidung yang lebar dan rata, mata yang jaraknya jauh, rambut
jarang, kulit kering, dan perut menonjol (perut buncit).

E. Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama
masa pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong
pertumbuhan. Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak
bergantung pada control hormon, ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai berperan penting dalam
mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan nutrisi juga sangat
mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis,
tempat diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi
hormone tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone
tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu
diperlukan dalam proses metabolic di dalam badan, terutama dalam
pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis protein dan
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga
diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid
esensial juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara
langsung bertanggung jawab menimbulkan efek hormone pertumbuhan.
Hormone ini berperan permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek
hormone pertumbuhan akan maksimum hanya apabila terdapat hormone

5
tiroid dalam jumlah yang adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid
pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi hormone tiroid tidak
menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam
makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok
karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin.
Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga
pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak
mengakibatkan kretinisme.

F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
b. Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau pemberian
suplemen yodium untuk merangsang produksi hormon atau pemberian
minyak beryodium.
c. Mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral
2. Pemberian obat khusus
Kelainan ini dapat diobati dengan pemberian hormon tiroid. Hormon tiroid
diberikan secara terus menerus. Bila kelainan muncul sebelum usia dua
tahun, pengobatan ini tidak dapat memperbaiki keterbelakangan mental
yang ditimbulkan.

G. Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia
tanpa menggigil, hipotensi, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hinggan
koma. Dalam keadaan darurat misalnya pada koma miskedema maka hormon
tiroid diberikan secara intravena

6
H. Pemeriksaan diagnostic
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar hormon tiroid (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokasi masalah kelenjar
tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan
kadar T4 rendah dan TSH tinggim
2. USG atau CT Scan Tiroid
menunjukkan ada tidaknya goiter
3. X – foto tengkorak
Menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis anterior

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan kelainan ini antara lain
mencakup:
a. Riwayat penyakit.
Seperti adanya factor resiko potensi penyakit yang lain, seperti tumor,
kanker, osteoporosis, dll
b. Riwayat trauma kepala.
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita pasien,
serta riwayat adanya terkena radiasi.
c. Sejak kapan keluhan dirasakan.
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedangkan
defisiensi gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
d. Kaji adanya keluhan yang terjadi sejak lahir.
Misalnya apakah orang tua pernah membandingkan pertumbuhan fisik
anaknya dengan anak- anak sebayanya yang normal.
e. Kaji TTV dasar.
Untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
f. Kaji pertumbuhan klien.

7
Timbang dan ukur BB, TB klien saat lahir serta bandingkan pertumbuhan
tersebut dengan standar.
g. Keluhan utama klien.
 Pertumbuhan lambat
 Ukuran otot dan tulang kecil
 Tanda- tanda sex sekunder tidak berkembang
h. Amati bentuk dan ukuran tubuh, dan juga pertumbuhan rambut.
i. Palpasi kulit, pada wanita biasanya terdapat kulit yang kering dan kasar.
j. Kaji dampak perubahan fisik.
Apakah klien sudah mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
sendiri.

2. Faktor Resiko
Faktor resiko yang mungkin muncul:
1. Hipotiroid yang berdampak pada kekurangan yodium.
2. Kelainan hipofisis, misal adanya tumor.
3. Konsumsi obat tertentu tanpa petunjuk tim medis ketika hamil.
4. Konsumsi obat tertentu ketika anak berusia kurang dari 2 tahun.
5. Autoimun.
6. Genetic.
7. Gizi buruk.
8. GDS yang menurun.
9. Gaya hidup bisa juga pada makanan yang tidak terkontrol.

3. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan
maturasi dalam keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi
kongenital, KMK (Kecil Masa Kehamilan), Pemeriksaan Fisik.
b. Pemeriksaan fisik

8
1. Antropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang
lengan, panjang kaki)
2. Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya
3. Head to toe
4. Pemerisaan neurologis
5. Pemeriksaan pendengaran
6. Tes IQ menggunakan teori perkembangan Denver
c. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit,
calcium, fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone)
 Pemeriksaan GDS
 Test HGH
 Rontgen untuk mengetahui:
 Adanya penipisan tulang / kemunduran kematangan sel.
 Pemeriksaan adanya dislokasi sendi.
 Pemeriksaan keadaan jantung, hepar dan ginjal untuk melihat
adanya toksik.
 X-Ray :
 Bone Age (umur tulang)
 Tengkorak kepala/ Sella Tursica.
 Bila perlu CT scan (pemeriksaan cranial maupun hipofisis) atau
MRI

4. Masalah Keperawatan
1. Gangguan body image b.d perubahan penampilan.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan sendi dan otot.
3. Resti cedera b.d kerapuhan tulang, kelemahan otot.
4. Gangguan eliminasi b.d konstipasi
5. Hipertermi b.d proses infeksi
6. Gangguan wicara b.d disfungsi neiurologis
7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

9
5. Intervensi
1. Gangguan body image b.d perubahan penampilan.
Tujuan: Klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses
penyakit.
KH:
a. Perasaan menerima kekurangan diri akan diterima oleh klien.
b. Memahami proses penyakit.
Intervensi:
1. Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya
menghadapi proses penyakit.
Rasional: Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri
sejak dini.
2. Berikan support yang sesuai.
Rasional: Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya menerima
dirinya dan merasa dirinya dapat diterima orang lain dikalangan
sosial.
3. Dorong klien untuk mandiri.
Rasional: Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
4. Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien
Rasional: Memudahkan aktivitas klien, dan meningkatkan rasa
percaya karena diperhatikan.

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan sendi dan otot.


Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertambahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi:
1. Anjurkan klien menggerakan ekstremitas setiap 2 jam sekali.

10
Rasional: Gerakan ekstremitas seacra teratur dan bertahap akan
melemaskan sendi dan otot, sehingga jika terjadi dislokasi sendi atau
otot akan segera terdeteksi.
2. Anjurkan klien untuk banyak makan makanan yang berkalsium
tinggi.
Rasional: Kalsium membantu menguatkan tulang.
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan agar ekstremitas dapat
kembali pulih.
4. Anjurkan agar klien tidak kelelahan dan membatasi aktifitas yang
berat.
Rasional: Kelelahan tulang dan otot akan memicu terjadinya resiko
tinggi terkena cedera.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan.

3. Resti cedera b.d kerapuhan tulang, kelemahan otot.


Tujuan : Resiko cedera dapat berkurang atau bahkan dihindari, seperti
nyeri dan spasme.
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat mengantisipasi keadaan nyeri yang tiba- tiba datang
karena adanya kerapuhan tulang.
b. Klien dapat sesegera mungkin melaporkan keadaan nyerinya yang
datang tiba- tiba.
Intervensi:
1. Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan
tangan)
Rasional: Gejala fraktur dapa terdeteksi secara dini, sehingga tidak
memeperberat nyeri.

11
2. Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi
badan.
Rasional: Pertumbuhan TB yang lebih dominan terlihat adalah pada
tulang belakang, kaji ada kelainan atau tidak.
3. Ajarkan tekhnik nafas distraksi relaksasi secara sederhana.
Rasional: mengurangi nyeri pada klien apabila tiba- tiba datang nyeri
dan spasme otot.
4. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

4. Gangguan eliminasi b.d konstipasi


Tujuan : gangguan eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Pola eliminasi BAB normal.
b. Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi:
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi
pada eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
3. Anjurkan klien untuk minum banyak dan sering.
Rasional: Untuk merangsang pengeluaran feces.
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif).
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi.

