Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beton merupakan campuran dari pasir, kerikil yang di aduk menjadi kesatuan di
suatu pasta yang ditambahkan oleh semen lalu air yang menciptakan ikatan
menjadi seperti batuan. beberapa material adiktif dimasukan supaya membuat
beton serta sifat khusus, sebagai keluasan pengerjaan (workability), daya tahan,
dan durasi pengerasan (Mc.Cormac, 2004)
Meninjau kemajuan bidang teknologi infrastruktur di dunia serta pemakaian beton
seperti perkuatan yang terdapat di struktur bangunan kerap kali dipakai. Selain itu
material pembuat beton sangat gampang ditemukan semisal semen, agregat, dan
air. Namun pemakaian semen pada ujung nya sering dipermasalahkan khususnya
oleh pengamat lingkungan dikarenan pembuatan semen yang sering menyebabkan
masalah berupa gas karbondioksida yang dibuang ke udara ketika sedang
memproduksi semen yang mampu menyebabkan peningkatan suhu di atmosfer.
Jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan berbanding lurus dalam pembuatan
semen. Bisa kita bayangkan ketika makin besar jumlahya semen yang dihasilkan
maka semakin besar juga gas karbondioksida yang dihasilkan. Dalam
meminimalisir penghasilan semen maka diciptakan material pengerat agregat
yang ramah lingkungan. Material pengerat itu adalah geopolimer. Beton
geopolimer ialah beton baru yang tak pakai semen pada material pengeratnya.
Peristiwa polimer yang berlangsung saat beton geopolimer mencakup reaksi kimia
antara alkali dengan Si (silika) – Al (Almunium) hingga menyebabkan jaringan
struktur Si-O-Al-O yang konstan (J. Davidovits, 1991).
Beton geopolimer terdiri dari beberapa komponen, larutan alkali activator dan
material dasar. Larutan alkali activator bisa diperoleh dari berbagai macam bahan
seperti dengan melarutkan alkali seperti sodium atau potassium ke dalam air
suling. Bentuk material dasar bisa berupa tanah liat, slag ,fly ash, rice husk ask,
silica fume, dan lainnya. Umumnya dalam pembuatan beton geopolimer yaitu
natrium hidroksida (NaOH) atau potassium hidroksida (KOH) dan natrium silika
atau potassium silikat (Lloyd, 2010).
Terdapat banyak bahan baku utama (prekursor) untuk produksi geopolimer adalah
bahan alumino-silikat. Prekursor dapat berasal dari alam seperti kaolin, zeolit, abu
vulkanik atau pozzolan alam, tetapi juga dapat berupa bahan yang diolah secara
termal seperti metakaolin, fly ash, terak tanur sembur granulasi, serpih terkalsinasi
atau residu industri lainnya. Pada penulisan laporan ini, penulis menggunakan
material utama dari beton geopolimer berupa zeolite. Pada zeolit alam memiliki
aktivitas pozzolan yang tepat dan penggunannya sebagai pengganti semen
portland menyebabkan peningkatan daya tahan komposit semen dan beton, kinerja
zeolit alam dalam komposit semen dan beton juga telah dibandingkan dengan
pozzolan lainnya, bahwa akitivitas pozzolan zeolit alam lebih tinggi dari fly ash
dan lebih rendah dari silika fume (Meysam Najimi, 2012)
1.2. Rumusan Masalah

Dalam pengerjaan laporan Tugas Akhir ini ada beberapa rumusan masalah,
diantara lain:
1. Berapa nilai kuat tekan pada beton geopolimer menggunakan bahan dasar
fly ash dan zeolit?
2. Bagaimana pengaruh beton geopolimer terhadap lingkungan?
3. Bagaimana karakteristik zeolit yang digunakan melalui hasil pengujian
XRF?
4. Bagaimana pengaruh penambahan variasi yang diguanakan zeolite 5%,
10% dan 15%.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam pengerjaan laporan Tugas Akhir ini terdapat beberapa ruang lingkup
penelitian, diantara lain :
1. Pembuatan beton geopolimer dengan bahan dasar fly ash
2. Penambahan larutan alkali activator
3. Pengunaan zeolit sebagai bahan variasi
4. Zeolit yang digunakan melewati proses aktivasi fisik
5. Variasi penambahan zeolit 5%, 10% dan 15%
6. Kuat tekan rencana 25 Mpa
7. Acuan campuran beton menggunakan SNI 03-2834-2000
8. Sampel uji terdapat sebanyak 12 sampel

1.4. Tujuan Penelitian

Dalam pengerjaan laporan Tugas Akhir ini terdapat beberapa tujuan penelitian
diantara lain:
1. Mengetahui nilai kuat tekan beton geopolimer bahan fly ash variasi zeolit
2. Mengetahui pengaruh beton geopolimer terhadap lingkungan
3. Mengetahui karakteristik fly ash dan zeolit yang digunakan melalui hasil
pengujian XRF
5. Mengetahui pengaruh penambahan variasi yang digunakan zeolite 5%, 10%
dan 15%.

1.5. Manfaat Penelitian

Pada pengerjaan laporan Tugas Akhir ini terdapat beberapa manfaat penelitian
diantara lain:
1. Dapat meminimalisir polusi karbondioksida akibat pembuatan semen.
2. Dapat mengetahui opsi pengganti semen.
3. Mampu menghasilkan beton ramah lingkungan
4. Dapat mengelola limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Laporan Tugas Akhir ini mengurutkan berdasarkan bab per bab, dalam penulisan
ini memakai sistematika penulisan yang terdiri dari 5 bab yang seuai pada aturan
Tugas Akhir, yaitu:

1. BAB І PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menerangkan “mengenai latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika lapora.”
2. BAB ІІ TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Pada Bab ini menerangkan landasan teori dan literatur yang dipakai
sebagai tujuan penulis pada penyusunan laporan penelitian. Landasan teori
pada penelitian ini di dapatkan dari jurnal dan buku refrensi.
3. BAB ІІІ METEDOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjabarkan megenai metode penelitian yang dipakai dalam
pegumpulan data.
4. BAB ІV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menganalisis material yang dipakai, kalkulasi desain
campuran beton, slump beton, analisis kuat tekan beton dan sebab
penambahan zeolite untuk adukan dari berat maksimal beton.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjabarkan hasil dan saran yang diperoleh dari bab
sebelumnya, lalu menjabarkan saran yang faktual pada temuan dalam
penelitian lalu hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dikembangkan
dab di pertimbangkan kembali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan gabungan antara semen portland, pasir, kerikil dan air, dengan
atau tanpa material tambahan yang menjadi massa padat (SNI, 2000).

