1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang
cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar
anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar
maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah
roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap
sbeberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain :
1. Sirkulasi udara yang baik.
2. Penerangan yang cukup.
3. Air bersih terpenuhi.
4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran.
5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak
terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.
Syafrudin, Damayani &Delmaifanis. 2011. Himpunan Penyuluhan Kesehatan, CV. Trans Info Media,
Jakarta.
Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan
dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.
Berdasarkan hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB Basil Tahan
Asam (BTA) positif secara Nasional 2-3 % setiap tahunnya. Sampai tahun 2005, program
Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru/Rumah Sakit Paru (RSP) baru sekitar 30%.
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari
Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas
Satelit (PS).
Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang
dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
Catatan: Bilamana perlu, dalam upaya meningkatkan akses pelayanan laboratorium kepada
masyarakat, maka Puskesmas pembantu/Pustu dapat diberdayakan untuk melakukan fiksasi, dengan
syarat harus telah mendapat pelatihan dalam hal pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak
sampai fiksasi, dan keamanan dan keselamatan kerja. Pembinaan mutu pelayanan lab di pustu
menjadi tanggung jawab PRM.
Depkes RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.