Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar.
Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali
dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau
dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif atau objektif), dan
berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak
dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik.1
Vertigo adalah salah satu keluhan yang sering dijumpai dalam praktek
yang digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau pusing (dizziness). Prevelensi vertigo di Jerman, umur 18
tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diantaranya diasumsikan karena
gangguan vestibuler.2,3.
Vertigo biasanya muncul karena adanya gangguan sistem vestibular.
Sistem vestibular bertanggungjawab untuk mengintegrasikan rangsangan
terhadap indera dan gerakan tubuh dan juga menjaga agar suatu obyek ada di
fokus penglihatan saat tubuh bergerak. Ketika kepala bergerak, sinyal
ditransmisikan ke labirin, yang terdapat di telinga bagian dalam. Labirin
kemudian membawa informasi ke saraf vestibular yang kemudian diteruskan
ke batang otak dan otak kecil, yang berfungsi mengontrol keseimbangan,
postur, dan kordinasi gerak.4
Rasa tidak seimbang, kepala terasa ringan atau enteng, rasa hampir
pingsan(blackout), dan vertigo sering membingungkan karena untuk keempat
gangguan keseimbangan tersebut, pasien sering hanya menggunakan kata
“pusing”, padahal keempat hal tersebut berbeda-beda, baik berbeda dalam hal
bentuk, penyebab, sampai penatalaksanaannya.4
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
vertigo yang paling sering. Kondisi ini memberikan gejala pusing atau vertigo
dengan onset mendadak yang diprovokasi oleh perubahan posisi kepala.

1
Gerakan provokatif yang paling umum adalah berguling di tempat tidur,
membungkuk, atau melihat keatas.5

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. YS

Agama : Islam

Umur : 26 tahun

Alamat : Ritaya Desa Bone Kab. Gowa

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bugis

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No. RM : 17-42-90

Tgl. Masuk : 19 Juni 2019

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pusing berputar

Anamnesis Terpimpin:

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan kepala terasa pusing

berputar sejak 3 hari SMRS. Pusing dirasakan selama kurang lebih 20 detik.

Pusing yang dirasakan timbul secara tiba-tiba dan dirasakan hilang timbul.

Pasien merasa dirinya melayang mengitari ruangan, terutama jika pasien

membuka mata dan mengubah posisi kepala dari posisi tidur ke posisi duduk

atau tegak/berdiri.

3
Tidak dirasakan rasa penuh dan suara berdenging pada kedua telinga.

Penurunan pendengaran tidak dirasakan selama serangan. Sebelumnya pasien

tidak pernah merasakan pusing yang sehebat ini.

Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah selama kepala

terasa pusing. Pasien akan merasakan pusing jika berubah posisi ke arah

kanan ataupun kiri. Pasien lebih nyaman jika memejamkan matanya. Tidak

ada gangguan penglihatan selama keluhan ini dirasakan. Ada riwayat

trauma/terjatuh pada tahun 2017. Tidak ada riwayat kejang dan penurunan

kesadaran. Di keluarga pasien tidak ada yang merasakan keluhan yang seperti

dirasakan pasien saat ini. Keluhan seperti ini baru dirasakan pertama kali.

Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Mual (+), Muntah (+), BAK lancar,

BAB biasa. Riwayat hipertensi (+), riwayat DM (-), riwayat trauma (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah :150/100 mmHg

Nadi : 80x/menit, kuat angkat, reguler

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,8˚C

4
Paru-paru :

a. Inspeksi : Dinding thoraks simetris, retraksi otot dinding

dada (-)

b. Palpasi : Simetris antara kiri dan kanan

c. Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

d. Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

a. Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis

b. Palpasi : Tidak teraba iktus cordis

c. Perkusi : Batas jantung – paru dalam batas normal

d. Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, mur-mur (-)

Abdomen :

a. Inspeksi : Massa (-), Ascites (-)

b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Massa abnormal (-).

Distensi abdomen (-)

c. Perkusi : Dalam batas normal

d. Auskultasi : Peristaltik normal

Ekstremitas :

a. Atas : akral hangat, CRT < 2 detik,

edema (-/-), sianosis(-/-)

b. Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik,

edema (-/-),sianosis(-/-)

5
Status Neurologis

Kesadaran : Composmentis

GCS : E4M6V5

Rangsang meningeal

Kaku kuduk : tidak ada

Kernig sign : tidak ada

Pemeriksaan Nervus Cranial

1. Nervus Olfaktorius

Dextra Sinistra

Daya pembau Tidak dilakukan

2. Nervus Optikus

Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan
Lapang Pandang Tidak dilakukan
Pengenalan Warna Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan

3. Nervus Okulomotorius

Dextra Sinistra

Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Medial Baik Baik
Atas Baik Baik

6
 Bawah Baik Baik
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 2,5 mm
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Tidak Langsung
Akomodasi Baik Baik

4. Nervus Trokhlearis

Dextra Sinistra

Gerakan Mata Medial Bawah Baik


Baik

5. Nervus Trigeminus

Membuka mulut Normal


Sensibilitas
Oftalmikus + +
Maksilaris + +
Mandibularis + +
6. Nervus Abdusens

Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +

7. Nervus Facialis

Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +

7
Menutup mata + +
Menyeringai + +
Daya pengecap 2/3
Tidak dilakukan
depan

8. Nervus Vestibulochoclearis

Dextra Sinistra
Tes Romberg Tidak dilakukan
Tes bisik Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus

Arkus faring Normal


Daya Kecap Lidah 1/3
Tidak dilakukan
belakang
Uvula Letak di tengah
Menelan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan

10. Nervus Assesorius

Dextra Sinistra
Memalingkan kepala + +

Mengangkat bahu + +

8
11. Nervus Hipoglosus

Sikap lidah Tidak ada deviasi


Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah -

Pemeriksaan Motorik

a) Anggota Gerak Atas

Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Tonus Normal Normal
Kekuatan 5/5 5/5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +

b) Anggota Gerak Bawah

Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Tonus Normal Normal
Kekuatan 5/5 5/5
Reflex Achiller + +
Reflex Patella + +

Refleks Patologis

Dextra Sinistra
Babinski - _
Chaddocck - -

9
Oppenheim - -
Hoffman Trommer - -
Pemeriksaan Sensorik

Dextra Sinistra

Rasa Raba
Normal Normal
- Ekstremitas Atas

- Ekstremitas Bawah Normal Normal

Rasa Nyeri
Normal Normal
-Ekstremitas Atas

- Ekstremitas Bawah Normal Normal

Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah

Fungsi Vegetatif

Miksi
Inkontinensia urin -
Retensio urine -
Poliuria -
Anuria -

Defekasi
Inkontinensia alvi -
Retensio alvi -
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

10
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK DAN PEMERIKSAAN LAIN-LAIN:

VI. RESUME

Seorang pasien perempuan berusia 26 tahun masuk Rumah Sakit melalui

IGD RS. Ibnu sina dengan mengeluhkan pusing berputar sejak 3 hari

SMRS. Pusing dirasakan timbul secara tiba-tiba dan dirasakan hilang

timbul. Pasien merasa melayang terutama jika pasien membuka mata dan

mengubah posisi kepala pasien. Tidak ada keluhan pada organ

pendengaran dan penglihatan pasien. Demam (-), Sakit kepala (-), Batuk

(+), Mual (+), Muntah (+), BAK lancar, BAB biasa.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital TD: 140/100 mmHg,

Nadi: 80x/menit, Pernapasaan: 24x/menit, Suhu: 370C, kesadaran Compos

Mentis (E4M6V5), Pada pemeriksaan dermatologi ditemukan lesi berupa

vesikel, krusta dan eskoriasi pada region ekstremitas superior dextra secara

berkelompok dan unilateral. Sedangkan pada pemeriksaan neurologi

didapatkan hasil yaitu terjadi penurunan sensorik pada daerah yang

terdapat lesi.

VII. DIAGNOSA

 Diagnosa klinis : Benign Paroxysmal Positional Vertigo

 Topis : vestibular

 Etiologi :

11
VIII. DIAGNOSA BANDING

Neuralgia pasca trauma

Herpes Simpleks

IX. TERAPI

Medikamentosa :

- IVFD RL 28 tpm

- Ranitidin amp/12jam/iv

- Betahistin 6mg/8jam/oral

- N-Ace 2 x 1

- Ondanserton amp/12jam/iv

- Piracetam 800mg/12jam/oral

- Mecobalamin 500mg/drips

X. PROGNOSIS

Qua Ad Vitam : Bonam

Qua Ad Sanationam : Dubia et bonam

Ad Fungsionam : Bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar.
Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali
dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau
dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif atau objektif), dan
berjungkir balik. Ada yang menyebut vertigo sebagai halusinasi gerakan di
mana penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal
lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal
tidak. Gerakan pada vertigo umumnya gerakan berputar, namun sesekali
dijumpai kasus dimana gerakan bersifat linear (garis lurus); tubuh seolah-olah
didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal. Sering vertigo disertai oleh
gangguan sistem otonom, seperti rasa mual, pucat, berkeringat dingin,
muntah, perubahan denyut nadi dan tekanan darah.1
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dengan
gejala vertigo positional yang terjadi secara berulang dengan tipikal
nistagmus paroksimal. BPPV secara historitikal merupakan bentuk dari
vertigo positional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan
saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik.
Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit.5

B. EPIDEMIOLOGI
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien
datang ke dokter. Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30%
dari populasi dan mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun.4,5
Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai 25% pada
penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun

13
1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis
pasien yang datang ke ruang gawat darurat.5
Vertigo adalah masalah kesehatan yang sering ditemui pada orang
dewasa. Di USA 40% penduduk pernah sedikitnya sekali merasa pusing.
Prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita dan meningkat sesuai usia. Benign
Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan
lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan
pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera
kepala.4

C. ETIOLOGI
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf
yangmenghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan
tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.4
Penyebab paling umum dari BPPV pada usia di bawah 50 tahun
adalah cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah
degenerasi sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan semakin
bertambahnya usia. Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana
penyebabnya adalah kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring
dalam keadaan terlentang atau trauma telinga bagian dalam. BPPV juga
sering terjadi pada orang yang berada dalam pengobatan dengan obat ototoxic
seperti gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV disebut idiopatik yang
berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.5
Semakin bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV.
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkular posterior. Deposit

14
ini menyebabkan bejana semisirkular jadi sensitif terhadap perubahan
gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.5
Menurut Mohammad maqbool, terdapat beberapa penyebab vertigo.
Penyebab vertigo terdiri dari:15
a. Vaskular
Penyebab vertigo dari gangguan vaskular terdiri atas insufisiensi
vertebrobasiler, stroke, migrain, hipotensi, anemia, hipoglikemia,
dan penyakit meniere.
b. Epilepsi
c. Receiving any treatment
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik, obat jantung,
antihipertensi, obat sedatif, dan aspirin dapat menyebabkan
ganggua vertigo.
d. Tumor, trauma dan tiroid
1. Tumor
Adanya tumor seperti neuroma, glioma dan tumor
intraventrikular dapat menyebabkan gangguan vertigo.
2. Trauma
Adanya trauma pada daerah tulang temporal dan trauma
servikal dapat menyebabkan gejala vertigo.
3. Tiroid
Adanya penurunan fungsi tiroid dapat menyebabkan gejala
tiroid.
e. Infeksi
Apabila terjadi infeksi pada daerah keseimbangan seperti
labirintitis maupun vestibular neuronitis dapat menyebabkan
gangguan vertigo.
f. Glial Disease (Multiple Sclerosis)
g. Ocular disease or imbalance

15
D. KLASIFIKASI

Skema 1. Klasifikasi vertigo7


Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan
non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan
sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang
disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo


vestibular perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang
terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam)
atau di ganglion vestibular atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear)
divisi vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit
meniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksik dan labirintitis. Obat-obat

16
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, barbiturat, alcohol, aspirin,
caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat
hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus vestibularis adalah neuritis
vestibularis dan neuroma akustikus.1
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi
(serebelum dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab
vertigo sentral antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum,
nukleus vestibular, dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf
pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan
neuroma akustik juga termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat
gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala
kejang parsial kompleks.5

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi cranial Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum

17
Pendengaran Seringkali berkurang Biasanya normal
atau dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada nistagmus
nistagmus fatique 5-30 fatique
detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

E. PATOFISIOLOGI
Kopulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista
ampularis. Partikel ini membuat kanalis semisirkularis posterior menjadi
lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya
suatu benda berat yang melekat di puncak tiang, yang menyebabkan posisi
tiang sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral karena adanya benda
berat tersebut. Dengan analogi tersebut, kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral, sehingga timbul nistagmus dan pusing.6
Selain itu, dapat pula disebabkan karena adanya partikel yang bebas
bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala
dalam posisi tegak, kanalit berada pada posisi terendah di kanalis
semisirkularis posterior. Saat kepala direbahkan hingga posisi supinasi,
terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90o. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi
kupula. Defleksi kupula inilah yang menyebabkan terjadinya nistagmus. Jika
kepala dikembalikan ke posisi awal, maka terjadi gerakan sebaliknya, timbul
pula nistagmus pada arah yang berlawanan.6
Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban.
Ketika ban terputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya

18
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan (latency) nistagmus
transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.6
BPPV disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium karbonat
yang berasal dari makula di utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen
dari salah satu kanal semisirkularis. Kalsium karbonat dua kali lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi
dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal ini bergerak di kanal
semisirkularis (kanalitiasis), menyebabkan pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena sehingga menimbulkan
vertigo. Arah nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal
yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ekstraokuler.6
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami secara
pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada
banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui.6

F. DIAGNOSIS
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas
keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa
goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang. Bagaimana bentuk
serangan vertigo, apakah pusing berputar atau rasa goyang/melayang.
Bagaimana sifat serangan sifat serangan vertigo, apakah periodik, kontinu,
ringan atau berat. Selain itu, faktor pencetus atau situasi pencetus terjadinya
vertigo, apakah saat perubahan gerakan kepala atau posisi, berada dalam
situasi keramaian dan emosional ataukah ada faktor suara. Gejala otonom
yang menyertai keluhan vertigo seperti adakah mual, muntah, keringat dingin.
Selain itu, gejala gangguan pendengaran dan riwayaat konsumsi obat seperti
streptomisin, gentamisin dan kemoterapi yang memicu vertigo. Ada tidaknya
penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, dan
penyakit paru.8

19
Secara rinci, vertigo vestibuar tipe perifer timbulnya lebih mendadak
setelah perubahan posisi kepala dengan rasa berputar yang berat,disertai mual
atau muntah dan keringat dingin. Serangan pada BPPV singkat biasa dalam
waktu 10-30 detik. Dapat pula disertai gangguan pendengaran berupa tinitus
atau ketulian dan tidak disertai gejala neurologik fokal seperti hemiparesis,
diplopia.
 Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan terdiri dari:
Kesadaran pada BPPV baik. Kesadaran dapat menurun pada vertigo
vestibular sentral.
1. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan vestibular
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis
tengah dan kemudian kembali lagi. Pada mata terbuka badan penderita
tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.7

Gambar 1. Uji Romberg6

20
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan
vestibular perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebelar
penderita akan cenderung jatuh.7
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.7

Gambar 2. Uji Unterberger7

d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannnya ke atas kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata

21
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibular akan terlihat
pennyimpangan lengan penderita ke arah lesi.5

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany


e. Fukuda test dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat
sebanyak 50 langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki,
normal sudut penyimpangan tidak lebih dari 30°.

2. Pemeriksaan Neuro-Otologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
lesinya di sentral atau perifer. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah dix hallpike dan tes kalori.
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke
kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan
uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign
positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-
10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali(fatigue). Sentral: tidak
ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit,
bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula(non-fatigue).5,8

22
Gambar 4. Uji Dix Halpike9

Vertigo Perifer Vertigo Sentral


Periode Laten + -
Lama Nistagmus <2menit >2menit
Vertigo + -/+ (sedikit)
Lelah + -
Tabel 3. Hasil Uji Dix Halpike

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC)
masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya
nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan
adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.
Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik
setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional
preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus

23
yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi
perifer di labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.5,8
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.5

G. DIAGNOSIS BANDING

H. PENATALAKSANAAN
Terdiri dari Non-farmakoterapi dan farmakoterapi :
1. Non-Farmakoterapi
BPPV dikatakan suatu penyakit ringan dan dapat sembuh secara
spontan dalam beberapa bulan. Namun, telah banyak penelitian yang
membuktikan bahwa pemberian terapi manuver dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi resiko jatuh pada pasien. Efek samping dilakukannya
manuver adalah mual, muntah, vertigo dan nistagmus. Hal ini karena
adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcatio.
Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi
duduk minimal 10 menit untuk menghindari resiko jatuh.8,12

24
Tujuan manuver adalah mengembalikan partikel ke posisi awalnya
yaitu di makula utrikulus. Selain itu, manuver dapat menimbulkan dan
meningkatkan kompensasi sentral. Dengan terapi rehabilitative juga dapat
menimbulkan habituasi berkurangnya respons terhadap stimulasi
sensorik.7
a. Metode Brand-daroff
Penderita duduk di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung.
Kedua mata ditutup, berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh
selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik,
baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu selama 30
detik, setelah itu duduk kembali. Dilakukan 5 kali pagi dan 5 kali
malam.5,8

Gambar 5. Metode Brand-Daroff

b. Manuver Epley

25
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang
sakit sebesar 45o. Lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o kesisi sebaliknya
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahankan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.10

c. Manuver Semont

26
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis
kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
Nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi.10

d. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe


kanal lateral. Pasien berguling 360o yang dimulai dari posisi supinasi

27
lalu pasien menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh
ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.10

2. Simptomatik13
 Gol.antikolinergik :
Mengurangi eksitatori kolinergik ke nervus vestibularis. Ini akan
menurunkan firing rate dan respons nervus vestibularis terhadap
rangsang. Contoh obat dalam golongan ini adalah skopolamin dan
atropine. Efek sampingnya adalah mulut kering.
 Gol. Antihistamin :
Mempunyai efek antikolinergik, menginhibisi monoaminergik dan
menginhibisi nervus vestibularis. Contoh obatnya adalah sinarisin,
dimenhidrinat, prometasin dan betahistin.
- Dimenhidrinat lama kerja obat ini adalah 4-6 jam. Obat dapat
diberi peroral atau parenteral (suntikan intramuskular dan
intravena) dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
- Difenhidramin HCL. Lama aktivitas obat ini adalah 4-6 jam,
diberikandengan dosis 25 mg – 50 mg, 4 kali sehari per oral.
- Senyawa betahistin :
Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kalii sehari per oral.
Betahistin HCL dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari.
 Gol. Benzodiazepine :
Mengurangi kecemasan untuk psikogenik vertigo
 Gol. Selective Ca++ entry blocker :
Mencegah akumulasi dari intraseluler secara spesifik, proteksi dari sel
otak dari hipoksia, perbaikan mikrosirkulasi, proteksi sel neuronal,

28
proteksi sel endothelial, anti vasokonstriksi, menekan aktivitas
vestibuler, dan efek samping saluran cerna yang rendah. Contoh obat
adalah Cinarizine, yang mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular
dan dapat mengurangi akselerasi angluar dan linear. Dosis biasanya
adalah 15-30 mg, 3 kali sehari.

Tabel 4. Obat Anti Vertigo

3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat bahkan setelah
dilakukan manuver diatas.

I. Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya
baik, dapat terjadi remisi sempurna. BPPV setelah dilakukan CRP (Canalith
repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan selama
6 minggu meskipun pada beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali
pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.11

29
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
BPPV adalah penyebab tersering dari vertigo. Episode dan selalu
diprovokasi oleh perubahan posisi kepala berdasarkan gravitasi seperti
berbaring, berguling di tempat tidur, bangkit dari posisi tidur, dan
mengangkat kepala keatas. Hal ini diakibatkan oleh otoconia (kristal
kalsium karbonat) yang keluar dari utrikulus makula dan berpindah ke
salah satu kanal semisirkularis, yang tersering yaitu kanal posterior. Ketika
terjadi perubahan posisi, gravitasi menyebabkan otoconia berpindah ke
kanal dan menyebabkan vertigo serta nistagmus. Penatalaksanaan BPPV
yaitu dengan reposisi manuver yaitu menyingkirkan otoconia dari kanal
semisirkularis.14

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Frotscher.M, Baehr.M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Batang otak:


nervus kranialis (system vestibular). Jakarta : Edisi ke 4. 2007.
2. Indriawati, Kristina, dkk. Dampak penggunaan betahistine terhadap
vertigo. Jurnal volume : 02-Nomor 03 – Sepyember 2017. Yogyakarta :
Fakultaas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana. 2017.
3. Grill E, muller M, brandt T, J. K. Vertigo and dizziness : challenges for
epidemiological research. OA Epidemiology. 2013.
4. Li JC, Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. 2009.
Http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. Diakses 12
April 2018.
5. Kim JS, Zee DS. 2014. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New
England : Journal Of Medicine.
6. Sasmoyohati. Vertigo dalam pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus
neurologi, buku kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad.
7. Ropper AH, Brown RH, editors. Adams and Victors principles of
neurology. 8thed. New York: Mc Graw Hill; 2016.
8. Baehr M, Fotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus: anatomi, tanda,
gejala. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
9. Mandala, Marco. 2017. Bedside examination of the vestibular and ocular
motor system-Level 2 (How to diagnose and treat BPPV). 3rd Congress of
the European Academy of Neurology : Amsterdam, The Netherlands.
2017.
10. Budi RW. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 144,
2004.
11. Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In:
Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victor’s Principles of
Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005.
12. Amar A, dkk. Pedoman Tatalaksana Vertigo. PT. Abbott Indonesia. 2012.

31
13. Wahyudi, Kupiya. Vertigo. CKD-198 Volume 30 No.10. Medical
Department. Jakarta : Kalbe Farma. 2012.
14. L.Hauser, Stephen. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 3rd
Edition. Mc Graw Hill Education : San Francisco, California. 2013.
15. Maqbool, Mohammad. Texbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th
Edition. Jaypee : New Dehli. 2010. Hal 29 – 31.

32

Anda mungkin juga menyukai