Anda di halaman 1dari 30

PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menjadi
penyebab yang signifikan akan mortalitas dan morbiditas ibu.1,2
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita
usia 25 – 44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1 % dari
kehamilan, dengan angka kematian maternal menurut Sach sebanyak 0,3 dari
100.000 di Massachusetts. Namun menurut Tillery angka kematian maternal
mencapai 10 – 25 % walaupun adanya perkembangan diagnosis dan penanganan
penyakit kardiovaskular maternal pada zaman sekarang.2,3
Meskipun insidens penyakit jantung dalam kehamilan sekitar 1 %, Gejala
seperti sesak napas atau tanda seperti bising ejeksi sistolik yang merupakan gejala
dari penyakit jantung, dapat muncul pada sekitar 90% dari populasi kehamilan
sebagai konsekuensi perubahan fisiologis pada tubuh yang diinduksi oleh
kehamilan itu sendiri.4
Di antara beberapa penyakit kardiovaskuler, hipertensi merupakan
penyakit kardiovaskuler yang tersering muncul pada kehamilan, sebanyak 6-8%
dari seluruh kehamilan. Di negara barat, penyakit jantung bawaan merupakan
yang penyakit jantung yang paling sering ditemukan selama kehamilan ( 75 – 82
% ). Di luar Eropa dan Amerika bagian utara hanya berkisar 9 – 19 %. Penyakit
jantung reumatik mendominasi di negara selain negara barat, berkisar 56 – 89 %
dari seluruh penyakit jantung dalam kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan,
tetapi merupakan penyebab berat dari komplikasi penyakit jantung dalam
kehamilan.5
PERUBAHAN FISIOLOGIS HEMODINAMIK SELAMA KEHAMILAN
Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskuler
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik dari ibu dan bayi. Hal ini
termasuk dalam peningkatan jumlah total darah dalam tubuh, curah jantung dan
penurunan tekanan resistensi perifer serta tekanan darah. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik pada jantung ibu dan dapat
menyebabkan gejala dan tanda-tanda mirip penyakit jantung. Adaptasi
kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang mana pada wanita
dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan menunjukkan
pemburukan klinis selama masa kehamilan5,6
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Volume plasma mencapai puncaknya sekitar 40%
dari Volume plasma awal pada masa gestasi 24 minggu. Peningkatan curah
jantung sekitar 30-50 % normal pada masa kehamilan. Peningkatan volume
plasma ini tidak proporsional dengan penambahan massa sel darah merah dimana
volume plasma meningkat 30-50% relatif lebih besar dibanding peningkatan sel
darah merah yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
hemodilusi dan menurunnya konsentrasi hemoglobin, sehingga mengakibatkan
anemia fisiologis dalam kehamilan dan menambah beban jantung.1,5,6
Pada awal kehamilan peningkatan curah jantung diakibatkan karena
peningkatan volume sekuncup, tetapi setelah masa gestasi 32 minggu, stroke
volume menurun akibat pembesaran uterus yang menekan vena kava inferior.
Penekanan vena kava inferior ini mengakibatkan penurunan aliran darah balik
vena ke jantung sehingga mengurangi preload dan berdampak akan terjadinya
hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine, karena alasan
inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan.1,7
Jadi pada akhir kehamilan curah jantung sangat tergantung pada denyut
jantung karena pengurangan volume sekuncup. Denyut jantung mulai meningkat
saat usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32
minggu dan terus bertahan tinggi hingga 2-5 hari setelah persalinan. Takikardia

2
akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah
koroner pada saat diastol dan secara simultan kemudian meningkatkan kebutuhan
oksigen pada miokardium. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Jadi wanita dengan penyakit
jantung koroner, gejalanya akan bertambah berat selama kehamilan.1,5
Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester
kedua (sebagai akibat dari estrogen, progesteron, prostasiklin, atrial natriuretic
peptides, dan endothelial nitric oxide) sehingga tekanan darah sistemik biasanya
menurun pada awal kehamilan dan tekanan darah diastolik biasanya 10 mmHg di
bawah garis normal pada trimester kedua, tetapi kembali naik ke batas normal
secara perlahan pada trimester ketiga. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama
yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung,
peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1,5,6

Gambar 1. Perubahan Fisiologis Selama Kehamilan. Dikutip dari kepustakaan 8

3
Selama persalinan, terjadi peningkatan curah jantung ( 15 % selama kala I
dan 50% selama kala II ) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri selama
persalinan dan kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan mengembalikan darah 300
– 500 ml dari uterus ke sirkulasi sistemik. Respon simpatis dari rasa takut, cemas
dan nyeri akan menaikkan denyut jantung dan tekanan darah yang akan
meningkatkan curah jantung. Curah jantung lebih banyak meningkat selama
kontraksi dibandingkan dengan di antara kontraksi.6,8
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi
sistemik akibat hilangnya kompresi vena kava inferior dan kontraksi uterus yang
mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Pada kehamilan normal, mekanisme
kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat
perdarahan post partum, namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah
yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru.
Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra vaskuler
dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering
terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum. Curah
jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum.1, 8

DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum
kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan
jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci.
Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis saat kehamilan bila ada
gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung.1
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri
dada. Berhubung karena gejala ini juga dapat normal ditemukan selama kehamilan
maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala
ini merupakan penyakit jantung ataupun bukan. Oleh karena itu perlu diperhatikan
pendekatan diagnosis kardiologis yang lengkap, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi sampai kateterisasi, termasuk klasifikasi
fungsional dan etiologi maupun kelainan anatomik.1, 9

4
Tabel 1. Temuan-temuan umum pada kehamilan normal.6

Lelah, penurunan tingkat aktifitas

Gejala Nyeri kepala ringan, pingsan


Palpitasi
Dispnea, ortopnea

Distensi vena jugularis


Peningkatan intensitas S1, penambahan berlebihan
Pemeriksaan Fisik Midsistolik, ejeksi tipe murmur (linea sternalis kiri bawah
atau di atas paru-paru
Bunyi jantung S3

Deviasi axis QRS


EKG Q kecil, dan P terbalik pada sadapan III
Sinus takikardi, aritmia

Radiologi Jantung tampak horizontal


Peningkatan marker paru

Peningkatan dimensi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang


rendah
Echocardiografi Peningkatan ukuran atrium kanan, ventrikel kiri, dan atrium
kiri
Regurgitasi fungsional trikuspid dan mitral

1. Anamnesis
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas sangat
berkurang dan merasa mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat dengan
peningkatan berat badan yang diperoleh selama masa kehamilan dan akibat

5
anemia fisiologis pada kehamilan. Episode pingsan atau sakit kepala ringan terjadi
sebagai akibat dari kompresi mekanik dari rahim yang hamil pada vena cava
inferior, sehingga menyebabkan aliran balik vena ke jantung tidak adekuat,
terutama pada trimester ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan termasuk
hiperventilasi dan ortopnea yang disebabkan oleh tekanan mekanik dari rahim
yang membesar pada diafragma. Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga
berhubungan dengan sirkulasi yang hiperdinamik selama kehamilan.6
Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, sangat penting untuk
menanyakan tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala terkait lainnya,
regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik sebelumnya (misalnya,
ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi jantung), dan riwayat operasi
paliatif. Pada pasien tanpa penyakit jantung penting untuk menanyakan tentang
riwayat penyakit jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir atau anak usia
dini, adanya gangguan reumatologik (misalnya lupus eritematosus sistemik),
episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau nyeri dada, dan edema tungkai
yang sering terjadi. Selain itu, pertanyaan mengenai ada tidaknya riwayat keluarga
dengan penyakit jantung bawaan, penyakit arteri koroner prematur, atau kematian
mendadak pada anggota keluarga.6
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi
yang ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai
berikut3 :
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri,
palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala gagal
jantung.

6
2. Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi dapat ditemukan pada kehamilan normal, sehingga penting
untuk membedakan hiperventilasi dari dyspnea, yang umum ditemukan pada
gagal jantung kongestif..6
Impuls ventrikel kiri mudah teraba. Pulsasi perifer sering kolaps dan dapat
membingungkan dengan temuan klinis pada regurgitasi aorta.. Sejumlah besar
wanita hamil mengalami edema kaki. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan
tekanan onkotik koloid plasma dengan peningkatan seiring dengan tekanan vena
femoralis sebagai akibat dari aliran balik vena yang tidak adekuat.6
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau skeletal yang
menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya clubbing, sianosis, atau pucat,
harus diamati dengan seksama. Pemeriksaan dada dapat mengesampingkan
deformitas pectus excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi ventrikel
kanan atau kiri. Bunyi jantung pertama biasanya terpisah (yang dapat
disalahartikan sebagai bunyi jantung keempat). Bunyi jantung pertama yang keras
dapat menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi jantung pertama intensitas
rendah menunjukkan blok jantung tingkat pertama. Bunyi jantung kedua terpisah
dapat diartikan sebagai defek septum atrium, sedangkan suara paradoksikal yang
terpisah dapat ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok
cabang berkas kiri. Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan. Bunyi
jantung IV, ejection click, opening snap, atau mid sistolik hingga late sistolik
mengindikasikan penyakit jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada wanita
hamil dan merupakan hasil dari sirkulasi hiperkinetik selama masa kehamilan.
Murmur yang terdengar yaitu murmur midsistolik dan didengar terbaik pada linea
sternum kiri bawah dan di atas area pulmonal memerlukan penyelidikan lebih
lanjut oleh echocardiography dan USG doppler.6

7
Tabel 2. Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan3

Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopnea
Batuk pada malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada
Tanda-tanda klinik
Sianosis
Clubbing pada jari-jari
Distensi vena di daerah leher yang menetap
Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
Bising diastolik
Kardiomegali
Aritmia persisten
Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
Adanya kriteria hipertensi pulmonal

3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari
variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasanya. Depresi segmen ST
inferior sering didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri,
sering dijumpai, tetapi deviasi aksis ke kiri yang nyata (-30o) menyatakan adanya
kelainan jantung.10
4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan tanpa risiko
terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada wanita

8
hamil tidak dianjurkan karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan
radiografi. Semua pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal
kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis
abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut,
dengan dosis radiasi seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin
seoptimal mungkin.10

PENATALAKSANAAN
ANTEPARTUM
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil,
sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter. Mortalitas maternal
umumnya bervariasi sesuai dengan status fungsional jantung selama onset
kehamilan, namun dapat bertambah tinggi seiring dengan bertambahya umur
kehamilan.3
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas
fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita
penyakit jantung, pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan
yang abnormal harus dicegah.1
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara
samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan
denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen. Pertambahan berat
badan yang berlebihan menandakan perlunya penanganan yang agresif. Penurunan
saturasi oksigen biasanya akan mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang
abnormal.1
Evaluasi resiko kehamilan pada wanita dengan penyakit jantung
direkomendasikan menggunakan klasifikasi resiko modifikasi dari WHO ( World
Health Organization ). Klasifikasi resiko ini mencakup semua faktor resiko
kardiovaskular maternal termasuk penyakit jantung sebelumnya dan komorbiditas
lainnya.5

9
Pada wanita dengan resiko WHO kelas I, Resiko mortalitas maternal
sangat rendah, wanita dengan resiko WHO kelas II mempunyai resiko mortalitas
maternal yang rendah sampai sedang, dan direkomendasikan follow up
kehamilannya tiap trisemester. Pada wanita dengan resiko WHO kelas III, ada
resiko tinggi akan komplikasi pada maternal, dan sangat direkomendasikan
membutuhkan advis dari dokter spesialis jantung dan kandungan, sedangkan pada
wanita dengan resiko WHO kelas IV, kehamilan dikontraindikasikan, tetapi bila
wanita tersebut hamil dan tidak mau melakukan terminasi, maka control tiap
bulan yang ketat harus dilakukan5

10
Modified WHO Classification Maternal Cardiovascular Risk 5

Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi antara
lain : sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi ventrikel
kanan dan sindroma Marfan dengan dilatasi aorta yang signifikan.1
American College of Obstetricians and Gynecologists (1992) menekankan
empat konsep yang mempengaruhi penanganan wanita dengan penyakit jantung,
yaitu :2
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada
awal trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada
akhir kehamilan.
4. Hiperkoagubilitas. Perhatian khusus diberikan pada wanita yang
membutuhkan antikoagulan derivat koumarin sebelum kehamilan.

