Anda di halaman 1dari 13

PEMANFAATAN LIMBAH TAILING PT ANTAM Tbk PONGKOR

UNTUK DIJADIKAN MORTAR GEOPOLIMER BENTUK POWDER

Ridha Arizal 1), Dian Arrisujaya 1), Wahyu Hidayat 1)*,


1)
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 4 Cimanggu Tanah Sareal, Bogor 16166
*
email : wahyu.chemycal@gmail.com

ABSTRACT
Tailings in the mining world cannot be avoided, from excavation or mining. Only less than 3%
is the main product and by-product while the rest becomes waste and tailing. The content of Si
and Al in tailings meets the requirements of ASTM C-618. The purpose of this study was to
utilize tailing waste to make modified geopolymer mortar in powder form according to SNI 03-
4433-1997. Mortar material inspection includes compressive strength tests according to ASTM
C-109 and Scanning Electron Microscopy (SEM). The composition of the mortar mixture is
80% tailing and 20% alkali activator (Na2 SiO3: NaOH) with a variation of the ratio of 1.5:1,
2:1, 3:1, and 1:2 and variations in NaOH concentrations of 10M, 12M, and 14M To obtain
optimum results, tailings are sieved using mesh 200. The compressive strength testing is
carried out at 14 days of mortar life, then the results are compared with SNI 6882: 2014 and
SEM testing is carried out from the highest and lowest compressive strength test results. The
results showed that the optimum compressive strength was 6.17 MPa at a ratio of 2: 1
(Na2SiO3: NaOH) with a concentration of 10M NaOH and included in the type N and type O
categories according to SNI 6882: 2014. The SEM results show that there is an unevenness in
the mortar mixture.

ABSTRAK
Tailing dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari, dari penggalian atau pertambangan.
Hanya kurang dari 3% yang menjadi produk utama dan produk sampingan sedangkan sisanya
menjadi waste dan tailing. Kandungan Si dan Al pada tailing memenuhi persyaratan ASTM C-
618. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah tailing untuk pembuatan
mortar geopolimer dalam bentuk powder sesuai SNI 03-4433-1997 yang dimodifikasi.
Pemeriksaan material mortar meliputi uji kuat tekan sesuai ASTM C-109 dan Scanning
Elektron Microscopy (SEM). Komposisi campuran mortar sebesar 80% tailing dan 20% alkali
aktivator (Na2SiO3:NaOH) dengan variasi perbandingan yaitu 1,5:1, 2:1, 3:1, dan 1:2 serta
variasi konsentrasi NaOH yaitu 10M, 12M, dan 14M, untuk mendapatkan hasil optimum,
tailing diayak menggunakan mesh 200. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur mortar 14
hari, kemudian hasilnya dibandingkan dengan SNI 6882:2014 dan pengujian SEM dilakukan
dari hasil pengujian kuat tekan tertinggi dan terendah. Hasil penelitian menunjukan kuat tekan
optimum sebesar 6,17 MPa pada perbandingan 2:1 (Na2SiO3:NaOH) dengan konsentrasi
NaOH 10M dan termasuk dalam kategori tipe N dan tipe O sesuai SNI 6882:2014. Hasil SEM
menunjukan terjadi ketidakseragaman dalam campuran mortar.