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini memakai refresnsi berupa jurnal penelitian beton geopolimer
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan di lakukan :
1. Delii Noviarti Rachman,dkk (2011), melakukan penelitian perbandingan
beton geopolimer dan beton normal, Penggunaan semen pada campuran
beton merupakan hal yang sangat umum terjadi. Sebenarnya banyak dampak
buruk penggunaan semen bagi lingkungan. Salah satunya adalah
mengakibatkan banyaknya pelepasan gas CO2 ke udara. Hal ini tentu menjadi
permasalahan bagi pemerhati lingkungan. Untuk itu para peneliti mencari
bahan lain pengganti semen sebagai campuran beton, yang dinamakan
geopolimer. Beton geopolimer merupakan beton yang dibuat tanpa
menggunakan semen sama sekali. Beton dibuat dengan campuran fly ash
sebagai pengganti penggunaan material semen, agregat halus, agregat kasar
dan air. Sedangkan sebagai katalisatornya digunakan NaOH : Na2SiO3
dengan perbandingan tertentu. Pada penelitian ini digunakan perba ndingan
katalisatornya yaitu 1:2, 1:3 dan 2: 5. Fly ash ya ng digunakan pada penelitian
ini adalah sisa pembakaran dari PT. PUSRI Palembang. Berdasarkan hasil
pengujian di laboratorium, maka didapatkan hasil bahwa beton geopolimer
dengan campuran katalisator NaOH : Na2SiO3 ya itu 2:5 adalah yang memiliki
nilai kuat tekan terbesar yaitu mencapai 352,8 Kg/Cm2 pada umur 28
hari.Maka dapat disimpulkan bahwa penambahan larutan natrium silikat
( Na2SiO3) dan Natrium hidroksida (NaOH) Terhadap Beton Geopolimer
sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton geopolimer. Diharapkan
dengan banyaknya penggunaan fly ash sebagai pengganti semen akan
mengurangi dampak kerusakan pada lingkungan.
2. Amir Ali Shahmansouri, dkk (2001) ,melakukan penelitian dengan judul “
Model jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi kuat tekon beton geopolimer
ramah lingkungan yang menggunakan silika fume dan zeolit alam”.
Kekhawatiran yang berkembang tentang perubahan iklim global dan dampak
buruknya terhadap masyarakat memberikan tekanan berat pada industri
konstruksi sebagai salah satu produsen gas rumah kaca terbesar. Mengingat
masalah lingkungan yang terkait dengan produksi semen, Geopolymer
Concrete (GPC) telah muncul sebagai bahan konstruksi yang berkelanjutan.
Penelitian ini secara eksperimental mempelajari pengaruh substitusi parsial
ground granulated blast-furnace slag (GGBS) dengan silika fume (SF) dan
zeolit alam (NZ) (sebesar 0e30% dengan kenaikan 5%) pada GPC yang
diaktifkan oleh larutan natrium hidroksida (NaOH). dengan konsentrasi yang
berbeda (4, 6 dan 8 M) dan larutan natrium silikat (gelas air) terhadap kuat
tekan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NaOH
mengurangi kekuatan beton, sementara menambahkan SF dan NZ ke beton
menghasilkan peningkatan kuat tekan. Selain itu, penelitian ini mengusulkan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk memprediksi kuat tekan GPC pozzolan
berdasarkan GGBS (yaitu pada umur 7, 28, dan 90 hari). Kuat tekan GPC
berbasis GGBS (yaitu, 117 spesimen beton yang dibuat dari 39 campuran
yang berbeda) yang diperoleh dengan uji eksperimental digunakan untuk
mengembangkan model. Umur spesimen, konsentrasi NaOH, kandungan NZ,
SF, dan GGBS dianggap sebagai variabel input untuk pengembangan model
JST. Hasil prediksi menetapkan akurasi dan kemampuan prediksi yang tinggi
dari model yang diusulkan. Temuan penelitian ini dapat membawa manfaat
yang signifikan bagi berbagai organisasi yang terlibat.
3. Reiner Tirtamulya Surja dkk (2017), melakukan penelitian dengan judul “
Perbandingan Beberapa Prosedur Pembuatan Geopolimer Berbahan Dasar Fly
Ash Tipe C” Fly ash merupakan limbah industri yang sering digunakan untuk
memanfaatkan portland cement dalam pembuatan beton semen. Fly ash
tersedia dalam jumlah banyak dan penggunaannya masih terbatas. Namun
penggunaan fly ash tipe C dengan kandungan kalsium yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya flash set dimana beton geopolimer mengeras dengan
sangat cepat. Penelitian sebelumnya membuat prosedur pembuatan mortar
geopolimer berbahan dasar fly ash tipe C dengan urutan yang berbeda dan
menghasilkan beton yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan prosedur
pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
prosedur mix design terhadap karakteristik mortar geopolimer. Berdasarkan
penelitian yang didapatkan dengan mencampurkan fly ash terlebih dahulu
dengan larutan NaOH selama 5 menit dan kemudian ditambahkan dengan
larutan natrium silikat akan menghasilkan mortar dengan kuat tekan yang
tinggi setelah dilakukan curing oven pada suhu 60 C selama 24 jam. Begitu
pula dengan prosedur ini set awal yang didapatkan bertambah dengan
signifikan dari 9 menit hingga 165 menit.
4. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ika Febrianto yang berjudul
Tinjauan Kuat Lentur dan Porositas Beton dengan Zeolite sebagai Pengganti
Semen Pada Campuran Beton. Pada penelitian ini peneliti berharap agar
zeolite ini bisa menambah mutu beton, karena zeolite sendiri itu bersifat
pozzolan yang berarti material berasal dari alam dan memiliki kandungan
yang sebagian besar kandungannya memiliki senyawa silika dan alumina.
Benda uji pada penelitian ini ada sebanyak 33 buah dengan persentasi zeolite
5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% terhadap berat semen setiap persentasi
sebanyak 3 buah dengan benda uji balok beton tinggi 10 cm, lebar 10 cm, dan
Panjang 55 cm. Penelitian ini mempersiapkan campuran beton yang mengacu
pada SK.SNI.T-15-1990-03 dengan kekuatan rencana 30 MPa saat beton
berumur 28 hari. Pada penelitian ini didapatkan hasil meningkatnya kekuatan
beton variasi zeolite sebagai bahan aditif maupun bahan pengganti
dibandingkan dengan kekuatan beton pada umumnya. Pada beton normal
didapatkan kekuatan beton 28,483 (MPa) sedangkan pada beton dengan
persentasi zeolite sebagai bahan tambah variasi 5%, 10%, 15%, 20%, dan
25% didapatkan kuat tekan sebesar 30,275 MPa, 30,369 MPa, 30,935 MPa,
29,425 MPa, 25,559 MPa sedangkan pada beton dengan persentasi zeolite
sebagai bahan pengganti semen variasi 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%
didapatkan kuat tekan sebesar 29,237 MPa, 31,124 MPa, 24,427 MPa, 23,295
MPa, 22,258 MPa. Dapat dilihat bahwa pada beton dengan persentasi zeolite
sebagai bahan tambah variasi 15% didapatkan kuat tekan paling besar dengan
selisih sekitar 8,5% dari beton normal, sedangkan pada beton dengan
persentasi zeolite sebagai bahan pengganti variasi 10% didapatkan kuat tekan
paling besar dengan selisih kenaikan kuat tekan sekitar 9,4% dari beton
normal.
Pada beberapa penelitian terdahulu diatas, penulis mendapatkan kesimpulan
bahwasannya bahan zeolit dapat mempengaruhi hasil beton geopolimer, dan
penulis melihat pada alkali aktivator 5:2 Na2SiO3 dan NaOH, lalu untuk
pengganti semen dalam beton geopolimer menggunakan fly ash mendapatkan
hasil kuat tekan lebih besar dari beton normal.

2.3. Beton

Beton menjadi material infrastruktur yang mudah sekali dipakai, lalu memiliki
karakteristik yang mampu tahan kuat tekan yang besar. Beton tersusun dari
koral/split, pasir, dan semen (Delli Noviarti Rachman, 2021). Saat kenaikan usia,
beton semakin bertambah keras hingga tercapai kuat tekan rencana (f’c) saat umur
28 hari. Beton mempunyai kekuatan tekan yang besar oleh sebab itu beton layak
dipakai pada jenis infrastruktur apa lagi struktur gedung, jalan dan jembatan.
Beton bisa dibuat cukup gampang sekalipun dengan orang yang kurang
pemahaman tentang pembuatan beton, namun maksud yang kurang benar dari
pemahaman ini sering membuat turunnya mutu pada beton selaku material
struktur. Pada Standar Nasional Indonesia (SNI) beton merupakan gabungan
kerikil, pasir, semen dan air dengan atau tanpa material tambahan yang menjadi
massa padat. Beton normal merupakan beton yang memiliki berat isi (2,200 –
2,500) kg/m3 memakai agregat alam yang dipecah. (Andika Setiawan, 2015)
2.3.1. Sifat Beton

Beton mempunyai karakteristik antara lain pemisahan (segregation), kelecakan


(workability), modulus elastisitas, bleeding, penyusutan (shrinkage), kekuatan
(strength) lalu daya tahan (durability) sebagai berikut:
1. Pemisahan agregat (Segregation)
Peristiwa dimana butiran semen turun di saat campuran beton segar terpisah
dari campuran yang disebabkan oleh metode penuangan dan pemadatan yang
salah.
a. Susunan butiran agregat tidak baik.
b. Rendah nya campuran semen.
c. Jumlah air yang terlalu banyak.
2. Kelecakan (Workability)
Workability merupakan sifat yang dimiliki oleh bahan campuran beton yang
berfungsi memudahan pencampuran, pengangkutan, pengecoran, pemadatan,
dan finishing, Atau dapat diartikan workability merupakan kemudahan beton
untuk dikerjakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan beton.
3 Modulus Elastisitatas
Modulus elastisitas di beton ialah perbedaan antara tegangan terhadap
regangan beton yang umumnya dipakai berkisar 25-50 % dari kuat beton.
4. Bleeding
Menjadi fenomena ketika air keluar pada adukan beton segar yang akan
dikompresi. Air yang ke atas permukaan beton membuat aliran ysng
membuang semen dan agregat. Adapun hal yang membuat bleeding sebagai
berikut:
a. Susunan agregat kurang baik.
b. Jumlah air terlalu banyak.
5. Penyusutan (Shrinkage)
Peristiwa pertukaran volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan.
Penyusutan dalam beton sebagai berikut:
a. Penyusutan pengeringan terjadi di ketika beton telah menggapai waktu
yang ditentukan.
b. Penyusutan plastis terjadi di ketika beton dimasukan kedalam bekisting.
6 Kuat Beton (Strength)
Kuat beton adalah kelebihan yang dipunyai ketika diberi gaya tekan persatuan
luas yang mengakibatkan beton rusak apabila beban melebihi beban
malsimal, biasanya kuat beton memakai percobaan kuat tekan beton. Terdapat
faktor yang mampu mengecilkan kuat beton sebagai berikut:
a. Usia beton.
b. Proporsi campuran
c. Rasio air dan semen.
d. Densitas.
e. Sifat agregat
7. Daya tahan (Durability)
Daya tahan merupakan kelebihan beton mampu kukuh sesuai keadaan yang
diperhitungkan hingga waktu yang sesuai tanpa terjadinya mutasi beton.
Dalam daya tahan mesti dilihat saat batas nilai rasio air dan semen, berat
semen dan air.

2.3.2. Jenis Beton

Pada konstruksi banguan dipakai beberapa jenis beton yang umumnya digunakan
meliputi.
1. Beton normal merupakan beton yang umumnya memakai agregat biasa
2. Beton bertulang merupakan beton yang memakai tulangan dengan perancanaan
sesuai asumsi lalu secara bersamaan bahan bekerja saat menahan gaya yang
ada
3. Beton pracetak merupakan beton dibuat pada kawasan yang beda dari tempat
yang dibutuhkan
4. Beton pratekan merupakan beton yang telah dikasih tegangan sebagai bentuk
meminimalisir tegangan tarik potensial pada beton efek diberi bobot yang ada.
5. Beton ringan merupakan beton yang menggunakan agregat ringan syaratnya
tidak dikenankan melebihi berat isi maksimaal beton 1,850 kg/m3 kering udara
lalu mesti melengkapi syarat kekuatan tekan dan kekuatan tarik beton ringan.
6. Beton geopolimer merupakan beton yang terbuat melalui rekasi kimia
aluminat dan silikat dengan aktivator kaustik.
7. Beton berpori merupakan beton yang disiapkan supaya air dapat melewati
bagian dalam beton. Beton ini mempunyai sekitar 15-20% rongga sehingga air
dapat melewatinya.
8. Beton Serat merupakan material campuran terbuat dari beton dan material
seperti serat. Serat beton ini bermanfaat agar tidak terjadi keretakan yang
mengakibatkan beton cukup kuat dibanding beton biasa.
Pada umumnya terdapat mutu dan kelas beton, ada 3 golongan beton, yaitu:
1. Beton kelas I, adalah beton buat proyek non struktur. Dalam pengerjaannya tak
harus mempunyai keahlian spesifik. Pemeriksaan mutu sekedar pemastian pada
pemeriksaan akan mutu bahan, sementara untuk kuat tekan tidak ada
pengecekan. Mutu kelas I ditandai sebagai B0. 
2. Beton kelas II, merupakan beton bagi proyek struktur umum. Dalam
pengerjannya membutuhkan spesialisasi. Beton kelas II terbagi pada beberapa
mutu B1, K125, K175, lalu K225. Dalam kualitas B1, pemeriksaan kualitas
ditentukan dalam pengecekan terhadap kualitas material sementara kepada kuat
tekan tidak di isyaratkan pengecekan. Dalam kualitas K125, K175 mesti
dilakukan pengecekan kuat tekan beton berkelanjutan pada pengecekan
sampel. 
3. Beton kelas III, adalah beton buat proyek struktur yang lebih kuat mutu dari
K225. Pengerjaanya membutuhkan kemampuan yang cukup. Diisyaratkan
adanya laboratorium dan fasilitas yang baik dan pengecekan kualitas beton.
Tabel 2.1. Mutu Beton berdasarkan Penggunaan

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum: Divisi 7, Struktur.

