ABSTRACT
Tailings in the mining world cannot be avoided, from excavation or mining. Only less than 3%
is the main product and by-product while the rest becomes waste and tailing. The content of Si
and Al in tailings meets the requirements of ASTM C-618. The purpose of this study was to
utilize tailing waste to make modified geopolymer mortar in powder form according to SNI 03-
4433-1997. Mortar material inspection includes compressive strength tests according to ASTM
C-109 and Scanning Electron Microscopy (SEM). The composition of the mortar mixture is
80% tailing and 20% alkali activator (Na2 SiO3: NaOH) with a variation of the ratio of 1.5:1,
2:1, 3:1, and 1:2 and variations in NaOH concentrations of 10M, 12M, and 14M To obtain
optimum results, tailings are sieved using mesh 200. The compressive strength testing is
carried out at 14 days of mortar life, then the results are compared with SNI 6882: 2014 and
SEM testing is carried out from the highest and lowest compressive strength test results. The
results showed that the optimum compressive strength was 6.17 MPa at a ratio of 2: 1
(Na2SiO3: NaOH) with a concentration of 10M NaOH and included in the type N and type O
categories according to SNI 6882: 2014. The SEM results show that there is an unevenness in
the mortar mixture.
ABSTRAK
Tailing dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari, dari penggalian atau pertambangan.
Hanya kurang dari 3% yang menjadi produk utama dan produk sampingan sedangkan sisanya
menjadi waste dan tailing. Kandungan Si dan Al pada tailing memenuhi persyaratan ASTM C-
618. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah tailing untuk pembuatan
mortar geopolimer dalam bentuk powder sesuai SNI 03-4433-1997 yang dimodifikasi.
Pemeriksaan material mortar meliputi uji kuat tekan sesuai ASTM C-109 dan Scanning
Elektron Microscopy (SEM). Komposisi campuran mortar sebesar 80% tailing dan 20% alkali
aktivator (Na2SiO3:NaOH) dengan variasi perbandingan yaitu 1,5:1, 2:1, 3:1, dan 1:2 serta
variasi konsentrasi NaOH yaitu 10M, 12M, dan 14M, untuk mendapatkan hasil optimum,
tailing diayak menggunakan mesh 200. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur mortar 14
hari, kemudian hasilnya dibandingkan dengan SNI 6882:2014 dan pengujian SEM dilakukan
dari hasil pengujian kuat tekan tertinggi dan terendah. Hasil penelitian menunjukan kuat tekan
optimum sebesar 6,17 MPa pada perbandingan 2:1 (Na2SiO3:NaOH) dengan konsentrasi
NaOH 10M dan termasuk dalam kategori tipe N dan tipe O sesuai SNI 6882:2014. Hasil SEM
menunjukan terjadi ketidakseragaman dalam campuran mortar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beton menjadi material yang sangat penting dan banyak digunakan untuk membangun
berbagai infrastruktur seperti gedung, jembatan, jalan raya dan sebagainya. Dengan adanya
pembangunan infratsruktur yang semakin hari semakin meningkat mengakibatkan produksi
semen yang meningkat pula. Semen merupakan bahan yang dibuat dengan cara membakar
secara bersamaan campuran calcareous dan argillaceous pada suhu 1450 ℃ sampai menjadi
klinker. Akan tetapi, pada proses produksi semen, terjadi pelepasan gas CO2 ke udara yang
besarnya sebanding dengan jumlah semen yang diproduksi (Davidovits, 1994).
Hasil konferensi bumi yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang tahun 1997, dan di Bali
tahun 2007 bertajuk Climate Change dinyatakan bahwa, emisi gas rumah kaca ke atmosfer
yang tidak terkendali adalah agen utama penyebab terjadinya perubahan iklim di dunia.