Kata kunci : mortar, geopolimer, tailing

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beton menjadi material yang sangat penting dan banyak digunakan untuk membangun
berbagai infrastruktur seperti gedung, jembatan, jalan raya dan sebagainya. Dengan adanya
pembangunan infratsruktur yang semakin hari semakin meningkat mengakibatkan produksi
semen yang meningkat pula. Semen merupakan bahan yang dibuat dengan cara membakar
secara bersamaan campuran calcareous dan argillaceous pada suhu 1450 ℃ sampai menjadi
klinker. Akan tetapi, pada proses produksi semen, terjadi pelepasan gas CO2 ke udara yang
besarnya sebanding dengan jumlah semen yang diproduksi (Davidovits, 1994).
Hasil konferensi bumi yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang tahun 1997, dan di Bali
tahun 2007 bertajuk Climate Change dinyatakan bahwa, emisi gas rumah kaca ke atmosfer
yang tidak terkendali adalah agen utama penyebab terjadinya perubahan iklim di dunia.
Menurut International Energy Authority : World Energy Outlook, jumlah gas CO2 yang
dilepaskan ke udara tahun 1995 adalah 23,8 miliar ton, angka ini menunjukan produksi semen
portland menyumbang 7% dari keseluruhan gas CO2 yang dilepaskan ke udara. Jika hal ini
tidak ditangani dengan serius dan tidak didapatkan bahan pengganti semen, tahun 2010
diperkirakan total produksi semen di dunia mencapai 2,2 miliar ton (Malhotra, 1999).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan adanya bahan alternatif lain yang
bisa menggantikan semen dalam campuran beton untuk mendapatkan beton yang ramah
lingkungan. Salah satu diantaranya adalah pengembangan beton dengan memanfaatkan limbah
buangan industri seperti tailing untuk mengganti penggunaan semen. Beton yang dibuat dari
bahan tailing ini biasa disebut beton geopolimer. Pembuatan semen geopolimer dapat
mereduksi hingga 80% jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari proses pembuatan semen portland.
Selain itu, Beton geopolimer ini memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bangunan lain.
Kelebihan beton geopolimer secara umum yaitu memiliki kuat tekan yang tinggi dan dapat
direncanakan sesuai keinginan, mudah dibentuk, tahan terhadap suhu tinggi, biaya perawatan
rendah, dapat dibuat dengan bahan-bahan lokal, serta tahan terhadap cuaca (Cahyadi, 2013).
Ramdhani, 2016, Safitri, 2017 dan Nevi, 2017 melakukan pembuatan beton geopolimer
dengan mereaksikan larutan NaOH sekian molar ditambah Na2SiO3 cair (sistem basah) hingga
dicetak menjadi beton geopolimer. Proses ini dinilai tidak efisien dan hanya bisa dilakukan di
laboratorium. Pada penelitian ini, akan dibuat sediaan semen geopolimer berbahan dasar tailing
(metode kering). Percobaan dengan metode kering diharapkan dapat mengurangi kekurangan
tersebut dengan tidak mengesampingkan kualitas dari bahan penyusunnya. Keuntungan dari
metode kering ini yaitu : praktis, mudah diaplikasikan di lapangan dan dapat dikomersilkan
secara luas.
Berkaitan dengan hal-hal yang disebutkan diatas, maka penulis mencoba meniliti
tentang “Pemanfaatan Limbah Tailing PT Antam Tbk Pongkor Untuk Dijadikan Mortar
Geopolimer Bentuk Powder”

PERCOBAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tailing, padatan natrium
hidroksida (NaOH) dan natrium silikat (Na2SiO3).

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, ayakan mesh 200,
cetakan beton geopolimer 5cm x 5cm x 5cm, oven Memert, instrumentasi, alat uji kuat tekan
beton Digital 3000 Compression Machine dan intrumentasi Scanning Elektron Microscopy
(SEM) tipe JSM 6510.
Prosedur
Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu persiapan sampel dengan pengeringan
tailing, narium silikat dan grinding natrium hidroksida. Analisis komposisi tailing dengan
menggunakan alat X-Ray Fluoresensi (XRF), pembuatan mortar geopolimer, uji kuat tekan dan
pengujian morfologi beton dengan alat Scanning Elektron Microscopy (SEM)