11
Penanganan antepartum termasuk kunjungan ke klinik jantung-kebidanan,
istirahat yang cukup, diet tinggi protein, rendah garam dan pembatasan cairan
pada trimester II dan III, perbaikan keadaan umum ( roboransia dan anti anemia ),
pencegahan infeksi, evaluasi pemberian digitalis, evaluasi terminasi kehamilan
dan pembedahan jantung. Pasien diharuskan segera melapor ke dokter bila
ditemukan gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya bila ada
demam. 1,9
Prinsip umum manajemen kehamilan pada wanita dengan penyakit
kardiovaskular11
STAGE PRINSIP PENANGANAN
Sebelum Konsepsi Identifikasi kondisi kardiovaskular dan kelas fungsional. Mendapatkan
evaluasi dari kardiologist
Disarankan untuk melakukan koreksi bedah bila dibutuhkan
Konseling tentang prognosis dari keberhasilan persalinan, termasuk
keselamatan ibu dan kelainan janin
Mengevaluasi kehamilan kedepannya
Mengevaluasi medikasi dan mendiskusikan resiko dan keuntungan tiap
medikasi dengan kardiologis dan pasien
Memberikan konseling kontrol kehamilan agar mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan
Trimester I Melakukan evaluasi yang multidisiplin dengan kardiologis dan
perinatologis
Konseling tentang resiko mortalitas dan morbiditas ibu, dan juga
prognosis keberhasilan kehamilan
Mengevaluasi ulang medikasi dengan kardiologis, untuk meninimalkan
resiko kelainan fetus tanpa menganggu status kardiovaskular ibu
Menghindari terapi intervensi yang dapat ditunda hingga trimester ke II
( Contoh : Fluoroskopi )
Mengevaluasi opsi terminasi kehamilan jika terdapar resiko mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terhadap ibu
Mendiskusikan untuk rujukan ke tempat dengan fasilitas yang lebih baik
Trimester II Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi akan adanya penyakit jantung bawaan pada fetus dengan
fetal ultrasound lvl II
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal ultrasound

12
Mengatur dosis medikasi untuk mempertahankan level terapeutik
Membatasi aktivitas maternal untuk mempertahankan stabilitas
kardiovaskular
Trimester III Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal ultrasound
Menkonsultasikan dengan ahli anestesi mengenai persalinan
Melakukan pertemuan dengan ahli lain selama kehamilan dan persalinan
untuk merencanakan manajemen persalinan
Mengevaluasi resiko dan keuntungan induksi persalinan, persalinan
spontan dan sektio sesaria elektif
Jika diberikan antikoagulan, ganti dengan unfractionated heparin
Selama Persalinan Monitoring yang ketat oleh ahli multidisiplin tim
Penanganan nyeri yang adekuat
Monitoring kondisi kardiovaskular maternal dan status cairan pada
keadaan seperti di ICU
Post Partum Monitoring hemodinamik dalam keadaan seperti di ICU

INTRAPARTUM
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan
bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala
penderita penyakit jantung yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik
yang invasif dengan pemasangan kateter arteri dan arteri pulmonalis.1,9
Selama persalinan penderita harus ditopang dengan bantal yang cukup
untuk membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen yang dapat diberikan
secara intermitten atau terus menerus bila terdapat sesak napas atau sianosis.
Kalau perlu ahli jantung mendampingi proses partus. Sedasi dan analgesia yang
cukup dengan morfin sangat diperlukan. Metode persalinan bila sudah aterm dapat
dipercepat dengan pemecahan ketuban atau pada persalinan pervaginam dengan
mempercepat kala II, forsep atau episiotomi. Cara anastesi dapat dipilih antara
regional, spinal, kaudal, atau pudendal maupun umum.9
Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang, karena
bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari. Pemakaian forsep sedini
mungkin sebaliknya sangat diperlukan. Pemakaian suntik ergometrin harus

