Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

“ANEMIA DALAM KEHAMILAN”

Disusun Oleh :

Khilda Zakiyyah Saadah

2014730047

Pembimbing :

dr. Abdul Rauf Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan salah satu komplikasi paling sering terkait dengan kehamilan.

Anemia adalah penurunan kapasitas darah membawa oksigen dan ditandai dengan

penurunan konsentrasi hemoglobin. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah

ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak proporsional,

sehingga biasanya terjadi penurunan hematokrit.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan, Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada

tahun 2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun

2011 yang sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program

penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu

hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi

kejadian anemia masih tinggi.

Penyebab tersering anemia dalam kehamilan ada kekurangan zat besi. Penyebab

lainnya diantaranya defisiensi asam folat. Wanita yang paling berisiko adalah kelompok

sosio-ekonomi rendah dan remaja. Anemia didiagnosis dengan mengestimasi konsentrasi

hemoglobin dan pemeriksaan apus darah tepi untuk memeriksa perubahan sel darah merah.

Suplemen besi dan folat diindikasikan selama kehamilan untuk mencegah komplikasi ini.

Bahkan pada kehamilan normal, konsentrasi Hb menjadi terdilusi berdasarkan peningkatan

volume darah yang bersirkulasi. Wanita hamil cenderung mengalami anemia defisiensi besi

dan anemia defisiensi asam folat karena sejumlah zat besi dan asam folat ditransporkan
kepada fetus. Seorang wanita dewasa memiliki sekitar 2 gram zat besi pada tubuhnya. Saat

hamil, kebutuhan zat besi meningkat, membutuhkan tambahan 1 gram zat besi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia dalam Kehamilan

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 gr/dL pada

wanita dewasa tak hamil dan kurang dari 10 gr/dL selama kehamilan atau masa nifas.

Centers for Disease Control and Prevention (1998) mendefinisikan anemia pada ibu hamil

yang mendapat suplemen besi dengan menggunakan batas dari persentil ke 5-11 gr/dL pada

trimester pertama dan ketiga, dan 10,5 gr/dL pada trimester kedua. Menurut WHO (1997)

seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl,

pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl.

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan

produksi eitropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)

meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar

jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb

akibat hemodilusi.

Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai

maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-

37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil

dibandingkan perempuan tidak hamil. Penurunan hematokrit, Hb, dan eritrosit biasanya

tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16

sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.


Pada trimester pertama, konsentrasi Hb mulai menurun. Konsentrasi Hb paling

rendah terjadi pada trimester kedua sekitar usia kehamilan 30 minggu. Pada trimester

ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb.

Status Kehamilan Hemoglobin (gr/dL) Hematokrit (%)

Tidak Hamil 12,0 36

Hamil Trimester I 11,0 33

Hamil Trimester II 10,5 32

Hamil Trimester III 11,0 33

Tabel 2.1 Nilai batas untuk anemia pada perempuan (Prawirohardjo, Sarwono. 2010)

Setelah persalinan, kadar hemoglobin berfluktuasi dan kemudian meningkat dan

biasanya melebihi kadar hemoglobin wanita tak hamil. Kecepatan dan besarnya

peningkatan pada awal masa nifas ditentukan dari jumlah hemoglobin yang ditambahkan

selama kehamilan dan jumlah kehilangan darah saat persalinan yang biasanya dimodifikasi

oleh penurunan normal volume plasma postpartum.

2.2 Insidensi Anemia pada Kehamilan

Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di negara

maju maupun negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di

negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Pada studi-studi

dari Amerika Serikat dilaporkan bahwa kadar hemoglobin rerata pada aterm adalah 12,7

gr/dL pada wanita yang mendapat suplemen besi dibandingkan dengan 11,2 gr/dL pada

wanita yang tidak mendapat suplemen besi.


Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada

tahun 2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun

2011 yang sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program

penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu

hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi

kejadian anemia masih tinggi.

2.3 Penyebab Anemia dalam Kehamilan

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat nutrisi multipel seperti anemia

defisiensi besi (75%) dan anemia megaloblastik defisiensi folat dan defisiensi vitamin B12

dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti

hemoglobinopati. Anemia jenis ini lebih sering terjadi pada wanita dengan diet inadekuat

dan yang tidak mendapat suplemen zat besi atau folat. Penyebab lainnya yang didapat

dalam kehamilan yaitu hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan

keganasan.

Penyebab anemia didapat dan herediter. Anemia didapat diantaranya anemia

defisiensi besi, anemia akibat perdarahan akut, anemia pada peradangan atau keganasan,

anemia megaloblastik, anemia hemolitik didapat, anemia aplastik atau hipoplastik. Anemia

herediter diantaranya thalassemia, hemoglobinopati sel sabit, dan anemia hemolitik

herediter.
2.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua tipe:

A) Anemia patologis dalam kehamilan

1) Anemia Defisiensi Besi, asam folat, B12, dan protein.

2) Perdarahan; perdarahan akut (perdarahan pada awal bulan kehamilan) dan

perdarahan kronik seperti infeksi cacing tambang, perdarahan gastrointestinal.

3) Herediter: thalassemia, hemoglobinopati, anemia hemolitik herediter defek

RBC.

4) Insufisiensi sumsum tulang diakibatkan oleh radiasi dan obat penekan sumsum.

5) Anemia pada infeksi; seperti malaria & tuberkulosis.

6) Penyakit kronis seperti nefropati dan penyakit neoplastik.

B) Anemia fisiologis dalam kehamilan

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik dalam

kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi

hemoglobin, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau

eritrosit sirkulasi. Anemia fisiologis dalam kehamilan bertujuan menurunkan

viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasenta dan membantu

penghantaran oksigen dan nutrisi ke janin.

Selama hamil terdapat peningkatan disproporsi pada volume plasma 50%,

RBC 33%, Hb 18-20%. Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi tambahan ketika

hamil terutama trimester kedua. Anemia secara fisiologis disebabkan kombinasi


efek hemodilusi dan ketidakseimbangan zat besi. Kriteria anemia fisiologis: Hb 10

gr/dL, RBC 3,2-3,5 juta/mm3, morfologi RBC normokrom normositer dengan

central pallor.

Anemia pada kehamilan dikategorikan menjadi beberapa kategori:

Kategori Keparahan anemia Tingkat Hb (gr/dL)

1 Mild 10,0 – 10,9

2 Moderate 7,0 – 10,0

3 Severe < 7,0

4 Very severe (dekompensata) < 4,0

Tabel 2.2 kategori anemia menurut Indian Council of Medical Research (Sharma J.B.

2010)

2.5 Efek Anemia Pada Kehamilan

Efek anemia pada kehamilan dipelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan

peningkatan ringan risiko persalinan kurang bulan pada anemia anemia trimester kedua.

Anemia pada trimester pertama terutama usia kehamilan 13-18 minggu secara signifikan

meningkatkan risiko kematian janin, aborsi spontan, berat lahir rendah, persalinan kurang

bulan atau prematuritas, dan kecil masa kehamilan. Anemia pada wanita hamil

mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis selama awal

kehamilan.

Efek anemia pada ibu hamil adalah peningkatan risiko infeksi, dengan tanda dan

gejala beragam dari asimptomatik sampai gejala seperti nyeri kepala, lemas, mudah lelah,

letargi, paresthesia, takikardi, takipnea, rambut rontok, dan pucat. Pada anemia parah
dengan Hb kurang dari 6 gr/dL, dapat berakibat gagal jantung dan penurunan jaringan yang

teroksigenasi termasuk otot jantung. Kondisi seperti ini terjadi karena komplikasi dari

plasenta previa, persalinan operatif, dan perdarahan pasca persalinan, tidak semata-mata

disebabkan oleh defisiensi besi saja. Kondisi ini dapat berakibat kematian bila tidak diobati

dengan transfusi darah dan suplementasi zat besi.

Ibu hamil dengan anemia ringan mengalami penurunan kapasitas kerja ringan,

tetapi masih bisa melalui persalinan tanpa komplikasi karena masih terkompensasi dengan

baik. Ibu hamil dengan anemia sedang mengalami penurunan kapasitas kerja, lebih rentan

terhadap infeksi, waktu pemulihan infeksi yang memanjang, persalinan berat lahir rendah,

kematian akibat perdarahan pasca persalinan, dan sepsis.

Pada anemia berat dapat terjadi dekompensasi jantung jika Hb < 5 gr/dL. Curah

jantung meningkat meskipun saat istirahat, stroke volume meningkat, detak jantung

meningkat, palpitasi dan sesak saat istirahat. Mekanisme kompensasi tidak cukup untuk

mengatasi penurunan Hb. Kekurangan oksigen menghasilkan metabolisme anaerob dan

akumulasi laktat terjadi, sehingga kegagalan sirkulasi terjadi dan membatasi kerja jantung.

Jika tidak tertangani, dapat berakibat pada edema paru dan kematian. Jika Hb < 5 gr/dL,

bahkan perdarahan hanya 200 mL dapat berakibat syok dan kematian. Morbiditas

meningkat pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL, dan mortalitas meningkat pada ibu hamil

dengan Hb < 5 gr/dL. Anemia berakibat langsung sebanyak 20% pada kematian ibu hamil.

Mortalitas janin meningkat signifikan pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL

sebanyak 2-3 kali lipat dibanding pada ibu hamil dengan Hb < 11 gr/dL. Kematian janin

pada ibu hamil dengan Hb < 5 gr/dL meningkat 8-10 kali lipat.
2.6 Anemia Defisiensi Besi

2.6.1 Definisi

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di

negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan

berkaitan dengan asupan zat besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan

janin yang cepat.

Anemia defisiensi besi pada kehamilan merupakan penurunan konsentrasi

hemoglobin sirkulasi dibawah normal (Hb < 11 gr/dL) yang terjadi ketika kehamilan

karena defisiensi besi pada tubuh ibu hamil. Dfisiensi besi dapat didefinisikan sebagai

berkurangnya cadangan zat besi tubuh dan keterbatasan suplai zat besi ke berbagai jaringan

tubuh.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1989) memperkirakan hingga 8

juta wanita Amerika usia subur mengalami defisiensi besi. Pada gestasi tunggal yang khas,

rerata kebutuhan ibu akan besi meningkat dibanding wanita tidak hamil, mendekati 1000

mg. Dari jumlah ini, 300 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk ekspansi massa Hb

ibu, dan 200 mg dibuang secara normal melalui usus, urin dan kulit.
Absorpsi Zat Besi Kehilangan Zat Besi

Zat besi dari makanan sehari-hari - Faktor fisiologis kehamilan

- Peningkat absorpsi: Pembuangan zat besi normal melalui usus,

Protein, daging, asam askorbat, fermentasi, urin, kulit

alkohol, cadangan zat besi rendah, Menstruasi

peningkatan aktivitas eritropoetik (dataran Persalinan

tinggi, hemolisis, perdarahan) Menyusui

- Inhibitor absorpsi: - Faktor patologis

Kalsium, tannin, teh, kopi, minuman herbal, Perdarahan dari saluran cerna, alergi, occult

suplementasi besi blood lost, infeksi cacing

Tabel 2.3 Faktor yang mempengaruhi status zat besi pada wanita hamil (Sharma J.B. 2010)

Gejala yang paling sering terjadi pada anemia defisiensi besi adalah letargi dan

lelah, nyeri kepala, paresthesia, sensasi terbakar pada lidah, dan pica yang muncul pada

anemia berat setelah 20 minggu kehamilan. Gejala lainnya yaitu glossitis, pucat, cheilitis

(inflamasi pada bibir), koilonikia (spoon nail). Pada anemia berat (Hb < 5 gr/dL), gejala

disertai perdarahan retina, konjunctivitis, takipnea, takikardi, gagal jantung, sepsis, dan

splenomegali dapat terjadi.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi terparah, ditandai dengan

penurunan cadangan besi, konsentrasi serum besi (Fe serum), saturasi transferrin yang

rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit yang menurun. Pada kehamilan,

kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis,

kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat
mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan

mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah maka kebutuhan tambahan ini

berakibat pada anemia defisiensi besi.

2.6.2 Diagnosis

Bukti morfologis apus darah tepi pada anemia defisiensi besi yaitu eritrosit

hipokrom mikrositer, kurang mencolok pada ibu hamil dibandingkan pada wanita tak

hamil. Anemia defisiensi besi derajat sedang biasanya tidak disertai oleh perubahan

morfologis yang nyata pada eritrosit. Namun, kadar ferritin serum lebih rendah daripada

normal, dan tidak terdapat besi yang terwarnai di sumsum tulang. Anemia defisiensi besi

pada kehamilan terutama terjadi karena ekspansi volume plasma tanpa ekspansi normal

massa hemoglobin ibu. Evaluasi awal ibu hamil dengan anemia sedang mencakup

pengukuran Hb, hematokrit, hitung eritrosit, apus darah tepi, Fe serum, dan ferritin.

Pengukuran kadar serum ferritin < 30 gr/dL merupakan diagnosis defisiensi besi

(normal ferritin pada kehamilan: 55-70 µg/dL). Saturasi transferrin <15%, dan Unsaturated

Iron-Binding Capacity (UIBC) >400 µg/dL.

2.6.3 Terapi

Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan

asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk

memenuhi kebutuhan fisiologis selama kehamilan. Literatur lain menyebutkan dosis

anjuran besi 100 mg setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Pada wilayah

dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai

tiga bulan postpartum.


Koreksi anemia dan suplai cadangan besi dapat dilakukan dengan pemberian

preparat besi oral seperti fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonas yang memberikan

sekitar 200 mg besi elemental per hari. Sediaan parenteral yaitu fero sukrosa dapat

digunakan pada ibu hamil yang tidak dapat minum secara peroral. Pemberian suplementasi

besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum

mendapat zat besi dan non-anemis (Hb < 11 gr/dL dan ferritin > 20 µg/dL) menurunkan

prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah.

Preparat Dosis preparat (mg) Kandungan zat besi (mg)

Fero fumarat 200 65

Fero glukonat 300 35

Fero glisin sulfat 225 45

Fero suksinat 100 35

Fero sulfat 300 60

Tabel 2.4 Kandungan zat besi pada preparat besi (Sharma J.B. 2010)

Disamping suplementasi besi, sumber zat besi dari makanan seperti daging, ayam,

dan ikan dapat digunakan untuk pencegahan anemia defisiensi besi. Daging, ayam, dan

ikan dapat meningkatkan absorpsi besi (2-3 kali lipat lebih cepat diserap dibanding

suplementasi besi saja). Jus jeruk juga direkomendasikan untuk kehamilan. Sumber zat besi

lainnya didapat seperti tahu, kacang tanah, bayam, roti gandum, kacang polong, susu, telur,

dan kismis.
2.7 Anemia Akibat Kehilangan Darah Akut

Pada kehamilan dini, anemia akibat kehilangan darah akut merupakan hal yang

umum pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Anemia

pascapartum jauh lebih sering disebabkan oleh perdarahan obstetri. Perdarahan masif

mengharuskan terapi segera. Jika seorang ibu hamil dengan anemia derajat sedang (Hb >7

gr/dL) secara hemodinamik stabil, dapat beraktivitas tanpa gejala menyimpang, dan tidak

sepsis, transfusi darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi preparat besi selama

setidaknya 3 bulan. Pemberian feri karboksimalat intravena setiap minggu sama efektifnya

dengan tablet fero sulfat peroral setiap hari untuk regenerasi hemoglobin pada anemia

pascapartum.

Transfusi sel darah merah atau darah lengkap diindikasikan untuk hipovolemia

akibat kehilangan darah atau satu prosedur operasi darurat harus segera dilakukan pada ibu

hamil dengan anemia berat. Untuk mengganti cadangan besi, terapi oral perlu dilanjutkan

selama 3 bulan setelah anemia terkoreksi.

2.8 Anemia Terkait Penyakit Kronik

Karakteristik penyakit kronik disertai rasa lesu, penurunan berat badan, dan pucat.

Beragam penyakit seperti gagal ginjal kronik, kanker, kemoterapi, infeksi HIV, dan

peradangan kronik seperti supurasi penyakit radang usus (inflammatory bowel disease),

artritis rematoid, menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang berat. Biasanya degan

eritrosit yang sedikit hipokromik mikrositer. Anemia kronik biasanya meningkat seiring

dengan ekspansi volume plasma yang melebihi ekspansi massa sel darah merah.
Konsentrasi besi serum menurun, kadar ferritin meningkat, dengan morfologi sumsum

tulang tidak berubah.

2.9 Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan

asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang

belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.

Anemia ini ditandai dengan kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesis

DNA.

Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi

gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12

dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara

khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis

DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih

longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast

dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai

sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam

sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek

yang berujung pada terjadinya anemia.


2.9.1 Anemia Defisiensi Asam Folat

Dahulu penyakit ini disebut pernicious anemia of pregnancy. Penyakit ini biasanya

dijumpai pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran hijau, leguminosa, atau protein

hewani. Seiring dengan memburuknya defisiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi

semakin parah, membuat defisiensi gizi bertambah buruk. Pada sebagian kasus, konsumsi

etanol berlebihan dapat berperan dalam defisiensi folat.

Pada wanita tak hamil, kebutuhan asam folat adalah 50-100 µg/dL. Selama hamil,

kebutuhan folat meningkat hingga 5-10 kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin

yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar terjadi

pada kehamilan multiple, diet buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik, atau pengobatan

antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron tinggi selama kehamilan dapat menghambat

absorpsi folat. Defisiensi folat sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan

penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan. Perubahan morfologis dini

biasanya mencakup neutrofil yang mengalami hipersegmentasi dan eritrosit yang baru

terbentuk yang makrositer.

Gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang

kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit secara

morfologis lebih besar (makrositer) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal dan

normokrom. MCH dan MCHC normal, dengan MCV meningkat. Adanya neutropenia dan

trombositopenia sebagai akibat dari maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal.

Tanda awal defisiensi folat adalah kadar folat serum rendah < 3 ng/dL.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan

anomali kongenital seperti Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa

anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-

ensefalokel (tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan

karena gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk tertutup. Selain itu, defisiensi folat

dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, ekstremitas, dan organ lainnya.

Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak

1-5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien

mengalami malabsorpsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 µg folat per hari.

Dalam 4-7 hari setelah permulaan terapi, hitung retikulosit akan meningkat dan leukopenia

dan trombositopenia terkoreksi.

2.9.2 Anemia Defisiensi Vitamin B12

Anemia megaloblastik selama kehamilan akibat kekurangan vitamin B12 sangat

jarang dijumpai. Pada anemia pernisiosa Addison, terjadi kekurangan faktor intrinsik yang

menyebabkan kegagalan penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang

sangat jarang pada wanita usia subur dan biasanya memiliki awitan setelah usia 40 tahun.

Penyebab defisiensi vitamin B12 adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, reseksi lambung,

dan pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus.

Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah dibandingkan kadar wanita tak

hamil karena berkurangnya kadar protein pengikat yang mencakup haptokorin dan

transkobalamin. Wanita yang pernah menjalani gastrektomi memerlukan 1000 µg vitamin

B12 intramuskular setiap bulannya.


Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama seperti

terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12

disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.


Daftar Pustaka

Sifakis S, Pharmakides G, Anemia in Pregnancy, Departement of Obstetrics adn

Gynecology University of Heraklion, Crete, Greece, Feb 2000, Available at:

http://www.researchgate.net/profile/Stavros_Sifakis/publication/12500357_Anemia

_in_pregnancy/links/02e7e52e380e796a47000000.pdf

Cunningham F.G., Kenneth J.L., et al. Anemia in Pregnancy Williams Manual of

Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. United States. 2010.

RA Pradaana, Gambaran Sosial Ekonomi Dan Kecacingan Pada Ibu Hamil Dengan

Anemia Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak, 2014, available at:

eprints.ums.ac.id/30844/2/BAB_I.pdf

Sabina Shaikh, et al, An Overview of Anemia in Pregnancy, Journal of Innovations in

Pharmaceuticals and biological Sciences, available at:

http://jipbs.com/VolumeArticles/FullTextPDF/78_JIPBSV2I208.pdf

Sharma J.B., Anemia in Pregnancy, JIMSA, 2010, available at:

medind.nic.in/jav/t10/i4/javt10i4p253.pdf

Naibaho SA, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu

Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kec. Habinsaran Kabupaten Toba

Samosir Tahun 2011, Universitas Sumatera Utara, available at:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/4/Chapter%20II.pdf

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2010.

Kozuma, Shiro. Approaches to Anemia in Pregnancy, JMAJ 52(4): 214–218, 2009.

Available at: https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2009_04/214_218.pdf


Mirzoyan, Lusine. Iron-Deficiency Anemia in Pregnancy: Assessment of Knowledge,

Attitudes and Practices of Pregnant Women in Yerevan. Departement of Public

Health American University of Armenia. Yerevan, 1999. available at:

http://aua.am/chsr/PDF/MPH/1999/MirzoianLusine.pdf

Anonymous. Complication in Pregnancy. Women and Newborn Health Service King

Edward Memorial Hospital. Departement of Health Western Australia. 2015.

Available at:

http://www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/section

b/2/b2.23.pdf

Anda mungkin juga menyukai