Preparasi Sampel Tailing


Tailing yang sudah tersedia digrinding, untuk lebih menghaluskan dimasukkan ke
dalam blender, tailing yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan mesh 200, lalu
dioven pada suhu 105℃ selama 24 jam.
Analisis Komposisi Tailing
Sampel tailing hasil ayakan mesh 200 yang telah dikeringkan di dalam oven kemudian
diuji kandungan kimia yang terdapat di dalamnya dengan menggunakan alat X-Ray Fluoresensi
(XRF). Namun tidak dilakukan pengujian XRF, hanya mengambil rujukan dari penelitian-
penelitian sebelumnya yaitu Safitri, Nevi, 2017 dan Ramdhani, 2016 dengan pertimbangan
sampel tailing diambil pada tempat dan waktu yang sama. Dokumentasi pengambilan sampel
tailing di UPBE Pongkor.
Pembuatan Powder Geopolimer
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortar geopolimer. Pengujian
dilakukan dengan membuat mortar geopolimer berukuran (5 x 5 x 5)cm sesuai SNI 03-6825-
2002. Bahan pembuatan powder geopolimer untuk menjadi mortarnya terdiri dari tailing,
padatan natrium hidroksida (NaOH), dan padatan natrium silikat (Na2SiO3). Semua bahan
tersebut dicampur dan diaduk hingga homogen (bentuk powder), kemudian ditambahkan air
sesuai dengan perhitungan Molaritas NaOH, misal: untuk membuat NaOH 10 M dalam
perbandingan 2:1 (Na2SiO3 : NaOH) menurut perhitungan NaOH yang ditimbang adalah 20 g
dan dibuat sebanyak 50 mL sehingga dibutuhkan aquades sekitar 39 mL supaya volumenya
tepat 50 mL, jadi air yang ditambahkan adalah 39 mL dan sekian ml aquades sesuai perhitungan
b/v sodium silikat ke dalam campuran tersebut (Perhitungan lengkap pada Lampiran 3). NaOH
padatan yang ditambahkan memiliki konsentrasi berbeda-beda yaitu 10, 12, dan 14 M.
Sedangkan campuran antara Na2SiO3 dan NaOH memiliki perbandingan berat yang bervariasi
yaitu 1,5:1, 2:1, 3:1, dan 1:2.
Sebagai contoh, untuk membuat satu benda uji mortar geopolimer dengan berat 300
gram, maka bahan-bahan yang harus disiapkan adalah tailing sebanyak 240 gram (80%) dan
60 gram (20%) terdiri dari campuran bahan 40 gram Na2SiO3 dan 20 gram NaOH dengan
perbandingan (2 :1) serta akuades 79 mL (volume total)
Langkah kerjanya secara singkat yaitu NaOH dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan
blender (harus fresh jika tidak akan memadat kembali). Sesuai dengan perbandingan variasi
berat, tailing, Na2SiO3 (powder) dan NaOH dicampur dalam satu wadah kemudian diaduk
hingga homogen. Setelah campuran merata ditambahkan air sesuai dengan perhitungan
(volume total), campuran diaduk sampai benar-benar homogen dengan menggunakn mixer
selama ± 5 menit agar bahan-bahan tercampur dengan sempurna. kemudian dicetak dalam
cetakan berbentuk kubus dengan sisi 5cm. Kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu
90℃ selama 18 jam (Ramdhani,2016) setelah itu diangin-anginkan pada suhu ruang lalu
dikeluarkan dari cetakannya lalu didiamkan tanpa perlakuan khusus selama dua minggu sampai
pengujian kuat tekan.
Uji Kuat Tekan
Mortar yang telah dikeringkan pada suhu ruang lalu diukur kuat tekan mortarnya sesuai
ASTM C-109 pada umur mortar dua minggu dengan alat Compressive Strength Machine. Uji
kuat tekan mortar dilakukan dengan beberapa pengulangan dari tiap-tiap mortar geopolimer
dengan variasi perbandingan berat, hasil pengujian kuat tekan mortar dibandingkan dengan
ketentuan SNI 6882-2014.
Pengolahan Data
Rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kuat tekan beton (standar bentuk silinder)
adalah :
𝑃
𝑓𝑐 ′ = 𝐴
Dimana,
𝑓𝑐 ′ = Kuat tekan (MPa)
P = Beban tekan (N)
A = Luas penampang benda uji (mm2)

Nilai kuat tekan yang dihasilkan kemudian dikonversi ke umur beton 28 hari sesuai SNI 03-
2847-2002 yang mengacu pada PBI 1971 dengan faktor konversi sebagai berikut:
Tabel 1. Faktor Konversi Umur Beton
N0. Umur Beton (hari) Semen Portland

1 3 0,4

2 7 0,65

3 14 0,88

4 21 0,95

5 28 1

Sumber : PBI 1971 dalam SNI 03-2847-2002


Nilai kuat tekan yang telah dikonversi ke umur 28 hari kemudian disetarakan dengan nilai kuat
tekan silinder sesuai SNI 03-1974-1990 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑓𝑐𝑘⁄
𝑓𝑐 ′ = { 0,76 + 0,2 log( 𝐴)}𝑓𝑐𝑘
Dimana,
𝑓𝑐𝑘 = Kuat tekan kubus yang diperoleh dari pengujian beton (MPa)
𝑓𝑐 ′ = Kuat tekan silinder beton (MPa)
A = Luas penampang benda uji (cm)

Uji Scanning Elektron Microscopy (SEM)


