Anda di halaman 1dari 135

PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C

(LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN


SEMARANG

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana S-2

PROGRAM STUDI
MAGISTER KENOTARIATAN

Disusun Oleh :

Nama : AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH


NIM : B4B005073

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2007
PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of
CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG

TESIS

Disusun Oleh :

AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH


B4B005073

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Pada tanggal, 23 Agustus 2007

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Telah disetujui : Mengetahui ;

Pembimbing Utama Ketua Program

Tanggal 23 Agustus 2007 Tanggal 23 Agustus 2007

HERMAN SUSETYO, SH. MHum MULYADI,SH, MS


NIP. 130 702 192 NIP. 130 529 429
PERNYATAAN

Sehubungan dengan penulisan tesis ini, yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI

DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK

GARDEN SEMARANG”, dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil

pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbit maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan atau daftar pustaka.

Semarang,

Agus Svarnha Nurpatria,SH


MOTTO

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

(QS. Al Muadilah ayat 11)


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdullilah dan Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta
Alam yang telah menciptakan kita, memberikan petunjuk dan menghiasi diri kita dengan
Ketaqwaan Kepada-Nya, serta telah meninggikan derajat bagi orang-orang yang berilmu.

Atas petunjuk dari Allah SWT, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini
yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C
(LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG” yang
diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Pasca
Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.

Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin terwujud sebagaimana yang
diharapkan, tanpa adanya bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas-fasilitas yang
diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menggunakan kesempatan ini
untuk menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat saya berikan :

1. Bapak Rektor Universitas Diponegoro Semarang beserta Staffnya.

2. Bapak Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

3. Bapak H. Mulyadi, SH.MS, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister


Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang telah membantu
memberikan arahan.
4. Bapak Yunanto, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Akademik Program Pasca
Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
5. Bapak H. Budi Ispriyarso, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Keuangan
Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
6. Bapak Dr. Arief Hidayat, SH.MS, selaku Dekan Fakultas Hukum dan Bapak Dr.
Yos Johan Utama, SH.MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Diponegoro Semarang.
7. Bapak Herman Susetyo, SH.MHum, selaku Dosen Wali sekaligus Pembimbing
Utama yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan
serta kemudahan kepada saya, sehingga tesis ini dapat segera terselesaikan.
8. Bapak Moch. Dja’is, SH.CN.MHum, Bapak Hendro Saptono, SH.MHum, Bapak
H. Achmad Busro, SH.MHum dan para Dosen Pengajar di lingkungan Program
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang
telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berguna.
9. Pimpinan dan Staff karyawan CV. Golden Teak Garden Semarang yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian dan
memberikan keterangan-keterangan yang saya perlukan guna penulisan tesis ini.
10. Papaku Tjipto Soeroso, SH dan Mamaku Ani Suwani, yang membiayai kuliahku
dan tidak henti-hentinya mendoakan untuk keberhasilanku, karena pengorbanan
Keduanyalah saya bisa sampai seperti sekarang ini, semoga Allah mengampuni
dosa dan kesalahannya serta menyayanginya mereka berdua sebagaimana mereka
menyayangi saya.
11. Istriku Indah Pujiyanti dan Anakku tercinta Maia Maharani Svarnha Devi yang
selalu kusayangi dan kucintai yang senantiasa memberikan semagat pada saya
dalam menempuh dan mengembangkan ilmu.
12. Kakakku Ria Ariastuti, Alm. Pradono Damardaru,SE dan keponakan-
keponakanku Mira Ayunda Putri dan Safira Ratnasari serta Adikku Intan Sukma
Triningtyas, SH dan Suaminya Chandra Witjaksono, SE.
13. Rekan-rekan kuliah dan Pimpinan KaSubag Akademik Reguler Ibu Dra.
Krismiyati Sih Pratiwi, rekan-rekan kerjaku baik di Akademik Ekstensi maupun
Di Akademik Reguler Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang
telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya saya berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi diri
saya dan juga masyarakat maupun bagi pengembangan ilmu hukum, saya menyadari
bahwa tesis ini masih jauh dari semprna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman.

Semarang,

Agus Svarnha Nurpatria, SH


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….. ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….. iii

MOTTO …………………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vii

ABSTRAK ………………………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1

B. Ruang Lingkup dan Peumusan Masalah …………………… 15

C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 15

D. Manfaat Penelitian …………………………………………. 16

E. Sistematika Penulisan ……………………………………… 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Transaksi Ekspor Impor …………………. 19

1. Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor …… 19

2. Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor ……………… 21

3. Cara Pembayaran Transaksi Ekspor Impor …………….. 22

B. Tinjauan Umum tentang Letter of Credit …………………. 28


1. Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit …………….. 19

2, Perjanjian Dasar Letter of Credit ……………………….. 32

3. Bentuk dan jenis Letter of Credit ……………………….. 37

4. Para pihak yang terlibat dalam Letter of Credit ………… 40

5 Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit ……………… 41

6. Pelaksanaan Pembayaran melalui Letter of Credit ……… 45

C, Tinjauan Umum tentang Bill of Lading 47

1. Pengertian dan pengaturan Bill of Lading ………………. 47

2. Syarat sah Bill of Lading ………………………………... 48

3. Fungsi Bill of Lading ……………………………………. 51

4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading………………………….. 52

5 Para Pihak dalam Bill of Lading …………………………. 56

6. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam

Dalam Letter of Credit …………………………………… 56

7. Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit ………… 58

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian …………………………………………. 60

B Spesifikasi Penelitian ……………………………………… 61

C. Populasi dan Metode Sampling …………………………… 61

D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 63

E Metode Analisa Data ……………………………………….. 63


F. Metode Penyajian Data …………………………………… 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A, HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum CV Golden Teak Garden ……………. 66

2. Keunggulan dan kelemahan Letter of Credit Di

CV.Golden Teak Garden………………………………. 66

3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden

Teak Garden dalam \Pelaksanaan Pembayaran

Letter of Credit ……………………………………….. 67

4. Prosedur Transaksi Ekspor CV Golden Teak Garden .. 68

B, PEMBAHASAN

1. Mekanisme Transaksi Ekspor Impor ………………… 80

2. Penyimpangan Dokumen/Discrepancies ..................... 86

3. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading .. 96

4. Langkah yang dilakukan untuk menanggulangi

Discrepancies yang terjadi ………………………….. 96

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………. 100

B. Saran …………………………………………………… 102

DAFTAR PUSTAKA 104

LAMPIRAN – LAMPIRAN 106


ABSTRAK

Perdagangan jarak jauh tidak memungkinkan bertemunya antara pembeli dan


penjual. Hal yang paling menentukan ialah perlindungan kepentingan hukum pihak-pihak
dan salah satu yang paling utama adalah terjaminnya pembeli terhadap barang yang dibeli
sesuai dengan yang dipesan dan terjaminnya penjual dalam menerima uang hasil
penjualan barang dari pembeli. Letter of Credit adalah satu sarana untuk hal-hal tersebut
diatas.

Tulisan ini merupakan studi kasus dan penelitian dilakukan secara langsung
kepada sumber (pelaku) perdagangan antar negara dan merupakan data primer, dengan
menggunakan kepustakaan dan bahan-bahan sekunder lainnya yang mendukung tesis ini.

Bahan-bahan primer ini didukung dengan kenyataan dalam praktek penggunaan


Letter of Credit dalam proses jual beli antar negara.

Hasil penelitian menunjukkan kendala utama dalam praktek Letter of Credit adalah
ketelitian dan ketepatan data-data yang ada yang menentukan pencairan L/C.

KATA KUNCI

L/C, janji pembayaran dalam perdagangan internasional


ABSTRACT

International Trade Constrain how the meeting between Buyer and Seller,

The most imporant is how to prevent and secure legal importance of them and its
guarantee for safety of all them.

This study is a case study and research directly to corporate, and it’s a primary
data, interviewing respondent supported by other secondary data. Practicaly use Letter of
Credit in International Trading.

Conclusion of reserch shows that the mean constrain practically using Letter of
Credit are the exact and precise specification of goods and the exact surrending of goods.

KEYWORDS

Letter of Credit is a important instrument in International Trade


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan

masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun

tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan tersedia di dalam negeri. Hal

ini disebabkan oleh perbedaan antar negara, ditinjau dari kedudukan

geografis masing-masing negara yang mengakibatkan adanya perbedaan

pada sumber daya alam, sumber daya manusia, tingkat harga, dan struktur

ekonominya, sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda.

Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak diproduksi sendiri,

suatu negara melakukan pembelian barang dan jasa dari negara lain.

Realisasi dari pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa tersebut adalah

dengan melalui perdagangan luar negeri.

Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian

kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan

perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan suatu transaksi

sederhana, yaitu membeli dan menjual barang antar pengusaha yang

masing-masing bertempat tinggal di negara-negara yang berbeda.1

1
Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri (
Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 2
Sebagaimana yang dikatakan H. M. N Purwosutjipto, bahwa

dipandang dari sudut jual beli perusahaan, perbuatan ekspor impor adalah

perikatan yang timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah

ditutup. Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk

menyerahkan barang kepada pembeli diseberang lautan. Jadi, ekspor

impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini

merupakan unsur pertama dari pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan.

Sedangkan unsur kedua adalah pembayaran.2

Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian, maka

perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Batasan

tentang perjanjian dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 1313 KUH

Perdata yang menyebutkan :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Ketentuan umum yang secara mutlak harus ditaati dalam suatu

perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat

sahnya perjanjian. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya

perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

2
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta:
Penerbit

Djambatan, 2003 ) halaman 5


3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang hal.

Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, perjanjian yang telah

memenuhi syarat sah, mengakibatkan para pihak terikat. Disebutkan bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang –

undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian yang telah disepakati

tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak,

atau karena alasan-alasan yang oleh undang - undang dinyatakan cukup

untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli

secara umum, dimana disebutkan jual beli adalah suatu perjanjian timbal

balik antara penjual dengan pembeli, dengan nama pihak penjual

mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak

pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang

telah diperjanjikan.

Jual beli secara umum diatur KUH Perdata., sedangkan jual beli

perdagangan tidak diatur dalam KUH Perdata maupun KUHD, melainkan

berdasarkan perjanjian antara pihak - pihak, dan kebiasaan yang berlaku

dalam perdagangan. Sebagai ketentuan umum, KUH Perdata tetap berlaku

terhadap jual beli perdagangan sepanjang tidak diperjanjikan secara

khusus menyimpang.3

3
C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian 2 ( Jakarta: PT Pradnya
Paramita, 2001 ) halaman 8
Hubungan perdagangan luar negeri dalam hal ini ekspor impor sama

halnya dengan perdagangan dalam negeri yaitu terdapat pembeli, penjual

dan adanya transaksi jual beli. Dalam perdagangan luar negeri, kegiatan

jualnya disebut ekspor dan kegiatan belinya disebut impor dan transaksinya

adalah transaksi ekspor impor. Hanya saja wilayah atau domisili penjual dan

pembeli melintas batas negara. Mengenai pengertian kegiatan ekspor

impor tersebut, Bank Indonesia telah mmberikan definisi dari ekspor impor

sesuai dengan ikhtisar ketentuan Perbankan Indonesia, yaitu :4

Ekspor adalah :

Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar


wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Impor adalah :

Perdagangan dengan cara memasukkan barang kedalam wilayah


Pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jual beli dalam arti khusus ialah jual beli perdagangan dalam hal ini

transaksi ekspor impor, dimana dalam jual beli ini terdapat ciri-ciri khusus

pula. Kekhususan itu dapat ditelaah melalui unsur-unsur dalam jual beli

berikut ini :5

1. Unsur subyek terdiri dari penjual dan pembeli

4
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 3
5
C.S.T Kansil Op.cit,. halaman7
Dua pihak ini atau salah satunya adalah pengusaha, yaitu perseorangan

atau badan hukum yang menjalankan perusahaan

2. Unsur obyek terdiri dari benda dan harga.

Benda adalah barang dagangan, yaitu barang yang dibeli atau dijual

lagi atau disewakan. Harga adalah nilai benda sebagai imbalan yang

dapat menghasilkan nilai lebih yang disebut keuntungan atau laba.

3. Unsur perbuatan terdiri dari menjual dengan penyerahan dan membeli

dengan pembayaran harga

Penyerahan barang dengan menggunakan alat angkut khusus dan

dengan syarat khusus pula. Pembayaran biasanya dilakukan melalui Bank

dengan menggunakan dokumen - dokumen berharga.

4. Unsur tujuan yaitu keuntungan atau laba yang diperhitungkan.

Setiap transaksi ekspor impor selalu melewati atau melintasi daerah

pabean tertentu. Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebagai

penjaga gawang lalu lintas komoditi internasional, disamping

mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan APBN,

juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang

dan penumpang, dan tidak sebaliknya.

Daerah Pabean adalah:6

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi


wilayah darat, perairan, dan ruang udara dialasnya serta tempat -
tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di

6
www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn
dalamnya berlaku Undang - undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan.

Eksportir untuk melakukan kegiatan ekspor harus mendapatkan ijin

dari pemerintah dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Angka

Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor komoditi

yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan tersebut. Secara umum

persyaratan untuk ekspor adalah sebagai berikut:7

a. Memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), untuk mendapatkannya

perusahaan dapat mengajukan permohonan melalui Kantor

Departemen Perdagangan (Kandepdag), atau

b. Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga

Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang mengandung

risiko tinggi, karena eksportir dan importir berjauhan secara geografis,

berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor.

Salah satu risiko yang dihadapi oleh eksportir adalah apabila terjadi

penyimpangan maupun pembatalan kontrak. Risiko tersebut dapat

dihindari apabila setiap transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam

bentuk tertulis atau ke dalam bentuk kontrak dagang (sales contract).

7
www. beacukai.go.id/indonesia, 2003
Pada pelaksanaan perjanjian ekspor impor tahapannya sebagai

berikut:8

a) Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian

Dalam tahap ini terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual

(eksportir) biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah

serta syarat - syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a quotation.

Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka

kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual

beli”, dengan syarat-syarat yang telah disepakati.

b) Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian

Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian

dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang

dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.

c) Post kontraktual ;

Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak

Suatu perdagangan internasional berarti melibatkan kepentingan

lebih dari satu hukum nasional, dan masing-masing pihak yang terkait dalam

transaksi perdagangan internasional mengiginkan agar kontrak yang

mereka buat tunduk pada hukum di negara mereka. Pada transaksi

perdagangan internasional masing - masing negara tunduk pada konvensi -

konvensi serta perianjian dagang internasional, yaitu ketentuan yang

8
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 12
berlaku secara internasional yang disusun oleh badan internasional dan

dalam pertemuan resmi antar negara.

Jual beli perdagangan antar negara, yang menjadi pedoman

adalah peraturan internasional mengenai cara pembayaran yang harus

dilakukan oleh pembeli melalui bank, yaitu Uniform Customs and Practise for

Documentary Credit. Di Indonesia sudah ada Undang-undang No. 32 Tahun

1964, Lembaran Negara No.131 Tahun 1964 tentang peraturan Lalu Lintas

Devisa, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1976, Lembaran Negara No.

17 Tahun 1976 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu

Lintas Devisa.

Peraturan-peraturan jual beli perdagangan berbeda untuk masing -

masing negara, yaitu perbedaan-perbedaan ketentuan dalam

pembayaran, transfer dana dan aturan perdagangan antar negara.

Perkembangan pasar global menuntut kesiapan dan kemampuan

pengusaha Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, terutama

dalam mengatasi hambatan - hambatan transaksi perdagangan dengan

pihak luar negeri karena adanya perbedaan - perbedaan dalam

perdagangan luar negeri khususnya dalam transaksi ekspor impor

mengandung risiko tinggi. Sehingga para pihak yang terlibat di dalamnya

dituntut mampu memahami keseluruhan proses dan bagian dari transaksi

tersebut.

Perdagangan luar negeri atau transaksi ekspor impor lazim disebut

sebagai perdagangan dokumen karena hampir seluruh aktivitasnya


dibuktikan atau dituangkan dalam bentuk dokumen. Misalnya, kontrak jual

beli (sales contract), bukti pengiriman barang yang disebut Bill of Lading.

Bagi eksportir, sistem dokumentasi mempunyai arti adanya hak untuk

memperoleh imbalan, sehingga pelaksanaan penyerahan fisik barang dari

eksportir kepada importir harus diiringi dengan penyerahan dokumen yang

tepat dan telah disepakati.9

Perjanjian jual beli antar negara dapat dilakukan secara lisan

maupun tulisan. Jika dibuat secara tertulis, perjanjian itu disebut kontrak jual

beli (sales contract). Dalam kontrak jual beli perdagangan, dimuat syarat-

syarat yang berkenaan dengan penyerahan barang dan pembayaran

harga, yang menjadi kewajiban pihak-pihak dan tanggung jawab penjual

dan pembeli. Tanggung jawab ini meliputi biaya angkut, biaya muat, biaya

asuransi dan juga kerugian akibat penyerahan barang dan pembayaran

harga barang. Disamping itu juga harus ada, kesepakatan tentang

dokumen-dokumen ekspor impor yang diperlukan. Dokumen - dokumen

tersebut adalah.10

a. Faktur atau "Invoice", yaitu dokumen dari penjual sebagai, lainpiran B/L,

yang berisi catatan barang-barang yang dikirim beserta harganya

ditempat penjual.

Ada dua macam "Invoice", yaitu:

1) Commercial Invoice: Invoice yang dibuat oleh penjual, berisi

9
Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 13
10
Purwosutjipto, H.M.N, Op.cit. halaman 21
perincian barang-barang yang dikirim beserta harganya.

2) Consular invoice: invoice yang dibuat dan ditandatangani oleh

Konsul Dagang dari negara pembeli yang berdomisili di negara

penjual.

b. Polis Asuransi, yaitu tanda bukti bahwa barang-barang yang dikirimkan itu

sudah diasuransikan. Polis Asuransi itu penting sekali, sebab pengangkut

tidak mau menerima barang muatan, kalau belum diasuransikan. Hal ini

akan memudahkan dan meringankan pembeli, sebab ganti kerugian

sudah terjamin.

c. Certificate of Origin, yaitu surat keterangan asal barang, yang dibuat

oleh Kaman Dagang di negara penjual dengan tujuan untuk menjamin

keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di dalam sertifikat itu

dijelaskan bahwa barang tersebut benar-benar hasil produksl dari

negara penandatangan sertifikat tersebut, sehingga secara tidak

langstuig sertifikat itu merupakan suatu jaminan atas kualitas barang

tersebut.

d. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya, dibuat oleh

perusahaan yang mengepak barang-barang tersebut.

e. Weight List (certificate of weight), yaitu daftar timbangan/beratnya

barang-bararg di pelabuhan pemuatan.

f. Konosemen (Bill of Lading),

Dalam Pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa konosemen (Bill of Lading)

adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa

ia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan


yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk

(penerima) disertai dengan janji-janji apa penyerahan akan terjadi.