Menurut International Energy Authority : World Energy Outlook, jumlah gas CO2 yang
dilepaskan ke udara tahun 1995 adalah 23,8 miliar ton, angka ini menunjukan produksi semen
portland menyumbang 7% dari keseluruhan gas CO2 yang dilepaskan ke udara. Jika hal ini
tidak ditangani dengan serius dan tidak didapatkan bahan pengganti semen, tahun 2010
diperkirakan total produksi semen di dunia mencapai 2,2 miliar ton (Malhotra, 1999).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan adanya bahan alternatif lain yang
bisa menggantikan semen dalam campuran beton untuk mendapatkan beton yang ramah
lingkungan. Salah satu diantaranya adalah pengembangan beton dengan memanfaatkan limbah
buangan industri seperti tailing untuk mengganti penggunaan semen. Beton yang dibuat dari
bahan tailing ini biasa disebut beton geopolimer. Pembuatan semen geopolimer dapat
mereduksi hingga 80% jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari proses pembuatan semen portland.
Selain itu, Beton geopolimer ini memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bangunan lain.
Kelebihan beton geopolimer secara umum yaitu memiliki kuat tekan yang tinggi dan dapat
direncanakan sesuai keinginan, mudah dibentuk, tahan terhadap suhu tinggi, biaya perawatan
rendah, dapat dibuat dengan bahan-bahan lokal, serta tahan terhadap cuaca (Cahyadi, 2013).
Ramdhani, 2016, Safitri, 2017 dan Nevi, 2017 melakukan pembuatan beton geopolimer
dengan mereaksikan larutan NaOH sekian molar ditambah Na2SiO3 cair (sistem basah) hingga
dicetak menjadi beton geopolimer. Proses ini dinilai tidak efisien dan hanya bisa dilakukan di
laboratorium. Pada penelitian ini, akan dibuat sediaan semen geopolimer berbahan dasar tailing
(metode kering). Percobaan dengan metode kering diharapkan dapat mengurangi kekurangan
tersebut dengan tidak mengesampingkan kualitas dari bahan penyusunnya. Keuntungan dari
metode kering ini yaitu : praktis, mudah diaplikasikan di lapangan dan dapat dikomersilkan
secara luas.
Berkaitan dengan hal-hal yang disebutkan diatas, maka penulis mencoba meniliti
tentang “Pemanfaatan Limbah Tailing PT Antam Tbk Pongkor Untuk Dijadikan Mortar
Geopolimer Bentuk Powder”
PERCOBAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tailing, padatan natrium
hidroksida (NaOH) dan natrium silikat (Na2SiO3).
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, ayakan mesh 200,
cetakan beton geopolimer 5cm x 5cm x 5cm, oven Memert, instrumentasi, alat uji kuat tekan
beton Digital 3000 Compression Machine dan intrumentasi Scanning Elektron Microscopy
(SEM) tipe JSM 6510.
Prosedur
Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu persiapan sampel dengan pengeringan
tailing, narium silikat dan grinding natrium hidroksida. Analisis komposisi tailing dengan
menggunakan alat X-Ray Fluoresensi (XRF), pembuatan mortar geopolimer, uji kuat tekan dan
pengujian morfologi beton dengan alat Scanning Elektron Microscopy (SEM)
Nilai kuat tekan yang dihasilkan kemudian dikonversi ke umur beton 28 hari sesuai SNI 03-
2847-2002 yang mengacu pada PBI 1971 dengan faktor konversi sebagai berikut:
Tabel 1. Faktor Konversi Umur Beton
N0. Umur Beton (hari) Semen Portland
1 3 0,4
2 7 0,65
3 14 0,88
4 21 0,95
5 28 1
Tabel 1. Perbandingan Komposisi kimia Tailing UPBE Pongkor dengan ASTM C-618-17
Komposisi
Senyawa/unsur Tailing % ASTM C-618 Klasifikasi N
SiO2/Si 68,15/31,86
Al2O3/Al 9,59/5,08
Fe2O3 4,40
CaO 8,57
SiO2+Al2O3+Fe2O3 82,14 Min 70 %
K2O 4,07
MgO 1,86
Na2O 0,88
Sumber : Safitri, Nevi 2017, dan Ramdhani 2016
Curing/Perawatan
Waktu curing dilakukan dalam oven pada suhu 90℃ selama 18 jam. Setelah
dikeluarkan dari cetakan, mortar didiamkan dalam suhu ruang selama dua minggu tanpa
perlakuan khusus hingga waktu pengujian kuat tekan dilakukan. Sebelum pengujian kuat tekan,
mortar dengan konsentrasi alkali 10, 12, dan 14 M mengeluarkan kristal jarum putih yang
keluar dari pori-pori mortar pada semua perbandingan (Gambar 2). Setelah dilakukan
pengujian kualitatif pada kristal jarum tersebut, positif mengandung gas CO2 yang menandakan
jarum kristal tersebut adalah senyawa dari Na2CO3 atau CaCO3 yang merupakan hasil reaksi
dari sisa NaOH dan Ca(OH)2 yang berlebih. Berikut reaksinya:
2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O
Na2CO3 + 2HCl 2NaCl + H2O + CO2
Ca2+ + 2OH- Ca(OH)2
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + + H2O + CO2
Hal ini tidak terlalu berpengaruh pada kekuatan mortar, karena reaksi terjadi setelah
polikondensasi Si-O-Al pada permukaan mortar.
Pada perbandingan 1:2 pada semua konsentrasi alkali, tidak terbentuk kristal jarum,
kandungan natrium silikat pada perbandingan 1:2 tidak cukup untuk mengimbangi kandungan
natrium hidroksida yang ditambahkan. Perbandingan mol natrium silikat dan NaOH yang
mencapai 1:6,1 menyisakan ion Na+ dan OH- sangat banyak. Selain itu jumlah volume air yang
ditambahkan terlalu banyak sehingga suhu pada campuran tersebut menjadi panas yang
memungkinkan menggesernya reaksi dari fasa geopolimer ke arah zeolite bahkan feldspar.
H2O pada dasarnya dibutuhkan, yaitu sebagai media mobilitas ion-ion. Selain itu, dalam sistem
geopolimer H2O dibutuhkan bersama dengan alkali untuk membentuk ikatan Si-O-Al.
Frantisek et al. (2006) menyebutkan H2O pada sistem geopolimer pada awalnya merupakan
senyawa bebas, yang kemudian melaui tahapan geopolimerisasi membentuk ion OH- dan akan
ikut menguap ketika suhu sistem di atas titik didihnya. Pembentukan ion OH- terlihat pada
reaksi polikondensasi monomer (Gambar 3) dengan menguapnya H2O, hal ini mempengaruhi
mobilitas ion ketika polikondensasi, di mana kation-kation penyeimbang srtuktur ini berada
dalam media cair.
Gambar 3. Reaksi Polikondensasi Monomer dengan Menguapnya Air (Sumber : Arlis, 2012)
Hal ini mengakibatkan polikondensasi yang tidak optimum, di mana terjadi penurunan
kekuatan. Selain itu, hidrat yang sudah berikatan dengan molekul akan menguap. Dengan
begitu, akan terjadi mikroporositas pada pasta geopolimer. Menurut Duxson (2005),
menyebutkan bahwa H2O hasil polikondensasi berada teperangkap pada struktur dan poros,
seperti ilustrasi pada (Gambar 4). Cacat poros inilah yang menyebabkan penurunan kekuatan
pasta geopolimer.
Gambar 4. H2O Terperangkap pada Struktur dan Poros Rantai Kovalen Tiga Dimensi
(Sumber : Davidovits, 2008)
Cacat poros mengakibatkan kerapuhan cepat terjadi dan mortar yang terbentuk lama-kelamaan
hancur dengan sendirinya (Gambar 5). Atas pertimbangan tersebut, pada semua konsentrasi
alkali untuk mortar perbandingan 1:2 tidak dilakukan pengujian kuat tekan.
10 M 3:1 4 3,42
14 M 3:1 2 1,57
Hasil nilai kuat tekan yang diperoleh disesuaikan dengan SNI 6882:2014 tentang Persyaratan
Spesifikasi Sifat Mortar Semen Pasangan dan untuk mengetahui kegunaan pemilihan mortar
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Persyaratan Spesifikasi Sifat
Mortar Tipe Kuat tekan umur 28 hari, min, Mpa (psi)
M 17,2 (2500)
Semen pasangan S 12,4 (1800)
N 5,2 (750)
O 2,4 (350)
Berdasarkan nilai kuat tekan yang didapatkan pada Tabel 2, dari 9 variasi mortar rata-rata yang
dibuat, 5 diantaranya memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 6882-2014 yaitu tipe N
dan O yang diperuntukkan sebagai dinding pemikul beban dan partisi tidak memikul beban
pada bagian dalam (tipe N), dan Restorasi unit pasangan pada bagian luar dan dalam (tipe O).
Nilai kuat tekan tertinggi diperoleh pada konsentrasi NaOH 10M perbandingan alkali aktivator
2:1
7
6 6.17
Kuat Tekan (MPa)
5
4.58
4
3.42
3 3.05
2.67
2.29 2.29 2.29
2
1.57
1
0
10M 12M 14M
Konsentrasi NaOH
7
6.17
6
Kuat Tekan (Mpa)
5 4.58
4 3.42
3.05
3 2.67
2.29 2.29 2.29
2 1.57
1
0
1,5:1 2;1 3;1
Perbandingan Alkali Aktivator (Na2SiO3:NaOH)
Tabel 5. Perbandingan Rasio mol SiO2/Al2O3 pada Perbandingan 2:1 Konsentrasi NaOH 10M
Melalui perhitungan mol unsur, didapatkan rasio mol SiO2/Al2O3 sebesar 13,51 M2O/SiO2
sebesar 0,41, rasio M2O/Al2O3 sebesar 5,50 rasio H2O/M2O sebesar 3,37 pada konsentrasi
NaOH 10M dengan nilai kuat tekan tertinggi 6,17 MPa, M merupakan gabungan K dan Na.
Hal ini sejalan dengan perbandingan M2O/SiO2 yang direkomendasikan oleh Davidovits,
(1994) yaitu 0,2-0,48. Seharusnya rasio M2O/SiO2 sistem geopolimer sudah terpenuhi dimana
kation penyeimbang muatan sudah mampu membentuk polimer Si-O-Al optimum pada saat
polikondensasi monomer-monomer yang terlarutkan oleh OH- pada pH tinggi. Namun, nilai
rasio SiO2/Al2O3, M2O/Al2O3 dan rasio H2O/M2O masih jauh dengan yang direkomendasikan
oleh Davidovits
Pengaruh Agregat Terhadap Kuat Tekan
Agregat (pasir) sebagai sumber silikat dan aluminium tidak ditambahkan ke dalam
campuran pembuatan mortar geopolimer dengan tujuan agar pemanfaatan bahan baku dari
limbah tailing dapat diaplikasikan secara maksimal sesuai dengan ketentuan SNI 6882-2014.
Dalam penelitian ini, kuat tekan yang didapatkan dari setiap perbandingan relatif kecil, tetapi
masih memenuhi kriteria standar yang ditetapkan oleh SNI 6882-2014.
Dalam gambar 8 terlihat terjadi ketidakseragaman dalam mikrostruktur geopolimer dari satu
sampel. gambar (A) memperlihatkan mikrostruktur yang sebagian besar berbentuk sama dan
gambar (B) memperlihatkan ada perbedaan mikrostruktur yang berbentuk lempeng dan tidak
beraturan. Selain itu, bentuk ukuran partikel-pertikel penyusun geopolimer sangat bervariasi
yang menunjukan reaksi belum sempurna. Gambar (C) memperlihatkan struktur sampel yang
tidak rata dan terbentuknya ruang-ruang kosong. Karena permukaan sampel dari ketiga
pengukuran ini tidak rata maka sulit untuk mengetahui tingkat homogenitas geopolimer.
Gambar 9. Hasil SEM Geopolimer Nilai Kuat Tekan Terendah Perbesaran 1000 x
Gambar 9 memperlihatkan banyak terjadi keretakan dan terbentuk ruang-ruang kosong pada
mikrostruktur geopolimer terutama pada Gambar (A) dan (B). Banyak partikel-partikel
penyusun geopolimer yang masih berukuran besar yang tidak bereaksi. Warna-warna yang
lebih cerah (putih mengkilap) menunjukan terdapat unsur atom dengan nomor atom yang lebih
tinggi. Unsur dengan nomor atom yang tinggi memiliki tingkat absorbsi elektron yang tinggi
dan menyebabkan terlepasnya elektron sekunder atau backscattered.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneletian diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Semakin tinggi konsentrasi NaOH akan memberikan nilai kuat tekan yang semakin kecil.
2. Semakin tinggi perbandingan alkali aktivator tidak memberikan nilai kuat tekan yang
tinggi pula.
3. Nilai kuat tekan optimum diperoleh pada perbandingan alkali aktivator 2:1 konsentrasi
NaOH 10 M yaitu 6,17 MPa.
4. Dari 9 variasi mortar rata-rata yang dibuat, 5 diantaranya memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh SNI 6882-2014 yaitu tipe N dan O yang diperuntukkan sebagai dinding
pemikul beban dan partisi tidak memikul beban pada bagian dalam (tipe N), dan Restorasi
unit pasangan pada bagian luar dan dalam (tipe O).
5. Tailing Pertambangan Emas Pongkor dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan baku
pembuatan semen dalam bentuk powder sesuai SNI 03-4433-1997 yaitu semen siap pakai.
6. Menurut hasil SEM yang diperoleh, pengadukan dan pencetakan mortar geopolimer
sangat mempengaruhi nilai kuat tekan karena terjadi ketidak seragaman campuran dalam
mikrostruktur geopolimer
Saran
1. Perlu dilakukan penambahan pasir hasil ayakan mesh 100 untuk mengetahui pengaruh
hubungan dengan nilai kuat tekan.
2. Perlu dilakukan variasi waktu curing/perawatan terhadap mortar karena umur mortar
mempengaruhi nilai kuat tekan.
3. Sebaiknya dilakukan penambahan bahan yang mengandung Aluminium untuk
mendapatkan rasio perbandingan SiO2/Al2O3, M2O/Al2O3 dan H2O/M2O yang mendekati
agar didapatkan nilai kuat tekan yang optimum
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1971. Peraturan Beton Indonesia. Departemen Pekerdjaan Umum dan Tenaga Listrik
Direktorat Djendral Tjipta Karya Lembaga Penjelidikan Masalah Bangunan
Arlis, P., N. 2012. Optimasi Nilai Kuat Tekan Fleksural Geopolimer Abu Terbang Suralaya
Terhadap Variabel Alkali, Konsentrasi Alkali dan Suhu Curing. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok.
ASTM C-618-17. Satndard Spesification for Coal Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan
for Use in Concrete.
Badan Standarisasi Nasional. 1990. SNI 03-1974-1990: Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
Badan Standarisasi Nasional. 1991. SNI 03-2493-1991: Metode Pembuatan dan Perawatan
Benda Uji di Laboratorium
Badan Standarisasi Nasioanal. 1997. SNI 03-4433-1997: Spesifikasi Beton Siap Pakai
Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 03-6825-2002: Metode Pengujian Kuat Tekan Mortar
Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil.
Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI 6882-2014: Spesifikasi Mortar Untuk Pekerjaan Unit
Pasangan.
Cahyadi, D. 2013. Sifat Mekanik dan Durabilitas Polypropylene Fiber Reinforced Geopolymer
Concrete (PFRGC). Jurnal teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Vol. 1 No. 1 Oktober 2013 ISSN: 2339-0271. Surakarta.
Duxson, P., et al. 2005. Understanding The Relationship between Geopolymer Composition of
Microstructure and Mechanical Properties. Australia: University of Melbourne.
Nevi, Y. 2017. Pemanfaatan Campuran Fly Ash dan Tailing Petambangan Emas Untuk
Pembuatan Beton Geopolimer. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa
Ramdhani, S., A. 2016. Pengaruh Komposisi Kaolin Dalam Pembuatan Mortar Geopolimer
Berbahan Dasar Tailing Pertambangan Emas. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa. Bogor.
Safitri, L. 2017. Kuat Tekan Beton Geopolimer Berdasarkan Tingkat Kehalusan Tailing
Pertambangan Emas. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa