Anda di halaman 1dari 12

KESEHATAN DAERAH MILITER IV DIPONEGORO

RUMAH SAKIT TK III 04.06.03 DR. SOETARTO

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terapi intravena adalah pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infuse. Terapi
intravena melalui pemasangan infuse digunakam untuk mengobati berbagai
kondisi pasien di lingkungan perawatan rumah sakit. System terapi ini
menggunakan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif dan dapat
dilakukan secara kontinu. Beberapa masalah bisa timbul pada pemberian terapi
intravena melalui infuse karena diberikan secra terus menerus dan dalam jangka
waktu yang lama antara lain dapat timbul kontaminasai mikroba melalui titik
akses ke sirkulasi dalam periode tertentu (misalnya phlebitis). Phlebitis
merupakan inflamasi pada vena, yang ditandai dengan adanya daerah yang
merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena.

Banyak faktor yang telah dianggap terlibat dalam kejadian phlebitis,


antara lain: faktor internal (usia, status, nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi
penyakit pasien seperti DM, sepsis dan pasien kanker dalam pengobatan
kemoterapi) dan faktor eksternal (jenis infuse atau obat injeksi, aseptic
pemasangan, lama pemasangan dan lokasi pemasangan). Pada faktor bacterial
yang berkontribusi terhadap adanya phlebitis salah satunya adalah
aseptikperawatan infuse yang tidak baik. Aseptic perawatan infuse adalah
perawatan padapada tempat pemasangan infuse terhadap pasien yang
terpasang infuse. Faktor lain yang berkontribusi terhadap adanya phlebitis
adalah frekuensi penggatian balutan yang jarang dilakukan dapat mengakibatkan
kurangnya observasi pada lokasi pemasanga seghingga kurang perhatian pada
gejala awal dari phlebitis.
Kejadian phlebitis akibat pemasangan infuse dapat menimbulkan kerugian
bagi banyak pihak terutama pasien itu sendiri. Apalagi jika harus dipasang infuse
lagi yang dapat menimbulkan antara lain lama hari perawatan yang bertambah
panjang. Pearwatan atau hospitalisasi yang lam berdampak pada psikologis
pasien yang berakhir terjadinya distress hospitalisasi (gangguan adaptasi),
dengan adanya distress hospitalisasi bisa menurunkan system imun, yang
berakibat memperlambat proses penyembuhan. Selain hari pearawatan yang
bertambah panjang, penderitaan pun bertambah, rasa takut akan cidera tubuh
dan nyeri saat pemasangan infuse sering terjadi pada pasien, konsekuensi rasa
takut ini dapat sangat mendalam dimana pasien-pasien yang mengalami lebih
banyak rasa takutdan nyeri karna pengobatan cenderung menghindari
perawatan medis.

B. RUANG LINGKUP
Dari beberapa pendapat diatas, terjadinya infeksi disebabkan adanya
perana host , agent, environment, sehingga prinsip pencegahannya adalah
memutuskan mata rantai interaksi ketiga elemen tersebut. Salah satu pemutusan
rantai elemen tersebut dengan mengontrol interaksi yaitu dengan melakuakan
semua prosedur kerja dengan baik dan benar yang meliputi Standart
Operasional Prosedur (SPO) perawatan dan tindakan serta penggunaan alat
yang baik. Pendeteksian dan penilaian phlebitis bisa dilakukan dengan cara
melakukan observasi dan montoring tempat infuse serta aseptic perawatan
infuse. Observasi dan monitoring tempat infuse dilakukan setiap pergantian shift
kerja oleh keperawatan dan aseptic perawatan infuse dilakukan tiap 24 sampai
dengan 48 jam sekali guna melakukan pendeteksian dan penilaiann adanya
phlebitis akibat infeksi kuman, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan
diatasi secara dini. Mengingat semakin jarang observasi dan monitoring tempat
infuse serta aseptic perawatan infuse dilakukan, maka gejala awal phlebitis pun
tidak dapat diketahui lebih dini.
1. Konsep phlebitis
a. Pengertian phlebitis
Phlebitis adalah inflamasi pada vena atau peradangan pada
pembuluh darah vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik, yang mengakibatkan kerusakan pada endothelium dinding-
dinding pembuluh darah khususnya vena. Phlebitis merupakan inflamasi
pada vena, yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan
pembengkakan didaerah penusukan atau sepanjang vena.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi phlebitis
Banyak faktor yang telah dianggap terlibat dalam terjadinya
phlebitis, faktor tersebut terdiri dari faktor internal (usia, status, nutrisi,
stress, keadaan vena, kondisi penyakit pasien seperti DM, sepsis dan
pasien kanker dalam pengobatan kemoterapi) dan faktor eksternal terdiri
dari:

Faktor internal:

 Usia
 Status nutrisi
 Faktor penyakit
 Stress
 Keadaan vena
Tingginya angka
kejadian phlebitis

Faktor eksternal:

 Obat/cairan
 Lokasi, lama
pemasangan
 Aseptic
pemasangan
 Aseptic
perawatan
1. Faktor internal
a. Usia
Perawatan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada
pasien anak dengan vena yang kecil keadaan yang banyak bergerak
dapat mengakibatkan kateter bergeser dan hal ini yang bisa
menyebabkan phlebitis. Sedangkan pada pasien usia lanjut vena
cenderung liat, kaku dan rapuh dapat menyebabkan terjadinya phlebitis.

b. Status nutrisi
Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis
sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya
kurang sehingga terjadi luka mudah terkena infeksi.

c. Stress
Tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui
adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadinya
pada pasien, konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana
pasien yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena
pengobatan akan merasa lebih takut terhadap nyeri dan cenderung
menghindari perawatan medis, dengan rasa takut yang timbul sehingga
mengakibatkan vena menjadi vasokonstriksi dan sulit dipasang infuse,
dengan menghindari pelaksanaan pemasangan infuse akibat rasa takut
saat dipasang bisamengakibatkan phlebitis karena yang
vasokonstriksi/mengecil menjadikannya sulit dipasang infus dan
pemasangan yang berulang serta respon imun yang menurun dapat
meningkatkan resiko phlebitis.

d. Keadaan vena
Vena yang tipis, mudah pecah dan sering terpasang infuse mudah
mengalami phlebitis.

e. Faktor pebyakit
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya
phlebitis, misalnya pada pasien DM yang mengalami aterosklerosis akan
mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat
luka mudah mengalami infeksi.
2. Faktor eksternal
a. Obat atau cairan (faktor kimiawi)
Faktor kimia terdiri dari pH dan osmolaritas cairan infuse yang
ekstrem, mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut
sempurna selama pencampuran, bahan kateter, kecepatan pemberian
infuse dan obat (kecepatan yang tidak cepat kurang menyebabkan iritasi
daripada pemberian cepat) selalu diikuti dengan phlebitis.

b. Lokasi dan lama pemasangan (faktor mekanis)


Faktor mekanis dikaitkan dengan penempatan katete. Kateter yang
dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan phlebitis mekanis,
dalam hal ini ukuran kateter disesuaikan dengan ukiran vena dan difiksasi
dengan baik. Pada penenmpatan kateter yang baik perlu diperhatikan:
bahan (resiko tertinggi untuk phlebitis dimiliki kateter dengan bahan yang
terbuat dari polovinil klorida), dengan ukuran kateter (ukuran kateter harus
dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik), lokasi
pemasangan (dalam pemasangan diperlukan kemampuan yang memadai
dan pemilihan lokasi perlu diperhatikan dimana kateter yang dipasang
pada daerah lekukan sering terjadi phlebitis bila pasien banyak gerak),
dan lama pemasangan. The centers of desease control and intravenous
nurse society menganjurkan penggantian kateter secara rutin tiap 72-96
jam untuk membatasi potensi terjadinya phlebitis.

c. Aseptic perawatan (faktor bacterial)


Faktor yang berkontrribusi terhadap adanya phlebitis bacterial
salah satunya adalah teknik aseptic dressing tidak baik. Pendeteksian dan
penilaian phlebitis bisa dilakukan dengan cara melakukan aseptic
dressing/ perawatan. Sebaiknya perawatan infuse dilakukan tiap 48 jam
sekali guna melakukan pendeteksian dan penilaian adanya phlebitis
akibat infeksi kuman, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan
diatasi secra dini. Daerah insersi pada pemasangan infuse merupakan
jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh, dengan observasi dan
monitoring tempat infuse, perawatan infuse tiap 48 dan penggantian
infuse setiap 72-96 jam dapat memutuskan perkembangbiakan daripada
kuman. Phlebitis bisa disebabkan Karena timbulnya kontaminasi mikroba
melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu. Penggantian
tegaderm yang jarang dan tidak teratur dilakukan mengakibatkan
kurangnya observasi pada lokasi pemasangan dan pemutusan
perkembangbiakan kuman terjadi lebih lama sehingga kutrang perhatian
pada gejala awal dari phlebitis.
Intervensi yang perlu dilakukan saat terjadi phlebitis adalah dengan
memindahkan kateter ke area insersi yang lain, jika parah melakukan
kompres hangat. Jika pasien mengalami peningkatan suhu, menggigil dan
gemetar, frekuensi nafas dan nadi meningkat maka intervensi yang
diperlukan adalah denga melakuka kultur bakteri dan melakukan insersi
ditempat lain untuk pemberian obat.
Pengguanaan kateter pada pemasangan infuse yang tidak
memperhatikan standart medis menimbulkan masalah seperti phlebitis.
Pada kejadian phlebitis mikroorganisme terbanyak adalah kolonisasi
staphylococcus. Semua kateter dapat memasukkan bakteri kedalam aliran
darah, mekanisme infeksi oleh bakteri dapat berupa infeksi local saat
insersi yang masuk ke dalam kateter atau kolonisasi yang diikuti oleh
infeksi lewat rute insersi. Menurut Sari Ariningsih kultur darah yang
diambil kateter dan vena dilakukan saat dijumpai tanda-tanda infeksi
sistemik. Dari hasil uji statistic yang dilakukan menunjukkan tidak ada
pengaruh umur, jenis kelamin, kecepatan tetesan, pemberian obat
intravena, lokasi pemasangan dan lama pemasangan terhadap kolonisasi
bakteri.

3. Ciri-ciri phlebitis
Vena pada daerah pemasangan infuse dikatakan phlebitis apabila
terdapat dua tanda atau lebih dari tanda berikut,yaitu : nyeri, kemerahan,
bengkak, indurasi (pengerasan jaringan atau organ yang abnormal), vena
cord (struktur mirip tali atau benang).
Phlebitis adalah terdapat dua atau lebih dari tanda phlebitis, yang
terdiridari : nyeri pada lokasi pemasangan kateter, eritema, edema,
terdapat garis merah pada vena yang terpasang infuse, teraba keras.
Skala phlebitis menurut Terry (1995) adalah sebagai berikut :
a. 0 : tidak terdapat tanda phlebitis
b. 1+: terdapat satu tanda phlebitis
c. 2+: terdapat lebih dari satu tanda phlebitis
d. 3+: terdapat jelas semua tanda dari phlebitis
Skor visual untuk phlebitis yang telah dikembangkan oleh Andrew
jakson (2008) adalah:
a. Tempat insersi tampak sehat, skor 0 =tidak ada tanda phlebitis
b. Terdapat salah satu tanda (nyeri atau kemerahan) pada daerah
insersi terlihat jelas,
Skor 1 = mungkin tanda dini phlebitis
c. Terdapat dua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan) pada
daerah insersi terlihat jelas.
Skor 2 = stadium dini phlebitis
d. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan)pada
daerah insersi terlihat jelas.
Skor 3 = stadium moderat phlebitis
e. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan,indurasi,vena cord)
pada daerah insersi terlihat jelas.
Skor 4 = stadium lanjut atau awal trombophlebitis.
f. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, indurasi, vena cord,
demam) terlihat jelas.
Skor 5 = stadium lanjut thrombophlebitis

Pencegahan Phlebitis
a. Mencegah phlebitis bacterial
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptic,
perawatan daerah infuse serta antiseptis kulit. Walaupun lebih disukai
sediaan clorhexidine 2%, tictura yodium, iodofor atau alkohol70%
juga bisa digunakan.

b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptic


Stopcock atau instopen sekalipun (yang digunakan untuk
penyuntikan obat atau pemberian infuse IV, dan pengambilan sampel
darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh,
pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-
50%dalam serangkaian besar kajian.

c. Rotasichateter
May dkk (2005) melaporkan dimana mengganti tempat /
rotasi kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien
menyebabkan bebas phlebitis. Namun, dalam uji control acak yang
dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter
bisa dibiarkan aman ditempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada
kontraindikasi. The Centers Of Diseasse Control and Prevention
menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi
potensi infeksi.

d. Aseptic perawatan
Dianjurkan aseptic perawatan untuk mencegah phlebitis,
tegaderm diganti setiap 48 jam.
e. Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infuse
larutan hipertonik diberikan makin rendah resiko phlebitis. Namun,
ada paradigm berbeda pemberian infuse, obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Vena perifer yang paling besar dan kateter yang
sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infuse
yang diinginkan. Chateter harus diangkat bila terlihat tanda dari nyeri
atau kemerahan.

C. Tata laksana
Prosedur pemasangan infuse
Terapy intravena adalah pemberian cairan atau obat kedalam pembuluuh
darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infuse. Dalam
pemasangan infuse diperlukan suatu prosedur pemasangan infuse, yaitu suatu
tata cara pemasangan jalur pemberian cairan infuse dan obat melalui pembuluh
vena perifer menggunakan infuse set.
Penetapan prosedur ini bertujuan untuk mendapatkan jalur pemberian cairan dan
obat yang aman, aseptic, dan benar.

Adapun prosedur pemasangan infuse dilakukan pada pasien antara lain :


a. Pasien dengan dehidrasi
b. Pasien sebelum tranfusi darah
c. Pasien pre dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan
d. Pasien yang memerlukan pengobatan dimana pemberiannya harus dengan
infuse.

Penatalaksanaan
1) Persiapan peralatan
a) Seperangkat alat infuse steril
b) Cairan infuse yang dibutuhkan
c) Jarum infuse / IV cateter sesuai ukuran
d) Kapas alcohol
e) Kasa gulung
f) Bengkok
g) Plester dan gunting verban
h) Standar infuse
i) Perlak kecil
j) Spalk
k) Tourniquet
l) Handscoen
m) Tegaderm atau transparan dressing

2) Persiapan pasien
a) Mengidentifikasi pasien
b) Beritahuksn kepada keluarga pasien dan pasien tindakan yang
akan dilakukan.
c) Atur posisi pasien senyaman mungkin

3) Persiapan lingkungan
a) Atur pencahayaan dengan baik
b) Atur peralatan ditempat tidur atau meja tindakan, dekatkan dengna
pasien

4) Pelaksanaan pemasangan infuse


a) Petugas mencuci tangan
b) Pasang perlak dan alasnya dibawah anggota tubuh yang akan
dipasang infus
c) Botol cairan digantung di standart infus, buka tutup botol infus
d) Tusukkan bagian pangkal dan runcing botol infus
e) Tutup jarum dibuka, cairan di alirkan sampai tabung tetes dan
selang infus, sehingga tidak ada udara diselang infus, lalu diklem
dan jarum ditutup kembali, tabung tetesan infus tidak boleh terisi
penuh cairan infuse
f) Pakai handscoon, pilih vena terbaik untuk dipasang infus.
g) Bendung bagian atas daerah yang akan dipasang infus kurang
lebih 10cm.
h) Lakukan disinfeksi pada daerah pemasangan infus dengan alcohol
70% dalam diameter 3cm.
i) Tusuk vena dengan iv cateter, posisi jarum menghadap keatas
dengan sudut 30 derajat
j) Bila sudah berhsil darah akan keluar atau dapat dilihat di IV cateter,
lalu mandrin dicabut sambil menekan kulit bagian ujung jarum.
k) Sambungkan ujung selang infus dengan ujung IV cateter
l) Bila tetesan lancer, pangkal jarum diletakkan pada kulit dengan
plester
m) Atur tetesan infus sesuai dengan program yang tellah ditentukan
n) Tutup lokasi pemasangan infus dengan tegaderm
o) Tulis waktu pemasangan infus dengan lengkap pada tempat yang
telah di sediakan dengan sticker atau plester
p) Rapikan pasien atur posisi pasien senyaman mungkin
q) Evaluasi respon pasien terhadap pemasangan infus
r) Rapihkan alat dan kembalikan ketempat semula
s) Perawat melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan
t) Lakukan dokumentasi dengan lengkap dicatatan perawatan

5) Perhatian
a) Kelancaran cairan dan jumlah cairan harus tepat sesuai dengan
program pengobatan
b) Bila terjadi hematom, bengkak, kemerahan dan nyeri pada tempat
pemasangan jarum, maka infus harus dihentikan dan dipindahkan
pemasangan kebagian tubuh yang lain.
c) Perhatikan reaksi selama 15 menit pertama, bila timbul reaksi
alergi (misalnya: menggigil, urtikaria atau syok) maka infus juga
harus diperlambat tetesannya jika perlu dihentikan, segera lapor
kepenanggung jawab ruangan atau dokter yang merawat.
d) Buat catatan pemberian infus secara terinci meliputi:
1. Tanggal, hari dan jam dilakukan pemasangan infus
2. Macam dan jumlah cairan atau obat serta jumlah tetesan
permenit
3. Keadaan umum pasien
4. Reaksi yang timbul akibat pemberian obat atau cairan
5. Nama dokter dan petugas pelaksana atau yang bertanggung
jawab
6. Perhatikan teknik septic dan anti septic
7. Cara pemasangan infus harus sesuai dengan perangkat infus
yang digunakan
8. Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan

Prosedur observasi, monitoring dan evaluasi pemasangan infus serta


aseptic perawatan infus.
Observasi, monitoring dan evaluasi tempat penusukan (insersi)
dan melaporkan abnormalitas adalah tugas dependen perawat untuk
mengatasi beberapa masalah selama pemberian terapi intravena. Salah
satu masalah yang muncul dalam pembderian terapi adalah phlebitis.
Untuk mengatasi phlebitis observasi yang dilakukan perawat adalah
menilai dan mendeteksi adanya phlebitis. Dengan cara aseptic dressing,
selain itu aseptic perawatan/ dressing bertujuan juga untuk mencegah
terjadinya infeksi dari kuman yang dapat menyebabkan phlebitis
bacterial.
Aseptik perawatan infus adalah perawatan pada tempat
pemasangan infus terhadap tiap 48 jam sekali gyna melakukan
pendeteksian dan penilaian adanya phlebitis sehingga kejadian phlebitis
akibat infeksi kuman dapat dicegah dan diiatasi secara dini. Daerah
insersi pada pemasangan infus merupakan jalan masuk kuman yang
potensial kedalam tubuh, dengan perawatan infus tiap 48 jam sekali
dapat memutus perkembangbiakan daripada kuman. Phlebitis bisa
disebabkan karena timbulnya kontaminasi mikroba melalui titik akses
kesirkulasi dalam periode tertentu.
Pada aseptic perawatan yang dilakukan tiap 48 jam sekali rentang
waktu terhadap pemutusan perkembangbiakan kuman dilakukan lebih
lama daripada aseptic perawatan tiap 48 jam sekali. Selain itu
pendeteksian dan penilaian terhadap terjadinya phlebitis lebih lambat.
Jika penggantian balutan jarang dilakukan mengakibatkan kurangnya
observasi pada lokasi pemasangan infus sehingga kurang perhatian
pada gejala awal dari phlebitis, selain jarangnya penggantian balutan
yang dapat mengakibatkan phlebitis bacterial adalah ketidakteratuuran
penggantian balutan. Phlebitis dapat disebabkan karena perawatan
cateter infus pada daerah insersi yang tidak dilakukan dengan baik.
Cara perawatan infus adalah:
a. Persiapan alat
- Kassa steril
- Nacl 0,9% 25cc
- Handscoon steril
- Alcohol swab
- Transparan dressing
- Bengkok
- Spalk dan verban
- Penunjuk waktu
b. Persiapan pasien
- Beritahukan pada keluarga pasien dan pasien tindakan
yang akn dilakukan
- Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
c. Persiapan lingkungan
- Menempatkan peralatan didekat pasien dengan benar
- Atur pencahayaan
d. Pelaksanaan
- Lakukan verifikasi data sebelumnya
- Mengatur posisi pasien (tempat tusukan terlihat jelas,
pastikan dekat dengan perawat)
- Mencuci tangan
- Pakai handscoon
- Buka plester dan transparan dreesing
- Bersihkan daerah bekas plester dengan alcohol
- Bersihkan daerah insersi dengan nacl 0,9%
- Bersihkan tempat insersi dengan alcohol
- Tutup dengan transparan dressing dengan rapi
- Pasang verban
- Atur kembali tetesan infus sesuai program
- Bersihkan peralatan, cuci tangan
- Dokumentasi tindakan
Pada evaluasi terhadap pemasangan infus The center for
disease control and intravenous nurses society
menganjurkan penggantian cateter infus secara rutin 72-96
jam untuk membatasi potensi terjadinya phlebitis

D. Dokumentasi dan lampiran formulir

Manajemen resiko/ ICRA pemberian Therapy infus/ cairan


No. Faktor-faktor Penilaian
Ya Tidak
1 Usia (0-10 tahun dan ≥50 tahun)
2 Status nutrisi kurang atau rendah
3 Stress (memberontak dan sulit diberi arahan)
4 Keadaan vena (mudah pecah, sudah sering dipasang
infus dan sulit menemukan vena/ tipis)
5 Faktor penyakit (DM, sepsis dan kanker dalam
pengobatan kemo)
6 Infus kalori/ koloid/ pekat dan obat iv pekat
7 Lokasi pemasangan infus selain dilengan dan
punggung tangan
8 Kemungkinan lama pemasangan ≥ 2 hari
9 Aseptic dalam pemasangan
Keterangan:
Bila hasil pernyataan yang disetujui ≤ 4 resiko terjadinya phlebitis rendah
Bila hasil pernyataan yang disetujui ≥5 maka resiko terjadinya phlebitis tinggi

Anda mungkin juga menyukai