Berdasarkan pengertian dan jenis beton diatas, penulis mengambil topik beton
geopolimer yang akan menjadi solusi untuk mengurangi polusi dengan
memperhatikan sifat beton dan mutu beton.

2.4. Beton Geopolimer

Pada tahun 1978 seorang ilmuwan di perancis bernama Profesor Davidovits


menemukan temuan yang di perkenalkan sebagai geopolimer untuk mengganti
jenis bahan yang dicirikan adalah jaringan molekul anorganik, karena menjadi
sintesa bahan alam non organik yang melewati cara reaksi polimerisasi.
Geopolimer bergantung pada bahan alami yang diaktifasi. (MI Abdul Aleem1,
Februari 2012) Beton geopolimer merupakan beton non semen dalam
pencampurannya. Kemudian bisa meminimalisir emisi CO2 yang dibuat pada
produksi semen. Bahan umum yang digunakan pada produksi bahan geopolimer
yakni material yang berisi zat silikon dan aluminium. (Sirait, 2018)
Beton geopolimer merupakan material yang bisa di bilang relatif baru pada
sejarah perkembangan konstruksi dan benar-benar menarik untuk didalami sifat
kimia, fisika dan mekaniknya (Julharmito, 2015). Geopolimer adalah bahan
komposit ramah terhadap lingkungan yang bisa disempurnakan untuk alternatif
beton. Jenis bahan beton geopolimer ini adalah beton yang ramah lingkungan
sebab bahan yang dipakai terdiri dari sintesa material non organik melalui
polimerisasi. Material terpenting beton geopolimer ini merupakan material yang
berlimpah zat silikon dan aluminium. Saat mencampurkan zat silikon dan
aluminium dibutuhkan larutan alkalis supaya terjadinya reaksi kimia.
Bahan geopolimer saat dicampurkan bersama agregat batuan akan membuat beton
geopolimer yang tidak memakai campuran semen. Geopolimer sangat ramah
lingkungan sebab bisa memakai material sisa industri, teknik produksinya juga
tidak memakai energi, serupa dalam proses produksi semen umum yang
memerlukan suhu 800°C. pada geopolimer dengan menggunakan suhu 60°C
selama satu hari, lalu bisa membuat beton berkualitas tinggi. (Diah Setyati
Budiningrum, 2021)
Kekuatan tekan beton geopolimer lumayan tinggi jika disamakan pada beton
semen biasa. Beton geopolimer mampu memperlihatkan kuat mula yang lumayan
kuat. Kekuatan tekan beton geopolimer berkisar 1.5 kali lebih besar dari kekuatan
tekan beton semen, untuk komposisi setara. (MI Abdul Aleem, 2012)
Adapun keunggulan dan kelemahan yang dimiliki beton geopolimer, yaitu:
Keunggulan beton geopolimer:
1. Kuat terhadap Api.
2. Penyusutan voulme rendah
3. Dapat mencapai kekuatan 70% dalam waktu 4 jam
4. Kuat kepada daerah korosif.
5. Kuat kepada reaksi alkali silica.
6. Enggan memakai semen untuk material pengikat nya, dan mampu
meminimalisir gas karbon dioksida udara yang di hasilkan semen portland.
Kelemahan beton geopolimer:
1. Produksi beton geopolimer cukup susah jika disamakan dengan beton semen,
karena memakai bahan alkali aktivator.
2. Tidak memiliki rancang campuran yang pasti.
Penulis menyadari pada dasarnya pembakaran semen menyebabkan kerusakan
lingkungan yang di hasilkan oleh limbah polusi pembakaran semen yang biasa di
gunakan dalam pembangunan, untuk mengurangi hal itu beton geopolimer hadir
sebagai salah satu solusi untuk beton ramah lingkungan, dan beberapa penelitian
sebelumnya telah menyatakan bahwasannya beton geopolimer dapat
meningkatkan kuat tekan hingga 1.5 kali dari kekuatan tekan beton semen.
2.5. Metode Pencampuran

Pada metode pencampuran beton geopolimer terdapat dua cara yang biasa
dilakukan,adapun metode pencampuran dari beton geopolimer antara lain:
1. Metode pencampuran basah adalah metode yang biasa dipakai saat produksi
pengerjann beton geopolimer. Maklumnya ialah, material kimia alkali
aktivator yang dipakai disiapkan sendiri saat bentuk larutan. Padatan NaOH
(Natrium Hidroksida) diencerkan sesuai konsentrasi molar yang dibutuhkan
dan Na2SiO3 (Natrium Silikat) berwujud larutan atau biasa disebut water
glass. larutan tersebut lalu digabungkan oleh material pozzolan yang
disiapkan pada tempat tersendiri sebelumnya (Abdullah et al, 2013). Proses
pencampuran semua bahan dilakukan secara serentak pada saat itu juga, baik
bahan pengikat maupun bahan pengisi. (YASIN, 2017)
2. Metode pencampuran kering adalah cara saat material alkali aktivator digiling
bersamaan dengan bahan pozzolan dengan komposisi tertentu, sehingga
menghasilkan suatu butiran halus mirip semen (semen geopolimer). Semen
geopolimer ini cukup ditambahkan air saja dalam aplikasi penggunaanya (Tri
Eddy, 2016). Prosedur pada pembuatan material pengerat dilaksanakan di lain
tempat berbeda. (YASIN, 2017)
Dalam metode pencampuran di atas, penulis menggunakan metode pencampuran
basah karena dalam penelitian terdahulu yang dilakukan menghasilkan beton
geopolimer yang sedikit lebih baik.
2.6. Alkali Activator

Bahan baku utama (prekursor) untuk produksi geopolimer adalah bahan alumino-
silikat. Prekursor dapat berasal dari alam seperti zeolit bahan alumino-silikat harus
diaktifkan oleh bahan baku kedua, yang disebut aktivator—larutan basa, secara
umum. Aktivator umum adalah natrium dan kalium hidroksida. (Aleksandar
Nikolova, 2017)
Alkali aktivator akan berguna sebagai pengikat agregat sebab fly ash dan zeolite
powder tidak mempunyai kekuatan untuk pengikat sama dengan semen. Aktivator
yang umum dipakai untuk adukan geopolimer merupakan campuran dua larutan
ini:
2.6.1. Natrium Hidroksida (NaOH)

NaOH adalah material pengerat geopolimer. NaOH sering dipakai sebab harga
nya yang tidak terlalu mahal. Natrium hidroksida umumnya dipakai saat wujud
padat umumnya asahi 97-99% (Criado, 2010).
Bekerja demi mengreaksikan zat almunium dan silika yang terdapat pada binder
kemudian bisa memproleh jalinan polimer yang kuat (Hardjito, 2004). NaOH
muda reaktif didalam air.
Material ini mempunyai sifat higroskopis, jika NaOH didiamkan di tempat
terbuka mudah tereaksi oleh udara, NaOH mudah menghisap air yang dimiliki di
udara dan menjadi melebur (Caustic Soda, 2006). Pada pemakaiannya bahan
penyusun pengerat geopolimer, umumnya disajikan secara tertutup, sehabis itu
ditimbang, lalu langsung dikonsentrasikan jadi zat sesuai molar yang
direncanakan, lalu di taruh wadah yang di tutup rapat. Ini terjadi dikarenakan
tidak seimbangnya NaOH sebab karakteristik higroskopisnya yang tak langsung
di larutkan (Standarization of sodium silicate-Macalester, 2004).
Selaku aktifator NaOH dapat dilarutkan terlebih dahulu oleh air sesuai molaritas
rencana, larutan mesti didiamlan selama 24 jam sebelum digunakan.
Pada larutan NaOH dapat menggunakan rumus berikt untuk menghitung molar
pada larutan

( Gram ) × ( v )
1000
M= Mr 2.1
M = Molaritas yang diinginkan
Mr = Jumlah air dari unsur senyawa

2.6.2. Natrium Silikat (Na2SiO3)

Na2SiO3 punya fungsi penting mempercepat polimerisasi umumnya digunakan


dalam bentuk larutan atau umumnya dikenal waterr glass. Natrium silikat mesti
dicampurkan oleh alkali hidroksida, karena karakteristik reaksi lambat, lalu kuat
material pengerat geopolimer jadi turun (Criado etal, 2010; palomo et al 1999).
Bahan mempunyai karakter higroskopis. Sebab lebih banyak digunakan pada
wujud cairan biasa disebut dengan waterr glas.
Ada pendapat oleh pemakaian alkali silika pada bentuk padat bisa meminimalisir
kuat oleh material pengerat geopolimer jika dibandingkan memakai alkali pada
wujud larutan (S-D Wang, Scrivener dan Pratt, 1994).
Jika makin banyak molaritas dipakai, akan semakin besar pula kekuatan tekan
yang diperoleh. Lalu beton geopolimer memiliki sifat lebih getas daripada beton
semen (Januarty, 2013).
Pada bahan alkali aktivator ada 2 larutan yang berperan penting sebagai pengikat
untuk menggantikan semen, untuk menghasilkan beton geopolimer yang kuat
tekan baik membutuhkan campuran sesuai dari 2 larutan Na2SiO3 dan NaOH jika
sesuai penelitian terdahulu 5:2 memiliki nilai kekuatan tekan yang lebih kuat dari
beton biasa.
2.7. Zeolit

Zeolit merupakan zat kimia alumino-silika berhidrat pada barium, kalium lalu
kation natrium,. adapun karaktersitik dipunyai zeolit merupakan dehidrasi,
adsorpsi, penukaran ion, katallisator, dan sepparator. Dehidrasi di zeolit
mengakibatkan jaringan dalam pori pori terbuka, dan memiliki permukaan
internal yang luas sampai dapat mengasorbsi dalam jumlah banyak dan dapat
memecah senyawa berdasarkan tingkatan molekul dan kemolarannya. Serbuk batu
zeolit dihasilkan dari menghancurkan bongkahan zeolit lalu di panaskan dalam
suhu 800 sampai 900°C dan di filter supaya menghasilkan butiran yang halus .
Karakter zeolit selaku adsorpen dan pengayak molekul, memungkinkan sebab
struktur zeolit dapat menyesap beberapa molekul yang bervolume lebih kecil dari
rongga. (Sirait, 14 Aug 2018)
Terdapat karakteristik zeolit sebagai berikut (Ginting, 2007):
1. Dehidrasi zeolit memiliki karakteristik dehidrasi (melepaskan molekul H2O)
secara reversibel apabila diberi perlakuan panas tanpa mengubah kerangka
dasarnya.
2. Adsorpsi zeolit berkarakteristik adsorpen sebab mempunyai jaringan yang
berongga, hingga molekul yang memiliki ukuran lebih kecil dari rongga
tersebut dapat terserap oleh zeolit. Zeolit yang sudah didehidrasi memiliki
selektivitas dan keefektifan adsorbsi yang baik.
3. Pertukaran ion pada zeolit merupakan fungsi pada derajat penggantian silikat
dan almunium pada jaringan zeolit. Makin besar ion aluminium yang
mengambil alih silikat, hingga kemampuan penukaran kation zeolit semakin
tinggi karena makin besar ion negatif yang dibuat.
4. Katalis zeolit mempunyai pori yang dapat menjadi katalis untuk mempercepat
reaksi dalam suatu proses kimia.
Adapun hasil uji laboratorium sampel zeolit yang telah dilakukan sebagai
berikut :
Tabel 2.2. Tabel Pengujian XRF
Kode sampel : ZEOLIT
Omnian ED – XRF PANalytical Epsilon 3 XLE
Element Oxides
Compund Conc Unit Compound Conc Unit
Al 9,632 % Al2O3 11,569 %
Si 61,243 % SiO2 72,751 %
P 0,829 % P2O5 0,843 %
K 10,057 % K2O 5,147 %
Ca 8,537 % CaO 4,724 %
Ti 0,516 % TiO2 0,322 %
Mn 0,141 % MnO 661,2 Ppm
Fe 8,304 % Fe2O3 4,275 %
Zn 277,4 Ppm ZnO 116,4 Ppm
Ga 102,5 Ppm Ga2O3 46,4 Ppm
Rb 811,2 Ppm Rb2O 295,0 Ppm
Sr 0,235 % SrO 920,8 Ppm
Y 117,0 Ppm Y203 49,2 Ppm
Zr 929,2 Ppm ZrO2 416,0 Ppm
Sn 484,4 Ppm SnO2 212,1 Ppm
Sumber : Data Hasil Pengujian
Tabel 2.3. Tabel Pengujian XRF
Kode Sampel : ZEOLIT
Omnian ED – XRF Nalytical Epilson 3 XLE
Element Oxides
Te 183,7 Ppm TeO2 80,3 Ppm
Ba 0,130 % BaO 518,0 Ppm
Ce 210,0 Ppm CeO2 91,7 Ppm
Eu 426,9 Ppm Eu2O3 180,9 Ppm
Pb 98,6 Ppm PbO 35,5 Ppm
Th 138,5 Ppm ThO2 52,3 Ppm
Sumber : Data Hasil Pengujian
Zeolit pada adukan beton berharap mampu menghasilkan reaksi pozolanik
kemudian menaikkan kualitas beton. Hasil tersebut biasanya dinamakan reaksi
sekunder dan reaksi terjadi lebih lama dan berkalan sangat lambat, sampai
kualitas beton mencapai usia 28 hari dan diharapkan mampu meningkat. Dengan
ini durasi penguatan beton menggunakan tambahan zat zeolit biasanya akan
lambat jika disamakan pada beton semen. Reaksinya sebagai berikut : Ca(OH)2
+SiO2 + H2O CaO . SiO2 . 2HO
2.8. Aktivasi Zeolite

Supaya bisa dipakai zeolit perlu memiliki spesifikasi dan berkaitan pada
kualifikasi zeolit ditargetkan pada daya serap daya tukar kation dan daya katalis.
Untuk menghasilkan zeolit pada kapasitas tinggi diharuskan melewati metode,
yaitu aktivasi. Metode bertujuan untuk penambahan karakter zeolit serta
mentiadakan kandungan pengganggu dan menghilangkan air yang terjebak pada
rongga zeolit.
Aktivasi terbagi menjadi 2 cara yang biasanya dipakai pada prosedur, biasanya
secara fisik dan secara kimia.
1. Aktivasi secara fisik dikerjakan melalui pengecilan ukuran butir,
penyaringan,dan cara pembakaran di suhu 200 sampai 400o C selama 2
sampai 3 jam tujuan dari pembakaran ini berupaya dalam menghilangkan
pengotor organik, memperluas pori untuk membuang molekul air yang ikut
pada pori kristal zeolit, dan memperluas permukaan. (Bayu Wiyantoko, 5
November 2017)
2. Aktivasi secara kimia melewati metode destruksi saat memakai pereaksi HCl,
NaOH atau H2SO4 dalam mentiadakan unsur kotor berbentuk logam alkali
dan alkali tanah juga beberapa jenis logam lainnya yang ada pada kerangka
zeolit. (Muhammad Al Muttaqii1*, 2019)
Pada aktivasi zeolit di atas penulis menggunakan aktivasi secara fisik dimana
dalam aktivasi menggunakan suhu 200 o C selama 3 jam.

2.9. Fly Ash

Fly ash merupakan sisa hasil pembakaran batu bara, sifat fisik fly ash dilihat dari
distribusi partikel, area permukaan, kehalusan dan kerapatan. Umumnya bahan
penyusun beton geopolimer adalah fly ash yang mengandung zat silika dan
alumina yang memiliki sifat pozolan seperti semen (Nanavati, 2017). Kehadiran
kalsium pada fly ash dalam jumlah tinggi dapat mengganggu proses polimerisasi.
Fly ash terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Kelas N
Kelas N Pozolan alam mentah atau tanah dikalsinasi memenuhi persyaratan
yang berlaku untuk kelas N, misalnya beberapa tanah diatomae (hasil
lapukan) batu rijang opalan dan serpih tufa dan abu vulkanik atau batu apung.
Dikalsinasi atau tidak,dan berbagai bahan yang memerlukan kalsinasi untuk
menghasilkan sifat-sifat yang diinginkan misalnya lempung dan serpih.
2. Kelas F
Kelas F Abu terbang dari batubara memenuhi persyaratan yang berlaku
nuntuk kelas F. Abu terbang kelas F mempunyai sidat pozolanik.
3. Kelas C
Kelas C Abu terbang dari batu bara memenuhi persyaratan yang berlaku
untuk kelas C. Abu terbang kelas C memiliki sifat pozolanik dan sementisius.
Persyaratan Kimia dalam fly ash Menurut (SNI 2460 2014) adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.4. Persyaratan Kimia dalam Fly ash


Kelas
Uraian
N F C
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3, min, % 70 70 50
SO3, maks, % 4 5 5
Kadar Air, maks, % 3 3 3
Hilang Pijar, maks, % 10 6 6
Sumber: SNI 2460 2014
Terdapat dua karekteristik fly ash sebagai berikut :
1. Karakteristik Fisik fly ash
Ukuran partikel fly ash < 0,0075 – 0,0074 mm, berwarna warna abu – abu
keputihan dan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 2100 hingga 3000
kg/m3.
2. Karakteristik Kimia fly ash
Fly ash batu bara didapatkan dari pembangkit listrik dengan komponen kimia
silikat (SiO2) dengan persentase ± 52.00%, alumina (Al2O3) persentase ±
31.86%, besi oksida (Fe2O3) persentase ± 4.89%, dan magnesium (mgO)
persentase ± 4.66% dan sisanya terdiri dari komponen kimia meliputi
kalsium, karbon, dan belerang.
Penggunaan fly ash dalam campuran beton mempunyai kelebihan antara lain
dapat meningkatkan workability adukan beton, Penggunaan fly ash pada beton
dapat meminimalisir panas hidrasi, pengurangan biaya pada perkerjaan beton,
memperpanjang usia beton yang dihasilakan, meningkatkan kuat tekan beton,
mengurangi penyusutan pada beton, dan minimalisir nilai porositas serta daya
serap air dalam beton.

Adapun beberapa kelemahan penggunaan fly ash dalam campuran beton antara
lain proses pengerasan atau penambahan kuat tekan beton memiliki waktu yang
lebih yang sebabkan reaksi bahan pozzolan dari fly ash, pengendalian dari mutu
beton harus dilakukan lebih sering, dikarenakan mutu dari fly ash dipengaruhi dari
suhu pada proses pembakarannya dan jenis batu bara.
Adapun hasil uji laboratorium sampel zeolit yang telah dilakukan sebagai
berikut :
Tabel 2.5. Tabel Pengujian XRF

Sumber : Data Hasil Pengujian


Tabel 2.6. Tabel Pengujian XRF

Sumber : Data Hasil Pengujian


2.10. Kuat Tekan

Kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menghasilkan
benda uji beton rusak karena terbebani gaya tekan yang sebabkan pada mesin
tekan. Kuat tekan beton adalah karakter utama pada mutu beton. Kuat tekan beton
ditargertkan pada kontrol diperbandingan air, agregat halus dan kasar, semen.
Perbedaan untuk air semen, semakin kuat kekuatan tekannya. Maka jumlah
tertentu air dibutuhkan saat menghasilkan aksi kimiawi pada penguatan beton,
kebanyakan air meninggikan workability akan tetapi merendahkan kuat tekannya.
Pada umumnya acuan umur uji kekuatan tekan beton ialah 28 hari. Umum nya
nilai korelasi pada pengujian 7,14, dan 21 hari.
Berdasarkan (SNI 1974-2011), Pengujian kuat tekan beton bisa dicari dengan
rumus:
P
f’c = A 2.2

πD ²
A = 2 2.3

Keterangan:
f’c = Kuat Tekan Beton (Mpa)

P = Beban Maksimum (N)


A = Luas Penampang (mm²)
Pada pengujian kuat tekan beton geopolimer penulis mengguanakan usia rencana
28 hari pada kuat tekan beton
BAB III
METODOLOGI PENELITAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini dibuat dengan metode eksperimental. Penelitian ini


bermaksud menggunakan beton ramah lingkunan (beton geopolimer) melalui
aktifasi fisik zeolit dan pemakaian fly ash sebagai pengganti semen. Benda uji
yang di buat akan menggunakan alkali aktivator fly ash sebagai alternatif
semen, ketika alkali aktivator bercampur dengan fly ash akan menjadi binder
(pasta) lalu akan dicampurkan lagi dengan agregat kasar dan agregat halus
hingga menjadi beton geopolimer dengan beberapa variasi yang berbeda.
Sampel dibuat banyak nya 12 spesimen dalam 3 spesimen di tiap variasi.
Sampel digunakan mempunyai wujud silinder (d) 15 cm dan (h) 30 cm, untuk
mencapai kuat tekan rencana sebesar 25 Mpa.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di “Gedung Laboratorium Strukur Teknik Sipil