13
dihindarkan karena bila diberikan secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus
yang tonik dan meningkatkan aliran darah balik.9
Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman memberikan
oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda dekompensasi atau
edema paru karena saat inilah yang paling rawan pada proses persalinan. Tata
laksana gagal jantung akut berupa : posisi ½ duduk, anastesi kaudal terus
menerus, oksigen, digitalis ( sebaiknya setelah ada indikasi tegas dari kardiologis )
, lakukan observasi yang ketat ( perhatikan tekanan darah, nadi, pernapasan,
balans cairan, elektrolit, anemia dan sebagainya ).9
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan
adalah :1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia
epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian
diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.

14
PUERPERALIS
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko
maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien
harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal jantung,
hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan tromboemboli
merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada kelainan jantung.3,9
Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan pada
kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk menghindari
penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot seperti metil ergometrin
tidak boleh dipakai karena obat ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
vena sentral dan hipertensi sementara.1,9
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat terhadap
keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi
sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian harus diberikan
kepada penderita yang tidak mengalami diuresis spontan. Pada keadaan ini, bila
ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya
menandakan adanya edema paru.1,9
Penderita harus mendapat istirahat yang cukup dan diberikan pencegahan
dengan antibiotik terhadap kemungkinan infeksi, termasuk endokarditis. Penderita
dengan kelas fungsional NYHA I dan II diusahakan untuk mobilisasi dini,
pemberian obat-obat kardiovaskular dievaluasi lagi, selanjutnya ditentukan follow
up dan prognosis untuk kehamilan selanjutnya. Harus dicegah terjadinya
dekompensasi kordis, dan perhatikan pula cara perawatan bayi, termasuk rawat
rumah pada saat penderita dipulangkan.9
.

15
PENGGUNAAN OBAT KARDIOVASKULAR
1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang
tidak dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan
untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi
dan yang paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid.
Diuretik tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau
pengobatan terhadap edema pedis.10,12
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea nokturnal
paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam kehamilan.
Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil
seperti alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat, hipokalemia,
hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis.12

2. Obat Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel dan pada
kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis tidak berubah pada
kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada
janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila
diberikan pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila
dibanding diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan
tidak tercapai, maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat
memperpendek masa gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium
sama dengan efek inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam
ASI.10,12
Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat standar
seperti dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat digunakan, tetapi efeknya
membahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah ke uterus dan
mestimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan
binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus.10

16
3. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan
preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Rekomendasi
yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi. Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut
segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika
semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan
ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan
keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem
yang signifikan pada manusia.10,12
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain untuk obat
parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi
aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan telah didapat dengan
calcium chanel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan
terhadap janin tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada
kehamilan karena obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada
perkembangan ginjal janin. Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan
mengenai penggunaan losartin, valsartin, dan penghambat angiotensi II.10

4. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik


Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta dapat
menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran prematur, dan mengakibatkan
plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan bayi berat badan lahir rendah, sehingga penggunaannya
memerlukan perhatian. Sebagian besar penelitian tidak mendukung hal ini dan
obat penghambat beta telah banyak digunakan pada wanita hamil tanpa efek yang
merugikan. Sehingga penggunaannya untuk indikasi klinis sangat beralasan.10
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan, walaupun
mungkin ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan janin ketika mereka
diberikan. Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi, bradikardia, dan

17
hipoglikemia juga telah dilaporkan, terutama setelah penggunaan jangka panjang
dari propanolol. Beta blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko
kelainan kongenital. Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol
diekskresikan dalam ASI. Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat
untuk memantau bayi yang baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat
tersebut pernah digunakan.12

5. Obat Anti Aritmia


Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan
semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan
penyekat kalsium. Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat
digunakan secara aman sebagai obat penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih
disukai untuk menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien
semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan
ibu, maka dapat digunakan.10
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi neonatus
transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin melebihi 2,5
mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain
darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar pada
ibu.10
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena
mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan
karena tidak jelas efek yang membahayan pada bayi. Informasi awal mengenai
amiodaron mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan
deformitas janin.10

6. Anti Koagulan
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih
lanjut, pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan
risiko untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian tromboemboli

18
vena mungkin sebanyak5 kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat
setelah melahirkan.10,12
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan
heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian
warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi menggunakan heparin
sebelum melahirkan. Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara
ini, penulis memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama
kehamilan. Obat anti platelet ternyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya
perdarahn maternal dan dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin juga
memberikan efek teratogenik pada janin, termasuk warfarin embryopathy dan
kelainan sistem saraf yang terdiri dari displasia garis tengah punggung dan perut
serta perdarahan ketika digunakan selama trimester pertama10,12
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk menipisnya
antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu tetap merupakan
agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan melakukanevaluasi pada 100
kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin
yang dilahirkan dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran
prematur, yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi
komorbiditas yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya.12
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan karena itu
tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang menkonsumsi ASI.
Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada periode postpartum.12

19
KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU HAMIL
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang
paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada
pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa dorongan ventrikel kanan dan bising
sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan
right bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada pemeriksaan foto
toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang jantung
kanan.1,2,3
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita ASD
kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua. Ada
beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif dan aritmia
pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung kongestif merupakan indikasi untuk
melakukan operasi untuk mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD
kemudian mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt
balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan
ini dapat membahayakan jiwa penderita sehingga perlu penanganan yang hati-hati
dan serius.2

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)


Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi pada
masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan getaran dan bising
pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang keras dan bunyi gemuruh
diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG umumnya nampak normal
namun dapat pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto
toraks pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.2,3
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena kehamilan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi terjadinya shunt
kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner

20
dan sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan
hipertensi pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi
penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan
shunt terbalik.3

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS


Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini sudah
jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita asimptomatik
kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan fisik
terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri dapat
terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan foto toraks tampak
hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti
pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan ekokardiografi
kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.2,3
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan. Namun
seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan penanganan yang baik
untuk mencegah shunt balik yang terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah
postpartum. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat bila terjadi hipertensi
pulmonal.2,3

REGURGITASI MITRAL
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada wanita
muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan stenosis
mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising holosistolik pada
apeks jantung yang menjalar ke aksila dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda
pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri
sangat membesar.2
Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada kehamilan
normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak membebani ventrikel. Bila
terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti paru maka harus diberikan
diuresis dan digoxin profilaksis.2

21
INSUFISIENSI AORTA
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang ditemukan pada
wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh rematik, hampir selalu
berhubungan dengan penyakit katup mitral. Penyebab insufisiensi yang jarang
adalah sindroma Marfan dan pada pasien yang hamil perlu dilakukan evaluasi
untuk menentukan apakah insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan oleh sindroma
Marfan.2
Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik pada tepi atas
sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk dan saat akhir ekspirasi.
Pada insufisiensi yang lama akan tampak gambaran pembesaran ventrikel kiri
pada pemeriksaan EKG dan foto toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi
mitral.1,2

LESI KATUP TRIKUSPIDAL DAN PULMONAL.


Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan pada
kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila regurgitasi
trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein yang akan meningkatkan
morbiditas dalam kehamilan. Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang
ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada beberapa laporan saja mengenai kasus
ini.2
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital yang
berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik
gelombang “A” yang menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan
dekresendo biasa terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran
EKG terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks tampak
pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri pulmonalis.2,3
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal yang
tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus
merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung yang

22
refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih baik
sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin.2

KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP IBU


HAMIL
STENOSIS MITRAL
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit jantung
reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan katup ini dipicu
oleh episode demam rheuma yang berulang. Demam rheumatik sendiri merupakan
respon imunologik terhadap infeksi streptococcus  hemolitik grup-A. Insiden
penyakit ini dalam populasi dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan.1
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur harapan
hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi simtomatik akan
berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal maka rata-rata harapan
hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi karena edem paru yang progresif,
kegagalan jantung kanan, emboli sistemik atau emboli paru.1,2
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal sekitrar
4 – 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas permukaan ini < 2,5
cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul bila luas permukaan < 1,5
cm2. Curah jantung terbatas karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ;
peningkatan arus balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia
relatif dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan selanjutnya
mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti paru.1
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk
stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal. Gejala lain
berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput dari perhatian.
Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan adanya stenosis
mitral khususnya pada pasien dari kelompok yang berisiko. Diagnosis
ekokardiografi stenosis mitral didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa
katup yang mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama

23
dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan
dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan. Hipertensi
pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk stenosis mitral dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi.1, 2
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan untuk
mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah jantung dan
keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil
memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan
menurunkan denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan
menghilangkan kongesti paru.1,3
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk kontak
dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi streptococcus
harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari atau benzathine
penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan riwayat emboli
harus diterapi dengan antikoagulan.1
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena dan
kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas katup < 1
cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis. Denyut jantung
dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II
diperpendek dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria
dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan
menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen.1,3

STENOSIS AORTA
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini sering
ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis aorta yang
mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik pada usia 20- an dan
30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi aliran darah yang keluar dari
ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising sistolik kresendo dan
dekresendo pada tepi atas sternum, pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak

24
terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada foto toraks
gambaran jantung membesar.1,3
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko untuk
mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% - 26%, sehingga
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi terhadap janin pada
trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama adalah tirah baring dan
mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat persalinan dilakukan
pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan cegah terjadinya hipotensi.
Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien stenosis
berat karena bahaya hipotensi. Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi
stenosis sebelum kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta
pada saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty balon
pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan dengan luaran
maternal dan perinatal yang memuaskan.3

SINDROMA MARFAN
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen yang
mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan derajat yang bervariasi. Gen
yang terkena berlokasi di kromosom 15. Manifestasi kardiovaskuler berupa
prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral, dilatasi aneurisma aorta yang
berhubungan dengan regurgitasi aorta.3
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita sindroma
Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah kelainan berupa
dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Bila diameter pangkal aorta lebih dari
40 mm maka kematian dapat mencapai 50%, sebaliknya bila aorta tidak
membesar dan katup tidak terkena maka kehamilan dapat mencapai aterm dengan
morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus diberitahu
mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap gejala dan tanda
diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial dilakukan selama kehamilan
untuk menilai keadaan jantung khususnya pangkal aorta dan ada tidaknya

25
regurgitasi. Obat beta-blocker secara selektif dapat menurunkan risiko dilatasi
aorta yang progressif dengan menurunkan tekanan pulsatil pada dinding aorta.3

KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP IBU


HAMIL
SINDROMA EISENMENGER
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati tekanan
sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan menjadi shunt kanan –
kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian. Pasien akan mengalami sianosis
perifer, kegagalan jantung kongestif dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang
berupa shunt kiri – kanan seperti ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi
pulmonal progresif dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger. 2,3
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 –
50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum. Penderita
harus diberitahu mengenai risiko ini dan ditawari untuk memilih terminasi
kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila penderita memilih untuk
melanjutkan kehamilan maka penanganannya meliputi tirah baring secara ketat,
pemberian oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada
periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah. Penderita
harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk
menjamin oksigenasi janin yang adekuat.2,3
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat dan
kematian janin maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan janin
secara ketat dengan pemeriksaan USG serial dan NST dan atau pemeriksaan profil
biofisik. Periode peripartum merupakan periode yang genting berhubung karena
terjadi perubahan volume darah yang cepat dan kemungkinan perdarahan.
Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah persalinan sebab
risiko kematian ibu meningkat pada periode ini.2

26
HIPERTENSI PULMONAL PRIMER
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi penebalan
abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang menyebabkan
fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus. Penyebabnya tidak diketahui,
ditemukan pada wanita muda dan menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak, fatique, palpitasi dan
kadangkala sinkop.2
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A” pada vena
jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang dapat
dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda kegagalan jantung kanan
berupa peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edem. Pada
pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan deviasi
aksis jantung ke kanan.2
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%, bahkan
kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan gejala yang
ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian janin dan neonatal pada kasus
ini juga tinggi. Penderita sering datang pada trimester kedua saat perubahan
hemodinamik yang maksimal dan sering dengan gejala kegagalan jantung kanan.
Berhubung karena tingginya angka kematian maternal maka penderita dianjurkan
untuk tidak hamil, dan bila hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi kehamilan
pada trimester pertama. Namun bila penderita memilih untuk tetap melanjutkan
kehamilannya maka harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada trimester
ketiga, pengobatan dini terhadap gejala kegagalan jantung kongestif dengan
digoksin dan diuretik dan lakukan pemantauan hemodinamik invasif selama
persalinan. Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis penyakit ini.
Nifedipin dosis tinggi peros dan pemberian adenosin intravena bermanfaat untuk
menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner.1,2

KARDIOMIOPATI PERIPARTUM
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan
terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab yang

27
jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran sampai 1
per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan kedua postpartum, meningkat
pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam. Angka kematian ibu
bervariasi dari 25% – 50%. 1,2
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi,
infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan
insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam
jumlah yang besar.2
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan,
palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali, irama gallop, distensi vena-vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG
tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan perubahan gelombang T.
Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal merupakan tanda khas pada
pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk
menyingkirkan adanya kelainan katup.1,2
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan
kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung karena
meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien ini maka perlu dipertimbangkan
pemberian heparin.2
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum. Bila
kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung
kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih baik.
Penderita yang refrakter dianjurkan untuk menjalani transplantasi jantung dan
sudah ada laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah transplantasi.2

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Easterling TR, Stout K. Heart disease. In: Obstetrics-normal and problem


pregnancies. 5 th ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. London:
Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 913-34.
2. Tillery KA, Clarck SL. Cardiac disease in pregnancy. In : Clinical
obstetrics the fetus & mother. 3 rd ed. Reece A, Hobbins JC, eds. New
York: Blackwell Publishing; 2007. p. 700-14
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC,
Wenstorm KD, eds. Cardiovascular diseases. In : Williams obstetrics. 22
nd ed. New York: McGraw Hill; 2007. p. 1181-203.
4. Swiet MD, ed. Heart disease in pregnancy. In: Medical disorders in
obstetrics practice. 4 th ed. London: Blackwell Publishing; 2002. p. 125-58
5. Zagrosek VR, et al. ESC Guidelines on the management of cardiovascular
disease in pregnancy. In : European heart journal (2011). Berlin: European
Society of Cardiology; 2011. p. 3150-91
6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. Cardiac disorder
in pregnancy. In : Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology.
10 th ed. New York: The McGraw Hill; 2006. p. 22.1-9
7. Sulin, Djusar. Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil. In :
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4 th ed. Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro G, eds. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008. p. 182-3
8. Bender JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. Heart disease in
pregnancy. In : Oxford American Handbook of Cardiology. New York :
Oxford University Press; 2011. p. 405-10
9. Hartanuh, Edi. Penyakit jantung pada kehamilan. In : Buku Ajar
Kardiologi FKUI. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS, eds.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p. 289-99
10. Anwar, TB. Wanita kehamilan dan penyakit jantung. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara: USU repository; 2004. p. 1-33

29
11. Mushlin, PS et Davidson KM. Cardiovascular disease in pregnancy. In :
Anesthetic and obstetric management of high risk pregnancy. 3 rd ed.
Datta S, ed. New York : Springer; 2004. p. 161
12. Lang, RM. Pharmacologic Management of Heart Failure in Pregnancy.
[online]. [cited 2012 December 09]; Available from: URL:
http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatme
nt/Pharmacologic%20management%20of%20heart%20failure%20in%20p
regnancy.htm.

30

Anda mungkin juga menyukai