5. Hipertermi b.d proses infeksi


Tujuan : suhu tubuh pasien menjadi normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :

12
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : vital sign adalah salah satu pengukuran untuk mengetahui
status kesehatan, salah satunya pengukuran suhu untuk mengetahui
terjadinya peningkatan suhu tubuh. Bila panas kadang nadi dan
respirasi juga mengalami perubahan sehingga perlu diukur.
2. Beri dan anjurkan banyak minum.
Rasional : air merupakan pengatur suhu tubuh, setiap kenaikan suhu
tubuh kebutuhan metabolisme akan air juga meningkat dari
kebutuhan biasa.
3. Beri kompres dengan air hangat pada lipatan paha, ketiak, perut, dan
dahi.
Rasional : pemberian kompres hangat merangsang penurunan panas
melalui efek kerja konduksi.
4. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis hindari
penggunaan selimut yang tebal.
Rasional : baju tipis akan mudah menyerap keringat sehingga
mengurangi penguapan.
5. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : antiperik bekerja untuk menurunkan panas dengan bekerja
pada hipotalamus untuk rangsangan penurunan panas.

6. Gangguan wicara b.d disfungsi neiurologis


Tujuan : Proses komunikasi klien berfungsi secara optimal.
Kriteria hasil:
a. Terciptanya suatu komunikasi yang efektif dimana kebutuhan klien
dapat terpenuhi.
b. Klien dapat merespon komunikasi dari orang lain.
Intervensi:
1. Berikan metode altrnatif komunikasi , misalnya gambar.
Rasional: klien akan tertarik dengan gambar yang diberikan, dan
akan merangsang komunikasi yang lebih efektif.

13
2. Antisipasi kebutuhan klien saat komunikasi.
Rasional: klien akan merasa diperhatikan saat kebutuhan
komunikasinya terpenuhi.
3. Bicara dengan klien dengan bahasa yang mudah dimengerti, dengan
jawaban “ya” atau “tidak”
Rasional: Agar klien memahami dan mengerti terhadap apa yang di
tanyakan.
4. Anjurkan kepada keluarga klien untuk berkomunikasi setiap saat.
Rasional: Komunikasi yang teru menerus akan meningkatkan
rangsangan kepada klien untuk berkomukasi lagi.
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
Rasional: dengan menghargai klien, klien akan merasa diperhatikan
dan lebih merasa percaya diri lagi.
6. Kolaborasi latihan bicara dengan fisioterapis.
Rasional: Agar terjadi kesinambungan yang terlatih antara otot mulut
dan saraf otak sehingga berjalan dengan baik.

7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia


Tujuan : Kebutuhan tubuh akan nutrisi adekuat terpenuhi.
Kriteria hasil :

a. Berat badan mengalami peningkatan.


b. Tidak adanya mual

Intervensi :

1. Pantau masukan makanan setiap hari.


Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
2. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kaya nutrien dengan
masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan
sering/lebih sedikit yang dibagi-bagi selama sehari.
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga
cairan (untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat

14
memainkan peran penting dalam mempertahankan masukan kalori
dan protein adekuat.
3. Kontrol faktor lingkungan (misalnya bau kuat/tidak sedap atau
kebisingan. Hindari terlalu manis, berlemak atau makanan pedas.
Rasional : Dapat mengidentifikasi respons mual/muntah.
4. Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan
imajinasi latihan sedang sebelum makan.
Rasional : Dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual,
penurunan anoreksia, dan memungkinkan pasien meningkatkan
masukan oral.
5. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
Rasional : Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk
orang terdekat yang menginginkan untuk memberi makan pasien
dengan sering. Bila pasien menolak, orang terdekat dapat merasakan
ditolak/frustasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita.2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Irianto, kus dan kusno waluyo, 2004. Gizi dan pola hidup sehat. Bandung: Yrama
Widya

Winarno. 2004. Kimia dan pangan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Arisman. 2009. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta:EGC

DepKes RI, 1998 GAKY dan Garam Beryodium, JAKARTA,

DepKes RI, 1998 , Buku Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium


di Tk. Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat

DepKes RI, 1999 , Buku Pedoman Penyuluhan Penanggulangan GAKY,


Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat;

DepKes RI, 2000 Buku Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium,

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.

16

Anda mungkin juga menyukai