Sampel pecahan hasil dari uji kuat tekan mortar yang sudah dibandingkan dengan standar SNI
6882-2014 kemudian dianalisis morfologinya lebih mendetail dengan menggunakan
instrument SEM Tipe JSM 6510. Sampel yang akan dianalisis adalah sampel yang mempunyai
nilai kuat tekan tertinggi dan terendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Analisis XRF
Hasil pengujian komposisi tailing dengan XRF yang dibandingkan dengan standar
ASTM C-618 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi kimia Tailing UPBE Pongkor dengan ASTM C-618-17
Komposisi
Senyawa/unsur Tailing % ASTM C-618 Klasifikasi N
SiO2/Si 68,15/31,86
Al2O3/Al 9,59/5,08
Fe2O3 4,40
CaO 8,57
SiO2+Al2O3+Fe2O3 82,14 Min 70 %
K2O 4,07
MgO 1,86
Na2O 0,88
Sumber : Safitri, Nevi 2017, dan Ramdhani 2016

Curing/Perawatan
Waktu curing dilakukan dalam oven pada suhu 90℃ selama 18 jam. Setelah
dikeluarkan dari cetakan, mortar didiamkan dalam suhu ruang selama dua minggu tanpa
perlakuan khusus hingga waktu pengujian kuat tekan dilakukan. Sebelum pengujian kuat tekan,
mortar dengan konsentrasi alkali 10, 12, dan 14 M mengeluarkan kristal jarum putih yang
keluar dari pori-pori mortar pada semua perbandingan (Gambar 2). Setelah dilakukan
pengujian kualitatif pada kristal jarum tersebut, positif mengandung gas CO2 yang menandakan
jarum kristal tersebut adalah senyawa dari Na2CO3 atau CaCO3 yang merupakan hasil reaksi
dari sisa NaOH dan Ca(OH)2 yang berlebih. Berikut reaksinya:
2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O
Na2CO3 + 2HCl 2NaCl + H2O + CO2
Ca2+ + 2OH- Ca(OH)2
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + + H2O + CO2

Hal ini tidak terlalu berpengaruh pada kekuatan mortar, karena reaksi terjadi setelah
polikondensasi Si-O-Al pada permukaan mortar.

Gambar 2. Kristal Jarum Putih pada Mortar

Pada perbandingan 1:2 pada semua konsentrasi alkali, tidak terbentuk kristal jarum,
kandungan natrium silikat pada perbandingan 1:2 tidak cukup untuk mengimbangi kandungan
natrium hidroksida yang ditambahkan. Perbandingan mol natrium silikat dan NaOH yang
mencapai 1:6,1 menyisakan ion Na+ dan OH- sangat banyak. Selain itu jumlah volume air yang
ditambahkan terlalu banyak sehingga suhu pada campuran tersebut menjadi panas yang
memungkinkan menggesernya reaksi dari fasa geopolimer ke arah zeolite bahkan feldspar.
H2O pada dasarnya dibutuhkan, yaitu sebagai media mobilitas ion-ion. Selain itu, dalam sistem
geopolimer H2O dibutuhkan bersama dengan alkali untuk membentuk ikatan Si-O-Al.
Frantisek et al. (2006) menyebutkan H2O pada sistem geopolimer pada awalnya merupakan
senyawa bebas, yang kemudian melaui tahapan geopolimerisasi membentuk ion OH- dan akan
ikut menguap ketika suhu sistem di atas titik didihnya. Pembentukan ion OH- terlihat pada
reaksi polikondensasi monomer (Gambar 3) dengan menguapnya H2O, hal ini mempengaruhi
mobilitas ion ketika polikondensasi, di mana kation-kation penyeimbang srtuktur ini berada
dalam media cair.

Gambar 3. Reaksi Polikondensasi Monomer dengan Menguapnya Air (Sumber : Arlis, 2012)

Hal ini mengakibatkan polikondensasi yang tidak optimum, di mana terjadi penurunan
kekuatan. Selain itu, hidrat yang sudah berikatan dengan molekul akan menguap. Dengan
begitu, akan terjadi mikroporositas pada pasta geopolimer. Menurut Duxson (2005),
menyebutkan bahwa H2O hasil polikondensasi berada teperangkap pada struktur dan poros,
seperti ilustrasi pada (Gambar 4). Cacat poros inilah yang menyebabkan penurunan kekuatan
pasta geopolimer.

Gambar 4. H2O Terperangkap pada Struktur dan Poros Rantai Kovalen Tiga Dimensi
(Sumber : Davidovits, 2008)
Cacat poros mengakibatkan kerapuhan cepat terjadi dan mortar yang terbentuk lama-kelamaan
hancur dengan sendirinya (Gambar 5). Atas pertimbangan tersebut, pada semua konsentrasi
alkali untuk mortar perbandingan 1:2 tidak dilakukan pengujian kuat tekan.

(a) 10 M (b) 12 M (c) 14 M


Gambar 5. Bentuk Fisik Mortar Perbandingan 1:2 (Na2SiO3 : NaOH)
Pengujian Kuat Tekan Mortar
Tabel 2. Data Hasil Uji Kuat Tekan
Konversi
Kuat Tekan
Sampel Mortar Perbandingan Alkali Aktivator Kuat Tekan Umur 28
(Konsentrasi NaOH) (Na2SiO3:NaOH) Rerata (MPa) Hari & ke
Bentuk
Silinder
(MPa)

1,5:1 2,8 2,29

2:1 6,8 6,17

10 M 3:1 4 3,42

1:2 Tidak dilakukan

1,5:1 2,8 2,29

2:1 5,2 4,58

12 M 3:1 3,6 3,05

1:2 Tidak dilakukan

1,5:1 3,2 2,67

2:1 2,8 2,29

14 M 3:1 2 1,57

1:2 Tidak dilakukan

Hasil nilai kuat tekan yang diperoleh disesuaikan dengan SNI 6882:2014 tentang Persyaratan
Spesifikasi Sifat Mortar Semen Pasangan dan untuk mengetahui kegunaan pemilihan mortar
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Persyaratan Spesifikasi Sifat
Mortar Tipe Kuat tekan umur 28 hari, min, Mpa (psi)
M 17,2 (2500)
Semen pasangan S 12,4 (1800)
N 5,2 (750)
O 2,4 (350)

Tabel 4. Panduan untuk Pemilihan Mortar Pasangan


Tipe mortar
Lokasi Segmen bangunan Direkomendasi Alternatif
kan
Bagian luar, di atas Dinding pemikul beban N S atau M
tanah Dinding tidak memikul beban O N atau S
Dinding parapet N S
Bagian luar, pada Dinding fondasi, dinding
atau di bawah tanah penahan, lubang periksa,
S M atau N
saluran, perkerasan jalan,
trotoar dan teras
Bagian dalam Dinding pemikul beban N S atau M
Partisi tidak memikul beban O N
Luar dan dalam Restorasi unit pasangan O N

Berdasarkan nilai kuat tekan yang didapatkan pada Tabel 2, dari 9 variasi mortar rata-rata yang
dibuat, 5 diantaranya memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 6882-2014 yaitu tipe N
dan O yang diperuntukkan sebagai dinding pemikul beban dan partisi tidak memikul beban
pada bagian dalam (tipe N), dan Restorasi unit pasangan pada bagian luar dan dalam (tipe O).
Nilai kuat tekan tertinggi diperoleh pada konsentrasi NaOH 10M perbandingan alkali aktivator
2:1

Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kuat Tekan

7
6 6.17
Kuat Tekan (MPa)

5
4.58
4
3.42
3 3.05
2.67
2.29 2.29 2.29
2
1.57
1
0
10M 12M 14M
Konsentrasi NaOH

Gambar 6. Grafik Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kuat Tekan


1,5;1 2;1 3;1
Perbandingan Alkali Aktivator (Na2SiO3:NaOH)

Gambar 6 menjelaskan bahwa konsentrasi NaOH 10M merupakan kondisi optimum


untuk melarutkan senyawa oksida-oksida yang dibutuhkan saat reaksi geopolimerisasi. Pada
dasarnya NaOH diperlukan dalam reaksi geopolimerisasi, yaitu untuk pelarutan Si dan Al pada
partikel tailing dalam fasa gel. Ion hidroksida mengaktifkan oksida-oksida Si dan Al untuk
membentuk monomer pembentuk geopolimer. Namun, semakin tinggi konsentrasi NaOH yang
digunakan maka jumlah air yang ada di dalam campuran juga semakin sedikit. Dengan
meningkatnya konsentrasi akan meningkatkan nilai pH, pH yang terlalu tinggi akan mampu
melarutkan unsur-unsur lain. Hal ini menyebabkan mortar geopolimer dengan konsentrasi
NaOH lebih tinggi cepat mengeras dan sulit untuk diaduk. Oleh sebab itu, solidifikasi pasta
geopolimer saat pre-curing membutuhkan waktu yang lama. Hal inilah yang menyebabkan
nilai kuat tekan pada konsentrasi NaOH lebih tinggi cenderung mengalami penurunan.
Pengaruh Rasio (Na2SiO3:NaOH) Terhadap Kuat Tekan
Natrium silikat berfungsi untuk menambah kandungan oksida SiO2 agar ikatan
geopolimer bertambah kuat. Namun, penambahan perbandingan natrium silikat tidak selalu
memberikan hasil kuat tekan yang tinggi, dalam penelitian ini, kuat tekan optimum secara
berurut didapat dari rasio (Na2SiO3:NaOH) 2:1 yaitu sebesar 6,17 MPa dan 4,58 MPa. Grafik
dapat dilihat pada gambar 7.

7
6.17
6
Kuat Tekan (Mpa)

5 4.58

4 3.42
3.05
3 2.67
2.29 2.29 2.29
2 1.57

1
0
1,5:1 2;1 3;1
Perbandingan Alkali Aktivator (Na2SiO3:NaOH)

Gambar 7. Grafik Pengaruh Perbandingan (Na2SiO3:NaOH) Terhadap


Kuat Tekan
Konsentrasi NaOH 10M 12M 14M

Pengaruh Perbandingan Si:Al Terhadap Kuat Tekan


Perbandingan Si:Al pada sampel tailing yang cukup besar yaitu 6,27:1 sangat
mempengaruhi kuat tekan. Penambahan unsur Si dalam senyawa natrium silikat memperbesar
perbandingan Si:Al pada tailing (Tabel 6) sehingga ikatan struktur yang terbentuk pada
geopolimer lebih bersifat kristalin dibanding amorf. Kekuatan ikatan geopolimer terbaik
terjadi pada Si-O-Si dibanding dengan Si-O-Al atau Al-O-Al. Oleh sebab itu, kekuatan
geopolimer ini dipengaruhi oleh rasio unsur Si, Na, Al, dan kandungan air, untuk membentuk
kekuatan geopolimer yang optimum (Davidovits, 1994).

Pengaruh SiO2/Al2O3, M2O/SiO2, M2O/Al2O3, H2O/ M2O Terhadap Kuat Tekan


Banyak faktor yang mempengaruhi kekuatan geopolimer akibat reaksi yang rumit dan
mineral yang banyak. Davidovits, (1994) merekomendasikan bahwa nilai batas tertentu ada
untuk sintesis pembentukan produk yang kuat, dimana komposisi yang memuaskan terletak di
dalam rentang M2O/SiO2 dari 0,2-0,48, SiO2/Al2O3 dari 3,3-4,5 H2O/M2O dari 10-25, dan
M2O/Al2O3 dari 0,8-1,6. Tabel perhitungan perbandingan rasio mol SiO2/Al2O3, M2O/SiO2,
H2O/M2O, dan M2O/Al2O3 yang dihitung dari hasil nilai kuat tekan tertinggi, dapat dilihat pada
Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Perbandingan Rasio mol SiO2/Al2O3 pada Perbandingan 2:1 Konsentrasi NaOH 10M

Massa atom atau Massa bagian Massa bagian


Mineral molekul relative pada tailing pada Na2SiO3 Konsentrasi (mol) Rasio
(g/mol) (g) (g)
SiO2 60.09 163.56 19.692 3.0496 13,51
Al2O3 101.96 23.016 0.2257
Si 28.09 76.464 9.204 3.0497 6,75
Al 26.98 12.192 0.4519
Tabel 6. Perbandingan Rasio mol M2O/SiO2, M2O/Al2O3, dan H2O/ M2O pada Perbandingan
2:1 Konsentrasi NaOH 10M
Bahan baku SiO2 Na2O K2O H2O
Mr (g/mol) 60.09 61.98 94.2 18
Tailing (g) 163.56 2.112 9.768
Na2SiO3 (g) 19.692 20.312
H2O (g) 71,1
Total 183.252 22.424 9.768 71,1
Larutan alkali (mol) 0.7748 0,225
Konsentrasi (mol) 3.0496 1,1366 0.1037 3,95
Rasio M2O/SiO2 0.41
Rasio M2O/Al2O3 5,50
Rasio H2O/M2O 3,37

Melalui perhitungan mol unsur, didapatkan rasio mol SiO2/Al2O3 sebesar 13,51 M2O/SiO2
sebesar 0,41, rasio M2O/Al2O3 sebesar 5,50 rasio H2O/M2O sebesar 3,37 pada konsentrasi
NaOH 10M dengan nilai kuat tekan tertinggi 6,17 MPa, M merupakan gabungan K dan Na.
Hal ini sejalan dengan perbandingan M2O/SiO2 yang direkomendasikan oleh Davidovits,
(1994) yaitu 0,2-0,48. Seharusnya rasio M2O/SiO2 sistem geopolimer sudah terpenuhi dimana
kation penyeimbang muatan sudah mampu membentuk polimer Si-O-Al optimum pada saat
polikondensasi monomer-monomer yang terlarutkan oleh OH- pada pH tinggi. Namun, nilai
rasio SiO2/Al2O3, M2O/Al2O3 dan rasio H2O/M2O masih jauh dengan yang direkomendasikan
oleh Davidovits
Pengaruh Agregat Terhadap Kuat Tekan
Agregat (pasir) sebagai sumber silikat dan aluminium tidak ditambahkan ke dalam
campuran pembuatan mortar geopolimer dengan tujuan agar pemanfaatan bahan baku dari
limbah tailing dapat diaplikasikan secara maksimal sesuai dengan ketentuan SNI 6882-2014.
Dalam penelitian ini, kuat tekan yang didapatkan dari setiap perbandingan relatif kecil, tetapi
masih memenuhi kriteria standar yang ditetapkan oleh SNI 6882-2014.

Hasil Karakterisasi SEM


Karakterisasi SEM dilakukan untuk memahami mikrostruktur geopolimer dalam
rangka meningkatkan sifat dan kualitas geopolimer. Pengujian SEM dilakukan terhadap
sampel yang memiliki nilai kuat tekan tertinggi dan terendah yaitu pada perbandingan 2:1
konsentrasi NaOH 10 M (tertinggi) dan perbandingan 3:1 konsentrasi NaOH 14 M (terendah).
Gambar 8 dan 9 merupakan hasil karakterisasi geopolimer dari bahan tailing dengan
perbesaran 1.000 kali dengan pengukuran pada 3 titik yang berbeda yaitu (A) lokasi atas, (B)
lokasi bawah, (C) lokasi tengah muka.
Gambar 8. Hasil SEM Geopolimer Nilai Kuat Tekan Tertinggi Perbesaran 1000 x

Dalam gambar 8 terlihat terjadi ketidakseragaman dalam mikrostruktur geopolimer dari satu
sampel. gambar (A) memperlihatkan mikrostruktur yang sebagian besar berbentuk sama dan
gambar (B) memperlihatkan ada perbedaan mikrostruktur yang berbentuk lempeng dan tidak
beraturan. Selain itu, bentuk ukuran partikel-pertikel penyusun geopolimer sangat bervariasi
yang menunjukan reaksi belum sempurna. Gambar (C) memperlihatkan struktur sampel yang
tidak rata dan terbentuknya ruang-ruang kosong. Karena permukaan sampel dari ketiga
pengukuran ini tidak rata maka sulit untuk mengetahui tingkat homogenitas geopolimer.

Gambar 9. Hasil SEM Geopolimer Nilai Kuat Tekan Terendah Perbesaran 1000 x
Gambar 9 memperlihatkan banyak terjadi keretakan dan terbentuk ruang-ruang kosong pada
mikrostruktur geopolimer terutama pada Gambar (A) dan (B). Banyak partikel-partikel
penyusun geopolimer yang masih berukuran besar yang tidak bereaksi. Warna-warna yang
lebih cerah (putih mengkilap) menunjukan terdapat unsur atom dengan nomor atom yang lebih
tinggi. Unsur dengan nomor atom yang tinggi memiliki tingkat absorbsi elektron yang tinggi
dan menyebabkan terlepasnya elektron sekunder atau backscattered.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneletian diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Semakin tinggi konsentrasi NaOH akan memberikan nilai kuat tekan yang semakin kecil.
2. Semakin tinggi perbandingan alkali aktivator tidak memberikan nilai kuat tekan yang
tinggi pula.
3. Nilai kuat tekan optimum diperoleh pada perbandingan alkali aktivator 2:1 konsentrasi
NaOH 10 M yaitu 6,17 MPa.
4. Dari 9 variasi mortar rata-rata yang dibuat, 5 diantaranya memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh SNI 6882-2014 yaitu tipe N dan O yang diperuntukkan sebagai dinding
pemikul beban dan partisi tidak memikul beban pada bagian dalam (tipe N), dan Restorasi
unit pasangan pada bagian luar dan dalam (tipe O).
5. Tailing Pertambangan Emas Pongkor dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan baku
pembuatan semen dalam bentuk powder sesuai SNI 03-4433-1997 yaitu semen siap pakai.
6. Menurut hasil SEM yang diperoleh, pengadukan dan pencetakan mortar geopolimer
sangat mempengaruhi nilai kuat tekan karena terjadi ketidak seragaman campuran dalam
mikrostruktur geopolimer

Saran
1. Perlu dilakukan penambahan pasir hasil ayakan mesh 100 untuk mengetahui pengaruh
hubungan dengan nilai kuat tekan.
2. Perlu dilakukan variasi waktu curing/perawatan terhadap mortar karena umur mortar
mempengaruhi nilai kuat tekan.
3. Sebaiknya dilakukan penambahan bahan yang mengandung Aluminium untuk
mendapatkan rasio perbandingan SiO2/Al2O3, M2O/Al2O3 dan H2O/M2O yang mendekati
agar didapatkan nilai kuat tekan yang optimum

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1971. Peraturan Beton Indonesia. Departemen Pekerdjaan Umum dan Tenaga Listrik
Direktorat Djendral Tjipta Karya Lembaga Penjelidikan Masalah Bangunan

Arlis, P., N. 2012. Optimasi Nilai Kuat Tekan Fleksural Geopolimer Abu Terbang Suralaya
Terhadap Variabel Alkali, Konsentrasi Alkali dan Suhu Curing. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok.

ASTM C-109/C-109M-16a. Standard Test Method for Compressive Strength of Hydraulic


Cement Mortars (Using 2-in. or[50-mm] Cube Specimens.

ASTM C-618-17. Satndard Spesification for Coal Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan
for Use in Concrete.

Badan Standarisasi Nasional. 1990. SNI 03-1974-1990: Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
Badan Standarisasi Nasional. 1991. SNI 03-2493-1991: Metode Pembuatan dan Perawatan
Benda Uji di Laboratorium

Badan Standarisasi Nasioanal. 1997. SNI 03-4433-1997: Spesifikasi Beton Siap Pakai

Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 03-6825-2002: Metode Pengujian Kuat Tekan Mortar
Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil.

Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI 6882-2014: Spesifikasi Mortar Untuk Pekerjaan Unit
Pasangan.

Cahyadi, D. 2013. Sifat Mekanik dan Durabilitas Polypropylene Fiber Reinforced Geopolymer
Concrete (PFRGC). Jurnal teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Vol. 1 No. 1 Oktober 2013 ISSN: 2339-0271. Surakarta.

Davidovits, J. 1991. Geopolymer: Inorganic Polymeric New Material . Journal Of Thermal


Analysis 37: 1633-1656

Davidovits, J. 1994. Geopolymer: Man-Made Rock Geosynthesis and The Resulting


Development Of Very Early High Strength Cement. Journal Of Materials Education
16, 91-139.

Duxson, P., et al. 2005. Understanding The Relationship between Geopolymer Composition of
Microstructure and Mechanical Properties. Australia: University of Melbourne.

Nevi, Y. 2017. Pemanfaatan Campuran Fly Ash dan Tailing Petambangan Emas Untuk
Pembuatan Beton Geopolimer. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa

Ramdhani, S., A. 2016. Pengaruh Komposisi Kaolin Dalam Pembuatan Mortar Geopolimer
Berbahan Dasar Tailing Pertambangan Emas. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa. Bogor.

Safitri, L. 2017. Kuat Tekan Beton Geopolimer Berdasarkan Tingkat Kehalusan Tailing
Pertambangan Emas. Skripsi. Universitas Nusa Bangsa

Anda mungkin juga menyukai