Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERITONITIS

DISUSUN OLEH :
Rhadiathul Islamiah
111 2018 2066

PEMBIMBING:
dr. Mappincara, Sp.B, KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rhadiathul Islamiah

Stambuk : 111 2018 2066

Judul Referat : Peritonitis

Telah menyelesaikan Tugas Ilmiah dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia di RS
Haji Makassar

Makassar, Januari 2020

Supervisor Pembimbing,

dr. Mappincara, Sp.B, KBD

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan


di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan
intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1,4
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura
saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka
tembus abdomen.4
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri
(secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri
yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau
enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya peritonitis.8
Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering
pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa
peneliti mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih dari 60%.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis
pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1,8
Dalam penulisan referat ini akan dibahas tentang definisi, etiologi,
patofisiologi,manifestasiklinik, pemeriksaanpenunjang, penatalaksanaan,
komplikasi serta prognosis dari peritonitis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang
melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan
penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ
abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam
kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau
Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk
dari luar.1,2
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara
perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa
yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. 2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya
peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis generalisata,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen
usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan
mungkin shock.2,3

2.2. Anatomi dan Fisiologi


Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang
kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang
sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding
perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang

4
terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial
( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus
abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum
abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia
transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan
tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang
di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.1,2 Dinding perut membentuk
rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-
aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah
hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut
adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar
dengan meninggikan tekanan intra abdominal. 2

Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang


melintang otot abdomen11

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di


dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum
parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan berhubungan
dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang menyelaputi
semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale
mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan
lokalisasi yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri
lepas.1,2 Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang

5
peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium
Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum
yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa
menimbulkan gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi
berlebihan pada kelainan tertentu disebut sebagai asites
(hydroperitoneum).2 Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter 2, sama dengan
luas permukaan kulit orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah
bagiannya memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk
difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum
punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo
peritoneal shunting dalam kasus hidrochepalus. 3,4
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding


abdomen melalui suatu duplikatur yang disebut mesenterium. 1,2,3
Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada
perempuan mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina,
uterus dan vagina. Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut
letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di belakang (spatium
retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang terletak
di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada
lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang
peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada ginjal dan pancreas. 1,3,4
Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan
lambung dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum
minus), dengan colon transversum (omentum majus), dan dengan limpa

6
(omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus kecil disebut
mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum
dan sigmoideum disebut mesocolon transversum dan sigmoideum.
Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf
untuk alat viscera yang bersangkutan. 2,3

Gambar 2. Struktur peritoneum 12


Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan
dan tekanan dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang
juga mempersarafi kulit dan otot yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada
peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun insicipada
peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri. 1,2 Peritoneum viscerale
sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan,
tekanan maupun temperature.4,5
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari
kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII
dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa
superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal
tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. 1,2,3 Persarafan dinding perut
2
dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I.

7
Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera
abdomen agar dapat segera mengetahui atau memperkirakan alat apa
yang terkena tusukan pada perut: .
 Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas
rongga abdomen.
 Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat
pada permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus)
menonjol di bawah pinggir bawah hepar.
 Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang
lobus kiri hepar.
 Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica
dan umbilicalis
 Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis
 Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio
hypochondriaca kiri pada lien.
 Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung
dan diaphragma di regio sepanjang sumbu iga x kiri.
 Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum
parietale di sisi kanan dan kiri columna transversalis.
 Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi
kana dan kiri columna vertebralis.
 Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi
bagian kanan bawah rongga abdomen dan rongga pelvis.
 Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum,
colon ascendens, colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.

2.3. Etiologi
Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ
peritoneal yang langsungdari rongga peritoneum. Banyak
terjadi pada penderita : 3,4
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis

8
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya
organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
3,4,5

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

 Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung


empedu, hepar, lien, kehamilan extra tuba yang pecah
 Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista
ovarii pecah, ruptur buli dan ginjal.
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar
masuk ke dalam
cavum peritoneal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat,
superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3

2.4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di
antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-
pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. 2
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga

9
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
segera gagal begitu terjadi hipovolemia.2,5
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas
pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem
seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah.2
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya
pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. 1,2,4
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka
terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total
atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh
darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau
ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. 5
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari

10
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi
ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan
malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan
keadaan umum yang merosot karena toksemia.4,6
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium
yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat
peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan
menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini
tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium
oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian
menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase
peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.2,3
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis
bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga

11
menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal
maupun general.2,5
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma
tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis
bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan
peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi
feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala
peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula
tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritonium.2,4,8
Jenis Peritonitis
 Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan
biasanya sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis
steril dapat berkembang menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa jam
mengikuti transmigrasi dari mikroorganisme (contohnya dari usus)
 Peritonitis bilier
Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :
1. iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik

Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :


1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan
karen proses diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami
peningkatan serum amilase.

12
2. Darah.
Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.
3. Urine
Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier
dimana dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis
mekonium berkembang lambat di kehidupan intra uteri atau di periode
perinatal saat mekonium memasuki rongga peritoneum melalui perforasi
inestinal.
 Peritonitis TB
Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan
imunokompromise. Menyebar ke peritoneum melalui:
1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau
pyosalping TB.
2. Melalui darah (blood-borne) infeksi dari TB paru.
Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya),
dan kronik (onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam,
penurunan berat badan, keringat malam, massa abdomen). Makroskopik,
ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic, encysted, plastic, atau purulent.
Terapinya berdasarkan terapi anti-TB, digabungkan dengan laparotomi
(apabila di indikasikan) untuk komplikasi intra-abdominal.
 Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan
digambarkan oleh nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.
 Obat-obatan dan benda asing.
Pada pemakaian isoniazid, practolol, dan kemoterapi intraperitoneal dapat
menyebabkan peritonitis akut. Bedak dan starch dapat menstimulus
perkembangan benda asing granulomata apabila benda-benda itu
bertemu pada rongga peritoneum (contohnya sarung tangan bedah).

2.5 Manifestasi Klinis

13
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan
memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan
peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa
menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus
menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 4
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan
naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan
syok.4 Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif
berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.4,5
2.6 Diagnosis
2.6.1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah,
denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum
melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. 1
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan
umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >38 0C biasanya terjadi.
Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi
semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan
dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok
sepsis.8
Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas
operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit
dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh
gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended. 1,2

14
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale
adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain
dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri.
Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans
yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan
ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan 3,5

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan


setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks
untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat. 1,5

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,


adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan
perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien
dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen
hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.7,8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan


pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu
1,7
penegakan diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di
kavum doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri
pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti
apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan
general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi
usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti
yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.
Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan
pada alat kelamin dalam perempuan. 1,2

15
Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan
suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus
dapat terdengar normal. 3,7

2.6.2 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk


pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
5,8
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya
udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal. 2,8

Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.8


2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

16
1.Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematocrit yang
meningkat
2.BGA, menunjukan asidosis metabolic, dimana terdapat kadar
karbondioksida yang disebabkan oleh hiperventilasi.
3. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak
protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel
diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan
merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2,10

2.7. Differential Diagnosa


Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,
gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu. 4

2.8. Penatalaksanaan
 Konservatif
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna
dengan :9
- Memuasakan pasien
- Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau
intestinal
- Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena
- Pemberian antibiotik yang sesuai
- Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang
lainnya
1. Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor
oleh pulse oximetri atau BGA.4
2. resusitasi cairan
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan
dehidrasi. Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya
dibutuhkan. Pasien harus dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap
jam. Monitoring tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya

17
digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan komorbid.
Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak
dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke
dalam ruang vaskuler.4,9
3. analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik. 4
4. Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan
intravena. Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi
primer. Bagi pasien yang mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh
karena kebocoran anastomose) atau yang sedang mendapatkan
perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem atau
kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus
dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida.
4,5

 Definitif
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi
yang dikira. Tujuannya untuk :9,10
- menghilangkan kausa peritonitis
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang
organ yang mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus
yang mengalami perforasi).
- Peritoneal lavage
Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Re-
laparotomi mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien
dengan peritonitis sekunder, dimana setelah laparotomi primer ber-efek
memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi dapat dilakukan sesuai
kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan
membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah
eviserasi.

18
Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year
survival rate di RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi
sewaktu daripada relaparotomi yang direncanakan. Pemeriksaan
ditunjang dengan CT scan. Perlu diingat bahwa tidak semua pasien sepsis
dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi mekanikal,
antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada
sepsis saat operasi adalah sangat penting karena sebagian besar operasi
berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
2. Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik
dalam absorbsi karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang
mengalami inflamasi, belum dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif
pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum.
Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka
konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi
pada laparoskopi.9

3. Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat
melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga
peritoneum. Ada banyak kejadian yang memungkinkan penggunaan drain
sebagai profilaksis setelah laparotomi.

19
2.9. Komplikasi
1. Syok Sepsis1,10
Pasien memerlukan penanganan intensif di ICU
10,11
2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten.
Pada tanda-tanda sepsis (pireksia, leukositosis), pemeriksaan harus
disertakan CT dengan kontras luminal (khususnya apabila terdapat
anastomosis in-situ). Re-laparotomi diperlukan apabila terdapat peritonitis
generalisata. Drainase perkutaneus dengan antobiotik pilihan terbaik
merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir. Terapi antibiotik
disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis
abdominal mengakibatkan mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang
mempengaruhi tingkat mortalitas adalah :
- Usia
- Penyakit kronis
- Wanita
- Sepsis pada daerah upper gastrointestinal
- Kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.
3. Adhesi
Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.
2.10. Prognosa
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan
pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. 1

20
BAB III
KESIMPULAN

Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang


melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan
penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ
abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. 1,2
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan
memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan
peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa
menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus
menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 4
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat

21
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis
pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan dari peritonitis yaitu : dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena , pemberian
antibiotic yang sesuai, dan pembuangan dari focus infeksi dari organ
abdomen. Prognosis untuk peritonitis local adalah baik, sedangkan untuk
peritonitis umum yaitu buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi

3. Jakarta : EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses

Intraabdomen dalam Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.

Jakarta : EGC. Hal 489 – 493


3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu

Bedah, Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.


4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif,

dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media

Aesculapius FKUI, Jakarta.

22
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam

Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.


6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.


7. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois

College of Medicine,third edition,1997, Toronto.


8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam

Radiologi Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.


9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-

abdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa

dr. Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara, Jakarta


10. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,

http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
11. Putz R & Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia:Sobotta,

jilid.2.Jakarta :EGC
12. http://www.google.co.id/imgres?

q=peritoneum+anatomy&hl=en&biw=1024&bih=456&tbm=isch&tbn

id=kVlqe7wt9F-

yUM:&imgrefurl=http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c53030

35/peritoneum-and-mesentery-part-i-

anatomy.html&docid=__fv5Xl60-

q7gM&imgurl=http://www.radiologyassistant.nl/data/bin/a50979797

50a1d_overzicht.jpg&w=500&h=503&ei=dgxHUZCqDY7zrQfbv4D

QBw&zoom=1&sa=X&ved=0CHAQhBwwCA&ved=1t:3588,r:8,s:0,i

:112&iact=rc&dur=2450&page=1&tbnh=176&tbnw=175&start=0&n

dsp=10&tx=88&ty=117

23

Anda mungkin juga menyukai