Ragam hias geometris ini adalah bentuk ornamen yang memiliki bentuk berupa
susunan garis-garis, raut, dan bangun yang biasa kita kenal sebagai bidang geometri.
Bidang geometri itu ada banyak sekali jenisnya, mulai dari garis, bentuk bangunan,
bentuk lengkungan, hingga lingkaran. Misalnya dalam hal garis, terdapat garis lurus,
garis zigzag, atau garis lengkung. Kemudian dalam hal bentuk bangunan, terdapat
bentuk segitiga, lingkaran, persegi, prisma, dan lain-lain. Ragam hias ini juga kerap
disebut sebagai ragam hias ilmu ukur, sebab dalam pembuatannya tak jarang orang-
orang akan menggunakan elemen-elemen geometris yang terukur alias memakai alat
bantu berupa penggaris supaya hasilnya lebih rapi. Motif-motif yang digunakan
misalnya motif garis lurus, lengkung segitiga, lingkaran, meander, tumpal, swastika,
patra mesir “L/T”, dan pilin berganda. Namun seiring perkembangan zaman yang mana
motif ragam hias geometris juga ikut berkembang, maka dapat dibedakan menjadi 6
motif yakni motif swastika, motif kawung, motif pilin berganda, motif tumpal, dan motif
pilin.
Lingkungan alam
Flora di suatu daerah
Fauna di suatu daerah
Manusia sebagai anggota masyarakat di suatu daerah
Kebanyakan motif ragam hias yang ada di Nusantara ini menggunakan motif hias flora
fauna yang asing untuk ditemui, sebab sebagian besar memang berasal dari pengaruh
asing. Contoh: adanya motif ragam hias berupa burung phoenix, naga, awan biru,
hingga batu karang yang mana berasal dari seni Cina dan biasanya ditemukan pada
karya seni rupa yang khas dari utara Pulau Jawa. Kemudian ada juga motif bunga
teratai yang bermakna sebagai kelahiran, diambil dari kesenian Hindu India dan banyak
diterapkan pada arca dan relief candi di Nusantara ini.
1. Sebagai hiasan benda, baik itu benda yang berupa seni terapan maupun seni
murni.
2. Untuk mempercantik penampilan alias fungsi estetis.
3. Sebagai simbol dari status sosial dari suatu individu yang hidup di tengah
masyarakat multikultural.
Teknik Dasar Menggambar Ragam Hias
Pada dasarnya, ketika hendak menggambar motif ragam hias apapun itu termasuk
ragam hias geometris, haruslah mempunyai aturan atau tekniknya, yakni sebagai
berikut:
1. Perhatikan secara detail pada pola bentuk ragam hias yang hendak digambar.
2. Persiapkan alat dan media gambar.
3. Tentukan ukuran dari pola bentuk ragam hias yang akan digambar.
4. Buatlah sketsa dari bentuk ragam hias terlebih dahulu.
5. Jika sketsa sudah selesai, lakukan tahap finishing dengan menebalkan dan
memberi warna pada pola bentuk ragam hiasnya.
Keberadaan motif geometris ini dapat Grameds temui di seluruh kepulauan Indonesia,
terutama bagian timur. Bentuk dari motif pilin berganda ini hampir menyerupai huruf “S”
atau kebalikannya. Motif ini bahkan dianggap telah ada pada kebudayaan perunggu di
zaman prasejarah atau biasa disebut sebagai kebudayaan perunggu Eropa.
Penerapan motif ini banyak dijumpai pada kapak perunggu, ukiran kayu, gantungan
perkakas, dan perabotan rumah lainnya. Namun, penerapan motif ini tidak hanya pada
perabot rumah dan gantungan perkakas saja, tetapi juga pada batik, salah satunya di
Jawa Tengah yang biasa disebut sebagai motif Parang Rusak.
3. Meander
Motif geometris meander ini dianggap telah ada sejak zaman perunggu yang kemudian
menyebar ke berbagai wilayah, mulai dari Asia Tenggara yang salah satunya adalah
Indonesia, Asia Timur, Eropa, hingga Yunani. Bentuk motif ini berupa deretan huruf “T”
yang berdiri tegak lurus dan terbalik secara berganti-ganti. Bentuk dari motif meander
ini hampir mirip dalam seni Tionghoa, yakni seolah mengalir mirip awan, maka dari itu
biasanya juga kerap disebut sebagai Pinggir Awan.
Namun, keberadaan motif geometris ini tidak selalu berbentuk demikian, sebab juga
dapat berbentuk lingkaran yang nantinya akan diukirkan pada kapal, khususnya di
Papua Utara.
4. Swastika
Motif geometris yang satu ini telah ada sejak zaman perunggu Eropa Barat yang biasa
disebut dengan Swastika, sementara di Tionghoa disebut dengan Banji. Motif Swastika
ini menjadi bentuk perlambangan peredaran bintang-bintang yang ada di luar angkasa,
khususnya matahari sekaligus menjadi tanda pembawa tuah bagi manusia di bumi.
Di Indonesia, motif ini dibuat dengan cara mengisi garis-garis lurus.
5. Kawung
Motif kawung ini kerap digambar oleh siswa sekolah dalam penugasan seni budaya,
apakah Grameds salah satunya? Bentuk dari motif geometris ini berupa lingkaran-
lingkaran yang diatur sedemikian rupa sehingga akan menutup sebagian yang lain.
Nama “kawung” ini berasal dari bahasa Jawa dan Sunda yang berarti “pohon aren”.
Perlu diketahui, pohon aren itu apabila dipotong dengan cara melintang, maka akan
nampak bijinya yang berjumlah empat.
Bentuk motif dari kawung ini sudah ada sejak zaman Hindu Jawa, contohnya pada kain
yang selalu dipakai oleh Kertajaya selaku raja pertama dari Kerajaan Majapahit.
Perlu Grameds ketahui ya bahwa bentuk rumah adat Bugis ini memiliki bentuk yang
hampir mirip dengan rumah adat Sumatera dan Kalimantan, yakni sama-sama
berbentuk rumah panggung. Namun, pada rumah adat Bugis ini biasanya bentuknya
lebih memanjang ke arah belakang, disertai adanya tambahan bangunan di samping
dan depan rumah. Orang Bugis biasa menyebut tambahan bangunan tersebut
dengan lego-lego.
Dalam kehidupan sehari-hari, rumah adat Bugis ini dibedakan berdasarkan status sosial
dari mereka yang menempatinya. Yakni ada rumah adat Saoraja (istana) dan Bola
(rumah). Pada rumah adat Saoraja yang berarti rumah besar ini, biasanya akan
ditempati oleh para raja beserta keturunannya. Sementara pada rumah adat Bola
biasanya akan dihuni oleh rakyat biasa. Meskipun pada dasarnya, kedua jenis rumah
adat Bugis ini tidak memiliki perbedaan yang mendasar, kecuali pada ukuran dan
ragam hias yang digunakan sebagai ornamen hiasannya.
Play
Unmute
Loaded: 1.03%
Fullscreen
Ragam hias geometris banyak ditemukan dalam rumah adat Bugis yang berbentuk
Saoraja, yang mana menjadi bukti bahwa keberadaan ragam hias memang berfungsi
untuk menunjukkan status sosial dari individu. Ragam hias geometris yang ditemukan
ada di bagian jendela dengan bentuk segitiga (cobo’-cobo’), belah ketupat (cidu), dan
bentuk hati. Selanjutnya, dapat ditemukan pula di pegangan tangga dengan bentuk
bulatan yang dibubut. Ragam hias tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penghias
saja, tetapi juga sebagai bagian dari konstruksi atau penahan pada pegangan tangga
supaya terlihat kokoh.
Pada rumah adat Bugis ini, bagian tangga biasanya akan terdapat 13 anak tangga.
Semakin tinggi rumah adat tersebut, maka akan semakin banyak pula jumlah anak
tangganya, tetapi jumlahnya harus selalu ganjil. Angka ganjil pada anak tangga tersebut
merupakan simbol angka Tuhan dan pemasangannya tidak boleh sembarangan.
Jika melihat pada makna simbolik dari ragam hias geometris yang terdalam di dalam
rumah adat Bugis ini, maka setiap bentuk geometris-nya akan beragam, yakni:
Bentuk belah ketupat (cidu) menyimbolkan kesempurnaan yang mana berdasarkan
atas filosofi masyarakat Bugis.
Pada bentuk segitiga (cobo’-cobo’) akan menyimbolkan kesuburan.
Pada bentuk segi delapan akan menyimbolkan manusia sempurna berdasarkan
filosofi masyarakat bugis.
Pada bentuk hati akan menyimbolkan kasih sayang.
Pada bentuk bulat yang dibubut terutama di bagian pegangan tangga akan
menyimbolkan kekuatan.
Pada ragam hias ini memiliki bentuk ukel dari daun pakis dan ornamen lainnya serba
bulat. Bentuk ukel tersebut hampir menyerupai tanda koma. Motif ragam hias
Padjajaran ini biasanya ditemukan pada kayu ukiran yang berada di Makam Sunan
Gunung Jati. Beberapa bagian dari motif ragam hias ini misalnya Angkup, Culo,
Benangan, Simbar, dan lain-lain.
2. Motif Ragam Hias Majapahit
Pada ragam hias ini memiliki bentuk bulatan dan krawingan, biasanya terdiri atas ujung
ukel pakis dan daun waru. Keseluruhan motif dari seolah berbentuk tanda tanya.
Ragam hias ini ditemukan kembali oleh Ir. H. Maclaine Pont, seorang pejabat yang
bekerja di Museum Trowulan. Keberadaan motif ragam hias dapat ditemukan pada
tiang pendopo di Masjid Demak yang dianggap sebagai benda peninggalan Kerajaan
Majapahit oleh Raden Patah.
Pada ragam hias ini sebenarnya hampir mirip bentuk motifnya dengan ragam hias
Padjajaran. Hal yang membedakan terletak pada ujung ukel yakni adanya hiasan
berupa sehelai parta. Masyarakat Bali memiliki julukan khusus pada motif ragam hias
ini, yakni Patre Punggel yang biasanya dapat dilihat di pura sebagai hiasan pintu
masuk.
Keberadaan ragam hias ini biasanya digunakan pada hiasan barang-barang kerajinan
yang dibuat dari bahan aluminium, perak, dan emas. Contohnya adalah sendok, asbak,
keris, gong, bejana, dan lain-lain.
Pada ragam hias ini seolah memiliki corak tersendiri, yakni berupa daun yang
berbentuk agak kaku. Memang, motif dari ragam hias Madura ini diciptakan oleh para
ahli seni yang berasal dari Madura dengan tidak mencontoh motif dari ragam hias
daerah lain. Grameds dapat melihat keberadaan motif ragam hias Madura ini di Gedung
Museum Pusat (Museum Gajah) yang ada di Jakarta.