Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tahun 2005, Departemen Kesehatan menerapkan strategi kerja yaitu :
menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan
system surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, serta meningkatkan
pembiayaan kesehatan. Namun, strategi surveilans belum berjalan dengan baik
sehingga diperlukan banyak perbaikan agar tercapainya system surveilans yang
efektif di Indonesia.
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai tahun 2015.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT), studi mortalitas dan riset
kesehatan dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang
cepat dan tepat.
Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian. Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah
geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi
penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak
balita. Di negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam
1
setahun, dan menjadi penyebab kematian dengan Case Fatality Rate 15% sampai
dengan 34% dari semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman,
2004).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT) tahun 2004, menunjukkan
angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita
adalah 75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005).
Menurut Depkes RI (2009), insiden diare berkisar antara 400 kasus per 100
penduduk, di mana 60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun.
Setiap anak mengalami diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara
keseluruhan, rata-rata mengalami 3 kali episode diare per tahun
Di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu, tidak berbeda dengan Indonesia
pada umumnya, penyakit menular juga masih menjadi masalah. Untuk kejadian
penyakit diare, sebagai perbandingan, sepanjang bulan Januari 2012 – Agustus
2012 angka kejadian diare tidak pernah hilang dari data surveilans Puskesmas
Kedungmundu. Di samping itu, di Puskesmas Kedungmundu juga masih terdapat
beberapa penyakit yang terkadang menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB)
ataupun sporadik.
Berdasarkan uraian di atas, melihat masih adanya penyakit menular di
wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu yang telah telah memiliki sistem
surveilans yang seharusnya, berdasarkan fungsinya dapat mencegah kejadian
tersebut, menjadi suatu pintu pembahasan yang menarik untuk mengetahui
kegiatan surveilans di Puskesmas Kedungmundu dan permasalahan yang ada.

B. Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang kegiatan surveilans, pencatatan dan pelaporan
data surveilans di Puskesmas Kedungmundu serta permasalahan kesehatan yang
ada dalam kegiatan surveilans tersebut.

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami tentang Surveilans Epidemiologi
b. Mengetahui bagaimana sistem surveilans diare
c. Memahami bagaimana penganalisaan data kedalam grafik tentang
surveilans diare.
d. Dapat memproyeksikan penyakit diare dimasa akan datang dan upaya
promosi dan pencegahannya.

D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembaca dan
masyarakat tentang diare dan surveilans diare.
2. Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya puskesmas agar dapat
melaksanakan surveilans penyakit diare secara baik dan optimal sehingga
dapat menurunkan angka kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
tersebut.

BAB II

3
TINJAUAN TEORI

A. Surveilans
1. Pengertian Surveilans
Setelah tahun 1950, surveilans epidemiologi dalam konteks penyakit.
Surveilans epidemiologi memantau insidensi penyakit-penyakit yang
termasuk dalam program-program vertikal WHO seperti malaria, frambusia,
cacar, dan demam kuning perkotaan. Dalam kegiatan ini diperlukan data
penyakit yang didistribusikan menurut orang, waktu, dan tempat. Di samping
itu diperlukan data tentang vektor yang menularkan penyakit yang
bersangkutan, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian penyakit
itu. Dalam konteks ini muncul teori bahwa penyakit infeksi disebabkan oleh
kuman yang mungkin berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai
lawan dari bahwa penyakit disebabkan oleh banyak faktor. Timbulnya
penyakit infeksi tergantung pada dosis dari agen yang infeksius, jenis dan
lamanya transmisi, keadaan umum dan gizi dari hospes, gaya hidup dari
hospes, dan keadaan lingkungan.
Beberapa ahli telah mendefinisikan surveilans epidemiologi. Langmuir
dari Centre Of Disease Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat
mendefinisikan surveilans epidemiologi adalah latihan pengawasan berhati-
hati yang terus menerus, dan berjaga-jaga terhadap distribusi dan penyebaran
infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup akurat dan
sempurna yang relevan untuk menanggulangi penyakit.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan
analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian
disemininasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab
dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya.
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan
penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati

4
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-
perubahan biologis pada agent, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans
menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat
dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit. Kadang
digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan
masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab
menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk
mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal
sebagai sains inti kesehatan masyarakat.
Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin dan
mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan
informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang
masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.
Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrument penting untuk
mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika
penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga sangat penting untuk
memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik.
Gambar 2.1 Skema system surveilans
Fasilitas pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan
(puskesmas, RS, dokter praktik) Kabupaten/Kota, Provinsi,Pusat
Komunitas

Peristiwa penyakit, Data


kesehatan populasi pelaporan

Perubahan yang diharapkan Analisis & interpretasi


keputusan

Intervensi Informasi
Umpan balik

5
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans
dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan
dilakukan secara intermitten atau episodik. Dengan mengamati secara terus
menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit
dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati dan diantisipasi, sehingga
dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit
dengan tepat.

2. Tujuan Survei Epidemiologi


Tujuan melakukan surveilans epidemiologi adalah :
a. Untuk mengetahui besar masalah kesehatan/ penyakit (frekuensi atau
insidensi) di masyarakat, sehingga bisa dibuat perencanaan dalam hal
pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya.
b. Untuk mengetahui informasi yang up to date mengenai masalah
kesehatan/ penyakit (menjawab pertanyaan siapa, dimana, kapan)
sehingga dapat digunakan untuk memonitor program yang sedang
berjalan, mengevaluasi program dan system kewaspadaan dini.

3. Kegunaan Surveilans Epidemiologi


Surveilans Epidemiologi digunakan untuk :
a. Mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit.
Yang dimaksud gambaran epidemiologi dari suatu penyakit adalah
epidemiologi deskriptif penyakit itu menurut waktu, tempat, dan
orang.
b. Menetapkan prioritas masalah kesehatan
Minimal ada 3 persyaratan untuk mendapatkan prioritas masalah
kesehatan untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya metode
untuk memecahkan masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi
masalah.

6
c. Mengetahui cakupan pelayanan
Atas dasar data kunjungan ke puskesmas, dapat diperkirakan cakupan
pelayanan puskesmas terhadap karakteristik tertentu dari penderita,
dengan membandingkan proporsi penderita menurut karakteristik
tertentu yang berkunjung ke puskesmas, dan proporsi penderita
menurut karakteristik yang sama di populasi atas dasar data statistic
dari daerah yang bersangkutan.
d. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
KLB adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan frekuensi suatu
penyakit dalam periode waktu tertentu di suatu wilayah. Di Indonesia,
penyakit menular yang sering menimbulkan KLB adalah penyakit
diare, penyakit yang dapat diimunisasikan, infeksi saluran nafas, dan
lain-lain.
e. Untuk memantau dan menilai program.

4. Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi


Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena
itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan
oleh sector kesehatan sendiri, diperlukan tata laksana terintegrasi dan
komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sector dan antra
program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi
kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular,
Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi
Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah
Kesehatan, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra.
a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit menular.

7
b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular.
c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
d. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program
kesehatan tertentu.
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra.
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program kesehatan
matra.

5. Komponen Sistem Surveilans Epidemiologi


Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah
kesehatan lainnya sebagaimana tersebut di atas terdiri dari beberapa
komponen yang menyusun bangunan system surveilans yang terdiri atas
komponen sebagai berikut :
a. Tujuan yang jelas dan dapat diukur
b. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja
surveilans epidemiologi dengan dukungan tenaga professional
c. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumebr
dan cara-cara memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara
melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan
informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja epidemiologi.
d. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan
anggaran.

8
e. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi.
f. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama
dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan
peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi.
g. Indikator kinerja.

6. Mekanisme Kerja
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang
dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja
sebagai berikut :
a. Pengumpulan data (identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta
informasi terkait lainnya).
Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat,
dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan.
Tujuan pengumpulan data adalah :
1) Menentukan kelompok/golongan populasi yang mempunyai
resiko terbesar terserang penyakit (umur, jenis kelamin,
bangsa, pekerjaan, dan lain-lain).
2) Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan
karakteristiknya.
3) Menentukan reservoir dari infeksi.
4) Memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan dapat
berlangsungnya transmisi penyakit.
5) Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.
6) Penyelidikan letusan-letusan wabah, bertujuan untuk
memastikan sifat dasar wabah, sumber wabah, cara penularan,
dan area penyebaran / menjalarnya wabah.
b. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data
Data yang dikumpulkan segera diolah menurut tujuan surveilans.

9
c. Analisis dan interpretasi data
Setelah data diolah, dikompilasi, selanjutnya dilakukan analisis dan
interpretasi data. Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, dapat
dibuat tanggapan-tanggapan, saran-saran untuk menentukan tindakan
dalam menanggulangi masalah yang ada berdasarkan prioritas.
d. Studi Epidemiologi
Studi epidemiologi dilakukan terhadap masalah yang menjadi
prioritas.
e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya.
Penyebaran informasi dapat dilakukan kepada atasan sebagai
informasi le.bih lanjut dan dapat dikirimkan umpan balik kepada unit
kesehatan yang memberikan laporan kepadanya.
f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.
Rekomendasi dan alternatif tindak lanjut disusun untuk
menanggulangi masalah yang ada.
g. Umpan Balik
Surveilans merupakan kegiatan yang berjalan terus menerus, maka
umpan balik kepada sumber-sumber (pelapor) mengenai arti data dan
kegunaannya setelah diolah merupakan tindakan yang penting.

7. Jenis Penyelenggaraan
Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan
satu cara atau kombinasi beberapa cara penyelenggaraan surveilans
epidemiolog. Cara-cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi
berdasarkan atas metode pelaksanaan, aktivitas pengumpulan data dan pola
pelaksanaanya.
a. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan
1) surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan
surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian,
permasalahan, dan atau faktor resiko masalah kesehatan.

10
2) surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelengaraan
surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian,
permasalahan, faktor resiko atau situasi khusus kesehatan.
3) surveilans sentinel, adalah penyelanggaraan surveilans
epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk
mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu
populasi atau wilayah yang lebih luas.
4) Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pada periode tertentu serta populasi dan atau
wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran
epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau faktor resiko
kesehatan.
b. Penyelenggaraan berdasarkan aktivitas pengumpulan data
1) Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data
dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat
atau sumber data lainnya.
2) surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data
dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan
kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
c. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan
1) Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu
pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan
atau wabah dan atau bencana.
2) Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang
mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar
KLB dan atau wabah dan atau bencana.

11
d. Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan
1) Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan
klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung
pemeriksaan.
2) Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah
kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan
pemeriksaan laboratorium atau peralatan pendukung
pemeriksaan lainnya.

B. Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali/lebih dalam sehari).
2. Jenis Diare
Berdasar lama sakit :
a. Diare Akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (pada
umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut dapat terjadi dehidrasi
yang merupakan penyebab utama kematian.
b. Diare kronik/persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus yang dapat mengakibatkan penurunan berat
badan dan gangguan metabolism.
3. Penyebab
a. Infeksi
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli, gol Vibrio, Bacillus cereus,
Cl. Perfringens,Staphylococcus)
2) Virus (Rotavirus,Enterovirus, Adenovirus)
3) Parasit (Amuba, cacing, jamur)
b. Keracunan
1) Bahan kimia

12
2) Toksim bakteri (Salmonela, Staphilococcus, Botulisme)
c. Alergi
1) Alergi makanan
2) Alergi obat
d. Malabsorpsi
1) Malabsorpsi protein
2) Malabsorpsi lemak
e. Imunodefisiensi
1) HIV/AIDS : terjadi karena over growth kuman saprofit usus
2) Pengobatan dengan imunosupresi
f. Penyebab lain
1) Psychosomatic
2) Parenteral diare
4. Cara Penularan
a. Penularan kuman penyebab diare
Penyebab diare biasanya menular melalui fecal oral. Perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman enteric dan meningkatkan terjadinya
resiko diare yaitu :
1) Tidak memberikan ASI Eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan.
Bayi yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar
daripada bayi yang diberi ASI eksklusif dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat juga lebih besar.
2) Pemberian susu formula dengan menggunakan botol yang tidak
bersih.
3) Makan makanan basi, karena telah tercemar dengan kuman.
4) Tidak cuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum makan, atau menyuapi anak.
5) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarang tempat. Sering
dianggap tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

13
b. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pejamu dapat meningkatkan insiden diare dan lamanya diare,
yaitu :
1) Tidak mendapat ASI eksklusif. ASI mengandung antibody yang
dapat melindungi kuman penyebab diare yaitu : Shigella, dan V.
cholera
2) Kurang gizi. Berat penyakit, lama sakit. Resiko kematian diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi,
terutama pada anak penderita gizi buruk.
3) Campak. Sering terjadi komplikasi diare dalam 4 minggu
terakhir.
4) Imunodefisiensi/imunosupresi. Pada anak imunosupresi berat,
diare terjadi karena kuman yang tidak pathogen.
c. Faktor lingkungan dan perilaku
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja akan berinteraksi pada
perilaku manusia. Bila lingkungan tidak sehat (karena tercemar kuman diare)
dan berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat (melalui makanan
dan minuman), maka akan mengakibatkan kejadian diare.
5. Gejala Klinis
Gejala utama : buang air besar lembek/cair yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari).
Kuman Masa tunas Gejala klinis Cara penularan
V. Cholera Beberapa Mencret mendadak, cair seperti Melalui makanan
jam sampai cucian beras, terus dan minuman yang
5 hari menerus,dehidrasi, kadang- terkontaminasi
kadang muntah, asidosis, dan
shock
V.Para- Biasanya 2- Diare, sakit perut, mual muntah, Ikna (makanan) laut
hemolyticus 3 hari demam, sakit kepala yang terkontaminasi
Stap. aureus 2-6 jam Mual, muntah, sakit perut, Daging, telur,
mencret, suhu badan tinggi makanan kaleng dan
roti

14
Salmonella sp. 12-24 jam Mencret, demam, sakit perut. Daging unggas,
susu, dan telur yang
terkontaminasi
Clostridium 6-24 jam Mencret, sakit perut, mual Daging, makanan
perfringers biasanya kaleng
10-12 jam
Bacillus 6-14 jam Mencret Bubur kaleng,
cereus 1-6 jam Mual, muntah pudding
2-3 hari Mencret, sakit perut, tenesmus, Makanan saus dan
Shigella spp tinja lender darah makanan kaleng
yang terkontaminasi
Strepcoccus 5-20 jam Mual, muntah, mencret Makanan yang
faecalis terkontaminasi
Enterococcus 2-18 jam Mual, muntah, mencret Makanan kaleng
yang terkontaminasi

6. Pencegahan
a. Pemberian ASI Eksklusif
b. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih
d. Mencuci tangan dengan sabun
e. Menggunakan jamban dengan benar
f. Membuang tinja bayi dan anak-anak di jamban.

7. Pengobatan
Prinsip tata laksana penderita diare :
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Dapat dilakukan di rumah dengan memberikan air minum lebih banyak
dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur,
air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang
dianjurkan, berikan air matang.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa
ke petugas kesehatan untuk mendapat pengobatan yang cepat dan tepat
yaitu oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan
cairan intravena dengan Ringer Lactat sebelum dilanjutkan terapi oral.

15
c. Memberi makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Berikan cairan oralit dan makanan sesuai yang
dianjurkan.
1) Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.
2) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
3) Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna tapi
sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain.
Bila ditemukan penderita diare disertai penyakit lain, berikan pengobatan
sesuai dengan indikasi dengan mengutamakan rehidrasi.

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun Laporan
Surveilans Diare di Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang ini adalah
observasional deskriptif.
B. Tempat Penelitian
Laporan Surveilans Diare dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kedungmundu Kecamatan Tembalang.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada Laporan Surveilans Diare ini adalah penduduk di
Wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu, Tembalang.
D. Jenis Data
Pada penyusunan studi kasus ini penulis menggunakan sumber data yang
berupa :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari subjek pengambilan kasus yaitu dari hasil
wawancara langsung dengan subjek pengambilan kasus dan observasi
langsung yang dilakukan pada subjek pengambilan kasus.
2. Data Sekunder
Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer dan diperoleh
dari dokumen Puskesmas Kedungmundu. Selain itu data juga didapat dari
buku teks yang dipakai sebagai sumber referensi.
E. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan meliputi :
1. Studi Pustaka
Pada kasus ini peneliti menggunakan berbagai literatur seperti buku teks,
tugas akhir, dan sumber bacaan dari internet untuk mencari dasar teori medis

17
yang mencakup penyakit Diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis,
cara pencegahan dan pengobatan.
2. Sumber Informasi Dokumenter
Pada kasus ini peneliti menggunakan dokumen berupa beberapa angka
kejadian Diare yang diperoleh dari Puskesmas Kedungmundu.

F. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif.

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Keadaan Geografis
Puskesmas Kedungmundu terletak di kelurahan Kedungmundu dengan
wilayah kerja meliputi 11 kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Candi Sari
Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang
Sebelah Barat : Kecamatan Banyumanik
Sebelah Timur : Kabupaten Demak
2. Keadaan Demografi
Data kependudukan Kecamatan Tembalang sebagai wilayah kerja Puskesmas
Kedungmundu adalah :
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan
No Kelurahan Jumlah
1 Kelurahan Sendangmulyo 33.563 jiwa
2 Kelurahan Sendangguwo 20,645 jiwa
3 Kelurahan Tandang 23,953 jiwa
4 Kelurahan Sambiroto 14,680 jiwa
5 Kelurahan Meteseh 15.060 jiwa
6 Kelurahan Jangli 6,441 jiwa
7 Kelurahan Kedungmundu 10,896 jiwa
8 Kelurahan Mangunharjo 6,734 jiwa
9 Kelurahan Bulusan 4,510 jiwa
10 Kelurahan Kramas 3,068 jiwa
11 Kelurahan Tembalang 5,742 jiwa

Jumlah 156,254 jiwa

3. Kegiatan Pokok Surveilans Puskesmas


19
a. Pengumpulan data
b. Tabulasi dan analisis data
c. Penyebarluasan hasil dan informasi

4. Sumber data Surveilans Puskesmas


a. Laporan (catatan/registrasi)
1) Kematian
2) Kesakitan
3) Laboratorium
4) Kejadian Luar Biasa/Wabah
5) Kasus individu
6) Laporan penelitian (eksperimen atau observasi)
b. Survei khusus terhadap penyakit tertentu atau screening
c. Laporan vektor binatang (reservoir)
d. Data lingkungan (sanitasi, geografi termasuk curah hujan, ketinggian, dll)
e. Data penduduk (termasuk social budaya, komposisi umur, dll)

5. Peran dan Mekanisme Kerja Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas


a. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Unit surveilans Puskesmas
mengumpulkan dan mengolah data STP Puskesmas harian bersumber dari
register rawat jalan & register rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu, tidak termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan
kader kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan
untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta distribusi data.
b. Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut. Unit surveilans Puskesmas
melaksanakan analisis bulanan terhadap penyakit potensial KLB di
daerahnya dalam bentuk tabel menurut desa/kelurahan dan grafik
kecenderungan penyakit mingguan, kemudian menginformasikan hasilnya
kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah
setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini penyakit potensial KLB di

20
Puskesmas. Apabila ditemukan adanya kecenderungan peningkatan jumlah
penderita penyakit potensial KLB tertentu, maka Puskesmas melakukan
penyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis
tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan faktor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program.
Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil tahunan, bahan
perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor terkait serta Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Umpan Balik. Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan
absensi laporan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di
daerah kerjanya
d. Laporan. Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit
potensial KLB ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir
PWS KLB. Setiap bulan, Puskesmas mengirim data STP Puskesmas ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis penyakit dan variabelnya
sebagaimana formulir STP.PUS. Pada data PWS penyakit potensial KLB
dan data STP Puskesmas ini tidak termasuk data unit pelayanan kesehatan
bukan puskesmas dan data kader kesehatan. Setiap minggu, Unit Pelayanan
bukan Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.

6. Diare Sebagai KLB di wilayah Kecamatan Tembalang


Tabel 4.2 Distribusi kasus diare pada setiap kelurahan

21
No Kelurahan Jumlah Prosentase
Penderita
1 Kelurahan Sendangmulyo 43 kasus (31,6%)
2 Kelurahan Sendangguwo 20 kasus (14,7%)
3 Kelurahan Tandang 26 kasus (19,1%)
4 Kelurahan Sambiroto 12 kasus (8,8%)
5 Kelurahan Meteseh 4 kasus (2,9%)
6 Kelurahan Jangli 6 kasus (4,4%)
7 Kelurahan Kedungmundu 11 kasus (8,1%)
8 Kelurahan Mangunharjo 7 kasus (5,1%)
9 Kelurahan Bulusan 5 kasus (3,7%)
10 Kelurahan Kramas 1 kasus (0,7%)
11 Kelurahan Tembalang 1 kasus (0,7%)

Jumlah 136 kasus 100%

Data yang didapatkan peneliti, wilayah dengan kasus diare terbanyak


adalah kelurahan Sendangmulyo 43 kasus (31,6%), kemudian diikuti oleh
kelurahan Tandang sebanyak 26 kasus (19,1%). Kelurahan dengan insiden
kasus sedikit adalah kelurahan Kramas dan Tembalang 1 kasus (0,7%).
Tabel 4.3 Distribusi kasus diare pada periode Januari – Agustus 2012

Bulan Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust


Kasus 42 37 6 7 4 8 13 19
Diare (30,9%) (27,2%) (4,4%) (5,14%) (2,9%) (5,9%) (9,6%) (13,9%)

Selama periode Januari-Agustus 2012, kasus terbanyak pada bulan


Januari yaitu 42 kasus (30,9%) dan diikuti bulan Februari yaitu 37 kasus
(27,2%). Bulan dengan insiden terendah adalah bulan Mei dengan 4 kasus
(2,9%) . Dilihat dari periode waktu, kejadian diare di daerah kecamatan
tembalang terjadi peningkatan kejadian diare pada bulan-bulan tertentu.
Hal ini dapat diikuti dengan pola curah hujan tertentu pula sehingga
keduanya saling berhubungan.

B. PEMBAHASAN
Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di
Kecamatan Tembalang

22
Dalam penulisan makalah penelitian ini, penulis akan mengambil
beberapa variable epidemiologi yaitu variable tempat (place) yang dalam hal ini
adalah kondisi lingkungan dan sanitasi serta variable manusia (man) khususnya
pada kepadatan penduduk dan perilaku individu.
Berdasarkan hasil tersebut di atas maka di wilayah kecamatan
Tembalang terjadi kasus diare yang jumlahnya cukup besar. Faktor-faktor yang
berpengaruh di sini adalah kondisi lingkungan yang mempengaruhi terjadinya
diare antara lain kondisi tempat pembuangan tinja manusia (jamban), tempat
pembuangan sampah dan yang paling utama adalah sumber air bersih yang
digunakan sehari-hari.
Tabel 4.4 Faktor Resiko terjadinya diare di setiap kelurahan
Kelurahan Sumber air bersih Jamban Tempat sampah
Air sumur PAM Galon <10 m >10 m terbuka Tertutup
Sendangmulyo 8 10 17 5 15 8 12
Sendangguwo 3 6 5 2 6 8 0
Tandang 10 1 3 4 9 12 1
Sambiroto 7 2 6 0 9 6 3
Meteseh 2 1 2 0 2 0 2
Jangli 3 1 2 1 3 4 0
Kedungmundu 4 0 0 3 1 1 3
Mangunharjo 0 1 1 0 1 1 0
Bulusan 1 0 1 0 1 1 0
Kramas 1 0 1 1 0 0 1
Tembalang 1 1 1 0 1 1 0
Total 40 29 40 18 50 48 20

Diketahui bahwa kelurahan Sendangmulyo memiliki kepadatan


penduduk terbesar di Kecamatan Tembalang dengan kasus diare tertinggi.
Penduduk di Kelurahan Sendangmulyo juga banyak menggunakan air PAM .
Letak jamban dengan sumber air bersih lebih banyak menunjukkan lebih dari
10 m (75%) . Kemudian Kelurahan Tandang dengan kasus tertinggi kedua
diketahui menggunakan air sumur (69%), lalu sumur yang digunakan
masyarakat adalah sumur pribadi dan sumur athetis. Sumur athetis adalah
sumur yang digunakan bersama-sama dimana sumber air di dalam tanah dibor
kemudian disalurkan ke beberapa rumah didekatnya. Oleh karena itu jarak

23
jamban di Kelurahan Tandang menunjukkan lebih dari 10 m . Tempat
pembuangan sampah sebagai indikasi tempat vektor seperti lalat, kecoa, dan
tikus menunjukkan bahwa di kelurajan Sendangmulyo menggunakan tempat
sampah tertutup (60%), sedangkan di kelurahan Tandang lebih banyak
menggunakan tempat sampah terbuka dibanding tempat sampah tertutup
(92%). Tempat sampah yang dimaksud adalah bak terbuka maupun langsung
dibuang langsung ke sungai.
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, penulis menemukan
kesesuaian antara teori dan kasus yang dikaji yaitu bahwa kasus diare
cenderung mengelompok di daerah yang kepadatan penduduknya tinggi,
keadaan lingkungan sekitar yang kurang bersih, dan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) masyarakat yang kurang. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan
air bersih, pemanfaatan jamban, dan pembuangan sampah terbuka (di bak
terbuka maupun sungai), serta jarak jamban yang kurang dari 10 m di
beberapa kelurahan di Kecamatan Tembalang. Oleh karena itu intervensi lebih
diprioritaskan pada daerah tersebut, serta masyarakat mendapatkan
ketersediaan air bersih yang cukup.
Sedangkan permasalahan yang ditemui di wilayah kerja Puskesmas
Kedungmundu antara lain :
1. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi terjadinya diare antara lain kondisi
tempat pembuangan tinja manusia (jamban), tempat pembuangan sampah
dan yang paling utama adalah sumber air bersih yang digunakan sehari-
hari.
2. Masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan
sekitarnya.
3. Masih kurangnya penyuluhan dari Puskesmas tentang Perilaku Hidup Bersih
pada masyarakat sekitar.

Adapun upaya yang dilakukan dalam penanganan dan


penanggulangan wabah diare di wilayah Puskesmas Kedungmundu adalah:

24
1. Melakukan promosi kesehatan yang mencakup pemanfaatan jamban,air
bersih, dan minum air yang sudah dimasak, pengendalian serangga/lalat.
2. Melakukan penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
3. Pembinaan terhadap petugas surveilans puskesmas dalam hal pencegahan
dan penanggulangan wabah diare.

4. Melakukan surveilans ketat hingga wabah dinyatakan berhenti.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

25
Dari pembahasan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Surveilans epidemiologi sangat penting untuk mengetahui besar masalah
kesehatan/ penyakit (frekuensi atau insidensi) di masyarakat, sehingga
bisa dibuat perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun
pemberantasannya. Dalam kasus ini adalah kasus diare yang terjadi di
wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu, Kecamatan Tembalang.
2. Kasus diare cenderung mengelompok di daerah yang kepadatan
penduduknya tinggi, keadaan lingkungan sekitar yang kurang bersih, dan
perilaku hidup bersih sehat masyararakat yang kurang. Hal ini dapat
dilihat dari penggunaan air bersih, pemanfaatan jamban, dan pembuangan
sampah terbuka (di bak terbuka maupun sungai), serta jarak jamban yang
kurang dari 10m. oleh karena itu intervensi lebih diprioritaskan pada
daerah tersebut, serta masyarakat mendapatkan ketersediaan air bersih
yang cukup.

B. SARAN
1. Perlunya pemahaman setiap petugas terdepan di unit pelayanan kesehatan
masyarakat dalam hal ini adalah petugas puskesmas akan surveilans
epidemiologi guna pencatatan dan pelaporan yang lebih akurat.
2. Koordinasi dan kerjasama lintas sektoral terkait adalah penting dalam
rangka upaya jangka panjang didalam penanggulangan kasus diare.
3. Menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar untuk membuat desain
kegiatan pencegahan dan pemberantasan diare. Melakukan penyuluhan
secara berkala untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi
masyarakat, memperbaiki sanitasi lingkungan, serta menambah
pengetahuan masyarakat tentang diare dan penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

26
Diah W. 2010. Analisis Spasiotemporal Kasus Diare pada Balita. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23193/1/Diah_W.pdf. Diunduh tanggal16
Oktober 2012.

Murti, Bhisma.2010. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Diakses dari


http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf.
diunduh tanggal 16 Oktober 2012.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Prosedur Tetap Penanggulangan KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.


2006. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Puskesmas Wedi. 2002-2012. Laporan Program Surveilans Diare bulan


Januari 2012-Agustus 2012.

Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta :


Graha Ilmu.
.

27
28

Anda mungkin juga menyukai