Institut Teknologi Sumatera” pada dasarnya laboratorium teknik sipil terawat dan
fasilitas yang ada cukup memadai untuk melakukan ekperimental beton
geopolimer dan dapat mempelancar proses penelitian
3.3. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Tinjauan Pustaka

Persiapan Bahan

Pengujian Karakteristik Uji XRF Fly Ash


Uji XRF zeolit
Aktivasi Fisik Zeolit
Uji Properti Uji Kelayakan

Tidak
Sesuai Syarat

Ya

Perhitungan Mix Design

Pembuatan Adukan Beton

Pozzolan Alkali Aktivator Agregat

Pasta Geopolimer

Beton Geopolimer

Pencetakan

Curing

Pengujian Kuat Tekan

Analisa dan Pembahasan

Selesai
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

3.3. Bahan dan Alat

Adapun alat dan bahan selama proses pengerjaan eksperimental berlangsung

3.3.1. Bahan

Adapun material yang dipakai saat pengerjaan ini untuk pembuatan benda uji
antara lain :
1. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida yang digunakan berbentuk kristal. NaOH yang akan
digunakan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan air sehingga menjadi
larutan NaOH. Konsentrasi NaOH yang digunakan dalam penelitian ini 8
M.

Gambar 3.2. Natrium Hidroksida (NaOH)


Sumber : Google Chrome
2. Agregat Kasar
Agregat kasar pada pengerjaan ini menggunakan batu berukuran ≤ 19 mm.

Gambar 3.3. Agregat Kasar


3. Agregat Halus
Penggunaan agregat halus dalam penelitian telah lolos dari uji kelayakan.
Gambar 3.4. Agregat Halus
4. Zeolit
Dalam pengerjaan zeolit bisa disintesis memakai metode hidrotermal.
Zeolit yang dipakai merupakan zeolit tipe P1. Zeolit yang digunakan
memiliki sifat adsorpsi.

Gambar 3.5. Zeolit


5. Air
Penggunaan air dari laboratorium struktur Teknik Sipil Institut Teknologi
Sumatera dalam keadaan bagus.

Gambar 3.6. Air


6. Natrium Silika (Na2SiO3)
Natrium Silika yang dipakai berupa larutan yang siap digunakan.
Gambar 3.7. Natrium Silikat (Na2SiO3)
Sumber : Google Chrome

7. Fly Ash
Pada penelitian ini bahan fly ash di dapat dari PT. Bukit Asam, fly ash
dipakai untuk pengganti semen pada beton normal.

Gambar 3.8. Fly Ash

3.3.2 Peralatan

Adapun peralatan yang dibutuhkan dalam mendukung penelitian diantaranya:


1. Saringan
Saringan dengan beragam ukuran diameter, diman alat ini berguna untuk
pengujian terhadap material yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 3.9. Set Saringan
2. Timbangan
Alat ini berfungsi untuk menimbang masing-masing yang akan digunakan
berdasarkan perencanaan masing-masing kebutuhan.

Gambar 3.10. Timbangan


3. Piknometer
Alat ini berfungsi sebagai melihat nilai berat jenis dan absorbsi agregat
halus yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 3.11. Piknometer


4. Gelas Ukur
Gelas ukur berguna dalam menentukan kebutuhan air yang dibutuhkan
sesuai dengan data perencanaan dalam penelitian dan untuk alat pendukung
dalam penelitian lainnya.

Gambar 3.12. Gelas Ukur


5. Botol Gelas
Botol gelas kaca dengan penutup karet, dengan volume gelas yaitu 350 ml
yang tidak bereaksi dengan NaOH.

Gambar 3.13. Botol Gelas


6. Botol Le Chatelier
Alat ini berfungsi untuk mengukur berat jenis semen yang digunakan dalam
pembuatan beton.

Gambar 3.14. Botol Le Chatelier


7. Oven
Oven berguna untuk mengeringkan agregat atau menguragi kadar air yang
ada pada bahan. Umumnya dipakai pada pengerjaan uji dari bahan penyusun
beton.

Gambar 3.15. Oven


8. Cetakan Beton
Cetakan Beton berfungsi untuk membentuk beton sebelum akhirnya beton
akan mengeras dan dilakukan pembebukaan cetakan beton.

Gambar 3.16. Cetakan Beton


9. Mesin Pencampuran Beton
Alat ini berfungsi untuk pencampuran material dalam pembuatan beton,
sehingga campuran dapat tercampur merata.

Gambar 3.17. Mesin Pencampuran Beton


10. Kerucut Abrams
Kerucur ambras dan plat seta tamper yang berguna untuk melakukan uji
slump beton segar.

Gambar 3.18. Kerucut Abrams


11. Alat Pengujian Tekan
Uji kuat tekan beton memakai (Compression Testing Machine).

Gambar 3.19. Mesin CTM

12. Furnace
Mesin furnance

Gambar 3.19. Mesin Furnace


3.5. Pengujian Bahan

Dalam pengeraan ini dilaksanakan dengan persiapan bahan, persiapan peralatan


yang dibutuhkan, dilanjutkan dengan pemeriksaan bahan yang dibutuhkan,
dilanjutkan dengan pemeriksaan bahan yang dibutuhkan dan peralatan, proses
desain campuan, proses pengerjaan campuran beton, proses pemerawatan beton,
serta proses uji kekuatan tekan beton dan analisis dari hasil survey dengan data
diperoleh.
Dalam penelitian ini, bahan dalam adukan harus melalui uji propertis material
yang mengarah pada SNI-03-2834-2000, pengetesan ini dikerjakan supaya mutu
beton bisa terawat dengan benar.

3.5.1. Persiapan Bahan dan Peralatan

Tahap ini adalah proses untuk mempersiapkan bahan dan peralatan. Dengan
pengecekan kondisi peralatan dan bersiap material yang akan dipakai pada
penelitian.

3.5.2. Pemeriksaan dan Pengujian Bahan

Pada tahap ini semua bahan yang digunakan dalam pembuatan beton akan masuk
dalam pengujian kelayakan untuk memeriksa bahan yang digunakan dalam
kondisi bagus dan layak untuk digunakan dan mendapatkan data-data yang akan
dibutuhkan dalam merencanakan beton. Dengan pengujian yang dilakukan antara
lain :
1. Agregat Halus

a. Kandungan lumpur digunakan saat mengetahui kadar lumpur yang


terdapat pada agregat halus ≤ 5%.
b. Kandungan organik digunakan saat mencari kadar organik yang
terdapat pada sampel.
c. Berat volume digunakan ketika mencari pertimbangan antara
material bahan kondisional SSD dan volume cetakan.
d. Berat jenis dan daya serap berfungsi sebagai mencari nilai berat
jenis kering, berat jenis semu, berat Jenis kering permukaan dan
nilai daya serap pada agregat.
e. Analisis saringan berfungsi untuk membuat perbedaan ukuran
bahan yang akan dipakai.
f. Kadar Air bertujuan ketika mencari kadar air yang ada pada
sampel.
2. Agregat Kasar
a. Berat volume dalam agregat kasar berfungsi untuk mengetahui
perbedaan saat berat bahan dalam kondisi SSD bersama volume.
b. Berat jenis dan daya serap berfungsi ketika mencari nilai berat jenis
kering, Berat jenis semu, Berat Jenis kering permukaan dan “nilai
penyerapan (Absorption) pada agregat.”
c. pengujian ini dilaksanakan untuk mencari tingkatan ukuran agregat
kasar yang siap dipakai.
d. Kandungan Air berguna untuk mengetahui kadar air yang
tergantung pada kerikil.
3. Air
Pengecekan untuk air menurut SK SNI 03–2847–2002 dilaksanakan
menggunakan metode visuali yaitu air mesti terlihat bening, tidak
terkandung lumpur, minyak, dan tidak berbau.
4. Zeolite
Pemeriksaan zeolite dilakukan dengan lolos saringan No. 200 yang akan di
lakukan pemeriksaan laboratorium

5. Fly Ash
Pemeriksaan Fly ash dilakukan dengan lolos saringan No. 200 yang akan di
lakukan pemeriksaan laboratorium

3.6. Perencanaan Campuran Beton

Dalam pencampuran ini, kuat tekan diisyaratkan digunakan f’c = 25 Mpa pada
usia 28 hari. Dasar pencampuran beton mengacu kepada sistematis dasar adukan
beton yang mengacu pada SNI-03-2834-2000 sebagai berikut:

1. Menetapkan kuat tekan desain


2. Menentukan deviasi standar dan nilai tambah (margin) jika dibutuhkan
3. Menentuakn tiepe semen digunakan pada penelitian ini yaitu tipe
semen PCC
4. Menentukan alami atau dipecah untuk jenis pasir dan agregat kasar
yang digunakan.
5. Menentukan faktor air semen (fas) dengan langkah:
a. Melihat pada tabel 3.1. pada fas 0,6 menentukan perkiraan
nilai kuat tekan beton pada umur 28 hari, berdasaran tipe
semen, agregat kasar, dan bentuk sampel.
Tabel 3.1. Perkiraan Kuat Tekan Beton dengan fas 0,6
Kekuatan tekan (MPa),
Jenis Semen Jenis agregat pada Bentu
kasar umur (hari) k
3 7 28 91 benda
uji
Semen Batu tak 17 23 33 40
dipecah Silinder
Portland tipe 1 19 27 37 45
Batu pecah
atau semen Batu tak 20 28 40 48
dipecah Kubus
tahan sulfat 23 32 45 54
tipe II, Batu pecah
V
Batu tak 21 28 38 44
Semen dipecah Silinder
25 33 44 48
Portland Batu pecah
Batu tak 25 31 46 53
tipe III Kubus
dipecah 30 40 53 60
Batu pecah
Sumber : SNI 03-2834-2000

b. Melihat gambar , memperkiraan nilai kuat tekan beton diplot


dan kemudian Tarik garis mandatar hingga memotong garis fas
= 0,6

Gambar 3.20. Hubungan Faktor Air-Semen dan kekuatan tekan


beton untuk benda uji silinder
Sumber : Diklat Perkerasan Kaku PUPR 2017

c. Melalui titik potong tersebut, tarik kurva yang proporsional


terhadap kurva-kurva lengkung yang mengapitnya.
d. Plot nilai kekuatan tekan rata rata dan tarik garis mendatar
hingga memotong kurva baru yang dibuat.
6. Menetapkan fas maksimum dari tabel kadar semen minimun dan
factor airsemen maksimum. Pilih nilai fas terkecil dari fas yang ada.

7. Menentukan Ukuran Agregat Maksimum


Agregat kasar dibatasi ukurannya dengan maksimal 20 mm.
Sehingga pada penelitian kali ini ukuran agregat ditentukan ukuran
maksimal 19 mm.
8. Menentukan Air Rencana
Dengan nilai slump dan membatasi ukuran kerikil maksimum, maka
didapatkan jumlah penggunaan air rencana, berdasarkan ukuran
agregat kasar maksimal dan nilai slump yang ditentukan. Pada
penentuan air rencana mengacu pada perbandingan komposisi self
compacting concrete dalam EFNARC 2005.
Tabel 3.2. Proporsi Material dalam Pembuatan Self Compacting
Concrete
Batasan Berat Batasan Volume
Material
(kg/m3) (liter/m3)
Material halus (powder) 380-600 -
Air 150-210 150-210
Agregat Kasar 750-1000 270-360
Agregat Halus 48-55% dari berat agergat total
Air/material halus(powder) - 0,85-1,10
Sumber : EFNARC 2005 The European Guidelines for Self-Compacting Concrete
Specification
9. Menetapkan kebutuhan berat semen dalam satu meter kubik

10. Menentukan tipe gradasi agregat halus sesuai dengan syarat menurut
pada gambar kurva gradasi. Bedasarkan hasil pengujian analisis
ageregat halus bahwa agregat halus yang digunakan grdasi agregat

halus tipe 2.

Gambar 3.22. Kurva gradasi agregat halus tipe 2

Sumber : Diklat Perkerasan Kaku PUPR 2017

11. Menentukan presentasi agregat halus berdasarkan slump dan fas

Gambar 3.23. Hubungan faktor air semen – proporsi agregat halus untuk ukuran
butir maksimum 20mm

Sumber : SNI 03-2834-2000

12. Menghitung berat jenis relatif agregat gabungan


13. Menentukan berat beton menurut Gafik Penentuan Berat Beton Segar
Gambar 3.24. Gafik Penentuan Berat Beton Segar

Sumber : Diklat Perkerasan Kaku PUPR 2017

14. Menghitung kadar agregat gabungan = berat beton – jumlah (semen + air).
15. Menghitung kadar agregat halus
16. Menghitung kadar agregat kasar = agregat gabungan – agregat halus.
17. Menetapkan komposisi campuran hasil perhitungan.
18. Menghitung komposisi agregat halus berbanding agregat kasar dari
berat total agregat dengan perbandingan 55 : 45
19. Melakukan koreksi campuran berdasarkan kondisi agregat saat
pelaksanaan.
20. Menentukan berat zeolite yang diperlukan dengan mengkalikan
variasi persen zeolite dengan berat semen.
21. Menentukan berat Sika viscocrete 3115-N yang diperlukan sebanyak
1,5% dari berat semen.
22. Menentukan kebutuhan material untuk pembuatan benda uji silinder.
3.6. Parameter Perencanaan campuran Beton

Pergitungan komposisi dari adukan beton dilaksanakan yang mengacu di SNI


7656 – 2012 mengenai penetapan adukan beton dan SNI 03-6468-2000 kuat tekan
dasar yaitu 20 Mpa dan nilai slump awal 75-100 mm menggunakan ukuran
maksimum agregat kasar 19 mm. adapun hasil perencanaan campuran beton pada
tabel 3.7 dibawah.
Tabel 3.6. Perencanaan Job Mix Design
NO Keterangan Nilai Satuan
1 Slump 75-100 Mm
2 Ukuran Maksimum Agregat 19 Mm
3 Kuat Tekan Rencana F’c 25 Mpa
4 Deviasi Standar 8,3 Mpa
5 Modulus Kehalusan Agregat 2,306
6 Berat Jenis Agregat Halus 2,591
7 Berat Jenis Agregat Kasar (SSD) 2,412
8 Berat Volume Agregat Kasar 1227,475 kg/m3
9 Penyerapan Air Agregat Halus 0,8
10 Penyerapan Air Agregat Kasar 2,25
11 Berat Jenis Semen 3,15
12 Kandungan Air Rencana 205 Kg
13 Kandungan Udara 2 %
14 Rasio W/C 0,69
15 Berat Semen 297.101 Kg
16 Volume Agregat Kasar 0,669 m3
17 Berat Agregat Kasar 821,672 Kg
18 Perkiraan Awal Berat Beton Segar 2205,194 Kg
19 Volume Semen 0,094 m3
20 Volume Air 0,205 m3
21 Volume Udara 0,02 m3
22 Volume Agregat Kasar 0,341 m3
23 Volume Agregat Halus 0,340 m3
24 Berat Agregat Halus 880.731 Kg
Sumber:Data Hasil Perhitungan

3.7. Aktivasi Fisika Zeolite

Zeolite yang digunakan akan di aktivasi secara fisika menggunakan oven furnace.
Adapun proses pengaktivasiannya secara berikut:
a. Mempersiapkan zeolite yang akan di aktivasi
b. Masukan pada cawan anti panas dengan kapasitas 400 ml
c. Masukan pada oven Ifurnance dengan suhu 250oC selama 3 jam
d. Saat sudah 3 jam keluarkan zeolite yang sudah diaktivasi lalu masukan pada
wadah yang kedap udara
3.8. Pembuatan Beton Geopolimer

Terdapat tahap dalam proses pembentukan sampel beton meliputi:


1. Persiapan Bahan Beton Geopolimer
Bahan-bahan sesuai dengan komposisi yang telah direncanakan dan sudah
dilakukan penimbangan, baik itu bahan agregat kasar, ageregat halus, alkali
aktivator berupa NaOH dan Na2SiO3, air, zeolit dan fly ash.
2. Pembuatan Alkali Aktivator
Pada tahap ini NaOH mesti di larutkan dalam air sesuai dengan kebutuhan
dan molaritas rencana jika sudah sesuai lalu diamkan semalam 24 jam.
Setelah didiamkan selama 24 jam larutan NaOH akan di campur dengan
larutan Na2SiO3 biasa di sebut water glass aduk selama 2 menit.
3. Pembuatan Binder
Pada tahap ini larutan alkali aktivator yang sudah siap akan dicampurkan
dengan bahan yang akan menggantikan semen, bahan ini adalah fly ash dan
zeolite, zeolite dan fly ash dimasukan kedalam alkali aktivator aduk hingga
rata lalu .
4. Pencampuran Beton Geopolimer
Masukan bahan penyusun beton geopolimer kedalam mixer, yang pertama
dimasukan adalah agregat halus lalu agregat kasar lalu tunggu hingga
tercampur.
5. Pengujian Slump
Uji slump beton segar dilaksanakan pada setiap variasi beton dengan tujuan
mengetahui konsistensi nilai slump terhadap variasi beton yang baru.
Adapun cara pengerjaan dalam pengujian slump menggunakan kerucut
abrams dan peat baja serta tongkat pemadat, beton segar dimasukkan
kedalam kerucut secara bertahap mulai dari 1/3 isi kerucut lalu diberikan
pemadatan dengan 25 kali tumbukan menggunakan tongkat dan dilanjutkan
pengisian ke 2/3 isi kerucut dan dilakukan pemadatan serupa dan dilakukan
pengisian sampai penuh dengan pemadatan. Setelah kurang lebih 30 detik
kerucut abrams diangkat searah vertikal ke atas dan dilakukan pengukuran
beda tinggi antara adukan beton segar dan kerucut, hasil tersebut merupakan
ukuran dari nilai slump beton yang dibuat.
6 Pemadatan Adukan Beton
Pemadatan beton segar dikerjakan menggunakan cara pemampatkan
dengan cara bekisting beton diketuk menggunakan palu karet dan dipukul
menggunakan tongkat besi sebanyak 25 kali di setiap 1/3 tinggi pada
bekisting beton..
7. Pencetakan Beton
Masukkan adukan beton segar ke dalam kedalam bekisting beton. Proses
memasukkan adukan kedalam cetakan dibagi kedalam 3 lapisan masing 1/3
dari tinggi lalu diamkan selama 24 jam..
8. Melepaskan beton dari cetakan
Sesudah campuran beton didiamkan selama 24 jam beton bisa dibuka dari
bekisting.

3.9. Perawatan Beton (Curing)

Pengerjaan curing beton bertujuan terbentuknya polimerisasi antar unsur kimia


yang ada di zeolite dan fly ash dengan alkali bisa terjadi secara baik hingga
kualitas beton yang diinginkan tergapai, kemudian diharapkan tak menjadi
kesusutan yang disebabkan kehilangan kelembaban yang cepat, akibatnya mampu
menghasilkan kerusakan pada beton. Pengerjaan curing beton dikerjakan sesudah
pelepasan cetakan pada beton, didiamkan selama beberapa lama pada reaksi
senyawa kimia yang berada pada adukan beton.

3.10. Uji Kuat Tekan Beton

Uji kuat tekan beton dilaksanakan ketika beton di usia 28 hari. Uji kuat tekan bisa
dikerjakan saat beton sudah kering saat umur 28 hari. Saat mengerjakan uji
kekuatan tekan, beton ditimbang terlebih dahulu, selanjutnya pengerjaan capping
memakai belerang di pakai di setiap permukaan beton. Capping berfungsi ketika
meratakan permukaan beton, percobaan kekuatan tekan beton didapat hasil yang
maksimal. Uji kekuatan tekan beton memakai mesin penguji kuat tekan sesuai
pada ASTM C 39/C 39M – 01. Mesin CTM akan memberikan pembebanan
konstan terhadap beton dengan beban berkisar 2-4 kilogram per satuan luas setiap
detiknya dan pembacaan kuat tekan dibaca saat kondisi beton mengalami hancur
awal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

1.1. Hasil Pengujian Uji Properties Bahan

1.1.1. Hasil Pengujian Terhadap Agregat Halus


Hasil pembahasan dalam penelitian merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan di laboratorium mulai dari kegiatan sebelum pembuatan, saat
pembuatan, proses curing dan pengujian yang dilakukan tepatnya di laboratorium
struktur teknik sipil Institut Teknologi Sumatera. Dalam penelitian ini ada
beberapa pengujian yang dilakukan pada bahan dan benda uji diantaranya
pengujian bahan pada agregat kasar dan agregat halus, semen, zeolite dan
pengujian benda uji yaitu uji kekuatan tekan beton.

Berdasarkan data pengujian terhadap material agregat halus yang digunakan untuk
pembuatan benda uji didapatkan data sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Kadar Lumpur
Pemeriksaan kadar lumpur dilakukan dengan dua metode yaitu pengendapan lumur
didalam tabung dan metode pengujian agregat yang lolos saringan No.200.
a. Pengujian Metode Pengendapan
Dari hasil pengendapan lumpur agregat halus diperoleh kandungan lumpur yang
terdapat pada agregat halus yaitu 4,3%, hasil ini memenuhi persyaratan
SK SNI 04-1989-F dengan kandungan lumpur maksimum pasir tidak
melebihi dari 5%. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah.
Tabel 4.1. Pengujian Kadar Lumpur Pasir
Tinggi Pasir 220 cm
Tinggi Lumpur 10 cm
% Kadar Lumpur 4,3%

b. Pengujian Metode Lolos Saringan No.200


Pengujian ini dilakukan dengan pencucian agregat dengan menggunakan
parameter kandungan agregat yang lolos menggunakan saringan no.200,
dan Adapun hasil yang diperoleh yaitu 4% kandungan lumpur dari berat
kering agregat. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah.
Tabel 4.2. Pengujian Kadar Lumpur Pasir
Keterangan Berat (gr)
Berat Awal 500
Berat Akhir 480
% Lolos Saringan No.200 4.00%

2. Pemeriksaan Kadar Air


Pengujian kadar air agregat mengacu pada SNI 03-1971-1990, didapatkan kadar air
pada agregat halus yaitu sebesar 1,42%. Persentase kadar air pada agregat
halus ini diperlukan untuk menghitung kebutuhan air pada perencanaan
campuran beton. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Kadar Air Agregat Halus
Keterangan Berat (gr)
Pengujian Sebelum dioven 500
Pengujian Sesudah dioven 493
Kadar Air (%) 1.42%

3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan


Pengujian ini mendapatkan hasil berat jenis semu, berat jenis kering permukaan,
berat jenis kering dan angka penyerapan pasir dengan hasil untuk berat jenis
semu 2,624 gram, berat jenis kering permukaan 2,591 gram, berat jenis kering
2,570 gram dan angka penyerapan agregat halus 0,8%. Hasil dapat dilihat
pada tabel 4.4 dibawah.
Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Hasil Ketetapan Syarat
Keterangan
Pengujian SNI 1970-2008
Berat Jenis Kering 2.570 gr -
Beras Jenis Kering Permukaan (SSD) 2.591 gr 2,5-2,7
Berat Jenis Semu 2.624 gr -
Penyerapan 0,8% -

4. Analisis Saringan Agregat


Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus untuk mengetahui sebaran agregat
berdasarkan ukurannya masing-masing. Didapatkan juga nilai modulus
kehalusan yaitu sebesar 2,3 yang mana telah memenuhi persyaratan SNI 03-
1750-1990 dengan syarat modulus kehalusan diantara 1,5 – 3,8, nilai tersebut
telah memenuhi persyaratan yang disyaratkan menurut SE
Nomor:07/SE/M/2016 agregat halus berada di zona 2. Data analisis saringan
dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah.
Tabel 4.5. Hasil Analisis Data Gradasi Agregat Halus
Berat Tertahan %Massa
No Saringan %Kumulatif %Lolos
(gr) tertahan

3/8” 0 0 0 100
No.4 0 0 0 100
No.8 12 2,4 2,4 97,6
No.16 65 13 15,4 84,6
No.30 151 30,2 45,6 54,4
No.50 143 28,6 74,2 25,8
No.100 94 18,8 93 7
pan 35 7 100 0
Kumulatif Kehalusan 2,3
100 100 100
100
85 97.6 100
95
84.6 80
80
Persentas lolos %

60
60
54.4 % Lolos
50 40
30 Batas Bawah
Batas Atas
10 25.8 25 20
0
7 5 0
9 8
0 7
0 6 5 4 3 2 1 0

Diameter Saringan (mm)

Grafik 4.1. Hubungan Antara Ukuran Saringan Dengan Presentase Lolos


Saringan Agregat Halus
5. Pemeriksaan Kandungan Zat Organik
Pemeriksaan kandungan zat organik yang terdapat pada agregat halus
menggunakan skala warna hellige tester yang dilakukan dengan merendam
agregat halus didalam botol tertutup menggunakan larutan NaOH 3% selama
24 jam. Adapun hasil yang didapat berdasarkan hellige tester kandungan zat
organik masuk kedalam No.1.

6. Pemeriksaan Berat Volume Agregat


Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui berat agregat dalam satuan volume
menggunakan cetakan silinder diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Adapun
hasil pemeriksaan berat volume agregat yaitu 1387,27 Kg/m 3. Hasil dapat
dilihat pada tabel 4.6 dibawah.
Tabel 4.6. Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus
Keterangan Hasil
Volume Mold Kecil 0,00157 m3
Berat Mold Kecil 7,38 kg
Berat Lepas 9,48 kg
Berat Padat 9,66 kg
Berat Volume Agregat Lepas 1323,64 kg/m3
Berat Volume Agregat Padat 1450,91 kg/m3
Rata Rata Berat Volume 1387,27 kg/m3

1.1.2. Hasil Pengujian Terhadap Agregat Kasar


1. Pemeriksaan Kadar Air
Berdasarkan hasil pengujian terhadap agregat kasar yang digunakan yaitu
pemeriksaan terhadap kadar air agregat didapatkan kadar air pada agregat
kasar yaitu 2,01%. Hasil ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebutuhan
air pada perhitungan rencana campuran beton. Hasil penelitian dapat dilihat
pada tabel 4.8 dibawah.
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
Keterangan Berat (gr)
Pengujian Sebelum dioven 3000
Pengujian Sesudah dioven 2941
Kadar Air (%) 2.01%

2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan


Pengujian dilakukan untuk mendapatkan hasil berat jenis agregat sesuai kondisinya
serta mengetahui angka penyerapan agregat kasar dengan hasil yang
didapatkan untuk nilai berat jenis semu 2,491 gram, berat jenis kering
permukaan 2,412 gram, berat jenis kering 2,359 gram dan angka penyerapan
agregat kasar yaitu 2,25%. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah.
Tabel 4.8. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Keterangan Hasil Pengujian
Berat Jenis Kering 2,359
Beras Jenis Kering Permukaan (SSD) 2,412
Berat Jenis Semu 2,491
Penyerapan 2,249

3. Analisis Saringan
Pengujian gradasi agregat kasar atau analisis saringan dilakukan untuk mengetahui
sebaran ukuran agregat dan ukuran maksimum agregat yang digunakan serta
mengetahui modulus kehalusan dengan nilai yang didapatkan sebesar 7,024,
nilai tersebut berada di antara 6 – 8 maka nilai tersebut telah memenuhi
persyaratan SE Nomor:07/SE/M/2016. Adapun hasil analisis saringan dapat
dilihat pada tabel 4.10 dibawah.
Tabel 4.9. Hasil Analisis Data Gradasi Agregat Kasar
Berat Tertahan %Massa
No Saringan %Kumulatif %Lolos
(gr) tertahan

1 0 0 0 100
3/4” 0 0 0 100
1/2 2142,8 42,9 42,9 57,1
3/8” 969,6 19,4 62,2 37,8
4 1776,6 35,5 97,8 2,2
8 85,4 1,7 99,5 0,5
Pan 25,6 0,5 100 0,0
Kumulatif Kehalusan 7,0
100 100
100
90
90
70 80
70
Persentas lolos %

55 57.1 60
50 50
Batas Atas
37.8 40 % Lolos
30 Batas Bawah
15 20 20
5 10
0 0.5 2.2
0 0 0
pan no.100 no.50 no.30 no.16 no.8 no.4 no.3/8
Diameter Saringan (mm)
Grafik 4.2. Grafik Ukuran Saringan dengan Persen Lolos Saringan Agregat Kasar

4. Pemeriksaan Berat Volume Agregat


Pemeriksaan berat volume agregat dilakukan untuk mengetahui berat per satuan
volume dimana yang digunakan yaitu volume cetakan silinder dengan
diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Hasil pemeriksaan didapatkan berat volume
pada agregat kasar yaitu 1199,19 Kg/m3. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada
tabel 4.11 dibawah.
Tabel 4.11. Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
Keterangan Hasil
Volume Mold Besar 0,0053 m3
Berat Mold Besar 11,62 kg
Berat Lepas 17,66 kg
Berat Padat 18,3 kg
Berat Volume Agregat Lepas 1138,86 kg/m3
Berat Volume Agregat Padat 1259,53 kg/m3
Rata Rata Berat Volume 1199,19 kg/m3

1.1.3. Hasil Pengujian Terhadap Semen


1. Pemeriksaan Secara Visual
Pemeriksaan secara visual kondisi semen yang digunakan dalam kondisi yang
bagus dan layak pakai, hal ini merupakan kesimpulan yang ditarik dari tidak
adanya gumpalan semen, kondisi semen kering, tanggal produksi semen dan
kondisi semen yang dingin ketika disentuh.
2. Pemeriksaan Berat Jenis Semen
Dari hasil pemeriksaan berat jenis semen dilakukan dengan melihat perbedaan skala
bacaan pada tabung Le Chatelier dan didapatkan nilai berat jenis semen yang
digunakan dengan semen PCC yaitu 3,15 gram/cm3. Adapun hasil
pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah.
Tabel 4.12. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Semen
Berat Semen (gr) 64
Skala Bacaan Awal (V1) 0.6
Skala Bacaan Kedua (V2) 20.9
Berat Jenis Semen (gr/cm3) 3,15

1.1.4. Hasil Pengujian Zeolite


Zeolite yang digunakan sebagai bahan tambah dalam variasi penelitian ini
bersumber dari CV. Minatama yang digunakan sebagai variasi bahan campuran
dalam pembuatan beton. Adapun material ini dilakukan pengujian antara lain:
1. XRF (X-Ray Flourescence)
Zeolite yang telah disiapkan selanjutnya diuji di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dengan metode XRF (X-Ray Flourescence) dengan tujuan
untuk mengetahui kandungan kimia yang ada didalamnya. Data hasil
pengujian pada tabel 4.13 dibawah.
Tabel 4.13. Data Kandungan Kimia Zeolite

2. Pengujian Berat Jenis


Dalam pengujian ini didapatkan berat jenis zeolite sebesar 2,1.

1.2. Mix Design


Pada penelitian ini menggunakan SNI 6468-2000 sebagai acuan untuk perhitungan yang
mana dari hasil perhitungan tersebut didapat kebutuhan material per 1 m3 dengan
mutu rencana 50 MPa. Didapatkan kebutuhan material yang dapat dilihat pada
tabel 4.14. dibawah ini.
Tabel 4.14. Perencanaan Campuran per 1 m3
Kebutuhan Semen (kg) Air (kg) Agregat Halus (kg) Agregat Kasar (kg)
Beton Tiap 1 m3 495,60 170,39 760,48 861,32

Kebutuhan material yang diperlukan untuk membuat 3 benda uji silinder ukuran dengan
ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30 cm, adapun perencanaan campuran
dengan kebutuhan 3 benda uji dapat dilihat pada tabel 4.15. dibawah ini.
Tabel 4.15. Kebutuhan Material Untuk 3 Benda Uji
Kebutuhan 3 Benda Uji
Semen 8,666 kg
Air 2,979 kg
Agregat Halus 15,061 kg
Agregat Kasar 13,298 kg

Total kebutuhan material yang diperlukan untuk membuat 12 benda uji silinder ukuran
15 cm x 30 cm, volume cm dengan umur 28 hari menggunakan zeolite yang telah
di aktivasi sebagai bahan pengganti semen.
Tabel 4.16. Kebutuhan Material Untuk 12 Benda Uji
Persentase Zeolit Semen Agregat Agregat
Air (Kg)
Zeolit (%) (Kg) (Kg) Kasar (Kg) Halus (Kg)
0 0 8,666 2,979 15,061 13,298
10 0,917 8,666 2,979 15,061 13,298
20 1,835 8,666 2,979 15,061 13,298
30 2,752 8,666 2,979 15,061 13,298

1.2.1. Hasil Pengujian Slump


Berdasarkan hasil pengujian slump didapat nilai slump rata-rata. Nilai slump tersebut
telah memenuhi standar SNI 6468-2000. Nilai slump yang diperoleh berdasarkan
hasil pengujian terdapat pada tabel 4.17 dibawah ini.
Tabel 4.17. Hasil Pengujian Slump Test
Kode Beton Nilai Slump
ZE 0% 8,7
ZE 10% 8
ZE 20% 7,6
ZE 30% 6,5
10
8.7
9 8
7.6
8

Tinggi Slump (cm)


7 6.5
6
5
4
Slump
3
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Variasi Zeolite

Grafik 4.3. Hubungan Variasi Zeolite dengan nilai Slump


Dari hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa variasi zeolite 0%, 10%,
dan 20% masuk dalam kategori nilai slump yang sudah direncanakan yaitu 7,5 -
10 cm, sedangkan pada variasi zeolite 30% tidak mencapai nilai slump yang sudah
direncanakan hal ini disebabkan semakin banyaknya penambahan zeolite kedalam
campuran beton maka nilai slump yang didapatkan juga semakin menurun
dikarenakan zeolite ini memiliki sifat menyerap air yang tinggi, maka dengan
penambahan zeolite dengan jumlah yang banyak akan menyebabkan beton
kekurangan air sehingga didapatkan nilai slump yang rendah.

1.3. Hasil Pengujian Benda Uji


Pada penelitian ini pengujian yang dilakukan adalah berat volume dan uji kuat
tekan
1.3.1. Berat Volume
Berikut merupakan hasil pengujian berat volume yang dilakukan sebelum
pengujian kuat tekan. Berdasarkan hasil pengujian berat volume yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa penambahan agregat halus oleh zeolite
mempengaruhi berat volume beton, dimana semakin banyak persentase zeolite
maka berat isi beton semakin ringan, hal ini dikarenakan zeolite memiliki nilai
berat jenis yang lebih rendah bila dibandingkan dengan berat jenis agregat halus.
Hasil pengujian berat volume terdapat pada tabel 4.18 dibawah ini
Tabel 4.18. Data Hasil Pengujian Berat Volume
Luas
Berat Berat
Kode Penampang t Berat Volume Rata
No Benda Uji Volume
Beton = 30 cm, d = - Rata (gr/cm3)
(gr) (gr/cm3)
15 cm
1 ZE I 0% 12440 2,3477
2 ZE II 0% 12440 2,3477 2,3502
3 ZE III 0% 12480 2,3552
4 ZE I 10% 11880 2,2420
5 ZE II 10% 11840 2,2344 2,2332
6 ZE III 10% 11780 2,2231
5301.4
7 ZE I 20% 11820 2,2307
8 ZE II 20% 11860 2,2382 2,2395
9 ZE III 20% 11920 2,2495
10 ZE I 30% 11760 2,2193
11 ZE II 30% 11760 2,2193 2,2181
12 ZE III 30% 11740 2,2156

1.3.2. Uji Kuat Tekan


Setelah dilakukan pembuatan dan perawatan pada benda uji, langkah selanjutnya adalah
melakukan pengujian kuat tekan pada benda uji tersebut. Pengujian pada benda uji
dilakukan saat berumur 28 hari menggunakan alat Compression Testing Machine
(CTM) pada 12 benda uji dengan kuat tekan rencana sebesar 50 MPa. Hasil
pengujian kuat tekan beton terdapat pada tabel 4.19 dibawah ini
Tabel 4.19. Data Hasil Uji Kuat Tekan
N
Variansi F (Kn) A (cm2) Mpa (MPa) rata- rata
o
1 890 17662,5 50,389
2 0% 860 17662,5 48,691 50,012
3 900 17662,5 50,955
4 980 17662,5 55,485
5 10% 976 17662,5 55,258 55,504
6 985 17662,5 55,768
7 918 17662,5 51,975
8 20% 920 17662,5 52,088 51,861
9 710 17662,5 51,522
10 830 17662,5 46,992
11 30% 855 17662,5 48,408 46,803
12 795 17662,5 45,011
Sumber : Data Hasil Pengujian
Kuat Tekan Vs Variasi Zeolite
58
55.504
56
Kuat Tekan (MPa) 54 51.861
52 50.012
50
48 46.803
46
44
42
ZE 0% ZE 10% ZE 20% ZE 30%

Variasi Zeolite

Grafik 4.4. Hubungan Kuat Tekan Vs Variasi Zeolite

Kuat Tekan Vs Nilai Slump


58
55.504
56
Kuat Tekan (MPa)

54 51.861
52 50.012
50
48 46.803
46
44
42
8.7 8 7.6 6.5

Nilai Slump (cm)

Grafik 4.5. Hubungan Kuat Tekan Vs Nilai Slump


Gambar 4.1. Hasil Uji Kuat Tekan
Dari hasil yang didapatkan pada beton normal tanpa campuran zeolite aktivasi kimia
memiliki kuat tekan rata rata sebesar 50,012 MPa, sedangkan beton normal
dengan campuran zeolite aktivasi kimia variasi 10%, 20%, dan 30% didapatkan
kuat tekan rata rata sebesar 55,504 MPa, 51,861 MPa, dan 46,803 MPa. Dari
semua variasi dapat disimpulkan bahwa kenaikan terjadi pada beton campuran
zeolite aktivasi kimia dengan variasi 10%, setelah itu terjadi penurunan pada
beton campuran zeolite aktivasi kimia dengan variasi 20% dan 30% penurunan ini
dikarenakan penambahan zeolite dengan jumlah yang terlalu banyak akan
menyebabkan menurunnya nilai workabilitas, yang mana jika nilai workabilitas
menurun maka hasil kuat tekan pun akan ikut menurun. Oleh dari itu hasil yang
paling optimal untuk kuat tekan beton penggunaan zeolite aktivasi kimia adalah
variasi 10% sebesar 55,504 MPa.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan berupa uji kelayakan material,
pembuatan sampel uji, pengujian kuat tekan, dan menganalisis data, dengan
demikian dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Hasil pengujian beton segar mutu tinggi yaitu pengujian slump test yang
memenuhi nilai slump rencana sebesar 7,5 - 10 cm adalah pada variasi zeolite
yang telah diaktivasi kimia 0%, 10%, dan 20% yaitu sebesar 8,7 cm, 8 cm,
dan 7,6 cm. Sedangkan pada variasi zeolite 30% nilai slump rencana tidak
tercapai yaitu sebesar 6,5 cm hal ini dikarenakan zeolite ini memiliki sifat
menyerap air yang tinggi, maka dengan penambahan zeolite dengan jumlah
yang banyak akan menyebabkan beton kekurangan air sehingga didapatkan
nilai slump yang rendah.
2. Hasil uji kuat tekan beton yang dihasilkan pada variasi zeolite yang telah
diaktivasi kimia 0%, 10%, 20%, dan 30% sebagai bahan penambah agregat
halus secara berturut turut adalah 50,012 MPa, 55,504 MPa, 51,861 MPa, dan
46,803 MPa.
3. Pada pembuatan beton mutu tinggi yang optimal dengan menggunakan
zeolite yang telah diaktivasi kimia didapatkan kuat tekan tertinggi pada
variasi 10% dengan kuat tekan yang dihasilkan sebesar 55,504 MPa.

5.2. Saran
Adapun saran yang diberikan untuk memaksimalkan hasil serta mengembangkan
penelitian lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Pada saat melakukan aktivasi zeolite secara kimia harus menggunakan panci
yang terbuat dari plat yang tebal, dikarenakan pada proses aktivasi dapat
membuat panci berlubang jika panci terbuat dari bahan yang tipis.
2. Perlu adanya uji XRF pada zeolite setelah di aktivasi kimia.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi zeolite agar
menghasilkan data yang lebih bervariasi dan akurat.
4. Perlu memakai alat pelindung diri saat melakukan kegiatan di laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai