Anda di halaman 1dari 12

PRODUKSI RAGAM HIAS NUSANTARA

Pengertian
Ragam hias merupakan bentuk dasar hiasan yang biasanya akan menjadi pola yang diulang-
ulang dalam suatu karya kerajinan atau seni. Ragam Hias, secara etimologis frase ragam hias
berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ornare”, yang artinya hiasan atau menghias. Seni ragam
hias dibuat dengan tujuan mengisi kekosongan permukaan dari suatu karya seni. Selain
mengisi kekosongan permukaan, komponen seni yang satu ini dibuat dengan tujuan
memperindah hasil karya seni. Adanya variasi ragam hias pada suatu karya seni juga dapat
menambah nilai jual. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ragam hias?

Ragam hias, atau juga dikenal sebagai ornamen, merupakan salah satu bentuk seni rupa yang
sangat melekat dengan identitas bangsa Indonesia. Berbagai macam ragam hias dapat kita
temukan di Indonesia, entah itu pada kain batik, kain tenun, kain songket, candi, dan tempat
persembahyangan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor sejarah dan budaya yang ada di
nusantara.

Jenis-jenis
Jenis-jenis ragam hias secara umum diklasifikasikan menjadi 4 bagian, yaitu geometris, flora,
fauna, dan figuratif.

1. Ragam Hias Geometris

Ragam hias geometris mengandung unsur-unsur garis, sudut, bidang, dan ruang. Garis-garis
yang dibuat bisa dalam bentuk garis lurus, melengkung, spiral, atau zig-zag. Ada pula dalam
bentuk bidang, seperti lingkaran, persegi, persegi panjang, segitiga, dan juga layang-layang.
Garis dan bidang tersebut dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu ragam hias
geometris yang indah. Ragam hias geometris juga disebut-sebut sebagai ragam hias tertua,
karena sudah berkembang sejak zaman prasejarah. Terdapat beragam jenis ragam hias
geometris di nusantara, berikut penjelasannya.

 Ceplokan
Arti kata ceplokan atau yang biasanya dibilang sebagai “ceplok” saja, adalah bulatan untuk
hiasan. Motif ceplokan terdiri dari satu motif saja, lalu disusun secara berulang-ulang.
Beberapa motif ceplokan yang sudah kita kenal yaitu :

 Ceplok cakra kusuma


 Ceplok nogosari
 Ceplok truntum
 Ceplok supit urang

Seperti yang bisa anda lihat pada gambar diatas bahwa ragam hias geometris juga memiliki
beberapa jenis dari ragam hias yang salah satu nya yaitu ragam hias geometris ceplokan dan
ragam hias ini juga masih memiliki beberapa motif yang sudah di sebutkan diatas.

 Kawung

Kata kawung berasal dari bahasa Sunda yang berarti kolang-kaling. Jika kita perhatikan
dengan seksama, motif kawung memang mirip dengan buah aren atau yang sering kita sebut
kolang-kaling.

Ada pula sumber yang mengatakan bahwa motif kawung terinspirasi dari binatang
kuwangwung. Ragam hias kawung termasuk motif kuno, yang diciptakan oleh seorang Sultan
Mataram sekitar abad 13. Pada zaman itu, motif kawung hanya boleh dipakai oleh keluarga
kerajaan atau pejabat.

Beberapa sumber menyebutkan, motif kawung mengandung pesan agar manusia selalu
menjadi makhluk yang berguna, layaknya pohon aren yang seluruh bagiannya bisa
digunakan. Makna lain dari motif kawung, lebih tepatnya dalam adat Jawa, adalah satu titik
pusat keraton. Motif kawung juga disebut sebagai papat madhep limo pancer; empat titik
membentuk garis dan menghadap satu titik yang dianggap sebagai pusat kekuatan.

Ragam hias pilin, jika kita lihat sepintas, memang memiliki bentuk seperti huruf S. Selain
bentuk seperti huruf S, terdapat pula ragam hiasa pilin yang bentuknya SS atau sering disebut
sebagai pilin ganda. Ragam hias jenis ini juga terlihat mirip dengan motif parang.

Tak jarang, ragam hias pilin lebih terlihat seperti bentuk spiral, seiring dengan terus
berkembangnya kreasi ragam hias nusantara. Ragam hias pilin juga memiliki bentuk kreatif
lainnya, seperti bentuk pita, berumbai, untaian, atau pusaran.

Motif ragam hias ini biasanya digunakan sebagai hiasan pinggiran, yang dimana ukurannya
dibuat lebih kecil dari ragam hias utama.Tak hanya dijadikan hiasan pinggiran, ada juga
ragam hias pilin yang dijadikan motif utama. Ragam hias jenis pilin dapat kita lihat pada kain
batik dan hiasan rumah tradisional.

 Tumpal

Ragam hias tumpal memiliki bentuk segitiga sama kaki, yang pada zaman prasejarah
melambangkan hal magis. Ragam hias tumpal juga disebut sebagai motif pucuk rebung.
Motif pucuk rebung dianggap sebagai lambang pertumbuhan.

Ada pula sumber yang mengatakan bahwa konsep ragam hias tumpal adalah konsep
kesatuan. Konsep tersebut kemudian disebut sebagai kosmos yang isinya keselarasan antara 3
hal, yaitu terdiri dari manusia, semesta, dan alam lain.

Motif tumpal juga memiliki kreasinya sendiri. Motif ini dapat disusun secara berderetan,
dengan posisi motif tumpal yang ujung runcingnya diatas atau pun dibuat terbalik dengan
ujung runcing dibawah. Motif tumpal dapat dibuat secara polos, tetapi dapat juga diberi
hiasan di bagian tengahnya, seperti bintang, garis-garis, bunga, dan sulur-suluran. Memiliki
fungsi yang hampir sama dengan motif pilin, ragam hias tumpal biasa dijadikan hiasan
pinggiran. Biasanya dapat kita lihat pada ukiran candi atau pada kain batik.
 Swastika

Motif swastika dipercaya sebagai simbol yang paling suci dalam kepercayaan agama Hindu.
Motif ini juga merupakan simbol yang dipercaya sebagai warisan sejarah dan budaya. Ragam
hias swastika dapat dikatakan sebagai motif tertua, sekitar 4000 tahun lalu.

Bentuk dasar motif swastika adalah huruf Z atau zig-zag yang zaling berlawanan. Ada pula
motif swastika yang dibuat saling berkaitan satu dengan lainnya; motif ini disebut motif
banji.

Kata swastika merupakan terapan dari kata Swastyastu, yang berarti semoga dalam keadaan
baik. Tidak hanya menempati posisi sakral, motif swastika juga dijadikan motif-motif hiasan
arsitektur kuno atau modern. Motif swastika ditemukan pada benda-benda bersejarah seperti
koin, keramik, senjata, perhiasan, atau altar.

 Meander

Kata meander berasal dari bahasa Yunani “meandros”, yang berarti liku atau berkelok-kelok.
Ragam hias meander merupakan garis batasan yang terdiri dari garis yang saling berkaitan,
lalu disusun berulang.

Ragam hias ini juga merujuk pada bentuk labirin, disebut sebagai labirin
meander. Berdasarkan sejarah, ragam hias meander berasal dari zaman Yunani Kuno. Motif
ini tidak hanya dipakai di Yunani, tetapi juga di Romawi dan Cina.
Motif ini merupakan sesuatu yang penting pada zaman Yunani Kuno, yang melambangkan
ketidakterbatasan dan kesatuan. Banyak sekali bangunan-bangunan Yunani Kuno yang
menggunakan motif meander sebagai hiasannya. Penggunaan ragam hias meander mulai
tersebar karena adanya vas khas Yunani Kuno, yang sangat terkenal pada zaman geometris.

2. Ragam Hias Flora

Sesuai dengan namanya, ragam hias flora adalah jenis ragam hias yang menggunakan flora
(tumbuh-tumbuhan) sebagai obyek motifnya. Motif flora bisa dibuat sesuai aslinya, tetapi ada
pula seniman yang membuat ragam hias flora sesuai dengan imajinasinya. Jenis ragam hias
ini dapat ditemui hampir di seluruh bagian negeri kita Indonesia, entah itu pada kain batik,
kain sulam, tenun, seni pewayangan, atau rumah tradisional. Berikut ini adalah contoh-contoh
ragam hias flora:

 Pepatraan
Motif pepatraan dibuat berdasarkan keindahan bentuk flora, yaitu bentuk dedaunan dan
bunga. Seniman meniru bentuk daun, bunga, putik, dan ranting suatu flora, lalu dibuat secara
berulang. Pepatraan adalah motif yang sangat beragam, dan masing-masing pepatran
memiliki identitasnya sendiri. Contoh pepatraan yang dikenal di Indonesia adalah patra sari,
patra cina, patra punggel, dan patra samblung.

Patra sari meniru bentuk flora yang menjalar, lalu disusun secara melingkar dan berulang.
Sari bunga adalah motif yang paling ditonjolkan, sehingga patra jenis ini disebut patra sari.
Berikutnya adalah patra cina, yang dipercaya sebagai jenis patra yang dipengaruhi budaya
cina.

Patra cina merupakan tiruan kembang sepatu, yang batang, daun, dan bunganya dibuat
dengan garis tegas. Patra punggel merupakan tiruan potongan tumbuh-tumbuhan, dan
umumnya meniru ujung daun paku yang masih muda. Patra samblung merupakan tiruan
tanaman menjalar yang berdaun lebar lalu dibentuk secara melengkung.

Ragam hias kekarangan meniru suatu obyek dan dibuat sesuai aslinya. Selain meniru bentuk
aslinya, seniman akan menambahkan kreasi-kreasi lainnya untuk menonjolkan keindahan
ragam hias kekarangan. Obyek yang ditiru dalam ragam hias kekarangan adalah flora dan
fauna. Biasanya, sebuah karya kekarangan meniru satu obyek saja, lalu ditambah dengan
kreasi sang seniman.

Contoh ragam hias kekarangan yang meniru bentuk flora adalah karang simbar dan karang
bunga. Karang simbar adalah tiruan flora yang daunnya menjuntai ke bawah atau yang
berbentuk seperti tanduk menjangan. Karang simbar biasa dibuat pada pasangan bebatuan
pada bangunan tradisional Bali atau pada bangunan wadah pada upacara Ngaben di Bali.
Karang bunga merupakan tiruan bentuk bunga beserta kelopak dan daunnya. Karang bunga
dibuat pada penjolan bidang suatu bangunan.

 Keketusan

Motif keketusan dibuat dengan cara meniru salah satu bagian dari suatu flora. Bagian flora
yang biasa ditiru adalah bunga, sulur, dan daun.

Setelah meniru salah satu bagian flora, hasil tiruan itu dibuat secara berulang dan
ditambahkan bentuk-bentuk indah lainnya sesuai kreasi sang seniman. Motif keketusan yang
cukup dikenal adalah keketusan wangga, keketusan bungan tuwung, dan keketusan bun-
bunan.

Keketusan wangga adalah tiruan bunga besar yang mekar, dan juga berdaun lebar. Keketusan
bungan tuwung meniru bentuk bunga terung yang dibuat secara berliku dan berulang. Motif
lainnya adalah keketusan bun-bunan yang meniru bentuk tumbuhan menjalar atau bersulur.
Ragam hias dengan motif keketusan ini bertujuan untuk mengisi pepalihan, yang artinya
bagian yang berbentuk persegi panjang. Bagian yang dimaksud adalah pundan berundak yang
biasa kita lihat pada pura atau candi.

3. Ragam Hias Fauna


Jenis ragam hias ini mengambil bentuk fauna (hewan) sebagai motifnya. Ragam hias fauna
tidak mengambil bentuk hewan sepenuhnya, biasanya hasil gubahan dari seniman yang
menirunya. Fauna yang sering dijadikan obyek ragam hias ini adalah burung, singa, gajah,
dan ikan. Ragam hias ini juga sering dikombinasikan dengan bentuk flora sehingga hasilnya

lebih beragam. Berikut beberapa contoh ragam hias fauna:

 Kekarangan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kekarangan juga meniru bentuk fauna. Bentuk
dasarnya adalah fauna khayalan, bahkan terkadang cenderung abstrak.

Contoh kekarangan fauna adalah karang asti, karang goak, dan karang sae. Masing-masing
bentuk kekarangan fauna meniru satu jenis fauna, umumnya bagian kepala suatu fauna, dan
terkadang dikombinasikan dengan kekarangan flora.
Karang asti merupakan tiruan bentuk gajah yang dibuat sedemikian rupa indah. Bagian yang
ditiru dalam kekarangan asti adalah kepala gajah disertai gading dan mata gajah yang bulat.
Karang goak merupakan tiruan kepala burung gagak, terkadang disebut juga sebagai karang
manuk karena nampak seperti kepala ayam. Bentuk karang goak biasa dikombinasikan
dengan karang simbar. Karang sae meniru bentuk kepala kelelawar beserta tambahan berupa
tanduk dan gigi runcing.

 Motif Garuda

Menurut sejarah, motif garuda merujuk pada sesuatu yang dianggap memiliki kedudukan
paling penting dalam pandangan orang Jawa. Burung garuda muncul dalam cerita naiknya
Bhatara Wisnu ke nirwana, dimana burung ini menjadi tunggangan Sang Dewa.

Karena Bhatara Wisnu adalah dewa matahari, maka burung garuda selaku tunggangannya
juga dianggap sebagai lambang matahari. Selain lambang matahari, burung garuda juga
dianggap sebagai simbol kejantanan.

Motif garuda dapat dikatakan sebagai yang paling sederhana, karena tidak terlalu banyak
variasinya. Motif ini terdiri dari bagian ekor, dua sayap, dan ditengahnya terdapat badan
burung garuda. Karena pentingnya lambang garuda ini, maka bentuknya diadopsi dalam
bentuk motif kain batik.

 Motif Naga Asoq


Motif naga asoq merupakan motif tradisional suku Dayak Bahau di Kalimantan. Motif ini
adalah perpaduan dari bentuk naga dan anjing. Bagian kepala dari motif ini meniru kepala
naga, sedangkan badannya adalah badan anjing. Kata asoq sendiri merupakan sebutan suku
Dayak Bahau untuk anjing. Naga asoq merupakan kepercayaan yang dianut oleh suku Dayak
Bahau.

Motif naga asoq biasa dibuat suku Dayak Bahau pada pintu rumah mereka, yaitu rumah
lamin. Naga asoq dipercaya untuk menolak kejahatan, sedangkan ragam hiasnya dipercaya
sebagai penyelamat atau penunjuk jalan menuju alam setelah kematian. Motif naga asoq
dikondisikan seperti sedang berenang; hal ini sebagai bentuk penghormatan suku Dayak

4. Ragam Hias Figuratif

Ragam hias figuratif menggunakan manusia sebagai obyeknya. Seniman akan meniru bentuk
tubuh manusia, mulai dari kepala hingga kakinya, lalu membuat tiruan manusia tersebut
dalam gaya tertentu. Seniman juga menambahkan motif-motif lain seperti flora untuk
meningkatkan keindahannya.

Ragam hias figuratif bisa berbentuk 2 dimensi atau pun 3 dimensi. Dalam bentuk 2 dimensi
misalnya pada lukisan atau gambar dengan menggunakan software. Bentuk 3 dimensi dari
ragam hias figuratif bisa berupa patung atau topeng.

Ragam hias figuratif tradisional umumnya berasal dari daerah timur Indonesia, misalnya
Papua. Ragam hias figuratif khas orang Papua, khusunya suku Asmat, biasanya berupa
patung. Ada pun kreasi ragam hias figuratif di zaman modern, yang dibuat dengan
menggunakan software khusus seperti Adobe Photoshop.
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_hias

https://azzamaviero.com/ragam-hias-flora/

https://uangteman.com/blog/gaya-hidup/5-macam-motif-ragam-hias/

https://ilmuseni.com/seni-rupa/pengertian-ragam-hias

https://www.google.co.id/search?q=motif+ragam+hias+fauna&oq=motif+ragam+hias+&aqs
=chrome.2.69i57j0l3.8140j0j7&client=ms-android-xiaomi&sourceid=chrome-
mobile&ie=UTF-8

https://www.google.co.id/search?q=motif+ragam+hias+manusia&safe=strict&client=ms-
android-
xiaomi&prmd=inv&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjxt_im9PveAhUQdysK
HUowCzQQ_AUoAXoECA0QAQ&biw=360&bih=559#imgrc=8JkOMRYbTU6k_M

Anda mungkin juga menyukai