Pembayaran dalam transaksi ekspor impor juga memegang peranan

penting. Cara pembayaran yang digunakan ditentukan dan disepakati

bersama dalam sales contract. Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun

1982 dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor

impor adalah dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam

penjelasan pasal 3 ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran

ekspor impor dapat dilakukan dengan:

1. Pembayaran di muka ( Advance Payment )

Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir) membayar

terlebih dahulu kepada penjual, (eksportir) sebelum merealisasi ekspor

sesuai dengan kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut tercantum

dalam kontrak jual beli (sales contract).

2. Wesel Inkaso

Cara pembayaran dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel

(drawer) yang memeritahkan kepada importir sebagai si tertarik (drawee)

untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang ditentukan dalam

wesel itu.

3. Perhitungan kemudian (Open Account)

Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat importir

berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang importir mendapat

penangguhan pembayaran. Transaksi ini merupakan transaksi yang


langsung antara eksportir dengan importir. Eksportir setelah melakukan

pengapalan barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur"

kepada importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran

harus diselesaikan.

4. Konsinyasi (Consignment)

Dalam pelaksanaan pembayaran konsinyasi importir tidak berfungsi

sebagai pembeli, melainkan hanya sebagai penerima titipan dari supplier

untuk menjualkan komiditi/barang tertentu yang dikirimkan. Pembayaran

baru dilakukan setelah komoditi tersebut terjual, kemudian mentransfer

valuta hasil penjualan kepada supplier melalui Bank atau pos. Dan

importir mendapatkan komisi dari hasil penjualan.

5. Letter of Credits (L/C)

Pengertian secara umum Letter of Credit, merupakan suatu pernyataan

dari bank atas permintaan importir yang merupakan nasabah dari bank

tersebut, untuk menyediakan dana dan membayar sejumlah uang

tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C. oleh

importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau issuing

bank

Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini memberi rasa aman bagi

kedua belah pihak, yaitu bagi pihak penjual (eksportir) akan merasa

aman karena adanya kepastian akan pembayaran barang-barang yang

akan dikirimkan kepada pembeli. Bagi pembeli (importir) merasa aman

karena adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah


dibelinya, karena bank sebelum melakukan pembayaran atas nama

pembeli akan meneliti kelengkapan dokumen yang merupakan syarat

dalam Letter of Credit, Sehingga eksportir akan menerima haknva setelah

menyerahkan dokumen-dokumen yang telah disepakati. Salah satu

dokumen yang wajib diserahkan oleh eksportir adalah dokumen Bill of

Lading, dalam hal Letter of Credit, seorang eksportir tidak akan

memperoleh pembayaran apabila ia tidak menyerahkan Bill of Lading

sebagai bukti bahwa barang ekspor telah dikirimkan sesuai dengan

ketentuan yang telah disepakati.

6. Cara pembayaran lain yang biasa dilakukan dalam perdagangan

internasional diantaranya adalah barter dan konsinyasi.

Tanggung jawab eksportir sebagai penjual adalah menyerahkan

barang ekspor ketangan pembeli (importir). Untuk itu, seorang eksportir

membutuhkan jasa pengangkut untuk menyerahkan barang-barang ekspor.

Karena negara Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan lautan

maka sarana angkutan laut adalah sarana pengiriman barang yang

dianggap lebih mudah dan murah. Dalam pengiriman barang melalui laut

terdapat beberapa pihak antara lain pihak pengirim (eksportir),

pengangkut, dan penerima (importir).

Dokumen yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut

adalah Bill of Lading (B/L), yang dikeluarkan oleh pihak pengangkut.

Dokumen tersebut merupakan tanggung jawab eksportir terutama dalam


sistem pembayaran Letter of Credit, berdasarkan ketentuan Pasal 506 KURD

ayat I dapat dilihat adanya beberapa fungsi B/L, sebagai berikut:11

a. Sebagai Surat bukti perjanjian pengangkutan, yaitu perjanjian antara

pihak pengangkut dengan pengirim (shipper).

b. Sebagai tanda bukti penerimaan barang, yaitu barang-barang yang

diterima oleh pengangkut (carrier) dari pihak shipper untuk diangkut ke

suatu tempat tujuan dan seterusnya menyerahkan kepada pihak

penerima (Cosignee).

c. Sebagai bukti pemilikan pemilikan barang (document of title), berarti

bahwa orang yang memegang B/L sebagai pemilik dari barang-barang

sebagaimana tercantum didalamnya.

Berdasarkan fungsinya itu maka Amir MS memberikan definisi sebagai

berikut:

Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat dalam
kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai
bukti atas pemillikan barang, dan disamping itu merupakan bukti dan
adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut.

Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri

rangkap 3 (full set B/L ) yang penggunaannya adalah sebagai berikut :12

11 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen ( Letter of Credit ) Dalam Jual Beli Perniagaan, (
Yogyakarta: Liberty,1991 ) halaman 73

12
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
a. (satu) lembar untuk shipper

b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.

Berdasarkan Artikel 23 ayat (a) UCP No. 500 Tahun 1993, tersurat:

Suatu kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading, mencakup suatu

pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to-port shipment),

kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank harus

menerima suatu dokumen, apapun namanya yang:

1. Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (Carrier) dan

ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh:

a. Pengangkut (Carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas nama

pengangkut yang bersangkutan.

b. Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama

nahkoda yang bersangkutan

2. Tiap tanda tangan atau pembuktian keaslian dari pengangkut

atau nahkoda harus diberi tanda sebagai pengangkut atau

nahkoda, agen yang menandatangani atau membuktikan

keaslian untuk kepentingan perusahaan pengangkutan atau

nahkoda hares juga menunjukkan nama dan jabatan pihak

tersebut, misal pengangkut atau nahkoda, atas nama siapa agen

tersebut bertindak.

Bill of Lading dapat dibedakan berdasarkan "keadaan barang yang

diterima untuk dimuat" sebagai berikut:

1. Clean Bill of Lading


2. Un-Clean Bill of Lading

Maskapai pelayaran menganggap keadaan barang yang akan

dimuat baik, maka Bill of Lading yang dikeluarkan adalah Clean Bill of

Lading atau B/L yang bersih dan catatan-catatan. Sebaliknya bilamana

keadaan barang yang diterima kurang atau tidak memuaskan misalnya

pengepakannya tidak sempurna, kerusakan barang atau cacat barang

maka di dalam B/L dicantumkan "catatan-catatan". B/L yang mengandung

catatan sedemikan disebut Un-clean Bill of Lading atau Foul Bill of Lading.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise for

Documentary Credits (UCP) No.500 Tahun 1993, Pasal 32, pada cara

pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima. Oleh karena

itu Bank wajib meneliti terhadap B/L mana yang boleti diterima dan mana

tidak boleh diterima, salah satunya adalah Bank akan menolak dokumen

pengapalan yang memuat syarat atau catatan yang menyatakan secara

jelas kondisi barang dan atau kemasan yang cacat, kecuali bila kredit itu

secara jelas menyatakan syarat atau catatan itu boleh diterima.

Ketentuan itu dimaksudkan bahwa Bank akan menolak B/L yang

kotor (Foul B/L), B/L yang mengandung tentang kerusakan oarang atau

cacat barang. Jadl yang boleh diterima oleh Bank haruslah B/L yang bersih

atau clean B/L. Sehingga B/L, yang diserahkan harus sesuai dengan yang

telah ditentukan dalam L/C. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara B/L


yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka pembayaran

yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda.13

Mengacu pada UCP No. 500 Tahun 1993 Artikel 32 ayat b, jenis B/L

yang mengandung catatan tentang kerusakan barang atau cacat maka

Bank akan menolak jenis B/L ini. kecuali ada surat pernyataan/jaminan dari

pemilik barang atau pihak Shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak

melakukan peng-klaiman di kemudian hari, surat pernyataan tersebut

dikenal dengan istilah Letter of Indemnity. Apabila terdapat ketidaksesuaian

antara B/L yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka

pembayaran yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda.

Keinginan untuk mengetahui tentang tanggung jawab eksportir

terhadap Bill of Lading dan hambatan yang dihadapi ekportir dalam Letter

of Credit khususnya yang menyangkut dokumen Bill of Lading mendorong

penulis untuk membuat skripsi dengan judul: “PERJANJIAN JUAL BELI

DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK

GARDEN SEMARANG

B. PERMASALAHAN

Dari uraian diatas maka skripsi yang berjudul “PERJANJIAN JUAL BELI

DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK

GARDEN SEMARANG” ini akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

13
Hartono Hadisoeprapto, Op.cit halaman 70
1. Bagaimana tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran Letter

of Credit ?

2. Hambatan–hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara

pembayaran Letter of Credit?

C. TUJUAN PENELITIAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran

Letter of Credit.

2. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai hambatan--

hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran Letter

of Credit.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kegiatan

penelitian.

b. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai

pelaksanaan transaksi ekspor yang menggunakan cara pembayaran

dengan Letter of Credit (L/C) khususnya mengenai tanggung jawab

eksportir terhadap Bill of Lading.

c. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang

hukum ekspor impor khususnya pengetahuan yang lebih mendalam

mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading dalam

cara pembayaran Letter of Credit.


2. Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi berbagai

pihak yang bergerak dalam bidang ekspor impor sehingga dapat

mengurangi hambatan-hambatan atau masalah yang tinibul

diantara pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan transaksi

ekspor impor.

b. Sebagai gambaran tentang tanggung jawab eksportir terhadap Bill of

Lading bagi eksportir yang menggunakan cara pembayaran dengan

Letter of Credit.

c. Memberikan masukan kepada para pembaca mengenai hal-hal

yang selama ini menjadi hambatan bagi eksportir dalam pelaksanaan

transaksi ekspor serta bagaimana cara mengatasinya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan skripsi ini akan dibatasi menjadi Lima Bab, adapun

pembagiannya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam pendahuluan ini diuraikan latar belakang

permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum transaksi

ekspor impor dan tinjauan umum Letter of Credit. Tinjauan

umum tentang ekspor impor sendiri berisikan tentang


pengertian transaksi ekspor impor, perjanjian dasar transaksi

ekspor impor, sistem pembiayaan ekspor impor.

Sedangkan tinjauan umum tentang Letter of Credit berisikan

pengertian Letter of Credit, perjanjian dasar pembukaan

Letter of Credit, jenis-jenis Letter of Credit, pihak-pihak yang

terlibat dalam Letter of Credit dan dokumen-dokumen-

dokumen dalam Letter of Credit dan tinjauan umum

mengenai sistem pembayaran Letter of Credit

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan sajian yang memuat tentang langkah-

langkah metode penelitian untuk mencapai tujuan

penelitian. Bab ini secara menyeluruh memuat tentang

metode pendekatan, spesifikasi penelitian, populasi dan

metode sampling, metode pengumpulan data, metode

penyajian data, dan metode analisa data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat tentang hasil penelitian yang merupakan

penjabaran dari perumusan masalah, dan pemecahannya

dengan mengacu pada BAB II tentang Tinjauan Pustaka.

BAB V : PENUTUP
Bab ini mengetengahkan kesimpulan pelaksanaan transaksi

ekspor dengan menggunakan cara pembayaran dengan

Letter of Credit disertai pula dengan sasan-saran yang perlu

dikemukakan sehubungan dengan permasalahan diatas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI EKSPOR-IMPOR

A.1. Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor

Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional

(International Trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan

menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di

negara yang berbeda.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang

Ketentuan Umum di bidang Ekspor maka diperoleh pengertian ekspor,

yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai

peraturan dan perundang-undang yang berlaku. Sedangkan


pengertian impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan

barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi

ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan

ekspor impor yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan.

Menurut Pasal 1 butir 13 UU No. 10 Tahun 1995, definisi dari Impor

adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

Sedangkan dalam butir 14 disebutkan definisi ekspor yaitu kegiatan

mengeluarkan barang dari daerah pabean.

Mengenai transaksi ekspor-impor ini tidak diatur secara khusus

dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang, akan tetapi secara

umum ketentuan dalam KUH Perdata dalam Bab V Buku III dan

ketentuan dalam KUH Dagang tetap berlaku bagi perdagangan

ekspor–impor Indonesia.

Perjanjian jual beli yang dimuat dalam sales contract merupakan

salah satu bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata,

maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada

umumnya, yaitu yang diatur dalam:

1. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai batasan perjanjian, yaitu:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu


orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.”
2. Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.

Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian

diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hat tertentu.

4. Suatu sebab yang hal.

3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu:

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-


undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau
karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli


secara umum, di mana disebutkan jual beli adalah:
Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli,
dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan
suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk
membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.

A.2. Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor

Ekspor impor sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan

dalam jual beli barang tertentu senantiasa di awali dengan perjanjian.

Perjanjian tersebut merupakan hasil dari kegiatan sebelumnya yang

dilakukan oleh eksportir dan importir, yaitu penawaran dan

permintaan. Kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam


Sales Contract yang merupakan kesepakatan antara eksportir dan

importir untuk melakukan, perdagangan barang sesuai dengan

persyaratan yang disepakati bersama dan masing-masing pihak

mengikatkan diri untuk melaksanakan semua kewajiban yang

ditimbulkannya. Dalam sales contract tercantum segala sesuatu yang

diperjanjikan dan dibuat secara rinci dan tertulis yang menyangkut

syarat perjanjian, uraian barang, pelaksanaan penyerahan barang

serta cara pembayaran dan hal-hal penting lainnya. Sales contract

atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang

dilakukan apakah secara tunai atau kredit, bilamana pembayaran

dilakukan dengan cara kredit ditentukan pula dengan atau tanpa

letter of credit.

Tahap-tahap yang menyertai pelaksanaan perjanjian ekspor impor,

yaitu:14

a. Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian.


Terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual (eksportir),
dimana biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang,
jumlah serta syarat-syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for
a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli
(importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk
melakukan "perjanjian jual beli", dengan syarat-syarat yang telah
disepakati.

b. Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian


Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian
dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang
dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.

14
Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri (
Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 12
c. Post kontraktual ;
Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak

A.3. Cara Pembayaran Transaksi Ekspor lmpor

Pemerintah menunjang kegiatan ekspor impor dengan

memberikan kebijaksanaan dalam fasilitas penggunaan devisa serta

penyediaan kredit, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, serta

kebijaksanaan lain yang sangat penting yaitu pengaturan sistem

pembiayaan ekspor impor yang dapat dilakukan dengan cara tunai

atau kredit.

Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1982 dalam Pasal 3

ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor impor adalah

dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam penjelasan Pasal 3

ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran ekspor impor

dapat dilakukan dengan:15

1. Pembayaran di muka ( Advance Payment )


2. Wesel Inkaso dengan kondisi Document Against Payment (D/P) dan
Document Against Acceptance (D/A)
3. Perhitungan kemudian (Open Account)
4. Konsinyasi (Consignment)
5. Letter of Credits (L/C)
6. Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri
sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli.
ad. 1 Pembayaran di muka ( Advance Payment )

Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir)

membayar terlebih dahulu kepada penjual (eksportir) sebelum

merealisasi ekspor sesuai dengan kesepakatan para pihak.

15
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 16
Kesepakatan tersebut tercantum dalam kontrak jual beli (sales

contract). Pada sistem Pembayaran di muka terlihat bahwa di

dalamnya terkandung faktor-faktor sebagai berikut:

a. Adanya kepercayaan dari importir bahwa eksportir pasti

akan mengirim barang-barang tepat pada waktunya sesuai

dengan perjanjian.

b. Barang/komoditi yang diekspor tidak merupakan barang

yang dilarang untuk diekspor;

c. Importir harus menyediakan dana/uang tunai lebih dahulu,

yang sebenarnya bisa digunakan untuk keperluan lain, yang

berarti juga mengurangi arti likuiditas modal kerja karena

barang-barang yang dibeli baru diterima beberapa waktu

kemudian.

ad.2 Wesel Inkaso

Cara pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan

wesel dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel (drawer)

yang memerintahkan kepada Importir sebagai si tertarik

(drawee) untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang

ditentukan dalam wesel itu.

Dalam perdagangan internasional dikenal dua macam wesel:

a. Clean draft, adalah wesel yang tidak disertai dengan

dokumen pengiriman barang;

b. Documentary draft, yaitu wesel yang disertai dokumen


pengiriman barang dan asuransi pertanggungan.

Berdasarkan jangka waktu pembayaran atas suatu wesel

dibedakan :

a. Sight Draft, adalah wesel yang dibayar pada waktu

diperlihatkan pada Importir. Pembayarannya tidak

tergantung pada barang, apakah sudah sampai ataukah

belum;

b. Arrival Draft, adalah wesel yang pelaksanaan pembayaran

dilakukan pada waktu barang sudah tiba.

c. Date Draft, wesel yang pembayarannya dilakukan pada

waktu tanggal yang tertentu atau dalam waktu beberapa

hari setelah tanggal tersebut.

Ketika eksportir mengapalkan barang ekspornya untuk importir,

dokumen-dokumen dari barang-barang tersebut secara

langsung atau melalui Banknya didalam negeri dikirim kepada

Bank Importir di luar negeri. Dokumen-dokumen untuk

mengeluarkan barang tersebut baru diberikan setelah

persyaratan yang ditentukan dipenuhi. Dokumen-dokumen

tersebut dapat diserahkan kepada importir atas dasar :

a. D/P (Document against Payment);

Penyerahan dokumen kepada importir dilakukan setelah

importir membayar.

b. D/A (Document against Acceptance)


Penyerahan dokumen kepada importir setelah importir

mengaksep wesel.

ad.3 Perhitungan, kemudian (Open Account),

Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat

importir berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang

Importir mendapat penangguhan pembayaran.

Transaksi ini merupakan transaksi yang langsung antara eksportir

dengan importir. Eksportir setelah melakukan pengapalan

barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur" kepada

importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran

harus diselesaikan.

Pembayaran dengan Open Account ini mengandung

pengertian :

1. Adanya kepercayaan dari eksportir bahwa importir pasti

akan membayar barang yang telah diterimanya tepat pada

waktunya,

2. Barang komoditi yang terkirim oleh eksportir bukan

merupakan barang yang dilarang untuk di ekspor,

3. Eksportir harus menyediakan modal yang cukup besar,

walaupun resiko yang ada cukup tinggi, khususnya apabila

importir ingkar janji, eksportir sulit membuktikannya.

ad.4 Konsinyasi (Consignment)


Importir tidak berfungsi sebagai pembeli dalam pelaksanaan

pembayaran konsinyasi, melainkan hanya sebagai penerima

titipan dari supplier untuk menjualkan komiditi/barang tertentu

yang dikirimkan. Pembayaran baru dilakukan setelah komoditi

tersebut terjual, kemudian mentransfer valuta hasil penjualan

kepada supplier melalui Bank atau pos dan importir

mendapatkan komisi dari basil penjualan.

ad.5 Letter of Credits (L/C)

Pengertian Letter of' Credit secara umum merupakan suatu

pernyataan dari bank atas permintaan importir yang

merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan

dana dan membayar sejumlah uang tertentu untuk

kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C oleh

importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau

Issuing Bank.

Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kembali

kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan

penjual yang belum saling mengenal dengan baik.16

L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan

internasional. Tetapi, L/C bukan merupakan garansi (guarantee)

16
Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business
Law Review, vol 1988 Num3, halaman 139 - 153
atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan

(negotiable instrument).17

C.F.G. Sunaryati Hartono, mengatakan :

“Secara harfiah L/C dapat diterjemakan sebagai Surat Utang


atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C
lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran,
apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu.”

Sementara UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank

penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa

kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada

penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya

konosemen, faktur, sertfikat asuransi) yang sesuai dengan

persyaratan L/C.18

Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C

merupakan “Janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan

pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui

bank lain adalah atas instruksi pemohon yang berjanji

membayar kembali kepada bank penerbit.

Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang

utama sebagai berikut:

17
David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal. Vol.17 Num 1, Summer 1984, hal
44.
18
UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank, 570 F.2d 202.
a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual

(penerima) berdasarkan kontrak penjualan.

b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit

berdasarkan permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak.

c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima

berdasarkan L/C sebagai kontrak.

d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus

berdasarkan kontrak keagenan.

e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima

berdasarkan kontrak pembayaran L/C.

Agoes Moeljono melihat hakikat L/C sebagai suatu “perikatan.”

Berikutnya lagi, Amir M.S.19, penulis dan pelaku dagang, mengatakan:

“Letter of Credit atau biasa disingkat L/C adalah suatu Bank atas
permintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada
eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi
HAK kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir
bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.”

Inti dari definisi Amir M.S. yaitu bahwa L/C merupakan “Surat

pembayaran.”

ad.6 Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar

negeri sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli :

19
Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun IMPOR & EKSPOR.
1991, hal.37
f. Barter

Sistem perdagangan dengan barter ini merupakan perdagangan

timbal balik antara dua negara yang biasa disebut "counter

purchase" atau "counter trade" di mana antara dua negara saling

membeli dan menjual barang/komoditi tertentu.

g. Barter Konsinyasi

Seperti Barter biasa hanya apabila barang-ekspor mungkin lebih

tinggi harganya dari pada barang impor maka selisih harga harus

dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer

B. TINJAUAN UMUM TENTANG LETTER OF CREDIT

B.1. Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit

B.1.1. Pengertian Letter of Credit

Amir MS:

Letter of credit adalah suatu surat yang dikeluarkan bank devisa atas
permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan
ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari
importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima
L/C diberi hak oleh importir importir untuk menarik wesel (surat
perintah untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah
uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan
menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik
tersebut asal sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum di dalam
surat itu.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak :

Letter of Credit adalah suatu surat perintah membayar kepada


seseorang atau beberapa prang yang dialamati untuk melakukan
pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut dalam surat
perintah itu kepada seseorang tertentu.

B.1.2. Pengaturan Letter of Credit

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP)

adalah pedoman yang menjadi peraturan internasional dalam jual

beli antar negara, mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan

oleh pernbeli melalui Bank. Peraturan UCP ini telah diterima oleh

banyak negara dan telah digunakan secara internasional. Demikian

juga dengan Indonesia yang menggunakan UCP ini sebagai

pedoman pembayaran perdagangan luar negeri. Peraturan

Pemerintah No. 1 Tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di

Indonesia. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. I Tahun

1982 yang secara rinci mengatur L/C belum ada. Sesuai dengan

kenyataan bahwa dalam praktek perbankan Indonesia telah

digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an.20

Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal

17 Desember 1993 mengatur L/C yang diterbitkan bank devisa

(bank umum) boleh tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia

secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada bank devisa di

Indonesia untuk menentukan sikap. Dalam hal L/C tunduk pada UCP,

maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas L/C bank

20
Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta: Salemba empat, 2000 )
halaman 18
penerbit harus melakukan suatu tindakan yaitu mencantumkan suatu

klausul dalam L/C yang menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCP

sesuai dengan ketentuan dalam Artikel 1 UCP No. 500 tahun 1993 yang

mengatakan :

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) Revisi


1993 No.500, akan berlaku untuk semua "documentary credit"
(termasuk standby letter of credit sejauh mana UCP ini dapat
diberlakukan) bilamana di dalam teks kredit tersebut menyebutkan
secara tegas bahwa kredit tersebut tunduk kepada Uniform
Customs and Practice for Documentary Credit, 1993 Revision, ICC
Publication No. 500. (UCP) mengikat semua pihak yang
bersangkutan, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam kredit
tersebut.

B.1.3. Keunggulan Letter of Credit

L/C adalah suatu alat (instrumen) yang memudahkan transaksi

dagang antara eksportir dengan importir yang belum saling mengenal,

atau yang tidak mempunyai ikatan khusus tertentu.

L/C dianggap instrumen yang paling penting dan paling aman

didalam transaksi perdagangan internasional, terutama dilihat dari

sudut sistem pembayaran. Peranan L/C dalam perdagangan

internasional adalah :21

a. Mempermudah lalu lintas pembayaran

b. Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi

21
Eddie Renaldy, istilalt Perdagsangan Intentasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo Persada, 2000 ) halaman
151
kewajibannya

c. Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.

Keuntungan yang diperoleh eksportir dari L/C :22

1. Kepastian pembayaran dan menghindari risiko.

Sekalipun eksportir tidak mengenal importir, tetapi dengan adanya


L/C sudah merupakan jaminan bagi eksportir bahwa tagihannya
pasti dilunasi bank sesuai ketentuan. Reputasi atau nama baik bank
yang membuka L/C merupakan jaminan pokok, dan jaminan
pembayaran itu akan menjadi ganda bila bank devisa yang
bertindak sebagai Advising Bank juga memberikan konfirmasinya.
Jadi risiko untuk tidak terbayar menjadi sangat minim. Di sini terlihat
besarnya peranan bank dalam memperlancar perdagangan
internasional.

2. Penguangan dokumen dapat langsung dilakukan

Bila barang sudah dikapalkan, maka dengan adanya L/C shipping


documents dapat langsung diuangkan atau dinegosiasikan
dengan Advising Bank dan tidak perlu lagi menunggu pembayaran
atau kiriman uang dari importir. Advising Bank atau Negotiating
Bank tidak ragu untuk melunasi dokumen pengapalan itu karena
pembayarannya sudah dijamin oleh Opening Bank. Sebaliknya, bila
tidak ada L/C maka eksportir tidak mungkin menegosiasikan
shipping documents sehingga harus menunggu transfer atau
kiriman uang lebih dahulu dari importir, atau dokumen harus
dikirimkan dulu untuk "Collection"

3. Biaya yang dipungut bank untuk negosiasi dokumen relatif kecil bila
ada L/C
4. Terhindar dari risiko pembatasan transfer valuta

22 Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 5


Di berbagai negara terdapat pembatasan transfer valuta asing
dan diperlukan izin impor sebelum dilakukan pembukaan L/C. Bank
devisa di negara importir sudah mengetahui ketentuan ini dan
mereka baru bersedia membuka L/C bila semua ketentuan
Pemerintah sudah dipenuhi oleh importir. Oleh karena itu, pada
setiap pembukaan L/C Opening Bank sudah menyediakan valuta
asing untuk setiap tagihan yang didasarkan pada L/C tersebut.
Dengan demikian eksportir terhindar dari risiko non-payment yang
mungkin terjadi bila transaksi dilakukan tanpa L/C.

5. Kemungkinan memperoleh uang muka atau kredit tanpa bunga


bila importir bersedia membuka L/C dengan syarat "Red Clause",
maka eksportir dapat memperoleh uang muka dari L/C yang
tersedia. Ini berarti eksportir mendapat kredit tanpa bunga atau
semacam uang panjar yang biasanya diperlukan untuk memulai
produksi barang yang akan diekspor itu.

Keuntungan L/C bagi importir:23

1. Pembukaan L/C dapat diartikan bahwa Opening Bank

meminjamkan nama baik dan reputasinya kepada importir

sehingga dapat dipercayai oleh eksportir. Eksportir yakin bahwa

barang yang akan dikirimkan pasti akan dibayar.

2. L/C merupakan jaminan bagi importir, bahwa dokumen atas

barang yang dipesan akan diterimanya dalam keadaan lengkap

dan utuh, karena akan diteliti oleh bank yang sudah mempunyai

keahlian dalam hal itu.

3. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan

yang pasti akan dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang

dari L/C yang tersedia.

23
Ibid halaman 6
B.2. Perjanjian Dasar Pembukaan Letter of Credit

Perjanjian pembukaan Letter of Credit yang diadakan bukan

merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi merupakan,

perjanjian tambahan dari perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian

jual beli yang tertuang dalam kontrak dagang (Sales Contract) antara

eksportir dan importir.

Proses pembukaan L/C dimulai dengan adanya kontrak jual beli


antara penjual dan pembeli yang mensyaratkan pembukaan L/C
sebagai pembayarannya, pembeli kemudian mengajukan aplikasi L/C
kepada bank devisa di negaranya untuk manfaat pihak penjual.
Jalannya pembukaan suatu L/C secara skematis dapat digambarkan
sebagai berikut : 24

Opening Advising/
/
BANK BANK Negotiating

1 3

Open IMPORTIR EKSPORTIR

er Beneficiar

24
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ) halaman 86
Luar Negeri Dalam Negeri

1. Importir meminta kepada bank devisanya untuk membuka sebuah

Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi

hutangnya kepada eksportir, sejumlah yang disepakati dalam sales

contract dan sesuai dengan syarat-syarat pencairan yang disebut

dalam Miles Contract dan merujuk pada ketentuan dari The Uniform

Customs and Practise for Documentary Letter of Credit dari Kamar

Dagang Internasional, Paris No. 500 atau UCP-DC-500. L/C yang

dibuka adalah untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan

usaha lain yang ditentukan eksportir, sesuai kesepakatan dalam sales

contract.

Bank devisa yang diminta eksportir membuka L/C itu disebut opening

bank. Opening bank inilah yang bertanggung jawab melakukan

pembayaran atas L/C itu kepada eksportir penerima L/C. Importir

yang disebut pembukaan L/C disebut applicant.

2. Opening bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan

importir, melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di

negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat,

teleks, faksimile, atau media elektronik lainnya yang sah. Penegasan

pembukaan UC dalam bentuk tertulis itu disebut L/C confirmation

yang diteruskan oleh opening bank kepada bank korespondennya

untuk disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut


dalam surat itu.

Bank koresponden yang diminta opening bank untuk menyampaikan

amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank.

3. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C

yang diterimanya dari opening bank meneruskan amanat

pembukaan L/C itu kepada eksportir yang berhak menerima dengan

surat pengantar dari Advising Bank. Surat pengantar itu disebut L/C

advice, sedangkan eksportir penerima L/C disebut sebagai

beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta dengan tertulis oleh

opening bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C tersebut,

maka Advising Bank juga disebut sebagai confirming bank.

Isi pokok dari Letter of Credit antara lain:

a. Nomor dan tanggal L/C

b. Jenis dan sifat L/C yang dibuka.

c. Nama dan alamat eksportir (penerima L/C) yang lazim disebut

sebagai "beneficiary".

d. Jumlah dana yang tersedia.

e. Uraian barang dan jumlahnya.

f. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan seperti:

1. Bill of Lading

2. Faktur perdagangan

3. Daftar Pengepakan

4. Daftar kubikasi
5. Daftar timbangan

6. Keterangan negara asal

7. Sertifikat mutu

8. Laporan Kebenaran Pemeriksaan

9. Polis asuransi, dan lain-lain.

g. Batas waktu pengapalan terakhir.

h. Batas waktu berlakunya L/C.

i. Syarat pengapalan seperti partial shipment, transshipment dan

lain-lain.

j. Ketentuan negosiasi dokumen pengapalan.

Etty Susilowati SH. MS menerangkan lebih lanjut mengenai

mekanisme pembayaran dengan L/C dalam bukunya yang berjudul

"Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar

Negeri", dimana mekanisme pembayaran L/C dilakukan melalui

beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap pembukaan

Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada sebuah

Bank yang dianggap bonafide. Untuk ini importir diminta mengisi

formulir aplikasi (permohonan) pembukaan L/C yang

mencantumkan semua syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir di

negara lain.

2. Tahap penerusan kredit advis


Apabila Issuing Bank menyetujui aplikasi pembukaan L/C, maka

Issuing Bank menerbitkan "kredit advis" yang menyebutkan bahwa

pembeli akan membayar sejumlah uang kepada penjual atas

barang yang dibeli. Kredit advis ini dilengkapi dengan syarat-syarat

yang tercantum daim formulir permohonan L/C yang ditujukan

kepada Bank di tempat eksportir, sebagaimana disyaratkan dalam

formulir aplikasi tersebut.

Apabila nama dari Bank di negara eksportir tidak disyaratkan oleh

importir, maka biasanya Bank pembuka L/C akan memilih sendiri

Advising Banknya yaitu Bank korespondennya yang setelah

menerima advis kredit kemudian akan meneruskannya kepada

eksportir.

Advising Bank ditempat eksportir inilah yang akan melakukan

pembayaran atau akseptasi atau negosiasi atas dokumen-

dokumen yang disyaratkan dan diserahkan oleh eksportir.

Dalam tahap penerusan kredit advis ini, adakalanya terjadi suatu

perubahan dari kondisi L/C yang harus dilakukan dan harus

disampalkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam L/C,

sehingga L/C yang dibuka harus dimintakan amandements

(perubahan-perubahan) terhadap syarat L/C, khususnya sebelum

L/C jatuh tempo.

Adanya perubahan terhadap syarat-syarat L/C harus dimintakan

persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam L/C. Sekiranya


sudah disetujui dan sudah cukup lengkap dan tepat, kemudian

disampaikan oleh Advising Bank kepada eksportir dengan surat,

kawat atau telex sesuai dengan permintaan importir.

3. Tahap pengapalan barang

Setelah eksportir menerima kredit advis dari Bank koresponden,

maka eksportir mengajukan formulir Pemberitahuan Ekspor Barang

(PEB) kepada Perusahaan Pelayaran untuk dapat mengirim barang

yang akan diekspor.

Dalam instruksi muat tercantum: jumlah dan kualitas, harga barang,

pelabuhan tujuan, nama pembeli dan penerima barang di luar

negeri, shipping mark, serta syarat pembayaran freight.

Formulir PEB tersebut diajukan kepada kantor Bea dan Cukai untuk

mendapatkan izin meat barang, yang menunjukkan bahwa barang

dapat diekspor dan Maskapai Pelayaran melaksanakan pemuatan

barang ke atas kapal dan mengeluarkan dokumen pengangkutan

atau Bill of Lading (B/L). Dokumen pengangkutan yang asli

dikirimkan kepada pembeli, sedang copy-nya diberikan kepada

eksportir.

4. Tahap pengumpulan dokumen

Eksportir yang telah menerima dokumen pengangkutan selanjutnya

mengumpulkan dokumen-dokumen yang disyaratkan, yaitu

dokumen pengangkutan (Bill of Lading/ Airway Bill/ Railway Bill);

Invoice (Profoma Invoice/ Comercial Invoice/ Consular Invoice);


Dokumen asuransi (Insurance Policy/ Insurance Certificate/ Cover

Note). Dokumen-dokumen utama tersebut masih harus ditambah

dengan dokumen-dokumen lain sebagai pelengkap, yaitu

dokumen yang diperlukan sesuai dengan jenis barang yang

diperjanjikan. Misalnya certificate of analysis, certificate of origin

dan sebagainya.

5. Tahap penyelesaian pembayaran

Setelah Bank pembayar meneliti kelengkapan dan kebenaran

formal dokumen dari dokumen yang dipersyaratkan dan ternyata

sudah sesuai dengan kredit advis, maka Bank pembayar sejumlah

uang yang diperjanjikan kepada eksportir.

Eksportir harus mempelajari dengan seksama semua keterangan

yang tercantum di dalam L/C. Kalau semua ketentuan itu tidak

dipenuhi secara cepat dan cermat, maka bank dari importir yang

membuka L/C berhak penuh untuk menolak dokumen pengapalan

yang diajukan dan menolak pembayaran atas beban L/C itu.

B.3. Bentuk dan Jenis-jenis Letter of Credit.

Menurut Pasal 6 Uniforms Customs and Practice for

Documentary Credit No.500 Tahun 1993 ( tJCP), Letter of Credit dapat

dibedakan menjadi dua bentuk:

a. Revocable Letter of Credit;

Letter of Credit dalam bentuk ini mempunyai risiko yang tinggi,

karena kurang menjamin pembayaran. Pada Letter of Credit yang


berbentuk revocable, importir setiap saat dapat memerintahkan

banknya (Issuing Bank) untuk membatalkan L/C yang telah dibuka

tanpa memberitahukan dan meminta persetujuan terlebih dahulu

dari pihak eksportir. Pembatalan yang diperintahkan oleh importir di

luar negeri tidak berlaku (tidak mempunyai kekuatan) bilamana

eksportir telah mengapalkan dan wesel ekspor telah dinegoisir oleh

Negotiating Bank pada saat pembatalan diterima.

b. Irrevocable Letter of Credit.

Letter of Credit dalam bentuk ini dapat dibatalkan hanya atas

persetujuan ksportir dan importir. L/C dalam bentuk ini memberikan

jaminan pembayaran yang lebih baik jika dibandingkan dengan

Revocable L/C.

Dilihat dari segi saat pembayaran, L/C dapat dibagi menjadi:25

1. Sight L/C

Yaitu L/C yang jika semua persyaratan dipenuhi, maka Negotiating

Bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama

dalam 7 hari kerja.

2. Usance L/C

25 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis InternasionalEkspor
Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 28
Yaitu yang L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C

tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal

pengapalan (tanggal Bill of Lading).

3. Red Clause L/C

Yaitu L/C dimana bank pembuka L/C memberi kuasa kepada bank

pembayar untuk membayar uang muka kepada beneficiary

sebagian tertentu atau seluruh nilai L/C sebelum beneficiary

menyerahkan dokumen.

Dan syarat-syaratnya L/C dibagi menjadi:

1. Open L/C

Yaitu suatu L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima L/C

untuk menegoisasikan dokumen melalui bank mana saja yang

diingininya.

2. Restricted L/C

Yaitu kebalikan dari Open L/C di mana, negotiating bank dibatasi

pada bank tertentu.

3. Documentary L/C

Yaitu L/C yang mewajibkan eksportir penerima L/C untuk

menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan

barang serta dokumen pelengkap lainnya sebagai syarat untuk

memperoleh pembayaran.

4. Revolving L/C
Yaitu L/C di mana kredit yang, tersedia dapat dipakai ulang tanpa

perlu mengadakan perubahan syarat baik dalam bentuk waktu

maupun nilai uang.

5. Back to back L/C

Yaitu L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportir penerima L/C

pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang

diterimanya. L/C ini biasa digunakan dalam perdagangan segi

tiga.

B.4. Para Pihak yang terlibat dalam Letter of Credit.26

Pihak-pihak yang terlibat dalam pembukaan L/C adalah:

a. Opener atau Applicant

Importir yang meminta bantuan bank devisanya untuk membuka

L/C guna keperluan penjual atau eksportir.

b. Opening bank atau Issuing Bank

Bank devisa yang dimintai bantuannnya oleh importir untuk suatu

L/C untuk keperluan eksportir. Bank devisa inilah yang memberikan

jaminan kepada eksportir. Oleh karena itu, "nilai" L/C sangat

bergantung pada nama baik dan reputasi dari bank devisa yang

membuka L/C tersebut.

c. Advising Bank

26
Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor.Op.cit halaman 3
Opening bank membuka L/C untuk eksportir melalui bank lain di

negara eksportir yang menjadi koresponden dari Opening bank

tersebut Bank korespondensi, ini berkewajiban untuk

menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C kepada

eksportir yang berhak. Oleh karena itu bank korespondensi yang

bersangkutan disebut Advising Bank atau Bank Penyampai

Amanat.

d. Beneficiary

Eksportir yang menerima pembukaan L/C dan diberi hak untuk

menarik uang dari dana L/C yang tersedia itu disebut sebagai

penerima L/C atau beneficiary.

e. Negotiating Bank

Di dalam L/C biasanya disebutkan bahwa Beneficiary boleh

menguangkan (menegosiasikan shipping document) melalui bank

mana saja yang disukainya asalkan memenuhi syarat L/C. Bank

yang membayar dokumen itu disebut sebagai Negotiating Bank.

B.5. Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit.

Sehubungan dengan pentingnya dokumen dalam pembayaran

melalui L/C di dalam Pasal 13 (a) UCP No. 500 Tahun 1993 disebutkan:

Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit


dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara
nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.
Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit

harus dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional.

Dokumen yang tidak sesuai satu dengan yang lainnya akan dianggap

tidak sesuai dengan persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan.

Pemeriksaan dokumen oleh Bank hanya dilakukan terhadap dokumen-

dokumen yang diminta atau disepakati dalam kredit. Dokumen yang

tidak diminta. tidak akan diperiksa oleh Bank. Dokumen dalam

pembayaran transaksi ekspor impor dengan L/C merupakan hal

penting sesuai dengan pasal 4 UCP No.500 Tahun 1993 disebutkan

bahwa:

Dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan berurusan


dengan dokumen-dokumen, dan bukan dengan barang-barang, jasa-
jasa dan/atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen-
dokumen yang bersangkutan.

Dokumen-dokumen yang harus disepakati dan diminta dalam L/C

tersebut adalah:27

1. Dokumen Induk

a. Dokumen Pengangkutan:

i. Bill of Lading

Bill of Lading atau Marine Bill of Lading atau Konosemen

merupakan dokumen pengapalan yang paling penting,

karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of

27
Etty Susilowati Suhardo SH.MS.Op.cit. halaman 60
Lading (Marine Bill of Lading/Konosemen) menunjukkan hal

pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui laut ke

sesuatu tujuan tertentu, dan selanjutnya barang-barang

tersebut diserahkan kepada penerima.

ii. Airway Bill

Apabila Letter of Credit mensyaratkan barang-barang untuk

diangkut dengan pengangkutan udara, maka digunakan

Airway Bill. Airway Bill (AWB) ini merupakan tanda terima

yang dikirim melalui udara untuk orang dan alamat tertentu.

iii. Railway Consignment note

Dalam pengiriman barang-barang ekspor dengan

pengangkutan kereta api dari satu negara ke negara

lainnya (misalnya di Eropa), eksportir memperoleh tanda

terima yang dinamakan Consignment note (surat angkutan

kereta api). Dokumen ini mencantumkan nama stasiun

pemberangkatan, tujuan, nama eksportir dan alamat yang

dituju, kemudian dicap dengan nama perusahaan kereta

api yang bersangkutan. Barang-barang akan diserahkan

pada Consignee setelah adanya permohonan yang

bersangkutan dan dibuktikan oleh pejabat-pejabat

perusahaan kereta api di tempat tujuan.

b. Invoice atau Faktur :


Invoice atau faktur penjualan ini sangat penting karena

merupakan dokumen resmi dari penjualan yang menguraikan

barang-barang apa saja yang tercantum dalam Invoice

tersebut yang sesuai dengan L/C yang bersangkutan. Invoice

atau faktur dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu:

i. Profoma Invoice:

Profoma Invoice ini menyatakan syarat-syarat jual beli dan

bersangkutan menyetujui pesanan tersebut maka akan ada

kontrak antara pembeli dengan penjual sesuai dengan yang

ditetapkan dalam Proforma Invoice.

ii. Commercial Invoice

Nota perincian tentang keterangan barang-barang yang

dijual, dan harga dari barang-barang tersebut. Commercial

Invoice dari penjual (eksportir) ini ditujukan kepada pembeli

(importir) yang nama dan alamatnya sesuai dengan yang

tercantum dalam L/C dan ditandatangani oleh pihak yang

berhak menandatangani.

iii. Consular Invoice

Invoice yang dikeluarkan oleh instansi resmi, yakni kedutaan

(konsulat), ditandatangani oleh Konsul Dagang dari negara

pembeli yang berdomisili di negara penjual.

c. Dokumen Asuransi:

i. Insurance Policy:
Polis Asuransi ini menyatakan bukti kontrak asuransi atas

barang-barang yang akan diongkut dengan kapal dan si

tertanggung yang membayar premi.

ii. Insurance Certificate:

Merupakan surat keterangan yang menjelaskan terhadap

barang-barang tertentu telah dilakukan penutupan

asuransinya dalam bentuk Open policy. Open policy ini

diperlukan untuk pengapalan-pengapalan dalam jumlah

yang tidak terbatas. Setiap kali yang bersangkutan

mengapalkan barang, ia akan memberitahukan

perusahaan asuransi dan membayar preminya.

iii. Cover Note .

Merupakan sebuah pemberitahuan yang digunakan

sebagai “permulaan alai bukti" dari perusahaan asuransi

yang menyatakan bahwa sebuah asuransi telah ditutup

sementara menunggu polis atau sertifikat asuransi

dikeluarkan.

d. Draft (wesel)

Fungsi wesel sama dengan dokumen-dokumen lain yang

dipersyaratkan dalam perjanjian. Apabila suatu L/C, telah

disyaratkan disertai dengan wesel, maka seorang penjual akan

menerima pembayaran setelah menyerahkan dokumen-

dokumen disertai dengan wesel.


2. Dokumen Tambahan atau dokumen yarg diperlukan:

a. Certificate of Origin, yaitu Surat keterangan asal barang, yang

dibuat oleh Kamar Dagang di negara penjual dengan tujuan

untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di

dalam sertifikat itu dijelaskan bahwa barang tersebut benar-

benar hasil produksi dari negara penandatangan sertifikat

tersebut, sehingga secara tidak langsung sertifikat itu

merupakan suatu jaminan atas kualitas barang tersebut.

b. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya,

dibuat oleh perusahaan yang mengepak barang-barang

tersebut.

c. Weight List (certificate of weight), yaitu daftar

timbangan/beratnya barang-barang di pelabuhan pemuatan.

d. Dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan

jenis barang ekspor yang dilakukan.

B.6. Pelaksanaan Pembayaran melalui L/C

Pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh Bank adalah atas dasar

kuasa yang diberikan kepada Bank pembayar oleh Issuing Bank, maka

Bank pemberi kuasa harus bertanggung jawab untuk mengganti

pembayaran tersebut kepada Bank penerima kuasa yang disebut

dalam kredit advis.


Pelaksanaan pembayaran tersebut dapat dilakukan melalui cara:28

1. Pembayaran Tunai

Pihak eksportir akan menyerahkan dokumen-dokumen yang

diminta dalam L/C kepada, Bank pembayar untuk memperoleh

pembayaran atas barang yang dikapalkan. Setelah Bank

melakukan pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi

sernua, syarat yang telah ditentukan, maka Bank pembayar akan

membayar kepada pihak eksportir dan kemudian mengirimkan

dokumen-dokumen tersebut kepada bank pembuka. Atas

pembayaran yang telah dilakukan itu Bank pembayar akan

memperoleh pembayaran kernbali dari Bank pembuka, menurut

cara yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pelaksanaan

pembayaran dengan tunai ini pelaksanaannya ada yang

menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek

kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel

2. Pembayaran bertangguh

Jika penyerahan dokumen telah sesuai dengan syarat L/C, eksportir

akan menerima Surat pernyataan tertulis dari Bank yang akan

melakukan pembayaran pada tanggal jatuh tempo. Namun

dimungkinkan eksportir dapat meminta pembayaran sebelum jatuh

tempo dari Bank pembayar. Penyelesaian pembayaran

bertangguh ini tidak menggunakan wesel. Pembayaran yang

28
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 53
dilakukan pada waktu jatuh tempo atau sebelumnya, Bank

pembayar akan tetap menerima pembayaran kembali dari Issuing

Bank menurut cara yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Akseptasi

Pada penyelesaian pembayaran dengan akseptasi ini

dilaksanakan dengan menggunakan wesel berjangka. Penjual

diwajibkan untuk menyerahkan dokumen-dokumen yang

disyaratkan disertai dengan wesel yang ditarik pada Bank yang

disebutkan dalam L/C dengan jangka yang telah ditetapkan.

Setelah dokumen-dokumen diperiksa dan telah memenuhi syarat

L/C, Bank kemudian meng-aksep wesel dan mengembalikannya

kepada Penjual. Bank memberikan akseptasi tersebut karena telah

mendapat kuasa dari pihak Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa

Bank telah menyatakan sanggup membayar nilai wesel pada

waktu jatuh tempo. Atas pembayaran yang telah dilakukan,

Accepting Bank akan memperoleh penggantian pembayaran dari

Bank pernbuka seperti yang telah diperjanjikan.

4. Negosiasi

Untuk memperoleh barang yang telah dikapalkan, pihak Penjual

menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumen-

dokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang

ditarik dari pembeli atau yang disebutkan dalam L/C yang

bersangkutan. Setelah Bank melakukan perneriksaan dokumen dan


diketahui bahwa dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi

yang ditetapkan dalam L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil

alih (menegosiasi) wesel itu atas dasar kuasa dari pihak Bank

pembuka, sedang penggantian pembayaran akan diperoleh

menurut perjanjian yang telah saling disepakati.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG BILL OF LADING

C.1. Pengertian Dan Pengaturan Bill Of Lading

Bill of Lading merupakan dokumen pengangkutan barang

dengan kapal laut. Bill of Lading (B/L) lebih dikenal dengan nama

'konosemen' yaitu dokumen pengapalan yang sangat penting karena

mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of Lading ini

menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui

laut.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku II Bab V. A, tentang

Pengangkutan Barang di dalam Pasal 506 memberikan pengertian Bill

of Lading:

Konosemen adalah suatu Surat yang bertanggal, dalam mana si


pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-
barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan
tertentu dan menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang
ditunjuk beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan
akan terjadi.

C.2. Syarat Sah Bill of Lading


Untuk sahnya suatu Bill of Lading harus dipenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:29

a. B/L harus dikeluarkan oleh seorang pengangkut dan

ditandatangani;

b. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia telah menerima

sejumlah barang;

c. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia akan mengangkut

barang-barang yang diterimanya dan sesuai dengan syarat-syarat

penyerahannya akan diserahkan ditempat tujuan;

d. Memuat syarat-syarat penyerahannya.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise

for Documentary Credit (UCP) no 500 tahun 1993, pasal 32, pada sistem

pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima.

Ketentuan mengenai dokumen pengangkutan laut yang dapat

diterima bank diatur dalam UCP 500 pasal 23 sampai dengan pasal 26.

Pasal 23 mengatur mengenai Marine /Ocean Bill of Lading; pasal 24

mengatur mengenai Sea Way Bill of Lading yang tidak dapat

dinegosiasikan; pasal 25 mengatur mengenai Charter party Bill of

Lading; pasal 26 mengenai dokumen angkutan multimodal.

Ciri Bill of Lading yang dapat diterima bank berdasarkan pasal 23 UCP

500 adalah:

29
Ibid halaman 62
Marine Ocean Bill of Lading

a. Kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading yang mencakup

suatu pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to port

shipment), kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank

harus menerima suatu dokumen, apapun namanya, yang:

i. Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (carrier) dan

ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh:

ƒ Pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas

nama pengangkut yang bersangkutan, atau

ƒ Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama

nahkoda yang bersangkutan

Tiap tanda tangan atau pembuktian keaslian dari

pengangkut (carrier) atau nahkoda harus diberi tanda

sebagai pengangkut (carrier) atau nahkoda. Agen yang

menandatangani atau membuktikan keaslian untuk

kepentingan perusahaan pengangkut atau nahkoda juga

harus menunjukkan nama dan jabatan pihak tersebut, misal

pengangkut (carrier) atau nahkoda, atas nama siapa agen

tersebut bertindak.

ii. Menunjukkan bahwa barang-barang sudah dimuat di atas

kapal, atau dikapalkan dengan menggunakan kapal yang

sudah ditentukan.
Pemuatan di atas kapal atau pengapalan dengan suatu kapal

yang ditentukan boleh diberi tanda dengan kata-kata yang

tercetak pada Bill of Lading bahwa barang–barang tersebut

sudah dimuat di atas kapal yang sudah ditentukan, dalam

mana tanggal penerbitan Bill of Lading tersebut akan dianggap

sebagai tanggal pemuatan di atas kapal, dan tanggal

pengapalan.

iii. Menunjukkan pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang

ditentukan dalam kredit, meskipun dokumen:

a. Menunjukkan suatu tempat penerimaan yang berbeda dari

pelabuhan muat dan atau suatu tempat tujuan akhir

berbeda dari pelabuhan bongkar, dan atau

b. Memiliki tanda "intended' atau kualifikasi yang serupa

sehubungan dengan pelabuhan muat dan atau pelabuhan

bongkar, sepanjang dokumen tersebut juga menyebutkan

pelabuhan--pelabuhan muat dan atau bongkar yang

disebutkan dalam kredit tersebut.

iv. Terdiri dari hanya asli Bill of Lading, atau bila diterbitkan lebih dari

satu asli, seberkas lengkap sebagaimana diterbitkan.

v. Nyata memiliki semua persyaratan dan kondisi pengangkutan,

atau beberapa dari persyaratan dan kondisi tersebut menunjuk

kepada suatu sumber atau dokumen selain Bill of lading (short

form/blank back Bill of Lading) dan bank-bank tidak akan

memeriksa isi persyaratan dan kondisi tersebut


vi. Tidak memiliki petunjuk bahwa dokumen tersebut tunduk pada

charter party dan atau tidak ada petunjuk bahwa kapal

pengangkut dijalankan dengan layar saja

vii. Dalam segala hat memenuhi ketentuan-ketentuan dalam kredit.

C.3. Fungsi Bill of Lading

Konosemen atau Bill of Lading mempunyat beberapa fungsi, yakni:30

a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke

pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading.

b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper

(pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee

(penerima barang/Importir).

c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang

tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau

perjanjian pembayaran uang tambang bila uang, tambang dibayar

di pelabuhan tujuan (freight payble at destination)

d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bill of Lading adalah

pemilik barang yang disebutkan didalamnya.

Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan

oleh pengirim muatan atau wakilnya kepada

pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan

atau kerusakan pada barang muatan.

30
Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) halaman
22
C.4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading

Konosemen atau Bill of Lading dapat berbentuk:

1. Konosemen Atas nama, dengan mana nama si penerima disebut

dengan jelas dalam. Cara penyerahan konosemennya adalah

dengan Cessie

2. Konosemen atas pengganti, konosemen ini dapat diperalihkan dan

juga cukup aman. Cara penyerahan konosemennya dengan

endossemet.

3. Konosemen atas tunjuk, konosemen ini mengandung risiko yang

besar sekali karena penyerahan hak atas konosemen itu hanya

terjadi dari tangan ketangan saja, sehingga kemungkinan iatuh

ketangan orang yang tidak berhak adalah lebih besar.

Mengacu pada UCP No. 500 tahun 1993 pasal 32, B/L terbagi dua

jenis, yaitu apabila dilihat dari segi fisik barang

1. Foul B/L / Dirty R/L atau Unclean B/L

Jenis B/L yang mengandung catatan tentang kerusakan barang

atau cacat barang, Seperti yang terkandung dalam pasal 32

ayat b tersebut, maka bank akan menolak jenis B/L ini kecuali

ada surat pernyataan/jaminan dari pemilik barang atau pihak

shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak melakukan peng-

klaim-an. Bank akan menolak dokumen pengangkutan yang

memuat klausul atau catatan yang menyatakan secara jelas

kondisi barang dan/atau kemasan yang cacat kecuali kredit


secara jelas menyatakan bahwa klausul atau catatan dimaksud

dapat diterima.

2. Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih

Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan fisik

barang yang diangkut oleh perusahaan pelayaran yang

mengeluarkan B/L tersebut.

Secara umum jenis jenis Bill of Lading dapat diuraikan sebagai

berikut:31

1. Negotiable B/L (OriginaL B/L) dan Non Negotiable B/L

Negotiable B/L adalah B/L yang dapat digunakan sebagai

dokumen berharga untuk pencairan L/C atau dapat

diperjualbelikan., Sebagai lawan negotiable B/L ini kita

mengenal Non Negotiable B/L yaitu copy B/L yang tidak dapat

dipergunakan untuk pencairan L/C.

2. On Board B/L dan Receipt B/L

On Board B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut

sebagai tanda terima barang di mana barangnya sudah

diterima di atas kapal pengangkut. Sedangkan Receipt B/L

adalah B/L yang diterbitkan pengangkut, namun barang

belum diterima di atas dek kapal.

31 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.cit halaman 162


3. Foul B/L atau Dirty B/L / Unclean B/L,

Jenis B/L yang mengandung catatan atau kerusakan barang

atau cacat barang. Seperti terkandung dalam pasal 32 ayat b,

maka bank akan menolak jcnis B/L ini, kecuali ada surat

pernyataan/jaminan dari pcmilik barang atau pihak shipper

untuk memberikan jamman untuk tidak melakukan peng-klaim-

an dikemudian hari, surat pernyataan tersebut dikenal dengan

Letter of Indemnity. Bila pihak bank menerima jenis Clean B/L

disertai dengan Letter of Indemnity, maka pihak bank

mengetahui bahwa keadaan barang yang akan diangkut oleh

maskapai pelayaran tersebut terdapat catatan tentang

keadaan fisik baring, namun ketentuan dalam artikel/pasal

tersebut memungkinkan bank menerima dokumen tersebut.

Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih.

Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan

fisik barang yang telah diangkut oleh perusahaan pelayaran

yang mengeluarkan B/L tersebut.

4. Long form and Short Form

Long form B/L merupakan B/L yang mencantumkan syarat-

syarat pengangkutan pada halaman belakangnya. yang

merupakan sumber acuan. Jika, terjadi perselisihan antara

pengirim dan pengangkut. Syarat-syarat itu diterapkan secara

sepihak oleh perusahaan pelayaran. Sebaliknya Short Form B/L


tidak mencantumkan syarat-syarat pengangkutan tersebut. jika

terjadi perselisihan maka hukum di mana perusahaan

pelayaran berdomisili yang dipakai.

5. Combined Transport B/L ( Multimodal B/L); Single Modal B/L

Multimodal B/L adalah jenis B/L yang menggunakan lebih dari

satu macam alat transportasi dengan B/L yang sama. Alat

angkutan tersebut dapat berupa alat transportasi udara, laut

dan darat. Sedangkan Single B/L, hanya menggunakan satu

alat angkut saja.

6. Express B/L

Express B/L adalah B/L yang dikirim melalui faxcimile, dan untuk

itu B/L yang asli tidak perlu diserahkan.

7. Stale B-L

Stale B/L merupakan B/L yang sudah "basi" karena B/L tersebut

datangnya terlambat dan kapal pengangkut telah datang

terlebih dulu. Hal seperti ini biasanya terjadi untuk jarak

pengangkutan yang dekat. Lazimnya B/L dianggap "basi" jika

dijauhkan ke bank lebih dari 21 hari dihitung dari tanggal

pengeluaran B/L tersebut. Tujuannya adalah untuk melindungi

importir dari biaya-biaya yang tidak perlu karena kelambatan

penyelesaian pabean, sebagai akibatnya terlambatnya

importir menerima dokumen pengapalan.

8. Switch B/L
Switch B/L merupakan B/L, yang diganti. Hal seperti ini biasanya

terjadi dalam Back to Back L/C, dimana perantara/trader tidak

ingin pembeli mengetahui alamat penjual, sehingga nama

shipper diganti dengan nama trader dalam B/L nya.

9. Thrid Party B/L

Dalam jenis B/L ini nama shipper yang tercantum dalam L/C

adalah nama shipper lain. Misalnya karena eksportir awal tidak

sanggup mengirimkan barang, sehingga diambil alih oleh

shipper lain. Syarat penggunaan B/L jenis ini adalah jika L/C

membolehkannya, kalau tidak diatur maka tidak boleh

dipergunakan.

10. Ocean B/L dan House B/L

Ocean B/L adalah B/L, yang diterbitkan oleh perusahaan

pelayaran, sedangkan House B/L adalah B/L yang diterbitkan

oleh forwarding company.

11. Chartered B/L

Chartered B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pihak yang

mencharter kapal.

C.5. Para Pihak dalam Bill of Lading 32

32 Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1tik Beluk Kredit Berdokumen
dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 ) halaman 138
a. Shipper (pengirim/eksportir);

Salah satu kewajiban eksportir adalah mempersiapkan barang

menjadi siap ekspor dan mengirimkannya kepada pembeli/importir.

Untuk itu, eksportir harus mengurus dan mengadakan kontrak -

pengangkutan dalam rangka menyampaikan barang ekspor kepada

importir.

b. Carrier (perusahaan pelayaran)

Dalam perdagangan internasional sebagian barang ekspor dan

impor diangkut melalui laut, karena itu jasa pelayaran memegang

peranan yang sangat menentukan.

c. Cosignee (penerima barang/importir).

Dalam hal Letter of Credit, importir akan menerima barangnya setelah

shipping documents diterima.

C.6. Tanggung jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam Letter of Credit

Eksportir bertanggung jawab melengkapi dokumen-dokumen

yang disepakati dalam Letter of Credit termasuk di dalamnya Bill of

Lading. Dokumen-dokumen, yang harus diserahkan oleh eksportir

termasuk didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat

kredit. Dimana kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung

jawab eksportir sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of

Lading harus mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam

Letter of Credit.
Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C

dapat dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti

eksportir tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah

dikirimkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan eksportir terhadap B/L

adalah penanggalan yang terdapat pada B/L. Dalam Article 22a UCP

revisi 1993 disebutkan bahwa L/C harus menetapkan tanggal jatuh

tempo penyerahan dokumen untuk pembayaran, akseptasi atas

negosiasi. Sedang dalam Pasal 22b selanjutnya disebutkan bahwa

dokumen harus diserahkan pada atau sebelum tanggal jatuh tempo dari

L/C tersebut.

Apabila L/C tidak menetapkan tanggal penyerahan dokumen,

maka Bank akan menolak dokumen yang diserahkan melebihi dari 21

hari setelah tanggal Bill of Lading. Hal ini tercantum dalam Article 43a

UCP Revisi 1993. Dengan demikian tanggal suatu konosemen sangat

penting karena tanggal itulah yang menunjukkan atau menentukan

kapan dokumen tersebut diterbitkan, kapan dokumen tersebut jatuh

tempo, dan kapan dokumen tersebut harus diserahkan.

Bill of Lading dalam cara pembayaran Letter of Credit diatur

dalam Uniform Customs and Practise.for Documentary Credits (UCP) no

500 tahun 1993, kecuali apabila masing-masing pihak mengatur lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading:33

33
Amir, MS. Op.cit. halaman 83
1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen sah yang

lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang

ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran yang

merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di

bagian bawah konosumen di atas tanda tangan.

2. Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus seuai dengan

persayaratan kredit.

3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan

tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti

faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya.

4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau

setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang

terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan

lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian

barang dalam kredit atau dokumen lainnya.

5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit.

6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara

tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atu

pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau

unclean.

C.7. Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit


Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang

menggunakan yang menggunakan cara pembayaran L/C terdapat

penggolongan penyimpangan yaitu: 34

a. Penyimpangan atas syarat-syarat L/C

Penyimpangan atas syarat-syarat L/C antara lain: tidak lengkapnya

dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan

yang lain tidak konsisten, melampaui batas akhir tanggal

pengapalan, L/C sudah melampaui waktu yang sudah ditentukan

(expired).

b. Penyimpangan yang bersumber pada dokumen yang belum

sempurna. Bentuk penyimpangan-penyimpangan atas dokumen

tersebut dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu:

1. Penyimpangan yang sifatnya dapat diperbaiki (Correctable

Discrepancies)

Correctable Discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan

yang disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan

dimungkinkan bagi eksportir untuk memperbaiki dokumen yang

menggalami penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti

ini disebut dengan minor discrepancies.

2. Penyimpangan yang sifatnya tidak dapat diperbaiki

(Uncorrectable Discrepancies)

34
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996 halaman 211
Uncorrectable discrepancies adalah penyimpangan-

penyimpangan yang dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki

langsung oleh eksportir. Penyimpangan-penyimpangan ini

dinamakan major discrepancies.

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam

rangka pemecahan suatu permasalahan. Dalam suatu penelitian diperlukan

suatu metode yang tepat agar dapat menganalisa masalah secara akurat

sekaligus memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu

penelitian sebagai sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara

sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui penelitian tersebut diadakan

analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.35

Soerjono Soekanto mengemukakan peranan metodologi dalam suatu

penelitian adalah :36

1. Menambah kemampuan pada ilmuwan untuk mengadakan atau

35 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan Singkat, (
Jakarta : Rajawali Pers, 2003 ), halaman 1

36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ), halaman 7
melaksanakan Penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap.

2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang

belum diketahui.

3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian

interdisipliner.

4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan dan mengintregasikan

pengetahuan tentang masyarakat.

Fungsi penelitian di sini adalah untuk mencarikan penjelasan dan juga

jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini permasalahan

yang diteliti adalah mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Perjanjian

Jual Beli Dengan Menggunakan L/C (Letter Of Credit) Pada CV. Golden Teak

Garden Semarang”

Sehubungan dengan peranan dan fungsi metode dalam penelitian

ilmiah, Soerjono Soekanto dalam bukunya "Pengantar Penelitian Hukum",

menyatakan:

“Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara


seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-
lingkungan yang dihadapinya".37

37
Ibid, halaman 6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan bagian

yang harus untuk memberikan nilai pada penelitian ilmiah.

Langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan penelitian

guna menyusun tesis ini, yaitu sebagai berikut :

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan

untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder

terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian

terhadap data primer di lapangan.38

Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dan akan

dikumpulkan dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak

yang akan diteliti.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka

sebagai dasar menganalisa. Dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya

data sekunder dapat dibedakan menjadi:39

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat. Adapun yang digunakan sebagai bahan hukum

primer yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini

antara lain:

38
Soerjono Soekanto,Sri Mamudji,Op.cit, halaman 52
39
Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 ), halaman 64
1. Buku III KUH Perdata tentang Perikatan.

2. Buku 11 bab V A KUHD tentang Pengangkutan Barang

3. Undang-undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan

Sistem Nilai Tukar Devisa.

4. PP No. 24 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Devisa.

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

No.146/MPP/KEP/IV/1999 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

6. The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer, misalnya: hasil karya ilmiah para

sarjana, hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan primer dan bahan sekunder. Misalnya: kamus,

ensiklopedia.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analitis, yaitu cara atau prosedur memecahkan masalah penelitian,

dengan cara memaparkan keadaan obyek yang diteliti sebagaimana

adanya berdasarkan fakta-fakta pada saat sekarang.40 Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis ini bertujuan agar hasil penelitian yang diperoleh,

dapat memberikan gambaran mengenai tanggung jawab eksportir dengan

40
H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, ( Yogyakarta :
Gajahmada University Press, 1992 ) hal.42
cara pembayaran Letter of Credit serta memperoleh gambaran mengenai

hambatan–hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran

Letter of Credit.

C. Populasi Dan Metode Sampling

Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh

gejala atau kejadian atau seluruh unit yang diteliti.

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan (eksportir) yang

melakukan transaksi perdagangan luar negeri khususnya yang

menggunakan cara pembayaran Letter of Credit.

Populasi biasanya sangat besar dan luas maka tidak mungkin untuk

meneliti seluruh populasi sehingga cukup diambil sebagaian saja untuk diteliti

sebagai sample. Untuk itu penulis mengambil sample yang mewakili populasi

yaitu CV. Golden Teak Garden Semarang.

Metode sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

non random-purposive sampling, yaitu penarikan sampel dilakukan dengan

cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu.

Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel

sebagai berikut:41

1. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang

merupakan ciri-ciri utama dari populasi.

41
Ronny,Hanitijo Soemitro, Op.cit, halaman 64
2. Obyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan

obyek yang paling banyak mengandung ciri-cirinya yang terdapat pada

populasi.

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi

pendahuluan.

Penulis mengambil sampel yang mewakili yaitu CV. Golden Teak Garden

Semarang, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Merupakan badan hukum yang melaksanakan kegiatan ekspor impor

2. Merupakan badan hukum yang menyelenggarakan transaksi ekspor

impor menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit.

3. Merupakan badan hukum yang menggunakan Bill of Lading dalam cara

pembayaran Letter of Credit.

4. Merupakan badan hukum yang memberikan kemudahan dalam

memberi ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menunjang keberhasilan dan efektifitas penelitian, penulis

memerlukan data-data yang bersumber pada keadaan di lapangan

ataupun sumber lain dengan pemisahan secara garis besar antara data

primer dan data sekunder.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan:

1. Data Primer

Interview atau wawancara


Yaitu dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin, artinya

dengan melakukan tanya jawab langsung kepada responden, kemudian

diadakan pencatatan terhadap hasil tanya jawab tersebut.

Observasi langsung

Yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada

obyek penelitian.

2. Data sekunder, diperoleh dengan cara :

Melakukan penelitian perpustakaan untuk mendapatkan landasan

teoritis berupa pendapat atau tulisan para ahli dan pihak yang

berwenang untuk memperoleh informasi baik dalam ketentuan-

ketentuan formal atau naskah-naskah resmi misalnya peraturan

perundang-undangan.

E. Metode Analisis Data

Data-data yang diperoleh dikumpulkan untuk ketnudian dianalisa

untuk mendapatkan penjelasan atas masalah yang akan dibahas. Dalam

penyusunan skripsi ini data yang, diperoleh dianalisis dengan menggunakan

metode kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang

dinyatakan oleh responder secara tertulis maupun lisan, digambarkan dan

selanjutnya dianalisa. Dari hasil tersebut disusun secara sistematis dalam

bentuk laporan peneliti tesis.

F. Metode Penyajian Data


Data disajikan dalam bentuk yang sistematis untuk mencapai

kejelasan masalah yang dibahas, kemudian data yang disajilkan dalam

bentuk sistematis tersebut akan dianalisa dan dituangkan dalam bentuk

tesis.42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

CV. Golden Teak Garden berlokasi di Jl. Puri Executive A1/31 Puri

Anjasmoro Semarang, didirikan pada tahun 1996. Hasil produksi dari

perusahaan ini telah berhasil menembus pasar dunia seperti Eropa, Timur

Tengah, Amerika Serikat dan Asia. Sejak didirikan perusahaan ini memang

berorientasi ekspor. Agar ticlak kalah bersaing dipasar dunia, maka CV.

Golden Teak Garden berusaha menghasilkan produk dengan mutu tinggi.

42 H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, ( Jakarta : Gunung Agung, 1985
), halaman 18
Supaya produk yang diproduksi lebih dikenal dalam dunia internasional

maka CV. Golden Teak Garden mengikuti pameran-pameran baik yang

diselenggarakan di Jakarta maupun di. negara lain seperti di Singapore,

Dubai, Jerman, Perancis.

CV. Golden Teak Garden adalah suatu perusahaan yang bergerak

dibidang industri mebel kayu, seperti meja, kursi, lemari, style yang dihasilkan

adalah antique repro.

CV. Golden Teak Garden adalah salah satu eksportir yang

menggunakan Letter of Credit untuk cara pembayaran dalam transaksi

ekspor yang dilakukan. Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini

dianggap mempunyai keunggulan, yaitu:

1. Memberi rasa aman bagi CV. Golden Teak Garden sendiri, mendapatkan

kepastian akan pembayaran barang ekspor setelah adanya penyerahan

dokumendokumen yang sesuai dengan syarat-syarat L/C.

2. Sedangkan bagi importir akan mendapatkan kepastian akan

penerimaan barang yang telah dibelinya.

3. Risiko yang harus diliadapi oleh kedua belah pihak berkurang dengan

peranan Bank yang terlebih dahulu memeriksa dokumen-dokumen

dalam LC dan bank akan menolak dokumen-dokumen yang tidak sesuai

dengan persyaratan L/C.

4. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan yang

harus dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang dari L/C yang

tersedia.
Namun demikian, LC juga mempunyaj kelemahan-kelemahan

disamping kelebihan-kelebihan yang dirasakan sangat bermanfaat bagi

eksportir maupun importir. Kelemahan tersebut antara lain:

1. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama.

2. Besamya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir dalam

kaitannya dengan jasa Bank, yaitui: biaya komisi, biaya bunga, biaya

telex, biaya akseptasi.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden

dalam pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang

berkaitan dengan Bill of Lading, menurut Chandra Wicaksono Direktur CV

Golden Teak Garden terjadinya discrepancies atau penyimpangan

dokumen seringkali menghambat dan menyita waktu. Namun apabila CV.

Golden Teak Garden dapat memenuhi semua ketentuan dalam L/C

maupun B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang

menghambat. Begitu juga dengan terbatasnya staff yang ada di CV.

Golden Teak Garden terutama staff bagian L/C, kurangnya tenaga kerja

tersebut terkadang menjadi hambatan.

Prosedur yang harus dilalui oleh CV. Golden Teak Garden dapat

dijelaskan dengan skema prosedur sebagai berikut :43

43 Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) halaman 6


EKSPORTIR / IMPORTIR /
1
BENEFICIARY APPLICANT

5
2
4
7

ADVINSING BANK
3 ISSUING BANK
NEGOTIATING BANK
6 OPENING BANK
PAYING BANK

Sumber : Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Negeri halaman 6.

Keterangan :

1. Eksportir dan Importir mengadakan kontrak jual beli (sales contract).

Dalam Sales Contract dicantumkan cara pembayaran yang digunakan.

2. Apabila menggunakan L/C maka importir - importir akan meminta bank

devisanya untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana

yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah


yang disepakati dalam sales contract. Bank devisa yang diminta

eksportir membuka L/C itu disebut Opening Bank. Opening Bank inilah

yang bertanggung jawab melakukan pembayaran atas L/C kepada

eksportir penerima L/C. Importir yang meminta pembukaan L/C disebut

applicant.

3. Opening Bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan

importir melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di

negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat, teleks,

faksimile, atau media elektronik lainnya yang sah. Penegasan

pembukaan L/C dalam bentuk tertulis itu disebut L/C Confirmation yang

diteruskan oleh Opening Bank kepada bank korespondennya untuk

disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut dalam surat

itu. Bank koresponden yang diminta Opening Bank untuk menyampaikan

amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank.

4. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C yang

diterimanya dari Opening Bank meneruskan amanat pembukaan L/C itu

kepada eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari

advising bank. Surat pengantar itu disebut L/C advis, sedangkan eksportir

penerima L/C disebut Beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta

tertulis oleh Opening Bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C

tersebut maka Advising Bank juga disebut Confirming Bank.

5. Eksportir setelah menerima L/C Confirmation kemudian mempersiapkan

barang untuk diekspor, melakukan pemesanan ruang/tempat kepada

perusahaan pelayaran (shipping company) yang kapalnya akan


berangkat ke pelabuhan tujuan yang dimaksud dalam Sales Contract

serta sesuai dengan waktu pengapalan (shippment date) yang

disepakati dalam sales contract. Eksportir kemudian mengurus formalitas

ekspor seperti mengisi pemberitahuan ekspor barang, membayar Pajak

Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising Bank, mengurus izin

muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di pelabuhan muat. Setelah

semua formalitas ekspor selesai, eksportir menyerahkan barang kepada

perusahaan pelayaran (shipping company) untuk dimuat pada waktu

yang disepakati.

• Shipping company setelah selesai melakukan pemuatan barang ke

atas kapal, menyerahkan bukti penerimaan barang, bukti kontrak

angkutan, dan bukti pemilikan barang dalam bentuk Bill of Lading

atau transport document lainnya kepada eksportir yang dalam

pengangkutan ini disebut shipper.

• Shipping company selanjutnya bertanggung jawab mengangkut

muatan itu sampai ke pelabuhan tujuan, serta menyerahkannya

dengan selamat dan utuh kepada penerima barang yang disebut

dalam B/L di pelabuhan tujuan (destination port) yang juga disebut

dalam B/L itu.

6. Eksportir setelah menerima Bill of Lading dari perusahaan pelayaran,

menyiapkan semua dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam

Letter of credit seperti faktur/invoice, packing list/daftar pengepakan,

wesel/draft serta surat pengantar negosiasi dokumen secara lengkap

dan cermat. Semua dokumen pengapalan itu diserahkan eksportir


kepada negotiating bank yang ditentukan dalam L/C untuk

memperoleh pembayaran. Negotiating bank meneliti dengan seksama

semua dokumen pengapalan yang diminta dalam syarat - syarat L/C.

Bila semuanya cocok baik jumlah, jenis, maupun uraian sebagaimana

yang dituntut oleh L/C, maka negotiating bank akan membayarkan

jumlah yang ditagih oleh eksportir dari dana L/C yang tersedia.

Formalitas ekspor seperti mengisi pemberitahuan ekspor barang,

membayar Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising

Bank, mengurus izin muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di

pelabuhan muat. Setelah semua formalitas ekspor selesai, eksportir

menyerahkan barang kepada perusahaan pelayaran (shipping

company) untuk dimuat pada waktu yang disepakati.

7. Negotiating Bank meneruskan dokumen pengapalan yang sudah

dilunasi itu kepada Opening Bank yang membuka L/C bersangkutan

sebagai penagihan kembali dari uang yang sudah dibayarkan oleh

negotiating bank tersebut kepada eksportir. Opening Bank memeriksa

dengan seksama semua dokumen pengapalan itu dan bila ternyata

sesuai dengan syarat - syarat yang dibuka maka Opening Bank

kemudian melunasi uang yang sudah dibayarkan oleh Negotiating Bank.

Pembayaran pelunasan kembali ini disebut reimbursement. Opening

bank selanjutnya memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan

itu kepada importir. Importir akan mengambil dokumen pengapalan itu

dari opening bank dan menyelesaikan pelunasan dokumen pengapalan

tersebut dengan opening bank yang bersangkutan. Setelah itu Opening


Bank akan menyerahkan seluruh dokumen pengapalan itu kepada

importir untuk dipergunakan menerima barang yang bersangkutan dari

perusahaan pelayaran dan Bea cukai setempat.

Pemuatan barang ekspor ke atas sarana pengangkut dilaksanakan

setelah mendapat persetujuan muat dari Pejabat Bea dan Cukai. Dan telah

diteliti baik berupa penelitian dokumen maupun penelitian fisik, dalam hal

tertentu diadakan pemeriksaan fisik terhadap barang ekspor yang :44

a. Berdasarkan petunjuk kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi

pelanggaran ketentuan di bidang ekspor ;

b. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak terdapat petunjuk

kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan

di bidang perpajakan dalam kaitannya dengan restitusi PPN dan PPn BM

; atau ;

c. Akan dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean (re-impor)

Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kawasan Pabean, Gudang

eksportir, atau tempat lain yang digunakan eksportir untuk menyimpan

barang ekspor. Sehingga dengan adanya PEB yang dikeluarkan oleh

Pejabat Bea dan Cukai memberikan jaminan bahwa barang yang diekspor

adalah barang yang diminta oleh importir.

Salah satu hal pokok yang perlu diperhatikan oleh eksportir dalam

pelaksanaan transaksi ekspor impor adalah penyiapan dokumen sesuai

dengan apa yang dipersyaratkan dalam Letter of Credit. Penyiapan

44
http://www. beacukai.go.id
dokumen ini sangat penting karena Bank membayar atas dokumen yang

diserahkan oleh eksportir yang telah sesuai dengan L/C. Dan pembayaran

oleh bank dengan menggunakan L/C dilakukan bukan atas barangnya

melainkan berdasarkan dokumen.

CV. Golden Teak Garden menyiapkan dokumen - dokumen yang

diisyaratkan dalam L/C atas dasar L/C yang dibuka oleh sebuah bank untuk

keperluan importir. Dokumen - dokumen yang diserahkan CV. Golden Teak

Garden kepada Bank untuk dinegosiasikan, yaitu :45

1. Full set clean on board Bill of Lading

2. Commercial Invoice

3. Dan dokumen tambahan yang diminta oleh importir, misalkan Cerificate

of Origin, Certificate of Fumigation, Packing List.

Dokumen Bill of Lading (B/L) merupakan dokumen pengapalan yang

paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Asli B/L

menunjukkan hak pemilikan atas barang - barang dan tanpa B/L tersebut

seseorang atau orang lain yang ditunjuk tidak dapat menerima barang -

barang yang disebutkan di dalam B / L yang bersangkutan. B / L yang

dikeluarkan oleh pihak pengangkut berfungsi sebagai bukti tanda

pengiriman barang, bukti kontrak pengangkutan, dan penyerahan barang,

dan sebagai bukti atau pemilikan barang. Dengan Bill of Lading ini importir

dapat mengeluarkan barang impor miliknya. Sehingga eksportir maupun

45
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
bank harus lebih memperhatikan B/L sehingga tidak ada discrepancies yang

akan merugikan eksportir. Hal - hal yang harus diperhatikan terhadap B/L :46

1. Bill of Lading (B/L) yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen

asli yang lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah B/L asli yang

ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran merupakan satu

perangkat dokumen lengkap selalu diterangkan dibagian bawah B/L di

atas tanda tangan.

2. Pelabuhan muat (Port of Loading) dan pelabuhan bongkar (Port Of

Destination) harus sesuai dengan persyaratan kredit.

3. Nama pihak pengangkut, pengirim dan penerima barang harus sesuai

dengan yang tercantum dalam L/C.

4. Tanda - tanda pengapalan dan nomor - nomornya harus sesuai dengan

tanda pengapalan dan nomor - nomor dalam dokumen lainnya seperti

invoice, dokumen asuransi, dan sebagainya.

5. Sifat dari B/L adalah Clean. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada

B/L yang secara tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang -

barang atau pengepakan yang menandakan bahwa dokumen itu

adalah Foul and Unclean.

6. Harus mencantumkan nama shipper atau agennya.

7. B/L tidak boleh kadaluwarsa. B/L harus disampaikan dalam waktu

tertentu setelah tanggal penerbitannya, seperti yang ditentukan dalam

L/C. Apabi!a waktu tersebut tidak disebutkan dalam L/C, bank akan

46
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
menolak dokumen yang disampaikan kepadanya lewat dari 21 hari, dari

tanggal pengeluaran B/L.

8. Segala perubahan atau penggantian pada B/L harus ditandatangani

oleh penandatangan B/L.

9. Uraian barang - barang pada B/L tidak boleh berlawanan dengan yang

terdapat di L/C.

10. Bukti bahwa barang - barang telah dimuat di atas kapal (on board). On

board pada B/L haruslah diberi tanggal dan ditandatangani oleh

pejabat perusahaan pelayaran atau agennya. Apabila B/L

mencantumkan tanggal pengapalan terakhir (latest shippment date)

11. Dalam C&F atau C. I. F harus tercantum kata – kata : freight prepaid.

Dalam hal F. O. B atau F. A. S harus tercantum kata - kata : freight to be

paid at destination atau freight collect.

CV. Golden Teak Garden selaku eksportir akan menerima langsung

pembayaran dari Bank Pembayar/Bank yang menegoiser L/C apabila

dokumen yang telah diserahkan dinyatakan memenuhi syarat - syarat L/C

termasuk didalamya dokumen B/L. Sementara bank akan memungut

pembayaran kembali (reimbursement) dari Bank Pembuka L/C (importir).

Apabila Bank yang menegoisasi L/C dalam pemeriksaan dokumen

menemukan adanya penyimpangan yang tidak sesuai dengan syarat L/C

dan kondisi L/C, maka kemungkinan dapat terjadi non payment

(pembayaran tidak dilakukan). Dokumen yang tidak sesuai dengan syarat

L/C dinyatakan /penyimpangan dokumen.


Penggolongan penyimpangan dokumen dibagi dalam 2 jenis, yaitu

penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat diperbaiki (Correctable

discrepancies), dan yang sifatnya tidak bisa diperbaiki (uncorrectable

discrepancies) Dalam penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat

diperbaiki sepanjang jangka waktu berakhimya (expiry date) L/C masih

memungkinkan, maka dokumen masih bisa untuk diperbaiki oleh eksportir.47

Sedangkan penyimpangan dokumen yang tidak bisa diperbaiki

merupakan penyimpangan - penyimpangan yang dianggap besar dan

tidak bisa diperbaiki langsung oleh eksportir tanpa adanya persetujuan dari

Issuing Bank dan importir sendiri.

Penyimpangan dokumen dalam prakteknya terbagi dalam dua

bentuk, yaitu penyimpangan-penyimpangan dokumen yang bersumber

pada dokumen yang belum sempurna dan penyimpangan atas syarat -

syarat L/C.

Penyimpangan atas syarat - syarat L/C antara lain : tidak lengkapnya

dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan yang

lain tidak konsisten, melampaui batas akhir tanggal pengapalan, L/C sudah

melampaui waktu yang sudah ditentukan (expired). Sedangkan

penyimpangan dokumen yang bersumber pada dokumen yang belum

sempurna, meliputi : lembar - lembar dokumen yang diharuskan tidak

lengkap, adanya kesalahan ketik atau kesalahan serta yang diterima, tidak

sempurnanya dokumen karena tidak dicantumkan tanggal, stempel, atau

47
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996) halaman 211
tanda tangan pada dokumen yang bersangkutan, isi dokumen tidak sesuai

dengan kredit advis.

Dan hasil penelitian diketahui bentuk-bentuk penyimpangan

dokumen yang dialami CV. Golden Teak Garden dalam transaksi ekspor

impor dengan cara pembayaran L/C adalah sebagai berikut :48

1. Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diisyaratkan

dalam L/C (termasuk penyimpangan dokumen - dokumen yang

bersumber pada dokumen yang belum sempurna)

• Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diketahui pada

saat Advising Bank/Negotiating Bank melakukan pemeriksaan

terhadap dokumen dan diketahui ada penyimpangan terhadap

dokumen yang diserahkan. Mengingat penyimpangan dokumen

yang terjadi berupa penyimpangan yang bersifat masih bisa

diperbaiki, dalam hal ini CV. Golden Teak Garden masih bisa

memperbaiki.

• Kesalahan penulisan dalam dokumen yang diisyaratkan dalam L/C ini

disebabkan karena adanya kesalahan pengetikan terhadap

dokumen-dokumen yang telah diserahkan tersebut. Hal ini bisa terjadi

mengingat dokumen-dokumen yang diminta oleh importir tidak sedikit

sedangkan tenaga kerja CV. Golden Teak Garden yang mengurusi

bagian ekspor impor sangat terbatas.

• Langkah - langkah yang diambil kemudian oleh CV. Golden Teak

48
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
Garden setelah adanya pemberitahuan mengenai kesalahan

penulisan dokumen tersebut adalah memperbaiki dokumen -

dokumen yang mengalami kesalahan penulisan tersebut dan

menyerahkan kembali kepada Advising Bank/Negotiating Bank untuk

diteliti ulang (sepanjang dokumen yang mengalami penyimpangan

tersebut bersifat correctable)

2. Pengiriman barang yang melebihi batas waktu pengapalan (latest

shipment dan jumlah dollar / amount) yang melebihi L/C (penyimpangan

atas syarat L/C)

• Untuk penyimpangan dokumen seperti ini, CV. Golden Teak Garden

tidak bisa begitu saja memperbaikinya seperti terhadap

penyimpangan dokumen yang belum sempurna. Dalam hal terjadi

penyimpangan seperti ini maka Negotiating Bank dengan persetujuan

CV. Golden Teak Garden akan mengirim berita dengan teletransmisi

kepada Issuing Bank dan menunjukkan adanya penyimpangan -

penyimpangan serta meminta persetujuan untuk membayar atau

mengalihkan dokumen - dokumen tersebut.

• Apabila Issuing Bank bisa menerima penyimpangan - penyimpangan

yang ada maka Negotiating Bank akan menyarankan kepada CV.

Golden Teak Garden untuk menghubungi importir untuk penyelesaian

atau mengadakan penyesuaian - penyesuaian.

• Penyimpangan dokumen yang berupa pengiriman barang yang

melebihi batas waktu pengapalan hal ini dapat terjadi karena

adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak Garden


sehingga pengiriman barang menjadi terlambat.

• Penyebab dari adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak

Garden ini disebabkan oleh faktor - faktor sebagai berikut :

ƒ Keterbatasan tenaga kerja dalam pengerjaan barang - barang

ekspor sedangkan permintaan pasar terkadang bersamaan.

ƒ Permintaan dari importir secara berkala yang sebelumnya telah

melakukan transaksi dengan CV. Golden Teak Garden

menyebabkan permintaan melebihi kemampuan untuk

memproduksi.

ƒ Waktu yang diberikan oleh importir terlalu sempit sehingga

kurangnya waktu dalam mengerjakan barang ekspor dan jangka

waktu pengapalan barang terlalu singkat.

• Upaya yang dilakukan oleh CV. Golden Teak Garden agar

pengiriman barang - barang yang dipesan tidak melampaui batas

waktu pengapalan adalah dengan permintaan amandement

(perubahan) atas L/C. Permintaan perubahan atas L/C ini dilakukan

agar importir menerima penyimpangan dalam dokumen yang akan

diterima oleh Issuing Bank.

• Sedangkan dalam penyimpangan dokumen di CV. Golden Teak

Garden berupa jumlah dollar / amount dalam hal ini terjadi karena

jumlah dollar dalam invoice dengan yang tertera dalam L/C tidak

sesuai. Hal ini disebabkan karena komoditi yang diekspor oleh CV.

Golden Teak Garden adalah mebel, mengingat perhitungan volume

barang sering tidak akurat bila diaplikasikan ke dalam kontainer. Hal


demikianlah yang menyebabkan adanya keterangan yang berbeda

dalam L/C yang mencantumkan amount seperti yang ditulis oleh

importir dengan jumlah amount dalam invoice yang diserahkan oleh

CV. Golden Teak Garden

• Barang yang dikirim rusak atau tidak sesuai dengan permintaan

importir yang tercantum dalam B/L maka importir dapat mengajukan

klaim atau pemberitahuan kepada eksportir. Mengingat komoditi

yang diekspor adalah mebel dan pengangkutan yang digunakan

melalui laut sehingga barang dapat mengalami kerusakan. Apabila

terjadi penyimpangan B/L, CV. Golden Teak Garden sebagai eksportir

bertanggung jawab. Bentuk pertanggungjawabannya berupa

pemberian diskon kepada importir atau penggantian barang ekspor.

Oleh karena itu, dalam menyiapkan dokumen dibutuhkan ketelitian

dan kewaspadaan, dan harus benar - benar sesuai persyaratan L/C.

Penyimpangan dokumen (discrepancies) dalam transaksi ekspor

impor dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam praktek transaksi

ekspor - impor yang menggunakan cara pembayaran L/C di CV. Golden

Teak Garden penyimpangan dokumen yang terjadi disebabkan oleh faktor-

faktor :49

a. Kekurangtelitian staff pegawai sehingga menyebabkan kesalahan

pengetikan dalam dokumen - dokumen yang disyaratkan dalam L/C.

b. Keterbatasan waktu yang diberikan oleh importir dalam pengiriman

49
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
barang yang mengakibatkan pengiriman barang melampaui batas

waktu pengapalan (latest shipment)

c. Sifat dari barang ekspor (mebel) yang terkadang menyebabkan jumlah

(amount) yang tertulis dalam invoice tidak sesuai dengan jumlah amount

yang ada di L/C.

d. Karena adanya prinsip dagang yang tidak jujur yang dilakukan importir.

B. PEMBAHASAN

Transaksi ekspor impor yang menggunakan cara pembayaran

dengan L / C mekanisme yang biasa ditempuh oleh pihak - pihak yang

bertransaksi adalah sebagai berikut :50

1. Pembeli dan penjual mengadakan perjanjian jual beli atas suatu barang

(komoditi) tertentu. Perjanjian ini lazim disebut dengan istilah Sales

Contract.

2. Pembeli memberi instruksi untuk membuka L / C kepada Bank relasinya

(Issuing Bank) untuk kepentingan pihak penjual (eksportir, Beneficiary).

Apabila Bank menyetujui pembukaan ini, maka Bank akan

mengeluarkan kredit advis.

3. Kredit Advis ini dikirim oleh Issuing Bank kepada Advising Bank ;

4. Advising Bank mengirimkan kredit advis tersebut kepada penjual.

5. Setelah penjual dapat menerima syarat - syarat L/C yang tercantum

50
Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri (
Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 49
dalam kredit advis, maka penjual segera menyiapkan barang - barang,

menghubungi, pihak asuransi, mengurus izin pemuatan dari bea cukai,

menghubungi maskapai pelayaran untuk mengangkut barang yang

dikirim.

6. Penjual menyerahkan dokumen pengapalan beserta dokumen -

dokumen lain yang diisyaratkan kepada Advising Bank atau bank lain

yang disebut dalam L/C dengan pembayaran, akseptasi atau

negosiasi.

7. Dokumen diperiksa oleh Bank. Apabila telah sesuai dengan syarat -

syarat L/C yang ditetapkan, Bank kemudian melakukan pembayaran,

mengaksep atau menegosiasi atas dasar L/C tersebut. Pembayaran

yang dilakukan oleh Bank melalui :

a. Pembayaran Tunai

Dalam pembayaran tunai, eksportir akan menyerahkan dokumen

yang diminta dalam L/C kepada Pank pembayar untuk memperoleh

pembayaran atas barang yang dikapalkan. Setelah Bank melakukan

pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi semua syarat

yang ditentukan, maka Bank pembayar akan membayar kepada

pihak eksportir dan kemudian mengirimkan dokumen tersebut kepada

Bank pembuka. Atas pembayaran yang telah dilakukan itu Bank

pembayar akan memperoleh pembayaran kembali dari Bank

pembuka menurut Cara yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Pelaksanaan pembayaran dengan tunai ini pelaksanaannya ada


yang menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek

kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel.

b. Akseptasi

Cara pembayaran dengan akseptasi harus dilengkapi dokumen-

dokumen dan pembayaran ini dilaksanakan dengan wesel berjangka.

Dalam Cara ini setelah eksportir menyerahkan dokumen-dokumen

yang disertai wesel tersebut kepada Bank, kemudian Bank akan

mengaksep wesel dan mengembalikan kepada eksportir. Bank

memberikan akseptasi tersebut karena telah mendapat kuasa dari

Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa Bank telah menyatakan

sanggup untuk membayar nilai wesel tersebut pada waktu jatuh

tempo. Atas pembayaran yang dilakukan, accepting Bank akan

memperoleh penggantian pembayaran dari Bank pembuka seperti

yang telah diperjanjikan.

c. Negoisasi.

Cara pembayaran dengan negoisasi, harus dilengkapi dengan

dokumendokumen yang disertai dengan wesel. Setelah eksportir

menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumen-

dokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang

ditarik dari pembeli atau disebutkan dalam L/C yang bersangkutan.

Setelah Bank melakukan pemeriksaan dokumen dan diketahui bahwa

dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam

L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil alih (menegoisasi wesel itu
atas dasar kuasa dari pihak Bank pembuka. Kemudian mengirimkan

dokumen-dokumen beserta wesel kepada Bank Pembuka, sedang

penggantian pembayaran akan diperoleh menurut perjanjian yang

telah disepakati.

8. Advising Bank mengirinikan dokumen kepada Issuing Bank.

9. Issuing Bank memeriksa dokumen. Apabila telah sesuai dan memenuhi

persyaratan dalam L/C, selanjutnya me-reimburse (mengganti biaya)

menurut cara yang telah disetujui sebelumnya kepada Advising Bank

atau bank lain yang telah melakukan pembayaran, akseptasi atau

negoisasi atas dasar L/C tersebut.

10. Dokumen diserahkan kepada pihak pembeli dan selanjutnya pembeli

akan membayar sesuai dengan perjanjian kepada Issuing bank.

Dokumen yang diterima pembeli kemudian digunakan untuk mengambil

barang-barang yang telah dikirim oleh penjual.

Transaksi perdagangan luar negeri dengan menggunakan cara

pembayaran dengan L/C ini di awali dengan Sales Contract. Kedudukan

Sales Contract dalam pembayaran L/C im adalah menjadi dasar hukum

antara kedua beleh pihak (eksportir dengan importir). Di dalam suatu Sales

Contract dicantumkan segala sesuatu yang diperjanjikan mengenai syarat

perjanjian, cara pembayaran, dokumen yang harus disertakan, cara

pelaksaman penyerahan barang, tempat penyerahan barang, serta hal -

hal yang dianggap penting. Sales Contract atau perjanjian jual beli harus

mencantumkan cara pembayaran yang akan dilakukan dengan cara kredit

atau tunai, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan


pula dengan atau tanpa Letter Of Credit. Transaksi ekpor impor merupakan

suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu

antara satu orang atau lebih yang masing masing pihak bertempat tinggal

pada suatu negara yang berlainan. Sarana pengangkutan yang digunakan

adalah melalui darat, laut, udara. Dan cara penyerahan barang disertai

syarat-syarat tertentu, juga tempat penyerahannya sudah ditentukan. Dalam

KUHPerdata secara khusus memang tidak diatur mengenai Ekspor impor ini

tetapi secara umum ketentuan Bab V buku ke III tetap berlaku bagi

perdagangan ekspor impor di Indonesia.

Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian maka

perjanjian jual beli tunduk pada hukum perjanjian pada umumnya yang

diatur dalam :

1. Pasal 1313 KUHPerdata mengenai batasan perjanjian, yaitu:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang


atau lebih yang mengikatkan dirinya terhedap satu orang lain atau
lebih.”

2. Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam

Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan

empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu


4. Suatu sebab, yang hal.

3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu:

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-


undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli secara

umum, di mana disebutkan jual beli adalah :

Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan


mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda,
sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga
benda sebagai yang telah diperjanjikan.

Mengingat L/C merupakan salah satu pembayaran transaksi

perdagangan Luar Negeri, maka secara umum prinsip-prinsip yang terdapat

dalam KUHPerdata mengenai jual beli dapat berlaku di dalamnya.

L/C sebagai salah satu cara pembayaran dalam transaksi ekspor

impor merupakan cara pembayaran yang dianggap paling aman, baik bagi

eksportir maupun importir. Bagi eksportir adanya kepastian akan

pembayaran barang-barang yang telah dikirimkan sedangkan bagi importir

adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah dibelinya.

Pengertian L/C menurut UCP No. 500 tahun 1993 tercantum dalam

Pasal 2 adalah sebagai berikut :


...Setiap perjanjian, apapun namanya atau maksudnya di mana
suatu bank (Issuing Bank) bertindak atas permintaan dan instruksi
seorang nasabah (applicant) atau atas namanya sendiri melakukan
pembayaran kepada pihak ketiga (beneficiary) atau ordernya
(orang yang ditunjuk oleh pihak ketiga), atau mengaksep dan
membayar wesel-wesel yang ditarik oleh beneficiary,...

Keunggulan penggunaan L/C:51

1. L/C menjadi jembatan bagi eksportir maupun importir yang terpisah oleh

negara dan apabila belum saling kenal dengan baik. L/C akan

memudahkan pelunasan pembayaran, mengamankan dana yang

disediakan importir dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan,

serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait.

2. Eksportir dapat menggantungkan kepercayaan pada L/C karena

pembayaran terjamin. Pada jenis tertentu seperti Sight L/C pembayaran

dapat segera diterima yang berarti eksportir memperoleh kredit tanpa

bunga. L/C juga dapat dijadikan jaminan Untuk memperoleh pinjaman.

3. Bagi importir dengan adanya L/C tersebut berarti dengan dana minimum

dapat mengimpor barang setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir

akan merasa aman karena bank akan menolak pembayaran kalau

semua persyaratan L/C belum terpenuhi.

Perlu diingat oleh eksportir maupun importir bahwa disamping L/C

mempunyai keuntungan atau kelebihan dibanding dengan cara

51
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional Ekspor Impor dan
Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 29
pembayaran lain tetapi L/C juga mempunyai kelemahan. Kelemahan

tersebut antara lain:

a. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama.

b. Besarnya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir

dalam kaitannya dengan jasa Bank (biaya komisi, biaya bunga,

biaya telex, biaya akseptasi)

Penyimpangan Dokumen/Discrepancies

Bank mempunyai kewajiban untuk memeriksa dokumen-dokumen

tersebut apakah telah sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam L/C

dalam hal ini. Mengingat Bank adalah sebagai pihak perantara yang

menyediakan jasanya dalam penanganan dan pengolahan dokumen-

dokumen tersebut.

Di dalam peraturan yang mengatur tentang L/C yaitu UCP Revision, ICC

Publication No.500, 1993, pada dasarnya tidak diadakan perbedaan antara

kedua discrepancies tersebut. Baik pada minor discrepancies maupun pada

major discrepancies, pihak Bank berhak untuk menolak pembayaran atas

dokumendokumen yang menyimpang, karena pihak Bank tidak mau

menanggung risiko apapun. Berdasarkan Pasal 4 UCP No.500 tahun 1993

disebutkan bahwa dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan

berurusan dengan dokumendokumen, dan bukan dengan barang-barang,

Jasa-Jasa dan atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen-


dokumen yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 13(a) UCP No.500 tahun

1993 disebutkan :

Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit


dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara
nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.

Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit harus

dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional sebagaimana

diatur dalam UCP No.500 Tahun 1993. Dokumen-dokumen yang secara nyata

tidak sesuai dengan yang lainnya akan dianggap sebagai tidak sesuai dengan

persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan.

Pasal 15 UCP No 500, menyebutkan bahwa:

"Bank-bank tidak berkewajiban atau bertanggung jawab atas bentuk,


kesempurnaan, ketetapan keaslian, pemalsuan atau akibat hukum dari
dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan/atau khusus yang disebutkan
dalam dokumen atau yang ditambahkan dan di dalamnya; Bank juga tidak
berkewajiban atau bertanggung jawab atas uraian, jumlah, berat, mute,
kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang-barang yang
tercantum dalam dokumen, atau atas itikad baik atau tindakan-tindakan
dan/atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency),
pelaksanaan atau bonafiditas si pengirim, pengangkut, forwarder, si penerima
atau si penjamin dari barang-barang, atau orang lain siapapun.

Berdasarkan artikel tersebut, Bank mempunyai dasar hukum yang lebih

kuat untuk menolak dokumen-dokumen yang dianggap tidak memenuhi syarat

sehubungan dengan adanya penyimpangan. Oleh karena dokumen yang

harus diserahkan eksportir harus sesuai dengan ketentuan dan syarat yang

disebutkan dalam L/C beserta perubahannya, maka Bank akan segera meneliti
kelengkapan dan kebenaran formal dari dokumen tersebut dan sesegera

mungkin menghubungi eksportir untuk membicarakan hal-hal yang dianggap

kurang, sehingga pada waktu pengapalan barang tidak mengalami kesulitan

yang berarti. Pemeriksaan dokumen memerlukan ketelitian dan kecermatan

yang baik oleh Bank. Sebab kekurangtelitian dan ketidakcermatan Bank dalam

meneliti dokumen ini akan mengakibatkan kerugian baik oleh eksportir maupun

importir.

Pemeniksaan dokumen oleh Bank bertujuan untuk mencari kesesuaian

antara dokumen-dokumen yang diminta dalam L/C sebagai dasar adanya

pembayaran transaksi. Dalam pemeriksaan dokumen, yang menjadi acuan

bank adalah UCP No.500 tahun 1993, Surat Keputusan dan Surat Edaran dari

Bank Indonesia yang berlaku dan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh bank

yang bersangkutan. 52

Disamping diperlukan ketelitian Bank, dalam pemeriksaan dokumen juga

diperlukan kecermatan eksportir sendiri dalam mempersiapkan dokumen -

dokumennya. Karena dokumen yang tidak sesuai dengan L/C akan merugikan

eksportir sendiri. Apabila Bank menemukan adanya ketidaksesuaian antara

dokumen eksportir dengan L/C. Adanya ketidaksesuaian inilah yang disebut

dengan penyimpangan dokumen, (discrepancies).53

Pada waktu pembukaan L/C, importir menentukan dokumen-dokumen

yang diminta dimana Bank pembuka harus meneliti apakah syarat-syarat

52
Hasil wawancara dengan Chandra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang
53
Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 205 - 208
penentuan dokumen tersebut mungkin dipenuhi oleh eksportir. Kemudian

setelah sampai kepada Bank yang mengadvis L/C tersebut kepada eksportir

juga diteliti kemungkinan - kemungkinan pelaksanaan persyaratan L/C tersebut

apakah dapat dipenuhi atau bertentangan dengan peraturan-peraturan

setempat. Dalam hal eksportir tidak sanggup memenuhi persyaratan, L/C yang

dibuka dapat mintakan Amendments (perubahan-perubahan syarat L/C).

Perubahan-perubahan yang diinginkan atas sebuah L/C yang dibuka baru

dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan dari pihak-pihak yang

bersangkutan. Perubahan-perubahan L/C yang dilakukan secara dini akan

banyak membantu transaksi ekpor impor dan menghindari terjadinya

discrepancies.

Penyebab adanya penyimpangan dokumen di dalam prakteknya

sangat kompleks sekali, antara lain :54

1. Mendesaknya penjualan yang harus dilakukan dengan segera, karena akan

merebut pasar;

2. Banyaknya peraturan yang berlaku serta sering terjadinya perubahan

terhadap peraturan tersebut;

3. Banyaknya instansi yang turut menangani suatu transaksi ekspor impor;

4. Banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu produksi, menyebabkan

masalah menjadi cukup kompleks.

Penyimpangan dokumen dalam transaksi ekspor impor akan

menimbulkan pengaruh terhadap kelangsungan transaksi tersebut. Dampak

54
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 89
dari adanya penyimpangan dokumen ini adalah eksportir tidak akan

mendapatkan pembayaran (non-payment) disamping importir yang tidak akan

menerima barang yang dipesannya (non-delivery)

Transaksi ekspor impor dengan menggunakan cara pembayaran L/C,

Bank adalah pihak perantara yang menyediakan jasanya untuk pengolahan

dokumen sebagai dasar pembayaran kepada eksportir. Sedangkan

pembayaran itu sendiri akan dilakukan oleh Bank apabila dokumen-dokumen

tersebut telah sesuai dengan L/C artinya tidak diketemukan adannya

penyimpangan dokumen oleh Bank, perlu diingat bahwa pembayaran yang

dilakukan Bank ini bukan atas dasar penyerahan barang melainkan

berdasarkan dokumen.

Apabila penyimpangan dokumen terjadi, pihak Bank biasanya akan

memberikan pelayanan maksimal bagi nasabahnya, sehingga Bank akan

mempertimbangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu yang cukup fleksibel

untuk membantu eksportir sebagai nasabahnya. 55

Hal penting yang perlu diperhatikan apabila terjadi penyimpangan

dokumen ini adalah petugas Bank yang menegoiser tidak bisa langsung

menyetujuinya tanpa adanya ijin dari importir walaupun penyimpangan

tersebut dianggap kecil. Oleh karena itu perlu kiranya diperhatikan oleh petugas

55
Hasil wawancara dengan Chandra Witjaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang
Bank hal–hal yang harus dinyatakan kepada importir importir tersebut, antara

lain: 56

1. Apakah importir dapat menerima adanya penyimpangan-penyimpangan

tersebut;

2. Apakah Bank akan meneruskan transaksi tersebut sampai selesai dengan

syarat syarat tertentu;

3. Apakah dokumen-dokumen dengan penyimpangan-penyimpangan yang

ada diperbaiki terlebih dahuiu,

4. Apakah eksportir harus segera diberitahu akan penyimpangan yang ada,

dan lain sebagainya.

Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang menggunakan

cara pembayaran L/C terdapat penggolongan penyimpangan yaitu :

1. penyimpangan atas syarat-syarat L/C

2. penyimpangan yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna.

Sekiranya Bank yang bersangkutan masih mempanyai banyak waktu

(waktu jatuh tempo masih panjang), maka bank yang bersangkutan akan

menghubungi beneficiary dan meminta agar kekurangan-kekurangannya

dapat dilengkapi, diperbaiki, serta disesuaikan dengan syarat L/C. Setiap koreksi

tersebut, harus dibubuhi Stempel koreksi serta paraf dari pihak yang berwenang.

56 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)


halaman 208
Bentuk penyimpangan-penyimpangan atas dokumen tersebut dapat

digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: 57

1. penyimpangan yang sifatnya dapat diperbaiki, (Correciable Discrepancies)

Correctable Discrepancies adalah penyimpangan - penyimpangan yang

disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan dimungkinkan

bagi eksportir untuk memperbaiki dokumen yang mengalami

penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti ini disebut dengan

minor discrepancies.

2. Penyimpangan yang sifatnya tidak dapat diperbaiki (Uncorrectable

Discrepancies)

Uncorrectable discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan yang

dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki langsung oleh eksportir.

penyimpangan-penyimpangan ini dinamakan major discrepancies.

Kerugian-kerugian lain yang akan muncul lagi adalah apabila terjadi

penyimpangan dokumen dalam transaksi ini. Akibat yang timbul apabila

terjadi penyimpangan dokumen ini adalah tidak dilakukannya pembayaran

(non-payment) kepada eksportir disamping tidak diterimanya barang oleh

importir (non-delivery).

Kerugian yang akan diderita oleh eksportir akibat tidak dilakukannya

pembayaran ini adalah:

57 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)


halaman 211
a. Kerugian biaya produksi

b. Biaya pengurusan dokumen

c. Biaya polis

d. Biaya pengangkutan, dan

e. Biaya lain yang mungkin timbul

Salah satu dokumen yang penting dalam transaksi ekspor impor adalah

dokumen pengangkutan yaitu Bill of Lading. Karena dengan adanya B/L ini

importir dapat mengeluarkan barang-barang impor dari pelabuhan. Pihak-pihak

yang tercantum dalam B/L:

Shipper : pengirim/beneficiary

Consignee : kepada siapa barang ditujukan, atau diberitahukan

tentang

tibanya barang

Carrier : pengangkutan/perusahaan pelayaran.

Konosemen atau Bill of Lading mempunyai beberapa fungsi, yakni :58

a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke

pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading.

b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper

(pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee

(penerima barang/importir).

58
Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 )
halaman 22
c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang

tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau perjanjian

pembayaran uang tambang bila uang tambang dibayar di

pelabuhan tujuan (freight payble at destination).

d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bil of Lading adalah

pemilik barang yang disebutkan didalamnya.

Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan

oleh pengirim muatan atau wakilnya kepada

pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan

atau kerusakan pada barang muatan.

Bil of Lading,biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri

rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut:59

a. (satu) lembar untuk shipper.

b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II Bab V,A, tentang

Pengangkutan Barang di dalam pasal 506 memberikan pengertian Bill of

Lading:

Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana si


pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-barang
tersebut untukdiangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan
menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang ditunjuk beserta
dengan klausula-klausula apa penyerahan akan terjadi.

59
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
Tanggal penerbitan B/L atau on board sangat penting, antara lain untuk:60

1. Menunjukkan apakah barang-barang telah dikapalkan pada waktunya

bilaman dalam L/C ditetapkan satu tanggal terakhir pengapalan

barang-barang (latest shipment date).

2. Memenuhi syarat bahwa dokumen-dokumen harus diajukan untuk

memperoleh pembayaran, akseptasi atau negosiasi sebagaiman syarat-

syarat L/C, yakni dalam batas 21 hari dari tanggal penerbitan B/L, kecuali

L/C menetapkan jangka waktu lain.

3. Menentukan penerimaan dari dokumen asuransi yang kecuali

dinyatakan lain dalam L/C atau kecuali dengan jelas dinyatakan bahwa

cover note (penutup asuransi) tersebut berlaku selambat-lambatnya

sejak tanggal pengapalan, harus diberi tanggal tidak lewat dari tanggal

penerbitan B/L.

Bank dalam meneliti atau memeriksa B/L, mengacu pada ketentuan UCP

yaitu UCP No.500 tahun 1993, hal-hal yang ditentukan dalam L/C dan tidak

boleh menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku. Apabila

terdapat ketidaksesuaian maka B/L dianggap terdapat penyimpangan

atau discrepancies. Bill of Lading dalam sistem pembayaran Letter of credit

diatur dalam pasal 23 sampai dengan pasal 33 Uniform Customs and

Practise for Documentary Credits (UCP) no 500 tahun 1993, kecuali apabila

masing-masing pihak mengatur lain.

60
Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 66
Eksportir bertanggung jawab melengkapi dokumen-dokumen yang

disepakati dalam Letter of Credit termasuk didalamnya Bill of Lading.

Dokumen-dokumen yang harus diserahkan oleh eksportir termasuk

didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat kredit. Dimana

kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung jawab eksportir

sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of Lading harus

mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam Letter of Credit.

Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C dapat

dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir

tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah dikirimkan. Hal-hal

yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading: 61

1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen asli yang

lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang

ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran yang

merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di

bagian bawah konosumen di atas tanda tangan.

2. Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus sesuai dengan

persyaratan kredit.

3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan

tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti

faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya.

4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau

61
Amir, MS.Op.cit. halaman 83
setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang

terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan

lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian barang

dalam kredit atau dokumen lainnya.

5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit.

6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara

tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atau

pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau

unclean

Ketidaksesuaian Bill of lading dengan ketentuan-ketentuan dalam L/C

dinyatakan sebagai discrepancies. Dalam B/L, discrepancies yang terjadi yaitu

sebagai berikut :62

1. Charier party13/1,

2. Nama consignee tidak seperti yang disebutkan di dalam L/C

3. Nama pihak yang harus diberitahu setibanya barang (notify party) tidak

sesuai dengan L/C

4. Pelabuhan muat tidak sesuai dengan L/C

5. Pelabuhan tujuan tidak sesuai dengan L/C

6. rerjadi Transshipment sedangkan L/C melarang.

7. Keterangan mengenai barang tidak sesuai dengan L/C

8. B/L yang yang diajukan termasuk B/L kotor atau Unclean B/L

9. Tidak terdapat catatan On Board

62
Op.cit. halaman 209
10. Catatan on board tidak diberi tanggal dan tidak ditandatangani

11. Catatan on board bertanggal setelah tanggal pemuatan terakhir L/C

12. Tidak terdapat catatan Freight telah dibayar sebagaimana syarat L/C

13. Terdapat tanda/catatan barang disimpan/diangkut on deck

14. Pengapalan teriambat

15. B/L yang diserahkan tidak, full set

16. Syarat-syarat L/C lainnya tidak dipenuhi.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh eksportir dalam menanggulangi

adanya discrepancies antara lain: 63

1. Memperbaiki dokumen-dokumen L/C yang diperlukan supaya sesuai

dengan syarat-syarat L/C, apabila discrepancies tersebut correctable

(dapat diperbaiki).

2. Meminta amandment yang diperlukan atas L/C tersebut supaya sesuai

dengan dokumen yang disiapkan.

3. Meminta negotiating bank memperoleh kuasa importir untuk menerima

dokumen-dokumen sesuai yang diserahkan.

4. Eksportir dapat menyerahkan Letter of Indemnity yang menyatakan

perjanjian kerugian pada bank yang melakukan pembayaran atas

dokumen-dokumen yang berisi discrepancies yang diketahui.

5. Menyerahkan bank garansi dan meminta pembayaran langsung.

Pembayaran tersebut akan dibayarkan kembali oleh eksportir dengan

tambahan bunga apabila dokumen-dokumen kemudian ditolak bank

63
Roselyne Hutabarat,Op.cit, halaman 224
pembuka.

Akibat penyimpangan dokumen L/C :64

1. Pada penyimpangan ringan atau yang masih dapat diperbaiki, Bank dapat

melakukan.

a. Pembayaran dengan syarat

Bank mempunyai hak untuk menagih kembali jumlah yang telah

dibayarkan sekiranya pihak Issuing Bank menolak dokumen atas dasar

penyimpangan.

b. Pembayaran berdasarkan jaminan

Bank melakukan pembayaran kepada eksportir berdasarkan suatu

penandatanganan suatu surat jaminan (Letter of Guarantee) oleh

eksportir yang bersangkutan. Pada surat jaminan tersebut dicantumkan

segala sesuatu yang menyangkut penyimpangan-penyimpan dokumen

yang ada, serta memuat pernyataan pihak eksportir bahwa ia akan

membayar kembali dengan segera kepada Bank sejumlah uang yang

telah diterimanya, apabila ternyata kemudian dokumen tersebut ditolak

berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada.

2. Penyimpangan yang sifatnya dianggap berat atau tidak bisa diperbaiki.

a. Pembayaran diselesaikan atas dasar inkaso.

Apabila penyimpangan-penyimpangan dari dokumen dianggap berat

sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara under reserve atau against

guarantee, maka penyelesaian pembayaran dilakukan atas dasar inkaso

64
Etty Susilowati Suhardo,Op.cit, halaman 98-104
(on collection basis). Pihak Bank atas persetujuan eksportir akan mengurus

penagihan sebesar nilai dokumen melalui bank korespondennya diluar

negeri yang tidak bersedia melakukan pembayaran lebih dahulu kepada

eksportir tersebut.

b. Penolakan pembayaran atas wesel (Unpaid Bills)

Yang termasuk Unpaid Bills adalah wesel-wesel ekspor yang dinyatakan

tidak dapat dibayar oleh Issuing Bank/Paying Bank, karena

dokumen/wesel yang diterimanya tidak sesuai dengan persyaratan-

persyaratan yang tercantum dalam L/C yang dibuka. Penyimpangan

dokumen yang ada dinyatakan dengan tegas sehingga nampak jelas

sebagai suatu penyimpangan/discrepancies.

c. Tertundanya Pembayaran (Delay of Payment)

Keadaan yang menyebabkan penundaan pembayaran, juga

penundaan yang tidak dapat dihindarkan apabila sarana komunikasi ke

daerahdaerah yang terpencil kurang lancar shingga penyimpangan-

penyimpangan dokumen akan sangat terlambat sampai kepada yang

bersangkutan.

d. Wesel yang masih harus diselesaikan (settlement of draft)

Penyimpangan-penyimpangan dari persyaratan L/C di sini menyangkut

pembayaran wesel sesuai dengan tenor wesel yang ditentukan,

khususnya instruksi pembukaan L/C tentang pembayaran oleh Bank

terhadap wesel tersebut.


Eksportir dalam melaksanakan transaksi ekspor impor khususnya dalam

cara pembayaran Letter of Credit (L/C) mempunyai kewajiban dalam

penyiapan dokumen sesuai dengan persyaratan L/C. Penyiapan dokumen ini

sangat penting dan merupakan tanggung jawab eksportir, karena Bank

melakukan pembayaran berdasarkan dokumen. Untuk itu eksportir harus benar-

benar memperhatikan kesesuaian dokumen dengan L/C karena apabila

terdapat ketidaksesuaian maka dokumen-dokumen tersebut dinyatakan

menyimpang atau discrepancies. Namun dalam proses penyiapan dokumen

sering kali terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan keterbatasan

kemampuan eksportir atau kesalahan yang disebabkan kurang ketelitian

misalkan kesalahan dalam penulisan dokumen. Kesalahan yang kecil tersebut

cukup dijadikan dasar untuk menolak seluruh shipping documents.

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah

dan membetulkan semua kekeliruan itu dan eksportir dapat memberikan surat

jaminan Letter of Indemnity kepada Bank atas kemungkinan-kemungkinan

keberatan/claims yang akan diajukan oleh importir. Apabila penyimpangan

dianggap tidak dapat diperbaiki (uncorrectable) maka pembayaran dapat

dilakukan setelah importir menyatakan setuju atas penyimpangan yang dibuat

oleh eksportir.

Dokumen penting dalam L/C adalah Bill of Lading karena B/L adalah

bukti bahwa barang telah dikirimkan kepada importir. Namun dalam B/L sendiri

seringkali terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dianggap

discrepancies.
Berdasarkan basil penelitian, tanggung jawab eksportir terhadap Bill of

Lading adalah menyiapkan B/L sesuai dengan permintaan L/C dan apabila

terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam B/L yang dapat diperbaiki,

eksportir diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dalam hal penyimpangan

berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka importir dapat melakukan

klaim langsung kepada eksportir. Karena bila importir sudah mengeluarkan

barang dari pelabuhan maka bank sudah menyelesaikan tugasnya dan importir

telah melakukan pembayaran kepada bank. Sehingga importir dapat meminta

pertanggung jawaban kepada eksportir. Bentuk pertanggungjawaban dari

eksportir apabila terjadi penyimpangan terhadap B/L atau terhadap barang

menurut CV. Golden Teak Garden, adanya pemberian diskon bagi importir dan

bila importir masih menuntut maka akan diberikan penggantian barang. Hal ini

dilakukan agar eksportir tidak kehilangan pelanggankarena kelalaian yang

dilakukan. Namun demikian, penyimpangan tersebut tidak pernah terjadi pada

CV. Golden Teak Garden. Penyerahan barang kepada importir merupakan

tanggung jawab eksportir, dalam hal penyerahan barang dokumen yang

sangat penting adalah Bill of lading. Oleh karena itu eksportir harus lebih berhati-

hati dalam penyiapan Bill of Lading agar tidak terdapat permasalahan yang

mengakibatkan adanya tuntutan atau klaim dari importir.


BAB V

KESIMPULAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1.a. Transaki ekspor impor khususnya mengenai cara pembayaran dengan

L/C berpedoman pada UCP No. 500 Tahun 1993. Di Indonesia ketentuan

khusus yang mengatur mengenai L/C adalah Surat Edaran yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu Surat Edaran No. 26/34/ULN

tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur mengenai kebebasan bank

devisa tunduk pada UCP No.500 tahun 1993. Secara umum ketentuan

dalam Buku III Bab V KUH Perdata dan ketentuan-ketentuan dalam

KUHD tetap berlaku bagi transaksi ekspor impor.

1.b. Kewajiban eksportir sebagai perijual adalah menyerahkan barang

ekspor kepada importir sesuai perjanjian. Untuk itu, seorang eksportir

membutuhkan jasa pengangkut. Sarana angkutan laut adalah saran

pengiriman barang yang dianggap lebih mudah dan murah. Dokumen


yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut adalah Bill of

lading (B/L) yang dikeluarkan oleh pengangkut. Tanggung jawab

eksportir dalam cara pembayaran dengan Letter of Credit,

melampirkan dokumen B/L yang berfungsi berfungsi :

1) Bukti tanda pengiriman barang;

2) Bukti kontrak pengangkutan;

3) Bukti penyerahan barang;

4) Bukti pemilikan atau dokumen pemilikan barang.

Tanggung jawab eksportir terhadap dokumen B/L adalah menyiapkan

B/L sesuai dengan cara pembayaran L/C dan apabila terdapat

penyimpangan-penyimpangan dalam B/L yang dapat diperbaiki,

eksportir diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dalam hal

penyimpangan berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka

importir dapat melakukan klaim langsung kepada eksportir.

Penyerahan barang kepada importir merupakan tanggung jawab

eksportir. Dalam hal penyerahan barang dokumen yang sangat penting

adalah Bill of lading. B/L tersebut sebagai bukti bahwa eksportir telah

melaksanakan kewajibannya, yaitu menyerahkan barang untuk diangkut.

1.c. Hak eksportir adalah mendapatkan pembayaran atas barang yang

telah diekspornya. Eksportir akan mendapatkan hak tersebut apabila

telah memenuhi kewajibannya, yaitu menyerahkan barang kepada

importir. Dalam hal cara pembayaran menggunakan Letter of Credit,

eksportir akan mendapatkan pembayaran setelah dokumen-dokumen


yang disyaratkan telah terpenuhi, diantaranya dokumen Bill of Lading.

Penyiapan dokumen-dokumen terutama dokumen B/L sangat penting

karena Bank melakukan pembayaran berdasarkan dokumen yang telah

memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati dalam L/C.

Penyimpangan dari kondisi syarat kredit dapat dijadikan alasan Bank

untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir tidak menerima hak

pembayaran atas barang yang telah dikirimkannya.

2. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam

pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang

berkaitan dengan Bill of Lading, adalah apabila terjadi discrepancies

atau penyimpangan dokumen seringkali menghambat dan menyita

waktu. Discrepancies yang terjadi disebabkan antara lain oleh:

Kekurang telitian staff pegawai dalam membuat dokumen

menyebabkan kesalahan pengetikan dalam dokumen-dokumen yang

disyaratkan dalam L/C. Namun apabila CV. Golden Teak Garden dapat

memenuhi semua ketentuan dalam cara pembayaran L/C maupun

dokumen B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang

menghambat.

5.2. SARAN-SARAN

Setelah dilakukan penelitian tentang tanggung jawab eksportir terhadap

Letter Of Credit, maka penulis memberikan saran-saran agar dapat

dipergunakan;
1. Pelaksanaan pembayaran dengan L/C pada transaksi ekspor impor perlu

adanya peraturan yang bersifat fleksibel dan bersifat internasional

sehingga memberikan keuntungan bagi eksportir dan importir dan

mengurangi perbedaan atau tumpang tindih antara peraturan yang satu

dengan yang lain baik di tingkat nasional maupun internasional. Perlu

adanya sosialisasi terhadap peraturan yang baru oleh pemerintah agar

pelaksanaan ekspor impor dapat terlaksana dengan biaya murah dan

lancar.

2. Agar pembayaran dengan L/C ini dapat berjalan dengan lancar

sehingga dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi para pihak

diperlukan kesungguhan dari masing-masing pihak untuk

melaksanakannya, mulai dari sales contract hingga penyelesaian

pembayarannya. Kejujuran dan ketelitian masing-masjng pihak juga

diperlukan untuk mencegah agar tidak terjadi discrepancies atau

penyimpangan-penyimpangan, sehingga apa yang ditransaksikan

benar-benar sesuai dengan yang diperjanjikan dalam sales contract.

3. Kesulitan lain yang dihadapi eksportir dan importir adalah terlalu

banyaknya instansi yang harus terlibat dalam menangani suatu transaksi

ekspor impor. Sehingga penulis memandang perlu kiranya pemerintah

khususnya instansi yang berwenang untuk menyederhanakan proses

ekspor impor agar memudahkan penyelesaian proses ekspor impor

dalam satu atap tanpa mengurangi manfaat dan peraturan-peraturan

tersebut.

4. Eksportir harus lebih meningkatkan ketelitian dalam penyiapan Bill of


Lading agar tidak terdapat permasalahan yang mengakibatkan adanya

tuntutan atau klaim dan importir.

5. Eksportir diharapkan meningkatkan pengetahuan tentang ekspor impor

bagi tenaga kerjanya terutama staff bagian ekspor impor sehingga

mempermudah proses ekspor yang dilaksanakan. Salah satu cara untuk

meningkatkan pengetahuan tenaga kerja adalah dengan mengikuti

pelatihan-pelatihan ekspor impor yang sering diadakan.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes Moerjono, Melangkah Menuju Ekspor Suatu Petunjuk Praktis, 1993

Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun
IMPOR & EKSPOR. 1991

Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 )

Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ),

Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor, (Jakarta: Penerbit lPM, 2002),

C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian


2 (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001)

David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal.” Vol.17 Num
1, Summer 1984

Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam
Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 )

Eddie Renaldy, Istilah Perdagangan Internasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo


Persada, 2000 )

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen: Documentary


Credit Opening, (Yogyakarta: FEL UGM, 1980)

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional
Ekspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 )

Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Dalam Jual Beli


Perniagaan, ( Yogyakarta: Liberty,1991 )

H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,


(Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1992)

Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits?
Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3
H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, (Jakarta : Gunung Agung,
1985),

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persa a 2002 )

Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang:


Dahara Prize, 1992 )

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ),

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2003),

Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) 114

Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum


Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003 ),

Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 )

Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta:
Salemba empat, 2000 )

Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1uk Beluk Kredit


Berdokumen dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 )

Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ( Jakarta:


Pradnya Paramita, 1999 )

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-tuidang Hukum Dagarg dan Undang-


Undang Kepailitan, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1997 )

UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank,
570 F.2d 202

Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan


The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.146/MPP/KEP/IV/1999


tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

Surat Edaran BI No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993

www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn

www. beacukai.go.id/indonesia, 2003

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai