Disusun Oleh :
2014730047
Pembimbing :
PENDAHULUAN
Anemia merupakan salah satu komplikasi paling sering terkait dengan kehamilan.
Anemia adalah penurunan kapasitas darah membawa oksigen dan ditandai dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah
ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak proporsional,
anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada
tahun 2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun
penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu
hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi
Penyebab tersering anemia dalam kehamilan ada kekurangan zat besi. Penyebab
lainnya diantaranya defisiensi asam folat. Wanita yang paling berisiko adalah kelompok
hemoglobin dan pemeriksaan apus darah tepi untuk memeriksa perubahan sel darah merah.
Suplemen besi dan folat diindikasikan selama kehamilan untuk mencegah komplikasi ini.
volume darah yang bersirkulasi. Wanita hamil cenderung mengalami anemia defisiensi besi
dan anemia defisiensi asam folat karena sejumlah zat besi dan asam folat ditransporkan
kepada fetus. Seorang wanita dewasa memiliki sekitar 2 gram zat besi pada tubuhnya. Saat
hamil, kebutuhan zat besi meningkat, membutuhkan tambahan 1 gram zat besi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
wanita dewasa tak hamil dan kurang dari 10 gr/dL selama kehamilan atau masa nifas.
Centers for Disease Control and Prevention (1998) mendefinisikan anemia pada ibu hamil
yang mendapat suplemen besi dengan menggunakan batas dari persentil ke 5-11 gr/dL pada
trimester pertama dan ketiga, dan 10,5 gr/dL pada trimester kedua. Menurut WHO (1997)
seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl,
pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl.
produksi eitropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)
meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar
akibat hemodilusi.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-
37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil
dibandingkan perempuan tidak hamil. Penurunan hematokrit, Hb, dan eritrosit biasanya
tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16
rendah terjadi pada trimester kedua sekitar usia kehamilan 30 minggu. Pada trimester
Tabel 2.1 Nilai batas untuk anemia pada perempuan (Prawirohardjo, Sarwono. 2010)
biasanya melebihi kadar hemoglobin wanita tak hamil. Kecepatan dan besarnya
peningkatan pada awal masa nifas ditentukan dari jumlah hemoglobin yang ditambahkan
selama kehamilan dan jumlah kehilangan darah saat persalinan yang biasanya dimodifikasi
maju maupun negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di
negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Pada studi-studi
dari Amerika Serikat dilaporkan bahwa kadar hemoglobin rerata pada aterm adalah 12,7
gr/dL pada wanita yang mendapat suplemen besi dibandingkan dengan 11,2 gr/dL pada
anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada
tahun 2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun
penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu
hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat nutrisi multipel seperti anemia
defisiensi besi (75%) dan anemia megaloblastik defisiensi folat dan defisiensi vitamin B12
dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti
hemoglobinopati. Anemia jenis ini lebih sering terjadi pada wanita dengan diet inadekuat
dan yang tidak mendapat suplemen zat besi atau folat. Penyebab lainnya yang didapat
dalam kehamilan yaitu hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan
keganasan.
defisiensi besi, anemia akibat perdarahan akut, anemia pada peradangan atau keganasan,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik didapat, anemia aplastik atau hipoplastik. Anemia
herediter.
2.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
RBC.
4) Insufisiensi sumsum tulang diakibatkan oleh radiasi dan obat penekan sumsum.
hemoglobin, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
RBC 33%, Hb 18-20%. Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi tambahan ketika
central pallor.
Tabel 2.2 kategori anemia menurut Indian Council of Medical Research (Sharma J.B.
2010)
Efek anemia pada kehamilan dipelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan
peningkatan ringan risiko persalinan kurang bulan pada anemia anemia trimester kedua.
Anemia pada trimester pertama terutama usia kehamilan 13-18 minggu secara signifikan
meningkatkan risiko kematian janin, aborsi spontan, berat lahir rendah, persalinan kurang
bulan atau prematuritas, dan kecil masa kehamilan. Anemia pada wanita hamil
kehamilan.
Efek anemia pada ibu hamil adalah peningkatan risiko infeksi, dengan tanda dan
gejala beragam dari asimptomatik sampai gejala seperti nyeri kepala, lemas, mudah lelah,
letargi, paresthesia, takikardi, takipnea, rambut rontok, dan pucat. Pada anemia parah
dengan Hb kurang dari 6 gr/dL, dapat berakibat gagal jantung dan penurunan jaringan yang
teroksigenasi termasuk otot jantung. Kondisi seperti ini terjadi karena komplikasi dari
plasenta previa, persalinan operatif, dan perdarahan pasca persalinan, tidak semata-mata
disebabkan oleh defisiensi besi saja. Kondisi ini dapat berakibat kematian bila tidak diobati
Ibu hamil dengan anemia ringan mengalami penurunan kapasitas kerja ringan,
tetapi masih bisa melalui persalinan tanpa komplikasi karena masih terkompensasi dengan
baik. Ibu hamil dengan anemia sedang mengalami penurunan kapasitas kerja, lebih rentan
terhadap infeksi, waktu pemulihan infeksi yang memanjang, persalinan berat lahir rendah,
Pada anemia berat dapat terjadi dekompensasi jantung jika Hb < 5 gr/dL. Curah
jantung meningkat meskipun saat istirahat, stroke volume meningkat, detak jantung
meningkat, palpitasi dan sesak saat istirahat. Mekanisme kompensasi tidak cukup untuk
akumulasi laktat terjadi, sehingga kegagalan sirkulasi terjadi dan membatasi kerja jantung.
Jika tidak tertangani, dapat berakibat pada edema paru dan kematian. Jika Hb < 5 gr/dL,
bahkan perdarahan hanya 200 mL dapat berakibat syok dan kematian. Morbiditas
meningkat pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL, dan mortalitas meningkat pada ibu hamil
dengan Hb < 5 gr/dL. Anemia berakibat langsung sebanyak 20% pada kematian ibu hamil.
Mortalitas janin meningkat signifikan pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL
sebanyak 2-3 kali lipat dibanding pada ibu hamil dengan Hb < 11 gr/dL. Kematian janin
pada ibu hamil dengan Hb < 5 gr/dL meningkat 8-10 kali lipat.
2.6 Anemia Defisiensi Besi
2.6.1 Definisi
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
berkaitan dengan asupan zat besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan
hemoglobin sirkulasi dibawah normal (Hb < 11 gr/dL) yang terjadi ketika kehamilan
karena defisiensi besi pada tubuh ibu hamil. Dfisiensi besi dapat didefinisikan sebagai
berkurangnya cadangan zat besi tubuh dan keterbatasan suplai zat besi ke berbagai jaringan
tubuh.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1989) memperkirakan hingga 8
juta wanita Amerika usia subur mengalami defisiensi besi. Pada gestasi tunggal yang khas,
rerata kebutuhan ibu akan besi meningkat dibanding wanita tidak hamil, mendekati 1000
mg. Dari jumlah ini, 300 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk ekspansi massa Hb
ibu, dan 200 mg dibuang secara normal melalui usus, urin dan kulit.
Absorpsi Zat Besi Kehilangan Zat Besi
Kalsium, tannin, teh, kopi, minuman herbal, Perdarahan dari saluran cerna, alergi, occult
Tabel 2.3 Faktor yang mempengaruhi status zat besi pada wanita hamil (Sharma J.B. 2010)
Gejala yang paling sering terjadi pada anemia defisiensi besi adalah letargi dan
lelah, nyeri kepala, paresthesia, sensasi terbakar pada lidah, dan pica yang muncul pada
anemia berat setelah 20 minggu kehamilan. Gejala lainnya yaitu glossitis, pucat, cheilitis
(inflamasi pada bibir), koilonikia (spoon nail). Pada anemia berat (Hb < 5 gr/dL), gejala
disertai perdarahan retina, konjunctivitis, takipnea, takikardi, gagal jantung, sepsis, dan
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi terparah, ditandai dengan
penurunan cadangan besi, konsentrasi serum besi (Fe serum), saturasi transferrin yang
rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit yang menurun. Pada kehamilan,
kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis,
kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat
mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan
mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah maka kebutuhan tambahan ini
2.6.2 Diagnosis
Bukti morfologis apus darah tepi pada anemia defisiensi besi yaitu eritrosit
hipokrom mikrositer, kurang mencolok pada ibu hamil dibandingkan pada wanita tak
hamil. Anemia defisiensi besi derajat sedang biasanya tidak disertai oleh perubahan
morfologis yang nyata pada eritrosit. Namun, kadar ferritin serum lebih rendah daripada
normal, dan tidak terdapat besi yang terwarnai di sumsum tulang. Anemia defisiensi besi
pada kehamilan terutama terjadi karena ekspansi volume plasma tanpa ekspansi normal
massa hemoglobin ibu. Evaluasi awal ibu hamil dengan anemia sedang mencakup
pengukuran Hb, hematokrit, hitung eritrosit, apus darah tepi, Fe serum, dan ferritin.
Pengukuran kadar serum ferritin < 30 gr/dL merupakan diagnosis defisiensi besi
(normal ferritin pada kehamilan: 55-70 µg/dL). Saturasi transferrin <15%, dan Unsaturated
2.6.3 Terapi
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan
asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk
anjuran besi 100 mg setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Pada wilayah
dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai
preparat besi oral seperti fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonas yang memberikan
sekitar 200 mg besi elemental per hari. Sediaan parenteral yaitu fero sukrosa dapat
digunakan pada ibu hamil yang tidak dapat minum secara peroral. Pemberian suplementasi
besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum
mendapat zat besi dan non-anemis (Hb < 11 gr/dL dan ferritin > 20 µg/dL) menurunkan
Tabel 2.4 Kandungan zat besi pada preparat besi (Sharma J.B. 2010)
Disamping suplementasi besi, sumber zat besi dari makanan seperti daging, ayam,
dan ikan dapat digunakan untuk pencegahan anemia defisiensi besi. Daging, ayam, dan
ikan dapat meningkatkan absorpsi besi (2-3 kali lipat lebih cepat diserap dibanding
suplementasi besi saja). Jus jeruk juga direkomendasikan untuk kehamilan. Sumber zat besi
lainnya didapat seperti tahu, kacang tanah, bayam, roti gandum, kacang polong, susu, telur,
dan kismis.
2.7 Anemia Akibat Kehilangan Darah Akut
Pada kehamilan dini, anemia akibat kehilangan darah akut merupakan hal yang
umum pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Anemia
pascapartum jauh lebih sering disebabkan oleh perdarahan obstetri. Perdarahan masif
mengharuskan terapi segera. Jika seorang ibu hamil dengan anemia derajat sedang (Hb >7
gr/dL) secara hemodinamik stabil, dapat beraktivitas tanpa gejala menyimpang, dan tidak
sepsis, transfusi darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi preparat besi selama
setidaknya 3 bulan. Pemberian feri karboksimalat intravena setiap minggu sama efektifnya
dengan tablet fero sulfat peroral setiap hari untuk regenerasi hemoglobin pada anemia
pascapartum.
Transfusi sel darah merah atau darah lengkap diindikasikan untuk hipovolemia
akibat kehilangan darah atau satu prosedur operasi darurat harus segera dilakukan pada ibu
hamil dengan anemia berat. Untuk mengganti cadangan besi, terapi oral perlu dilanjutkan
Karakteristik penyakit kronik disertai rasa lesu, penurunan berat badan, dan pucat.
Beragam penyakit seperti gagal ginjal kronik, kanker, kemoterapi, infeksi HIV, dan
peradangan kronik seperti supurasi penyakit radang usus (inflammatory bowel disease),
artritis rematoid, menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang berat. Biasanya degan
eritrosit yang sedikit hipokromik mikrositer. Anemia kronik biasanya meningkat seiring
dengan ekspansi volume plasma yang melebihi ekspansi massa sel darah merah.
Konsentrasi besi serum menurun, kadar ferritin meningkat, dengan morfologi sumsum
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang
belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.
Anemia ini ditandai dengan kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesis
DNA.
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12
dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara
khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis
DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast
dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai
sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
Dahulu penyakit ini disebut pernicious anemia of pregnancy. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran hijau, leguminosa, atau protein
hewani. Seiring dengan memburuknya defisiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi
semakin parah, membuat defisiensi gizi bertambah buruk. Pada sebagian kasus, konsumsi
Pada wanita tak hamil, kebutuhan asam folat adalah 50-100 µg/dL. Selama hamil,
kebutuhan folat meningkat hingga 5-10 kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin
yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar terjadi
pada kehamilan multiple, diet buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik, atau pengobatan
antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron tinggi selama kehamilan dapat menghambat
absorpsi folat. Defisiensi folat sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan
biasanya mencakup neutrofil yang mengalami hipersegmentasi dan eritrosit yang baru
Gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang
kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit secara
morfologis lebih besar (makrositer) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal dan
normokrom. MCH dan MCHC normal, dengan MCV meningkat. Adanya neutropenia dan
trombositopenia sebagai akibat dari maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal.
Tanda awal defisiensi folat adalah kadar folat serum rendah < 3 ng/dL.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan
anomali kongenital seperti Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa
anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-
karena gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk tertutup. Selain itu, defisiensi folat
dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, ekstremitas, dan organ lainnya.
Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak
1-5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien
mengalami malabsorpsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 µg folat per hari.
Dalam 4-7 hari setelah permulaan terapi, hitung retikulosit akan meningkat dan leukopenia
jarang dijumpai. Pada anemia pernisiosa Addison, terjadi kekurangan faktor intrinsik yang
menyebabkan kegagalan penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang
sangat jarang pada wanita usia subur dan biasanya memiliki awitan setelah usia 40 tahun.
Penyebab defisiensi vitamin B12 adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, reseksi lambung,
Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah dibandingkan kadar wanita tak
hamil karena berkurangnya kadar protein pengikat yang mencakup haptokorin dan
terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12
http://www.researchgate.net/profile/Stavros_Sifakis/publication/12500357_Anemia
_in_pregnancy/links/02e7e52e380e796a47000000.pdf
RA Pradaana, Gambaran Sosial Ekonomi Dan Kecacingan Pada Ibu Hamil Dengan
eprints.ums.ac.id/30844/2/BAB_I.pdf
http://jipbs.com/VolumeArticles/FullTextPDF/78_JIPBSV2I208.pdf
medind.nic.in/jav/t10/i4/javt10i4p253.pdf
Naibaho SA, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/4/Chapter%20II.pdf
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
http://aua.am/chsr/PDF/MPH/1999/MirzoianLusine.pdf
Available at:
http://www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/section
b/2/b2.23.pdf